Finally, I Found You (Part 25)

3
0
Deskripsi

Selamat membaca dan semoga suka πŸ’›

Part 25

Karin duduk di gubuk bersama Bu Sri dan suaminya, lalu Arya menyusul di sampingnya.

"Maaf bu jadi merepotkan," ujar Arya merasa tidak enak.

"Sama sekali nggak repot, ibu cuma masakkan mie sama buat teh hangat."

Setelah semua makanan selesai disiapkan oleh Bu Sri mereka lanjut makan. Karin melirik Arya dengan tatapan geli, ia tahu apa yang pria itu pikirkan sekarang. Mereka sedang makan mie instan bersama nasi, Karin tahu bagi Arya ini sangat tidak sehat. Tapi mau bagaimana lagi, menolak juga tidak bisa karena tidak sopan. Jadi mereka hanya bisa memakannya tanpa banyak protes.

Karin menyesap tehnya dengan perlahan dan rasa hangat langsung menjalar ke tenggorokannya. Mereka baru saja selesai makan dan kini sedang mengobrol sambil menikmati teh hangat. Di cuaca dingin seperti ini, minum teh hangat benar-benar terasa enak.

Tidak lama setelahnya Bu Sri dan suaminya pamit karena harus menyiapkan buah strawberry untuk dijual. Mereka meminta Karin dan Arya bersantai dulu di gubuk.

"Mau saya bantu Bu?" tanya Karin menawarkan diri.

"Udah nggak usah, kalian duduk disini saja ya," sahut Bu Sri menolak.

Karin hanya melihat Bu Sri dan suaminya yang sibuk menata strawberry ke dalam mika. Sejujurnya ia sangat ingin membantu karena memang menyukainya, tapi karena tidak diperbolehkan ia hanya bisa menurutinya.

"Gimana, suka nggak disini?" tanya Arya.

Karin mengalihkan perhatiannya kepada Arya, ia menganggukkan wajahnya karena memang senang diajak disini, "Suka banget, lain kali aku harus kesini lagi," sahut Karin.

"Bisa, nanti tinggal bilang saja ke ibunya kalau mau main."

"Oh iya, aku dulu panggil kamu apa? Nggak mungkin kan aku panggil kamu nama aja?"

Karin sejujurnya penasaran akan hal ini sejak lama, tapi ia selalu lupa untuk menanyakannya kepada Arya.

"Abang," sahut Arya.

"Abang?" Ulang Karin karena sedikit tidak mempercayainya.

"Iya, kamu panggil aku Abang."

"Terus kamu panggil aku apa? Karin atau apa?"

"Adek."

"Abang adek?" Karin semakin kaget saat mendengarnya.

"Iya."

"Kayak Xabiru sama Chava aja." Karin teringat dengan salah satu anak selebgram yang memanggil dengan sebutan abang dan adek juga.

Arya tidak bisa menahan decakannya mendengar jawaban Karin.

"Kamu maunya aku panggil Abang lagi apa gimana?"

"Aku lebih suka dipanggil Abang," jujur Arya.

"Waktu aku panggil Arya dari kemarin-kemarin gimana?" tanya Karin penasaran.

"Jujur kaget sih dan agak aneh aja dengernya."

Karin tidak bisa menahan tawanya mendengar pengakuan Arya.

"Sorry, aku udah kurang ajar sama kamu." Karin menangkupkan kedua tangannya sebagai permohonan maaf.

"Gapapa, kan kamu lupa."

"Mulai sekarang aku akan biasakan panggil Abang, okay?" Janji Karin.

"Aku juga panggil kamu Adek?"

"Nggak mau geli." Tolak Karin.

"Kok geli?" Heran Arya karena menurutnya panggilan itu cukup manis.

"Emang aku anak kecil? Panggil Karin aja."

Arya menghela napasnya pelan, "Okay, aku akan tetap panggil kamu Karin."

Setelah bersantai di gubuk cukup lama, Arya dan Karin akhirnya berpamitan pulang karena sekarang juga sudah siang. Mereka akan ke satu tempat lagi sebelum kembali ke Jakarta.

Karin memperhatikan lagi sekeliling kebun, ini pengalaman baru baginya dan ia cukup senang. Karin janji ia harus kembali lagi kesini untuk mengulang apa yang ia lakukan tadi.

***

Sebelum pulang, Karin dan Arya mampir ke cafe yang ada di tengah hutan pinus. Karin sudah pernah datang kesana sekali dan kini ia datang lagi karena baginya tempatnya benar-benar bagus. 

