
Selamat membaca dan semoga suka ๐งก
19 Birthday
Sudah satu minggu berlalu semenjak kejadian memalukan harus dialami Sera saat Kavi tidak sengaja melihat panties-nya ketika ia sedang tidur. Selama itu pula Sera berusaha menghindari pria itu dan berbicara seperlunya saja. Tapi sepertinya pagi ini Sera tidak bisa menghindari Kavi lagi karena mereka harus berangkat bersama menuju kampus.
Awalnya Sera menolak untuk berangkat bersama, tapi Mamanya sudah mengomelinya tadi dengan mengatakan jika ia suka membuat keadaan menjadi rumit. Karena minta membawa mobil sendiri-sendiri padahal ia dan Kavi satu arah. Padahal apa yang Sera lakukan semata-mata hanya untuk menghindari Kavi.
Dengan lesu, Sera menyandarkan kepalanya di sandaran kursi sambil menatap jalanan di sampingnya. Ia tidak mau menatap Kavi yang sedang fokus menyetir di sampingnya.
"Kamu nanti pulang jam tiga sore kan?" tanya Kavi membuka percakapan setelah hening cukup lama.
"Iya." Gumam Sera.
"Jangan tinggal Mas, nanti kita pulang bareng." Kavi sudah tahu kelakuan Sera yang bisa saja meninggalkannya untuk pulang duluan. Apalagi sekarang mereka sedang mengendarai mobil gadis itu.
"Bisa nggak Mas pulang naik ojek aja?" tanya Sera.
"Nggak masalah, tapi ketika pulang nanti Mas akan bilang ke Mama kalau kamu tinggal."
Sera langsung mendelik menatap Kavi, jika seperti itu sudah dipastikan ia akan kena omel jilid dua dari Mamanya hari ini. Dan ia tidak mau hal itu sampai terjadi karena telingnya bisa panas nanti.
"Nggak asik banget, sekarang mainnya ngancem." Cibir Sera.
Kavi hanya mengedikkan bahunya tidak peduli, hanya itu cara yang bisa Kavi lakukan untuk mengendalikan Sera karena gadis itu masih belum bisa menurut kepadanya.
Ia tahu seminggu ini Sera sengaja menghindarinya semenjak kejadian waktu itu ketika gadis itu tidur siang. Tidak hanya Sera saja yang kesulitan selama seminggu ini, Kavi pun juga merasakan hal yang sama. Bedanya ia berusaha mati-matian untuk menahan nafsunya, apalagi bayang-bayang panties gadis itu terus berputar di kepalanya hingga membuatnya semakin penasaran.
Saat tersadar Kavi langsung menggelengkan kepalanya, sepertinya pikirannya sudah mulai tidak sehat akhir-akhir ini dan itu semua karena ulah Sera. Ia berusaha memfokuskan pikirannya karena sekarang mereka sudah sampai di parkiran kampus.
Sera menatap tangan Kavi yang sudah terulur di hadapannya, dengan terpaksa ia mencium punggung tangan pria itu.
"Kuncinya kamu bawa apa Mas bawa?" tanya Kavi.
"Sini biar aku aja."
Setelah memberikan kunci mobil kepada Sera, mereka langsung berjalan sendiri-sendiri. Kavi menuju ruang kerjanya sementara Sera menghampiri teman-temannya di kantin sebelum mereka masuk ke dalam kelas.
***
Setelah selesai kelas, Sera mengantarkan Via terlebih dahulu ke kampus Vano sebelum ia pulang bersama Kavi. Ia sudah izin dengan pria itu dan untung saja Kavi mengizinkankannya.
"Lo beneran nggak mau mampir dulu di kampus Vano, siapa tahu ada Raka juga nanti?" tanya Via untuk yang kedua kalinya.
"Enggak, gue langsung pulang aja ya nanti."
Via menghela napas pelan, ia tahu jika Sera sudah memiliki kemauan maka siapapun tidak akan bisa untuk mengubahnya.
