
Selamat membaca dan semoga suka ๐งก
23 Izin
Seharian ini Sera sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik dengan menyiapkan segala kebutuhan Kavi. Ia bahkan sampai menyiapkan baju kerja dan ganti pria itu yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Meskipun sempat mendapatkan tatapan heran dari Kavi, Sera berusaha mengabaikannya dan tetap menjalankan aksinya agar diizinkan menginap di rumah Shiren hari Sabtu nanti.
Setelah menyelesaikan tugas kuliahnya, Sera kini berbaring di ranjang bersama Kavi bersiap untuk tidur.
"Mas," panggil Sera.
"Hmm?" Gumam Kavi sambil terus menatap Sera.
"Aku boleh nggak nginep di rumah Shiren hari Sabtu nanti?" tanya Sera dengan takut sambil menggigit bibirnya.
Kavi hanya tersenyum samar, "Jadi itu alasan kamu berbuat baik seharian ini?"
Sera langsung mencebik kesal saat niat terselubungnya diketahui pria itu, "Kan aku juga mau belajar supaya jadi istri yang baik."
"Ngapain menginap di rumah Shiren? Kamu sudah punya suami sekarang."
Tidak perlu diingatkan pun, Sera tahu jika sudah bersuami sekarang.
"Aku mau mengerjakan tugas kelompok sama Shiren."
"Nggak bisa langsung pembagian tugas aja dan kamu kerjakan sendiri di rumah?" Kavi tahu itu hanya alasan Sera saja.
"Bisa sih, tapi kan lebih enak kalau dikerjakan bareng-bareng. Boleh ya Mas?" Mohon Sera dengan tatapan memelas.
"Kalau Mas kangen sama ini gimana?" tanya Kavi sambil mengusap bibir bawah Sera.
"Cuma sehari aja kok, nggak usah lebay deh." Cibir Sera.
Kavi menghela napas pelan, sulit baginya mengizinkan Sera menginap di rumah temannya.
"Mas pikirkan dulu."
"Nggak mau, harus boleh pokoknya." Paksa Sera.
Kavi seketika berdecak kesal, ia lalu mendekatkan wajahnya untuk melumat bibir Sera. Tidak seperti biasanya yang lebih sering diam, Sera juga ikut membalas lumatan Kavi hingga membuatnya menggeram karena ulah gadis itu.
Kavi menyudahi ciumannya, tapi bibirnya masih aktif mengecupi sudut bibir Sera hingga beberapa kali.
"Boleh ya Mas," ujar Sera sambil menjauhkan wajahnya untuk menatap Kavi.
"Mas yang akan mengantarkan dan menjemput kamu dari rumah Shiren nanti." Tidak ada gunanya bagi Kavi untuk mengulur waktu memberikan izin kepada Sera, yang ada telinganya bisa panas karena setiap hari harus mendengar kalimat yang sama dari mulut gadis itu.
"Jadi boleh kan?" tanya Sera dengan senang saat mendengar ucapan Kavi barusan.
"Jangan aneh-aneh karena Mas sudah kasih kepercayaan ke kamu."
Sera seketika menahan napasnya saat mendengar itu, tapi ia tetap berusaha terlihat santai, "Iya Mas."
"Cium dulu." Kavi memajukan bibirnya untuk meminta cium.
Sera yang sedang berada dalam kondisi mood yang bagus karena sudah diizinkan menginap langsung mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Kavi. Jika dalam keadaan normal ia tidak akan mau mencium pria itu terlebih dahulu karena selama ini selalu Kavi yang memulai duluan. Tapi Sera harus bersikap baik sekarang agar Kavi tidak berubah pikiran.
***
Setelah mendapatkan izin dari Kavi, Sera tetap harus meminta izin kepada Mama Papanya meskipun hal itu tidak berpengaruh banyak. Selama Kavi sudah mengizinkan, ia akan tetap menginap di rumah Shiren meskipun orang tuanya tidak setuju.
Seperti sore ini, Sera harus berdebat dengan Mamanya setelah memberitahu rencananya Sabtu sore nanti.
"Mama kenapa sih selalu marah-marah, Mas Kavi aja udah ngizinin aku kok," ujar Sera setelah mendengar omelan Mamanya.
