
Jadi surat ini ku tulis sebagai ucapan terima kasihku pada semesta. Aku memang tak bisa memilih di mana aku dilahirkan. Siapa ayah dan ibuku, dan siapa saudaraku. Namun semesta tak akan salah menempatkan ku pada sebuah rumah yang membuat ku dapat tumbuh dengan seharusnya. Ya, di sini. Bersama ayah dan bunda, juga Nevan.
Bila ada kehidupan kedua, atau kehidupan lain di luar dunia ini, tolong pertemukan lagi aku dengan sosok Nevandra. Biarkan aku kembali menjadi saudaranya. Biarkan aku kembali melewati...
Hamparan hijau perbukitan menyapa saat Jevan datang dengan jaket tebal yang kini membalut tubuhnya. Udara yang segar, juga suasana yang sejuk, kembali menenangkan pikirannya yang sempat kalut.
Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat sosok adiknya yang sedang tertawa. Berlarian, seakan tak ada hal yang perlu ia takutkan lagi.
Bagi Jevan, hidup ini terlalu penuh dengan tantangan. Bila ia gagal, ia memiliki pilihan untuk kembali bangkit, dengan bekas luka. Atau membiarkan dirinya terpuruk dan larut dalam luka.
Jevan sudah pernah memilih keduanya. Pernah berusaha bangkit berkali-kali, walau raganya juga hancur beribu kali. Ia juga pernah membiarkan dirinya terpuruk, lalu pasrah akan takdir semesta. Lalu... mana yang akhirnya membuat Jevan berada pada titik ini?
Ya, ia memilih bangkit. Berkali-kali, walau bekas luka itu harus kembali tergores berulang kali. Apa ia menyesal? Tidak. Karena bangkit dan merasakan semua luka atas kehidupan ini, menjadi cara ikhlas terbaik untuk menerima takdir semesta.
Satu garis takdir yang tak pernah Jevan sesali, bahwa ia tumbuh dan besar bersama seorang Nevandra Tirta Pratama. Sosok adik yang selalu mengalah bahkan saat takdir memintanya untuk menerima kesakitan, hanya agar Jevan dapat tumbuh dengan baik. Nevan rela menjadi sosok yang lebih lemah, hanya agar saudara kembarnya dapat hidup dengan sempurna.
Bila ada kehidupan kedua, dan beribu kali kehidupan selanjutnya, Jevan ingin kembali terlahir menjadi saudara Nevan. Ia ingin kembali menjalani bahagia di dunia ini dengan anak itu. Ia ingin melewati setiap masalah dan kesulitan; berkali-kali, bersama Nevan.
Hanya saja, bila itu benar terjadi, apa ia boleh meminta agar Nevan hidup dengan baik? Apa ia boleh meminta, agar raga Nevan sekuat dirinya?
Jevan hanya ingin, bahwa tubuh Nevan bisa merasakan kebebasan. Bisa menikmati dunia ini tanpa ada halangan. Ia ingin anak itu tertawa lepas atas apa yang seharusnya anak itu rasakan.
Ia tahu Nevan sosok paling ikhlas. Tak pernah mengeluh, sekali pun kesakitan selalu berpihak padanya. Hanya saja, ia ingin adiknya bahagia, lebih dari yang pernah Nevan rasakan sebelumnya.
Lembar terakhir kisah hidupnya akan ia simpan di sini. Di bawah langit biru yang cahayanya meneduhkan. Di atas hamparan hijau yang setiap sudutnya menenangkan jiwa Jevan yang sempat hancur dan terluka
Semesta telah berbaik hati membuatnya merasakan bahagia, lebih dari duka yang dunia titipkan. Walau sedikit luka itu membuatnya hancur, namun tetap ada alasan untuk Jevan bangkit dan bertahan. Ia tak akan menyerah, selama semesta tak memintanya untuk berpulang.
***
Jevandra Tirta Pratama
Salah satu makhluk penghuni bumi
Tulisan ini sebagai tanda, bahwa aku juga anak kecil yang ingin menyampaikan banyak hal pada semesta. Tanpa tahu bagaimana menyampaikannya, selain dengan doa, kini ku tulis lembar ini sebagai tempat untukku mengeluhkan hidup yang Tuhan titipkan.
Tak banyak. Hanya selembar surat untuk semesta.
Mungkin ini terkesan... Aneh? Tapi untukku yang bukan penyair, juga bukan penulis, kalimat-kalimat ini ku rasa cukup untuk membuat kalian yang membaca akan mengerti isinya.
Apa ada hal istimewa dari lembar surat ini?
Aku pastikan TIDAK!
Kenapa? karena surat ini hanya isi hatiku pada dunia. Hanya keluh kesahku akan kehidupan. Juga rasa syukurku atas nikmat hidup dan bahagia. Jadi apa yang istimewa dari kehidupan seorang Jevandra?
Mungkin sebagain orang mengganggap tak akan ada artinya. Tapi ketahuilah, hal istimewa dari kehidupanku, adalah terlahir sebagai salah satu manusia kembar. Di mana, sejak menjadi embrio, aku sudah memiliki teman untuk bercerita mengenai kehidupan. Aku tak tahu bagaimana aku membuat perjanjian pada Tuhan dulu, sehingga anak ini yang ikut turun ke dunia dan hidup bersama denganku.
Hanya saja, aku tak menyesal. Atau lebih tepatnya, Tuhan menyadarkan dan melepaskan ku dari jurang penyesalan. Kembali mengingatkan bahwa anak laki-laki yang sejak kami 'terbentuk', merupakan orang yang Tuhan titipkan untuk melengkapi kisah hidupku agar menjadi bagian yang utuh.
Aku sempat ingin mengumpat, lalu bertanya, mengapa jalan hidupku harus melewati jalanan yang hancur? Bukankah sudah banyak jalan yang lebih layak untukku sampai pada tujuanku?
Aku hanya diam, hingga aku menemukan jawabannya.
Manusia tak akan dilahirkan untuk melewati jalan mulus tanpa celah. Manusia tak akan diberikan kebahagian, tanpa diimbangi dengan air mata. Manusia itu penuh dengan ego dan ambisi. Di mana saat mereka diberi kebaikan tanpa kesusahan, mereka tak akan mengerti arti berjuang. Dengan kalimat sederhana itu, aku tersadar, bahwa aku hanya sedang disadarkan agar tidak takabur.
Aku pernah hidup dengan 'biasa saja'. Menjalani hari demi hari dengan ritme yang sama. Walau kadang ada saja masalahnya, tapi bisa terselesaikan tanpa harus mengorbankan apa pun. Hingga satu waktu, Tuhan membuatku menjalani hari dengan 'luar biasa'. Hal yang membuatku memiliki pilihan untuk tetap bertahan, atau menyerah saat itu juga.
Dengan kesadaran penuh aku bertahan. Hanya karena aku memiliki satu alasan, yaitu Nevan. Berulang kali aku katakan, aku akan menyerah saat itu juga bila Nevan juga menyerah. Namun hingga akhir, anak itu juga berjuang. Sama, aku juga berjuang. Karena aku tak mungkin mundur dan menyerah, sedangkan adikku berjuang sendirian.
Kerikil kecil itu... Ah, bukan. Batu besar itu membuat aku sadar bahwa kami dilahirkan dengan jiwa yang sama, namun raga yang berbeda. Beribu kali pun aku mengatakan bahwa aku dapat hidup tanpa Nevan, nyatanya aku yang paling tidak bisa menjejaki dunia ini tanpa anak itu.
Percayalah, kisah hidupku akan bisa saja, seandainya aku terlahir sebagai anak tunggal. Tak akan ada yang istimewa, karena pilihannya hanya aku.
Jadi surat ini ku tulis sebagai ucapan terima kasihku pada semesta. Aku memang tak bisa memilih di mana aku dilahirkan. Siapa ayah dan ibuku, dan siapa saudaraku. Namun semesta tak akan salah menempatkan ku pada sebuah rumah yang membuat ku dapat tumbuh dengan seharusnya. Ya, di sini. Bersama ayah dan bunda, juga Nevan.
Bila ada kehidupan kedua, atau kehidupan lain di luar dunia ini, tolong pertemukan lagi aku dengan sosok Nevandra. Biarkan aku kembali menjadi saudaranya. Biarkan aku kembali melewati kehidupan bersamanya. Karena dari jutaan manusia di bumi ini, hanya dia yang ingin ku jadikan tempat bersandar dikala lelah.
- dari hamparan hijau Pegunungan Alpen-
Salah satu bagian terindah di bumi; 2029.
***
Mengabadikan kenangan.
Kata orang, beberapa manusia tak mampu mengingat kenangan tanpa sebuah media. Kadang, manusia hanya menyimpan hal baik di sepanjang hidupnya. Atau, beberapa dari kita, hanya mampu mengingat hal buruknya saja. Maka dari itu, Jevan tak ingin kisah mereka terlupakan. Jevan ingin mengingat bahwa mereka pernah ada. Bahwa ia dan Nevan pernah melewati banyak hal bersama. Dan kenangan itu akan Jevan abadikan dalam sebuah album foto. Di mana beberapa foto ini, ia dapatkan dari kamera Nevan, dari hape ayah dan bunda, juga dari ponselnya sendiri.
Album foto ini hanya sebagai pengingat, bahwa mereka pernah bahagia.














Maaf ya, guys, tulisan aku jelek :) - Jevandra
• E.P.I.L.O.G •
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