"Yaudah, nanti kalau ada Raka gue akan sampaiin salam rindu lo ke dia." Via tersenyum menggoda kearah Sera.
"Sialan, nggak kayak gitu juga kali. Gausah bilang apa-apa kalau lo ketemu Raka."
"Kenapa? Gue masih merasa Raka milik lo begitu pula sebaliknya."
Sera tidak berkomentar lebih jauh. Tidak salah jika Via masih berpikiran seperti itu karena sahabatnya itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Saat mobilnya memasuki kampus Raka, Sera menjadi semakin gugup. Entahlah, ia merasa tidak siap untuk bertemu dengan cowok itu. Ia takut tidak bisa menahan diri saat melihat Raka dan malah berhambur memeluk cowok itu. Karena jika itu sampai terjadi, benar-benar sangat memalukan. Ia akan menjadi perempuan tidak tahu diri yang malah memeluk cowok lain disaat sudah bersuami.
"Thanks ya Ser, udah anterin gue," ujar Via sebelum turun dari mobil Sera.
"Yoi," sahut Sera sambil memperhatikan Via yang berjalan memasuki area kampus.
Jika masih waras harusnya Sera langsung kembali ke kampusnya untuk menjemput Kavi. Tapi yang ia lakukan malah memarkirkan mobilnya dan diam disana sambil memperhatikan sekeliling. Ia sangat berharap bisa melihat Raka meskipun cowok itu tidak tahu ia ada di kampusnya sekarang.
Saat mendengar suara motor yang tampak tidak asing di telinganya, Sera segera melihat kearah pintu masuk. Ia seketika menahan napasnya saat melihat motor Raka lewat tidak jauh di hadapannya.
Tiba-tiba Sera merasakan sesak di dadanya karena Raka tidak sendirian. Ia melihat cowok itu sedang membonceng perempuan lain. Mereka tampak cukup akrab, ia bisa melihat Raka tertawa sambil menatap perempuan itu. Lalu mereka berdua berjalan beriringin memasuki gedung kampus.
Merasa sudah melakukan tindakan bodoh, Sera segera menyalakan mesin mobilnya untuk pulang. Ia mengerjab-ngerjabkan matanya agar air matanya tidak terjatuh. Disaat seperti ini Sera rasanya ingin sendirian, tapi ia ingat jika harus menjemput Kavi. Dengan terpaksa Sera kembali ke kampusnya dan berusaha mengatur napas dan wajahnya agar terlihat biasa saja.
***
Sera melajukan mobilnya kearah parkiran paling ujung untuk menghampiri Kavi. Ia bisa melihat pria itu sedang menunduk sambil memainkan sepatunya.
Saat mobilnya sudah berhenti, Sera segera turun dan berpindah ke kursi penumpang. Ia lalu melihat sekeliling parkiran dan berharap tidak ada yang mengenalinya dan Kavi sekarang.
"Lama banget, Mas pikir kamu tinggal pulang tadi."
Mendengar ucapan Kavi, Sera langsung menatap pria itu dengan kesal.
"Kan tadi aku sudah bilang, Mas naik ojek aja kalau nggak mau nunggu lama."
Karena malas berhadapan dengan Kavi, Sera langsung mengalihkan tatapannya ke samping jendela. Hatinya kembali sakit saat mengingat Raka bersama perempuan tadi. Sera tidak kenal dengan perempuan itu, tapi entah kenapa ia bisa menebak jika perempuan itu adalah adik tingkat Raka dan mereka bertemu di UKM basket yang cowok itu pimpin.
Sera tidak sadar jika mobil yang Kavi kendarai sudah berhenti di depan toko kue karena terlalu asyik dengan pikirannya sendiri. Ia lalu menegakkan kepalanya dan menatap pria itu untuk meminta penjelasan.
"Kamu nggak mau turun?" tanya Kavi setelah melepas seatbelt-nya.
"Enggak, aku disini aja." Sera menolak sambil menggelengkan kepalanya.
"Nggak ada kue yang mau kamu beli?"
"Enggak Mas, aku nggak pengen apa-apa."
"Yaudah kamu tunggu sini dulu. Ada yang mau Mas beli." Tahu jika ia tidak akan bisa memaksa Sera, Kavi segera turun dari mobil dan membeli kue yang ia mau.
Setelah mendapatkan kuenya, Kavi menaruhnya di kursi belakang. Sebelum menjalankan mobilnya ia melirik Sera yang tampak murung. Ia tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan gadis itu. Tapi ia bingung bagaimana cara menanyakannya dan belum tentu juga Sera mau memberitahunya.
Jika mengingat tingkah gadis itu selama ini, bisa dipastikan Sera menganggap sikap pedulinya sebagai tukang ikut campur. Karena sedang malas untuk berdebat, Kavi memilih diam dan membiarkan Sera sibuk dengan pikirannya sendiri tanpa berniat mengganggunya.
***
Kavi menatap Sera yang sudah tertidur pulas, ia ingin membangunkan gadis itu tapi rasanya sungguh tidak tega. Ia melirik jam sekali lagi, sekarang sudah menunjukkan pukul dua belas lebih dimana tandanya Sera sudah berulang tahun hari ini.
"Ser, kamu nggak mau bangun?" Kavi akhirnya memilih untuk membangunkan Sera. Apalagi ia sudah membelikan kue untuk gadis itu tadi.
"Sera." Panggil Kavi sekali lagi sambil menepuk pelan pipi Sera.
Sera mengerang kesal, ia merasa baru saja tertidur dan Kavi sudah membangunkannya.
"Kamu nggak mau bangun?" tanya Kavi sekali lagi.
Sera membuka sebelah matanya sedikit untuk menatap Kavi, "Mau ngapain?"
"Untuk tiup lilin."
"Ulang tahunku masih besok Mas."
Kavi menunjuk jam dinding di kamar Sera, "Coba kamu lihat sekarang jam berapa."
Sera ikut melihat jam dinding, ternyata benar sekarang sudah pukul dua belas lebih dimana tandanya hari ini adalah ulang tahunnya.
"Apa yang harus ditiup, kan kuenya nggak ada?"
"Mas sudah belikan tadi, mau diambilkan?"
Sera langsung teringat jika sore tadi Kavi sempat mampir ke toko kue, tapi ia sungguh tidak menyangka jika yang pria itu beli adalah kue ulang tahun untuknya.
"Yaudah boleh," sahut Sera sambil menahan senyumnya. Ia lalu bangkit dari posisi baringnya dan bersandar di kepala ranjang.
Sera ingat jika hari ini adalah ulang tahunnya, tapi ia tidak menganggap spesial karena sudah mendapatkan kado terlebih dahulu dan sudah putus dengan Raka. Berbeda dengan tahun sebelumnya, dimana ia sangat tidak sabar menunggu hari ulang tahunnya datang. Sera dulu sangat penasaran Raka akan memberikan kejutan apa untuknya dan juga Mama Papanya yang bertanya ia minta hadiah apa.
Dimana tahun ini ia tidak mendapatkan keduanya, sehingga Sera tidak terlalu bersemangat. Tapi ternyata Kavi mengingatnya dan ia tidak menyangka jika pria itu yang akan mengucapkan pertama kali di ulang tahunnya yang ke dua puluh satu ini.
Sera tidak bisa menahan senyumnya lagi saat melihat Kavi masuk ke dalam kamar dengan kue dan lilin yang sudah menyala.
"Ini," ujar Kavi menyodorkan kue di hadapan Sera.
Tanpa banyak kata Sera langsung memejamkan mata sambil menangkupkan tangan di depan dada. Setelah selesai, Sera membuka matanya dan meniup lilin di depannya.
"Bisa tolong fotoin aku?" tanya Sera sambil menatap Kavi.
"Sini."
Kavi mengambil ponsel Sera dan segera mengambil gambar gadis itu yang sudah berpose di depannya.
"Foto bareng dulu dong," ujar Sera setelah Kavi menyerahkan ponselnya.
"Nggak usah Ser, Mas jelek." Tolak Kavi karena malu.
"Buat kenang-kenangan aja, nggak akan aku post juga fotonya." Sahut Sera.
Kavi menghela napas pelan, benar apa kata Sera. Hubungan mereka masih rahasia jadi bisa dipastikan gadis itu tidak akan mengupload foto mereka di sosial media.
Dengan segera Kavi mendekat kesamping Sera. Ia tersenyum menatap kamera saat gadis itu mulai mengambil foto.
Setelah selesai, Sera mengamati semua hasil fotonya tadi. Ia melirik Kavi dengan kesal karena saat tersenyum pria itu terlihat sangat manis, tapi Kavi lebih memilih menampilkan wajah datarnya. Ini kedua kalinya Sera melihat senyum Kavi seperti ini, yang pertama saat mereka akad nikah dulu lalu yang kedua sekarang saat ulang tahunnya. Apa tidak bisa Kavi tersenyum seperti itu setiap hari agar Sera tidak terus kesal setiap melihatnya?
"Kok tahu aku ulang tahun?" tanya Sera penasaran.
Kavi yang sedang memakan kue yang Sera potongkan tadi langsung menatap wajah gadis itu.
"Suami mana yang nggak tahu ulang tahun istrinya?" Balas Kavi.
Sera hanya bisa meringis karena ia tidak tahu tanggal ulang tahun Kavi. Ia hanya tahu pria itu berulang tahun di bulan Maret tanpa tahu tanggal pastinya.
"Jangan bilang kamu nggak tahu kapan Mas ulang tahun?" tanya Kavi curiga.
Sera menganggukkan wajahnya dengan jujur, tidak ada gunanya berbohong kepada Kavi.
"Tanggal berapa emang ulang tahun Mas?" Sera ganti bertanya.
"Cari tahu sendiri, Mas nggak akan kasih tahu." Sahut Kavi dengan menjengkelkan.
Mendengar hal itu Sera hanya bisa mendengus kesal, "Mana kadoku?" Tagih Sera karena Kavi hanya memberinya kue saja.
Kavi langsung menghela napas pelan, padahal ia sudah membelikan gadis itu mobil tapi Sera masih saja menagih kadonya.
"Kamu mau apa?" tanya Kavi akhirnya.
Sera terlihat berpikir, sejujurnya ia tidak tahu ingin meminta kado apa, "Aku pikirin dulu, nanti aku kasih tahu." Sepertinya Sera membutuhkan waktu untuk berpikir dan sudah dipastikan ia akan menguras dompet pria itu untuk membelikannya hadiah.
***
20 Hadiah
Keesokan paginya Sera turun bersama Kavi untuk sarapan. Ia melihat semua anggota keluarganya sudah berkumpul, tinggal ia dan Kavi saja yang turun paling terakhir. Mereka tadi bangun sedikit kesiangan karena semalam setelah Sera meniup lilin mereka tidak langsung tidur lagi. Sera dan Kavi malah mengobrol hingga dini hari dan berakhir dengan ketiduran karena sama-sama mengantuk.
Sambil menguap lebar, Sera akhirnya menyiapkan sarapan untuknya dan Kavi.
"Itu kue ulang tahun, Kavi yang belikan?" tanya Anita penasaran karena tadi pagi saat membuka kulkas ia sudah melihat ada kue ulang tahun disana.
"Iya, Mas Kavi cuma belikan aku kue aja nggak pakai kado." Sindir Sera kepada Kavi.
"Kan kamu sudah dapat mobil." Sahut Rudi.
"Tapi itu dari Papa kan?"
"Dari Papa dan Kavi, kami berdua yang belikan itu untuk kamu."
"Oh ya?" ucap Sera tidak percaya sambil menatap Kavi di sampingnya, "Bener apa kata Papa?" tanya Sera untuk memastikan.
Karena Rudi sudah membocorkannya, tidak ada gunanya bagi Kavi untuk terus menutupinya. Ia hanya menganggukkan wajahnya sebagai jawaban.
"Kenapa nggak bilang dari awal?" Gerutu Sera sambil mencomot sosisnya. Jika tahu seperti ini, ia tidak perlu bersusah payah memikirkan kadonya. Karena sekarang Sera sudah tahu ingin meminta apa kepada Kavi, tapi ia malah mendengar fakta yang cukup mengejutkan barusan.
Melihat Sera cemberut, Kavi langsung buru-buru menambahkan, "Kalau kamu mau kado lagi gapapa, biar Mas belikan nanti."
Sera tidak menghiraukan ucapan Kavi, ia melanjutkan sarapannya tanpa banyak kata.
"Beruntung banget kamu punya suami seperti Kavi," ujar Anita sambil tersenyum saat melihat Kavi begitu peduli kepada Sera.
Tapi Sera tetap memilih diam, ia masih kesal karena merasa sudah dibohongi oleh Rudi, Anita dan Kavi selama ini.
***
Selama perjalanan menuju kampus, Sera masih menekuk wajahnya dan tidak mau menatap Kavi. Entahlah ia tiba-tiba merasa sangat kesal karena Kavi tidak mau jujur dari awal. Ia jadi merasa bersalah karena menganggap Kavi sebagai sosok yang buruk, padahal pria itu juga berusaha memenuhi permintaannya agar mau menikah.
"Ser, kamu marah?" tanya Kavi sambil berusaha melirik wajah Sera.
"Enggak, ngapain marah?" Sera balas bertanya.
"Kamu mau hadiah apa? Biar Mas belikan," ujar Kavi berusaha membujuk Sera agar tidak marah lagi.
"Nggak mau, biar Abang Arash sama Ansel aja nanti yang belikan." Setiap ulang tahun ia memang mendapatkan transferan uang dari Arash dan Ansel. Kedua Abangnya itu tidak mau bersusah payah membelikannya kado, mereka selalu memberi uang dan membiarkan Sera membeli apapun yang ia mau.
"Uang dari Arash sama Ansel kamu belikan yang lain aja, biar Mas belikan lagi apa yang kamu mau ya?" Kavi masih berusaha membujuk Sera agar tidak marah.
Sera lalu melirik Kavi untuk melihat keseriusan pria itu, "Beneran?"
"Iya Ser, kamu mau apa?"
Sera menggigit bibirnya sebelum menyebutkan apa yang ia mau, "Aku mau catokan baru. Catokan lamaku udah nggak enak karena udah aku pakai dari SMA."
"Iya, Sabtu besok kita beli." Sahut Kavi mengiyakan.
Sera langsung bersorak senang dalam hati. Sejujurnya ia merasa sedikit bersalah karena sudah menguras banyak isi dompet Kavi. Mulai dari mobil baru, meminta cat rambut dan sekarang ia ingin beli catokan. Tapi itu sudah menjadi risiko Kavi karena menikahinya, jadi Sera juga tidak bisa berbuat apa-apa selain bersyukur mendapatkan suami yang royal seperti pria itu.
***
Setelah selesai kelas, Sera mengikuti Via, Diva dan Shiren menuju parkiran. Rencananya mereka ingin makan siang dan Sera yang akan mentraktirnya karena ia yang berulang tahun hari ini.
"Lo tunggu sebentar di belakang mobil Ser," ujar Diva meminta Sera menunggu di belakang mobilnya. Mereka memang berniat keluar memakai mobil Diva sekarang.
Saat melihat pintu bagasi mobil Diva terbuka, Sera hanya bisa membekap mulutnya tidak percaya. Di bagasi mobil Diva sudah ada hiasan bertuliskan 'Happy Birthday' dan ada beberapa balon yang membuatnya semakin cantik.
Via, Diva dan Shiren lalu datang kearahnya sambil membawa kue dengan angka dua puluh satu diatasnya. Mereka bertiga juga menyanyikan lagu ulang tahun untuknya.
"Kapan kalian siapin ini semua?" tanya Sera dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Kita udah di kampus sejak pagi ya, buat dekor ini semua." Sahut Shiren.
"Thanks ya, kalian udah baik banget sama gue."
"Udah buruan tiup lilin sekarang, keburu leleh ini." Timpal Via.
Dengan segera Sera meniup lilin di depannya. Setelah selesai, ia memeluk Via, Diva dan Shiren secara bergantian.
"Yuk foto dulu," ujar Shiren yang tidak pernah lupa untuk mendokumentasikan apapun kegiatan mereka.
Saat sudah puas berfoto, mereka berempat masih diam di dalam mobil sambil menikmati kue ulang tahun Sera.
"Ini ada sesuatu dari Raka, gue nggak tahu isinya apa." Via menyodorkan paper bag berukuran sedang berwarna pink kepada Sera.
Melihat itu, Sera hanya bisa menghela napas pelan. Kejadian kemarin berputar lagi di kepalanya saat melihat Raka berboncengan dengan perempuan lain.
"Gue udah nggak pantes nerima ini dari Raka lagi." Sera mengembalikan paper bag yang Via sodorkan.
"Kenapa?" Heran Via.
"Kan kita sudah selesai, bilangin ke dia nggak perlu repot-repot kasih ini ke gue."
"Gapapa lah Ser, ini tanda kalau Raka masih sayang sama lo dan dia berharap kalian bisa sama-sama lagi," ujar Via.
"Betul Ser." Tambah Diva.
Sementara Shiren tidak berkomentar apa-apa karena takut salah bicara.
"Gue lihat Raka boncengan sama cewek lain." Lirih Sera sambil menundukkan wajahnya.
"Kapan?" tanya Via kaget.
"Kemarin, setelah gue anterin lo ketemu Vano. Nggak lama setelahnya gue lihat Raka datang sambil bonceng cewek lain." Jelas Sera.
"Oh ya? Gue sama sekali nggak tahu soal itu. Kurang ajar banget ya si Raka." Via tiba-tiba merasa emosi mendengar pengakuan Sera.
"Tenang aja Ser, biar kita interogasi Raka nanti." Diva berusaha menenangkan Sera.
Sera hanya tersenyum melihat sahabatnya secara bergantian.
"Nggak usah ya guys, Raka berhak bahagia sama perempuan lain. Gue udah bilang kayak gitu ke dia dulu sebelum kita putus. Jadi kalau Raka sudah punya pacar baru, kita dukung aja ya mereka."
Sera tidak bisa egois dengan menahan Raka agar tidak mempunyai pacar, sementara ia sendiri sudah menikah. Jadi, seperti janjinya dulu Sera harus ikhlas apabila melihat Raka mempunyai pacar baru. Karena bagaimanapun cowok itu berhak bahagia dengan pilihannya sendiri.
Via seketika menghela napas pelan, entah kenapa ia yang tidak rela jika hubungan Raka dan Sera harus benar-benar berakhir.
"Tapi lo beneran gapapa kan Ser?" tanya Via untuk memastikan.
"Gue gapapa, kalian tenang aja ya." Sera berusaha meyakinkan sahabatnya jika ia baik-baik saja sekarang, "Udah nggak usah pada mikir gitu, kita mau makan apa sekarang?" Sera mengalihkan percakapan agar suasana tidak berubah menjadi sedih.
"Makan di restoran Korea aja gimana? Kita pesen rose tteokbokki sama gimbap." Shiren memberikan idenya.
"Boleh, yuk berangkat." Sahut Sera kembali bersemangat.
Dengan segera Shiren melajukan mobil Diva menuju restoran Korea yang mereka maksud. Kebetulan restoran itu tidak berada jauh dari kampus mereka, hingga tidak membutuhkan waktu lama mereka sudah sampai disana.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