"Dari pada kamu nginep di rumah Shiren lebih baik kamu ikut Kavi menginap di rumah mertuamu." Sahut Anita.
Sera seketika berdecak kesal saat mendengarnya. Kavi memang berencana pulang ke rumah orang tuanya nanti ketika ia menginap di rumah Shiren.
"Aku nginep di rumah Shiren karena mau kerjain tugas Ma, bukan cuma main-main. Kalau nanti ada waktu senggang, aku pasti Main ke rumah orang tua Mas Kavi kok." Sahut Sera beralasan karena sejujurnya ia enggan tiap diajak main ke rumah mertuanya.
"Terserah kamu lah, kalau ada apa-apa Mama nggak mau ikut campur. Sekalipun Mama larang kamu akan tetap berangkat kan?" Anita juga sudah hafal dengan tingkah Sera, jadi tidak ada gunanya ia marah-marah dengan putrinya itu.
Sera langsung mengembangkan senyumnya saat mendapatkan izin dari Mamanya, "Gitu dong Ma, tinggal mengiyakan aja apa susahnya."
Sera berjalan dengan riang memasuki kamarnya. Izin dari Kavi dan Mamanya sudah ia kantongi sekarang, semua rencana yang sudah ia susun bersama Shiren tinggal ia jalankan saja nanti ketika hari Sabtu.
***
Sera sudah dalam perjalanan menuju rumah Shiren bersama Kavi. Pria itu benar-benar tidak mengizinkannya membawa mobil hingga membuat Sera hanya bisa pasrah karena harus diantar oleh pria itu.
"Besok Mas jemput jam segini juga," ujar Kavi saat hampir sampai di rumah Shiren.
"Iya Mas." Sahut Sera.
"Nanti malam nggak mau kemana-mana?"
Sera seketika menggigit bibir dalamnya saat mendengar pertanyaan Kavi.
"Kayaknya sih keluar."
"Kemana?"
"Mau cari makan mungkin, bisa aja nggak jadi keluar juga." Sera mengedikkan bahunya agar Kavi percaya kepadanya.
"Kalau keluar jangan lupa bilang." Kavi menghentikan mobilnya di depan rumah Shiren, ia lalu beralih menatap Sera.
"Iya nanti aku bilang." Meskipun ia tidak mungkin jujur dengan berkata akan main ke club.
"Okay, selamat bersenang-senang," ucap Kavi karena tahu jika Sera sangat bahagia karena tidak bersama dengannya malam ini.
Sera mencium punggung tangan Kavi lalu menatap pria itu. Tanpa ia duga Kavi mendekatkan wajahnya dan mencium bibirnya cukup lama.
"Jangan aneh-aneh. Mas marah kalau sampai kamu ketahuan aneh-aneh di belakang Mas."
Mendengar dan ditatap seperti itu oleh Kavi, Sera langsung menelan ludahnya dengan gugup. Ia jadi takut jika sampai ketahuan.
"Aneh-aneh apa? Kan aku mau ngerjain tugas."
Kavi hanya menganggukkan wajahnya untuk mempercayai ucapan Sera. Ia melihat pagar rumah Shiren terbuka dan munculah gadis itu dari dalam sana.
"Aku keluar dulu ya, Mas hati-hati pulangnya."
Dengan segera Sera keluar untuk menemui Shiren. Mereka menunggu sampai mobil Kavi pergi dari hadapan mereka. Tapi pria itu malah membuka kaca mobilnya.
"Titip Sera ya Ren, kamu bilang aja ke saya kalau dia mau berbuat aneh-aneh," ucap Kavi sambil menatap Shiren.
Sera langsung mendelik sambil menatap Kavi, sementara Shiren hanya bisa meringis.
"Siap Pak, saya akan jagain Sera nanti." Sahut Shiren.
Setelah itu, Kavi benar-benar pergi dari hadapan mereka. Hal itu membuat Sera dan Shiren langsung bernapas lega. Mereka segera masuk ke dalam untuk menuju kamar Shiren di lantai dua.
"Sial, kalau nanti kita ketahuan main ke club gimana?" tanya Shiren dengan panik karena Kavi tadi menitipkan Sera kepadanya.
"Nggak mungkin ketahuan kalau lo nggak bilang, jadi tenang aja." Sera berusaha meredakan kekhawatiran Shiren.
"Kalau lo ketahuan bohong, gue nggak ikut-ikutan ya. Gue takut sama Pak Kavi."
"Kenapa takut sih? Kan dia udah nggak ngajar kita lagi di semester ini."
"Bukan masalah itu. Gue takut nggak dipercaya lagi sama Pak Kavi karena nggak menepati janji gue buat jagain lo. Dan malah dukung lo supaya bohong ke dia."
"Udah nggak usah terlalu dipikirin, mending setelah ini kita siap-siap." Sahut Sera yang memang belum memakai riasan apa-apa di wajahnya, bahkan rambutnya juga masih setengah kering setelah tadi keramas. Ia benar-benar berakting di hadapan Kavi agar pria itu percaya jika ia tidak akan kemana-mana malam ini.
***
24 Terbongkar
Sera dan Shiren sudah sampai di club tempat acara Vano berlangsung. Mereka sengaja datang terlambat dan tidak ingin berlama-lama berada di sana, yang penting mereka sudah menunjukkan muka di depan Vano dan Via.
Setelah menghampiri Vano dan Via untuk mengucapkan selamat, Sera, Diva dan Shiren memilih duduk memojok. Mereka memesan minuman soda sambil mengobrol dan memperhatikan sekeliling club.
Kalau boleh jujur, mereka sedikit tidak nyaman berada di sini. Ini pertama kalinya mereka datang ke club seperti ini karena sebelumnya mereka hanya main ke cafe bar.
"Sejam lagi kita pulang ya," ujar Sera yang sudah mulai pusing karena mendengar suara musik yang cukup keras.
"Iya, gue juga nggak nyaman lama-lama disini." Sahut Shiren yang langsung disetujui oleh Diva.
Sera memperhatikan Vano dan Via yang tampak asyik di dance floor. Saat pertama kali mengenal Vano, Sera sejujurnya takut dan sempat mengira jika cowok itu tidak baik karena sering main ke club malam. Tapi ketika mengetahui jika orang tua Vano berasal dari kalangan berada, Sera menjadi paham. Jika hal semacam ini sudah biasa bagi keluarga cowok itu. Meskipun sekarang Via menjadi ikut-ikutan dan sering main ke club.
Asalkan masih dalam batas wajar, Sera, Shiren dan Diva tidak mau berkomentar banyak. Mereka akan mengingatkan jika merasa Via sudah melewati batas, apalagi ada alasan dibalik berubahnya sikap Via. Semua itu bermula ketika Papanya ketahuan selingkuh dan lebih memilih selingkuhannya. Semenjak itu, hidup Via menjadi sedikit berantakan. Hanya Vano yang menjadi alasan Via tetap bertahan karena cowok itu selalu menemaninya dalam kondisi terburuknya saat itu dimana Sera, Shiren dan Diva bahkan tidak mampu untuk menghibur Via lagi.
Karena terlalu asyik memperhatikan Vano dan Via, Sera sampai tidak sadar jika Raka sudah berdiri di hadapannya. Tiba-tiba ia merasa gugup karena sudah lama tidak bertemu dengan cowok itu.
"Kamu apa kabar?" tanya Raka dengan senyum manisnya seperti biasa.
Tahu jika Sera dan Raka membutuhkan waktu berdua, Shiren dan Diva segera pergi untuk memberikan ruang bagi mereka.
"Seperti yang kamu lihat," sahut Sera akhirnya sambil mengedikkan bahunya.
"Udah lama ya ternyata kita nggak ketemu." Raka memilih duduk di samping Sera sambil menyesap minumannya.
Merasa jika situasi sedikit canggung, Sera langsung menunduk sambil memainkan gelas di tangannya.
"Via bilang kamu lihat aku boncengan sama cewek lain ya?" tanya Raka sambil melirik Sera.
Sementara Sera hanya menganggukkan wajahnya membenarkan hal itu.
"Dia adik tingkat di kampus, kita nggak ada hubungan apa-apa kok."
Sera tersenyum samar, ternyata tebakannya benar mengenai perempuan yang waktu itu ia lihat bersama Raka.