Setelah memesan makanan, Arya pamit mengangkat telepon terlebih dahulu dan meninggalkan Karin sendirian. Karin akhirnya memilih duduk di dalam yang masih bisa melihat pemandangan dari luar dengan jelas karena dindingnya dilapisi oleh kaca. 

Karin menghela napas panjang, entah kenapa dadanya tiba-tiba terasa sesak. Ia memang senang bisa liburan singkat seperti ini, tapi ia yakin ketika dirumah nanti pasti perasaannya kembali sedih. Dan kemungkinan Karin akan kembali menangis seperti malam-malam sebelumnya. 

"Melamun aja, nanti kesambet," ujar Arya sambil menarik kursi lalu duduk di hadapan Karin. 

Karin tersadar dari lamunannya, ia beralih menatap Arya sambil memaksakan seulas senyumnya. 

"Telepon dari rumah sakit ya?" tanya Karin penasaran. 

"Iya, tapi semua udah aman kok." 

Karin menangguk mengerti, ia kembali menatap keluar sambil melamun. 

"Kamu kepikiran mantan kamu lagi?" tanya Arya. 

"Hemm, pengennya udah nggak mau mikirin tapi belum bisa." 

"Kamu bisa alihkan ke banyak hal, coba hobi baru atau hal lainnya supaya lupa." 

Karin memainkan jari-jari tangannya, jika hanya masalah Sandi mungkin ia tidak akan segalau ini. Tapi masalah dengan Sheila juga menambah beban pikirannya, Karin sekarang bingung karena tidak punya tempat cerita lagi. 

"Ini bukan hanya soal Sandi, tapi ada hal lain yang buat aku semakin sedih." 

"Kamu bisa cerita ke aku." 

Bukannya tidak mau, hanya saja Karin tidak menemukan alasan kenapa harus bercerita kepada Arya. 

"Bukan hanya kamu saja yang sedih Rin, aku kemarin-kemarin juga sempat sedih," ujar Arya. 

"Kenapa?" 

Mereka harus menjeda percakapan sejenak, karena pesanan mereka sudah datang. Karin memesan carbonara sedangkan Arya memilih burger.

"Aku baru aja ditinggal nikah." Arya akhirnya melanjutkan ceritanya sambil mereka makan. 

"Serius?" tanya Karin tidak percaya. 

"Iya." 

"Kok bisa?" 

Arya menahan senyumnya melihat Karin mulai tertarik dengan ceritanya. Memang benar terkadang orang lebih tertarik saat mendengar ada yang terkena musibah, tapi tidak apa kali ini Arya akan menceritakan kisah sedihnya meskipun sedikit memalukan. 

"Aku pernah dekat sama seseorang, aku emang nggak pernah nembak dia tapi aku menganggap hubungan kita serius. Dan aku kira dia memikirkan hal yang sama, tapi ternyata enggak. Dia merasa aku menggantungkan dia, jadi dia dekat dengan laki-laki lain selain aku. Terus mereka menikah, udah." Jelas Arya sesingkat mungkin. 

"Perempuan itu butuh kepastian, kalau kamu nggak bilang mau serius dia pasti mikirnya cuma buat main-main aja." 

"Jadi kalau ada di posisi itu, kamu memilih hal yang sama?" 

"Iyalah, kalau ada yang lebih pasti kenapa harus nunggu yang nggak jelas kayak Abang," ucap Karin tanpa sadar sambil memanggil Arya dengan sebutan Abang. 

Sedangkan Arya sudah dibuat salah tingkah mendengarnya. Ia cukup senang dipanggil seperti itu oleh Karin. 

"Terus gimana? Nggak mungkin kan dia tiba-tiba nikah?" Karin masih penasaran dengan cerita Arya. 

"Dia terakhir chat minta jemput habis main sama temen-temennya, karena capek jadi nggak aku jemput. Aku coba chat lagi udah nggak pernah dibalas, terus nggak lama setelah itu dia upload foto sama cowok lain." 

"Masih ada chatnya?" 

Arya membuka layar ponselnya lalu menunjukkan chat terakhirnya dengan Mila kepada Karin. 

Karin menggelengkan kepalanya membaca pesan terakhir Arya dengan perempuan bernama Mila itu. Tidak salah kalau Arya ditinggal nikah, jika Karin jadi Mila sudah jelas ia akan melakukan hal yang sama. 