"Kamu ada hubungan sama dia juga gapapa Ka, kan kita sudah selesai. Kamu berhak bahagia dengan perempuan pilihanmu." Meskipun tidak sesakit dulu, tetap saja Sera merasakan getir di kalimat yang ia ucapkan barusan.
"Kalau boleh milih aku maunya sama kamu Ser, dia cuma aku jadikan pelarian aja agar tetap waras menjalani hari-hari di kampus." Jujur Raka yang menganggap Jeslyn hanya sebuah pelarian.
Sera langsung menatap Raka tidak percaya, "Tega banget kamu."
"Aku kadang suka bayangin, seandainya aja kita masih sama-sama rasanya pasti sangat menyenangkan. Kita bisa ke perpustakaan bareng atau ke cafe untuk mengerjakan skripsi, kita bisa mengeluh tentang dosen pembimbing masing-masing. Kalau sudah penat, kamu bisa temani aku bermain basket lalu aku ganti menemani kamu membeli es krim oreo favoritmu." Bukannya menjawab pertanyaan Sera, Raka malah meneruskan kalimatnya.
Sera langsung memalingkan wajahnya setelah mendengar ucapan Raka, baru membayangkan saja rasanya sudah bahagia. Pasti sangat menyenangkan jika mereka masih bersama dan bisa melakukan semuanya seperti yang cowok itu ucapkan. Tapi Sera seketika menggelengkan kepalanya, ia harus ingat jika sudah bersuami sekarang. Apalagi hubungannya dengan Kavi belakangan ini semakin dekat semenjak mereka berciuman.
"Meskipun kamu jadikan pelarian, coba sesekali kamu tulus saat bersama Jeslyn. Jangan sampai kamu menyesal udah mensia-siakan cewek sebaik dia. Jangan pedulikan aku lagi, kita udah nggak ada di jalan yang sama sekarang." Sera berusaha memberitahu Raka. Siapa tahu saat melihat Raka bahagia bersama cewek lain, ia bisa melupakan cowok itu sepenuhnya dan fokus kepada hubungannya dengan Kavi.
"Kamu yakin aku harus melakukan itu dan benar-benar menyudahi hubungan kita?" tanya Raka sambil menatap Sera.
Sera akhirnya balas menatap Raka, ia berusaha terlihat kuat meskipun rasanya sudah ingin menangis sekarang.
"Aku yakin," ucap Sera dengan suara yang sedikit bergetar dan semoga saja Raka tidak menyadari hal itu.
Raka langsung tersenyum remeh sambil membuang muka, "Baiklah kalau memang itu yang kamu mau Ser. Aku akan berusaha melakukannya seperti ucapanmu tadi. Kamu jaga diri baik-baik ya." Ia lalu menepuk pundak Sera dan berlalu begitu saja dari hadapan gadis itu.
Saat Raka sudah tidak terlihat, Sera langsung memegang meja di sampingnya sebagai sandaran. Ia sadar sudah menyakiti cowok itu dan membuatnya kecewa. Tapi mau bagaimana lagi, Sera juga tidak bisa menggantung Raka dan membuat cowok itu terus berharap kepadanya. Jadi merelakan Raka bersama perempuan pilihannya adalah hal yang paling tepat sekarang.
Sera mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan untuk mencari Shiren dan Diva, ia rasanya sudah tidak tahan dan ingin segera pulang. Saat akan berjalan menuju lantai dansa, Sera mengurungkan niatnya karena seseorang sudah menghalangi langkahnya.
"Ngapain lo? Minggir!" Ucap Sera dengan ketus saat melihat Niel berdiri di hadapannya. Cowok itu adalah salah satu teman Vano yang cukup menyebalkan, bahkan Raka juga tidak suka dengan cowok itu.
"Sombong banget sih Ser, lo beneran putus sama Raka?" tanya Niel sambil duduk di samping Sera.
Sera memutar bola matanya jengah mendengar pertanyaan Niel, "Menurut lo?"
Niel mengedikkan bahunya sambil terus menatap Sera, "Katanya hubungan kalian nggak direstui sama bokap lo? Bener kan?"
"Bukan urusan lo." Saat Sera akan berlalu dari hadapan Niel, cowok itu menahan tangannya hingga membuat Sera mendesis kaget.
"Lo kenapa sih? Lepasin gue sekarang." Bentak Sera dengan kesal melihat tingkah menyebalkan Niel.
"Gimana kalau lo coba berhubungan sama gue, siapa tahu bokap lo merestui."
Sera hanya tersenyum remeh, dengan Raka saja ia tidak direstui apalagi dengan cowok mata keranjang seperti Niel. Ia tidak suka setiap di tatap oleh cowok itu, hingga membuatnya selalu menghindar setiap ada Niel. Tapi sepertinya malam ini Sera sudah kecolongan hingga tidak menyadari jika cowok itu ada di dekatnya.
"Dalam mimpi." Sahut Sera akhirnya. Ia berusaha melepaskan cengkraman Niel di lengannya, tapi sayang tidak berhasil. Cowok itu benar-benar mencengkram lengannya dengan kuat.
"Mau lo apa sih?!" Sera yang sudah tidak sabar akhirnya berteriak juga di hadapan Niel.
"Kan udah gue bilang, gue mau coba pacaran sama lo."
"Gue nggak mau! Lepasin tangan gue sekarang!"
"Coba aja kalau bisa." Niel tersenyum remeh sambil terus menatap Sera.
Sera yang berusaha mengerahkan seluruh tenaganya untuk melepaskan cengkraman Niel seketika berteriak kaget saat melihat cowok itu sudah tersungkur di lantai karena ada yang memukulnya.
Tiba-tiba suasana menjadi senyap, semua pasang mata memperhatikan siapa yang sudah memukul Niel termasuk Sera. Saat bisa melihat dengan jelas siapa pelakunya, Sera hanya bisa terpaku.
"M.. Mas Kavi?" tanya Sera dengan terbata-bata. Ia sungguh tidak menyangka melihat pria itu berada di sini dan memukul Niel.
Saat melihat Kavi mendekati Niel dan memukul cowok itu lagi, Sera langsung memegang lengan pria itu sambil berusaha menahan agar Kavi berhenti memukul Niel.
"Mas Kavi udah." Mohon Sera dengan air mata yang sudah mengalir. Ia benar-benar takut menghadapi kemarahan Kavi sekarang.
Sera bisa sedikit lega, saat Kavi sudah berdiri dan tidak menindih tubuh Niel lagi. Mereka bertatapan selama beberapa detik, sebelum akhirnya pria itu menatap kearah Niel.
"Jangan pernah sesekali menyentuh istri saya lagi atau kamu akan mendapatkan hal yang lebih parah dari ini."
Sera hanya bisa memejamkan mata saat mendengar kata 'istri' yang Kavi ucapkan. Terbongkar sudah rahasia yang selama ini Sera jaga, semua orang kini sudah tahu jika Kavi adalah suaminya.
"Ayo pulang."
Tanpa banyak kata, Sera mengikuti langkah Kavi yang sudah menariknya keluar dari area club. Ia hanya menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap siapapun yang ada di ruangan itu termasuk sahabatnya.
Saat sudah di luar Sera bisa mendengar decakan kesal dari pria itu ketika melihat baju yang ia kenakan. Sejujurnya, bajunya tidak terlalu terbuka. Sera menggunakan dress tanpa lengan berwarna hitam diatas lutut, secara keseluruhan bajunya masih aman. Tapi mungkin bagi Kavi, baju Sera sudah sangat terbuka sekarang.
"Pakai ini."
Sera menerima jaket hitam yang pria itu berikan dan segera memakainya. Ia lalu masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah pria itu buka. Ketika melihat Kavi mendekatkan wajahnya, Sera langsung merapatkan matanya padahal pria itu hanya memakaikan seatbelt untuknya. Saat mendengar pintu mobil di sampingnya tertutup, Sera langsung menghembuskan napas lega. Ia hanya bisa menundukkan kepalanya saat Kavi sudah duduk di sampingnya dan menjalankan mobil keluar dari parkiran club yang masih terlihat ramai.
Sera rasanya sudah benar-benar pasrah menghadapi kemarahan Kavi. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya setelah ini, apalagi jika mereka sudah sampai di rumah dan orang tuanya tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sepertinya, Sera harus bersiap menerima segala amukan dari Kavi dan keluarganya.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