"Abang pikir Mila minta jemput karena nggak punya ongkos buat pulang? Dia minta jemput ya karena mau dijemput aja sama Abang." Jelas Karin karena balasan Arya di chat bilang menyuruh Mila naik taxi dan akan membayar ongkosnya. 

"Aku waktu itu capek banget Rin, aku nggak nyangka dia akan sekecewa itu." 

"Terus Abang nggak berusaha menghubungi dia gitu?" 

"Enggak, aku pikir dia cuma ngambek biasa aja seperti sebelum-sebelumnya." 

"Tapi Abang malah dapat undangan pernikahan dari Mila?" 

"Setelah dia post sama cowok lain, kita nggak sengaja ketemu di coffee shop terus dia cerita kalau mau lamaran. Setelahnya baru aku dapat undangan pernikahan." 

"Abang datang nggak?" 

"Nggak, males banget." 

Karin terkikik geli, entah kenapa kisah Arya sedikit lucu baginya. Arya dan Mila hanya kurang berkomunikasi, lebih tepatnya Arya yang terlalu cuek. Karena bisa dilihat dari chat pria itu, Mila terlihat mencintai Arya tapi ia ragu karena Arya tidak memberi kepastian. Jadi dia memilih jalan aman dengan menerima lamaran laki-laki lain. 

"Abang harusnya datang ke pernikahannya sama cewek lain," ujar Karin sambil mengembalikan ponsel Arya.

"Enggak kepikiran soal itu Rin, lagi pula saat itu lagi nggak dekat sama siapapun."

"Cari dong, kan gampang buat Abang." Karin yakin banyak perempuan yang mau dengan Arya.

"Aku males ada di fase kenalan, dimana harus cari tahu sifat, kebiasaan atau kesukaan satu sama lain. Belum lagi harus kenalan sama keluarganya atau sebaliknya."

Karin diam, benar kata Arya mengulang di fase itu sangatlah tidak enak. Masa pendekatan adalah hal yang paling malas untuk Karin. Dimana ia harus menjelaskan kenapa tidak suka kuning telur yang direbus padahal telur mata sapi ia suka atau menjelaskan kenapa Karin tidak masuk kedokteran juga sama seperti Papanya. Menjelaskan hal yang sama berulang kali kepada orang yang berbeda bukanlah hal yang menyenangkan. 

"Bener, di fase itu memang nggak enak," gumam Karin.

Karena sudah cukup nyaman berbicara dengan Arya, Karin sampai tidak sadar ikut menceritakan juga masalah putusnya dengan Sandi. Karin bahkan ikut bercerita tentang Sheila juga.

"Aku juga sedih kehilangan Sheila," ujar Karin setelah selesai menceritakan semunya.

"Kamu nggak akan kehilangan sahabatmu, kalau kamu mau memaafkan dia Rin."

"Tapi aku kecewa sama Sheila."

"Aku tahu kamu marah sama dia. Mungkin niat awal Sheila baik, tapi dia juga nggak nyangka kalau hasil akhirnya malah seperti ini. Rin, kalau kehilangan Sandi kamu mungkin bisa mendapatkan penggantinya atau malah bisa diganti dengan yang jauh lebih baik. Tapi kalau kamu kehilangan Sheila, belum tentu kamu mendapatkan sahabat sebaik dia lagi."

Mendengar ucapan Arya, Karin sedikit tertohok, "Jadi aku harus maafin Sheila ya?"

"Iya, supaya di hati kamu sudah nggak ada dendam lagi. Kalau masih ada dendam, yang sulit hanya diri kamu sendiri karena harus membawa beban pikiran setiap hari. Jadi coba dimaafin ya. Bukan demi orang lain, tapi demi diri kamu sendiri."

Karin seperti tersihir saat mendengar ucapan Arya, kenapa ia tidak kepikiran sampai sejauh itu. Dan perasaannya kini jauh lebih membaik. Sepertinya liburan singkatnya kali ini tidak hanya sekedar menyembuhkan luka di hatinya, tapi juga membuka pikirannya. Dan Karin harus banyak-banyak berterimakasih kepada Arya.

***

Tbc... 
Mungkin bagi sebagian orang panggilan Abang Adek agak geli ya, but for me it's very cuties wkwk πŸ₯ΊπŸ’
Jangan lupa vote dan komen yaaa πŸ’›

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Kategori
Fify
Selanjutnya Finally, I Found You (Part 26)
5
0
Selamat membaca dan semoga suka πŸ’›
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan