1. PRAMUGARI BERSERAGAM ORANGE

2
2
Deskripsi

Di hari yang sangat melelahkan ini, Cassandra Nasution tidak ingin melakukan apapun. Ia hanya ingin pulang ke rumah dan beristirahat.

Tenaganya benar-benar sudah pada ujungnya. Pramugari maskapai Fox Airlines, yang terkenal dengan seragam orangenya itu sudah terbang lebih dari 12 jam. Tubuhnya mulai merasa nyeri, sampai merasuk ke dalam tulang-tulangnya.

Sialnya, sesaat sebelum kakinya bisa membawanya pulang, Casandra dikejutkan dengan kedatangan sebuah karangan rangkaian bunga mawar merah megah....

BAB 1. PRAMUGARI BERSERAGAM ORANGE

“On behalf of Fox Airlines and the entire crew, I’d like to thank you for joining us on this trip. We are looking forward to seeing you on board again in the near future. Have a nice day!”

Pengumuman terakhir berkumandang, pintu pesawat terbuka, dan saat yang dinanti-nantikan pun tiba. 

Jujur, bagi seorang Cassandra Nasution, tiada hari dalam hidupnya, yang terasa lebih melelahkan dari hari ini. Perempuan cantik itu sudah terbang hampir 16 jam, dan kini matanya mulai terasa berat, seluruh tenaganya mulai raib, berganti dengan rasa nyeri yang menusuk hingga ke dalam tulang. 

"Cass, are you ok?" bisik Mbak Helen, pramugari senior yang berdiri di sebelah. Cassandra bisa membohongi semua penumpang dengan riasan sempurna. Bedak tebal, serta pulasan lipstik kemerahan sanggup menyamarkan wajah pucatnya, akan tetapi di mata orang yang memiliki pengalaman serupa, Cassandra tidak bisa menyembunyikan performa. 

I’m ok, Mbak. Hanya… sedikit lelah,” aku Cassandra. Perempuan itu tidak berusaha mengelak atau menyangkal. Cassandra pasrah, percuma saja mau ditutupi seperti apapun, seniornya pasti sudah tahu apa yang dia rasakan. Satu saja yang diharap, semoga Mbak Helen tidak melaporkan apapun tentang kinerjanya. 

“Tentu saja kamu lelah, Cassandra. Aku tidak habis pikir, apa yang ada di pikiran orang-orang itu ketika mengatur jadwal terbangmu? Aku tahu jadwalmu lebih flexible, kamu masih lajang, belum menikah, tapi Cass, apa kamu ga protes? Hampir setiap hari kamu terbang lebih dari 12 jam.”

Cassandra tidak membalas perkataan seniornya. Ia hanya diam sambil memberikan seulas senyuman pasrah sebagai jawaban. Bagaimana caranya memberi tahu Mbak Helen, kalau jadwal padatnya bukan karena kesalahan orang schedule, melainkan karena dia sendirilah yang menyanggupi bekerja di banyak shift hingga sering overtime.   

“Ya sudah, penumpang sudah mulai berjalan keluar! Naikkan senyummu, Cass. Aku tidak mau diprotes hanya karena wajahmu kusut.”

“Ya, Mbak. Terima kasih atas perhatiannya,” jawab Cassandra.

Senyum Cassandra kembali merekah, tangannya segera terkatup di depan dada. Tak peduli apa terjadi, atas nama profesionalitas, seorang pramugari harus selalu memberikan senyuman terbaik. 

“Terima kasih sudah terbang bersama kami, dan sampai jumpa di penerbangan selanjutnya,” sapa Cassandra pada setiap penumpang yang berjalan satu per satu meninggalkan pesawat.

“Hai cantik.” Sebuah suara sumbang masuk dalam telinga, kala suasana mulai sepi. Cerminan kata-kata pujian positif, akan tetapi terdengar sangat tidak nyaman bila keluar dari mulut orang tak dikenal. 

“Boleh kenalan?”  lanjut seorang bapak seraya mengulurkan tangan.

Cassandra terdiam, matanya sibuk memperhatikan manusia tak sopan yang berdiri di hadapan. Pakaiannya rapi, rambutnya klimis, hanya tingkahnya saja yang sedikit agresif. Tangannya terus menjurus, seperti  tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menyentuh tangan perempuan itu.

“Loh, kok diam saja? Namanya siapa?” tanyanya dengan nada memaksa.

“Maaf, Pak, saya hanya seorang profesional yang sedang menjalankan tugas. Sekali lagi maaf, saya tidak bisa memenuhi permintaan Bapak. Terima kasih telah terbang bersama kami, hati-hati di jalan, dan semoga harinya menyenangkan,” jawab Cassandra dengan seutas senyum. Tangannya masih terkatup sempurna di dada, berharap jika sang penumpang mengerti, jika dia tidak sedang dalam mood untuk mencari masalah dengan siapapun.

“Saya mengerti kalau ini masih jam kerja, jangan khawatir saya bisa menunggu. Kamu pasti lelah dan tak ada salahnya menikmati sedikit hiburan. Bagaimana jika malam ini kita pergi makan, lalu nyanyi-nyanyi di karaoke? Terdengar menyenangkan, bukan?” lanjutnya seraya dibarengi dengan kedipan mata.

”Ehm,” deham Mbak Helen yang pastinya juga merasa tidak nyaman mendengar kata-kata menyebalkan seperti itu. Dia menatap Cassandra, menanti kata-kata apa yang akan keluar dari mulut juniornya. Bibirnya sudah mulai gatal untuk membantu Cassandra menjawab pertanyaan menjijikan itu. Ia bahkan mulai bersiap untuk mengalihkan perhatian. 

Masalahnya, kru lain tidak bisa turut campur dalam percakapan pribadi semacam itu. Maskapai punya aturan ketat yang tidak bisa dilanggar oleh pekerjanya, kecuali dalam situasi yang sudah tidak terkontrol.

“Maaf, tetapi….”

“Ayolah! Jangan sombong begitu! Demi kepuasan penumpang, masa menemani karaoke saja ga bisa?”

Cassandra diam, tangannya mulai bergetar, hatinya dongkol dan sedikit gusar. Cassandra tahu, situasi seperti ini memang umum terjadi pada profesinya sebagai seorang pramugari. Dia dan bahkan beberapa teman lainnya sering mendapatkan perlakuan serupa. 

Di hari lain, Cassandra akan mencoba meladeni perkataan itu dengan kata-kata sopan. Mencari cara kreatif untuk menghindar tanpa membuat siapapun tersinggung.

Tetapi hari ini…, rasa lelahnya sudah merasuk dalam jiwa, membuat emosinya sedikit meluap. Bagaimanapun juga ia bukan malaikat, Cassandra hanya seorang wanita biasa, yang bisa merasakan kesal dan marah.

“Maaf Bapak, tapi…,” sahut Cassandra dengan nada yang mulai meninggi.

Pak, ayolah! Not cool!” potong penumpang terakhir yang mengantri di belakang.

Seorang pria berbadan tegap, tinggi dan cukup rupawan. Matanya sipit menajam, hidungnya mancung, bibirnya tipis, penampilannya sempurna bila dipadukan dengan rambut pendek rapinya yang berwarna hitam legam. 

“Jangan ikut campur urusan orang!” kata bapak itu mulai kesal.

Pria itu hanya tersenyum. Dia tidak tampak panik, walaupun raut wajahnya terlihat lebih serius. Tangannya meraba headphone besar berwarna hijau terang yang tergantung di telinga, lalu perlahan dikalungkannya di leher. Dengan sedikit seringai di bibir, dia menatap bapak itu dengan cukup tajam.

C’mon, Pak. Dia pramugari profesional. Tugasnya bukan untuk menemani makan malam dan karaoke. Jika Bapak membutuhkan teman wanita untuk bersantai, kusarankan Bapak mencari orang yang berprofesi demikian.”

Nadanya tajam penuh sindiran, lengannya menjurus ke depan, sedikit mendorong hingga membuat si bapak tergelincir beberapa langkah ke belakang. 

Pria paruh baya itu berbalik, wajahnya berubah kemerahan. Siapa yang tidak kesal diperlakukan seperti itu oleh sesama penumpang?

Ia menatap pemuda itu penuh emosi, hingga seluruh cabin crew mulai mempersiapkan diri. Semua berjaga-jaga, bersiap melakukan tindakan jika terjadi keributan. Termasuk Cassandra, pramugari itu sudah bersiap melerai andai terjadi perkelahian.

“Maaf, saya tidak sengaja,” kata pemuda itu berpura-pura bodoh. Ia mengangkat tangan seolah menyerah, wajahnya tampak santai, senyumnya masih tergantung sempurna. “Saya minta maaf, saya tidak berniat mencari masalah di sini,” lanjutnya sambil menarik lengan jaketnya, mempertontonkan tattoo bergambar singa yang terpampang di sana.

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi, tetapi hanya dalam hitungan detik bapak itu menyerah. Ia menunduk malu dan memutuskan untuk pergi. 

“Apa kamu tidak apa-apa?” tanya pria itu pada Cassandra.

“Saya tidak apa-apa. Terima kasih banyak atas bantuannya,” jawab pramugari itu. Kali ini, perkataannya benar-benar tulus dari hati, bukan hanya sekedar ‘Standar Operasional Prosedur’.

“Tidak masalah um…, Cassandra,” katanya sambil membaca name tag yang terpasang di seragam perempuan itu. “Nama yang bagus.”

“T-terima kasih,” jawab Cassandra tersipu. 

Never mind, saya dengan senang hati melakukannya. Saya tidak keberatan jika harus menyingkirkan orang-orang idiot yang ingin tahu namamu, tetapi tidak bisa melakukan hal sederhana seperti… membaca.”

Cassandra tersenyum sambil menahan tawa. Mencoba menutup mulutnya rapat-rapat. Tertawa lepas di depan penumpang, dapat membuatnya kena masalah.

Jangan salahkan selera humornya yang rendah. Semua tahu mungkin pria itu tidak sedang bercanda, tapi bagi seseorang dalam kesehariannya melakoni pekerjaan melelahkan, sedikit kata persahabatan, cukup terdengar nyaman di telinga.

“Sampai ketemu lagi, Cassandra. Senang melihat senyummu hari ini,” kata pria itu sebelum berjalan meninggalkan pesawat.

Sial, andai saja dia tidak sedang bertugas, andai mereka tidak bertemu di tempat ini, mungkin Cassandra akan mengeluarkan lebih banyak kata. Rasanya berteman dengan pria itu, bukan ide yang buruk .       

Cheerio… ayo Cass, cepat kejar!” bisik Mbak Helen.

“Kejar? Kejar apa?” tanyanya bingung.

“Pria itu, Cass! Sepertinya dia orang baik. Cepat kejar! Coba kenalan, tanya siapa namanya, kalau perlu tanya juga nomor kontaknya!”

“Mbak Helen apaan sih? Bagaimana mungkin aku bisa mengejar dia? Mana bisa aku pergi meninggalkan pesawat, saat pekerjaan belum selesai?”

“Sudahlah, masalah beres-beres serahkan saja padaku! Kalau hanya urusan sepele seperti itu, aku bisa melakukannya sendiri. Ayo cepat kejar! Nanti keburu jauh loh!”

“Males, Mbak!”

Well, Cass! Kumohon, dengarkan aku! Percayalah, kamu tidak akan bertemu pria dengan spesifikasi seperti itu setiap hari. Seandainya aku belum menikah, jangan harap kamu punya kesempatan! Jadi… tunggu apa lagi, ayo cepat kejar! Sebelum dia pergi jauh, lalu kamu menyesal!”

“Tidak, ah. Bagaimana jika ternyata dia sudah punya pasangan? Lagipula, hari ini aku sudah lelah. Aku sudah tidak punya tenaga untuk berlari.”

“Ya tapi… bagaimana jika dugaanmu salah? Masa kamu mau melewatkan jodoh begitu saja?”

“Ya itu dia masalahnya. Tenang aja, kalau memang jodoh ga akan kemana-mana kok. ”

“Dasar payah!” sahut Mbak Helen sambil menggelengkan kepalanya, lalu masuk kembali ke dalam pesawat.

Cassandra segera berjalan mengikuti seniornya. Dia masih harus menyelesaikan tugas terakhir hari ini. Bersama dengan Mbak Helen, Cassandra membenahi galley pesawat lalu berjalan menyusuri setiap bangku penumpang. Merapikan safety belt ke posisi semula, sambil menghitung kelengkapan peralatan keselamatan. Mereka harus memastikan tidak ada alat keselamatan yang hilang, semuanya harus tersedia lengkap pada setiap bangku penumpang.

“Cass?”

“Ya, Mbak?”

“Apa jangan-jangan… kamu sudah punya pacar?”

Cassandra sedikit terkejut, dia tidak menyangka Mbak Helen akan menanyakan sesuatu yang sangat personal. 

“Ga maksud kepoin kamu, cuma penasaran aja, kenapa kamu tidak tertarik dengan pria itu?”

Cassandra diam sebentar, memikirkan jawaban apa yang harus keluar dari mulutnya. Jujur, dia tidak berniat untuk membicarakan kehidupan pribadi, apalagi dengan rekan sesama pramugari. 

Bukan rahasia umum, jika pekerjaan ini mayoritas diisi oleh wanita. Sialnya, seperti kebanyakan wanita, mereka juga senang menambah bumbu-bumbu cerita hingga jadi gossip tak nyata.

“Belum, Mbak. Aku belum punya pacar,” jawabnya singkat.

"Oh, kalau… pria yang lagi dekat?"

"Ga ada juga."

“Aku tidak mengeti, kenapa kamu ga mau coba hubungan baru? Kudengar kamu putus sudah cukup lama. Apa ga mau cari pacar lagi? Ya, aku percaya jodoh memang ga kemana, tapi tetap harus diusahakan.”

“Bukan ga mau, hanya saja… akunya yang ga siap,” jawab perempuan itu lirih.

"Kenapa? Belum move on? Masih berharap balikan sama mantan?"

"T-tidak, Mbak,” jawab Cassandra terbata-bata. “K-kalau urusan itu… ehm, sudah the end, tidak mungkin kembali."

“Kalau begitu, apa masalahnya Cass? Enak loh kalau punya seseorang yang menunggu kita di rumah. Kadang kalau lelah ada yang pijitin, tidur juga ada yang nemenin. Apa kamu ga mau cari pasangan? Membina keluarga?”

“B-bukan ga mau, tapi belum kepikiran, Mbak.  Masih ingin berkarir dulu. Lagipula kasihan cowok yang akan jadi pasanganku juga. Pekerjaan ini membuat jadwal kita berantakan. Sejam di Jakarta, dua jam kemudian di Bali, kadang langsung ke Singapura, belum kalau rute jauh sampai Thailand, Jepang, China. Kadang ga pulang berhari-hari dan harus menginap di luar negeri. Tidak semua orang bisa kuat berhubungan jarak jauh, mana pastinya aku juga tidak akan bisa dihubungi saat sibuk di pesawat.”

“Resiko pekerjaan kita memang begitu, tapi mau sampai kapan kamu sendirian? Ingat Cass, kerja memang penting, karir juga, tapi kehidupan pribadi juga sama pentingnya. Kamu itu cantik, masa ga ada yang naksir, dicoba saja dulu, siapa tahu ada pria yang benar-benar sayang dan sanggup menjalin hubungan sesuai dengan kondisi kamu.”

“Iya, Mbak aku mengerti. Tapi nyari yang seperti itu juga tidak mudah. Kalaupun ada pria yang sanggup, belum tentu keluarganya bisa terima.” 

“Ga mudah, tapi bukan berarti ga ada. Buktinya, aku dapat satu. Suamiku dan keluarganya bisa mengerti pekerjaanku. Walau kadang aku merasa ga enak, karena dia jadi harus kerja sambil mengurus semua keperluan anak selama aku terbang. Tapi sejauh 6 tahun pernikahan ini, kami bisa menjalaninya dengan cukup baik.”

“Mbak Helen memang sangat beruntung.”

I’m so blessed. Tapi, bukan itu intinya. Aku tahu, mencari pasangan untuk profesi ini tidak mudah, Cass, tetapi bukan berarti mustahil! Semuanya possible kok, kamu hanya perlu memberikan seseorang kesempatan untuk berada di sampingmu. Sayangnya, kulihat kamu selalu menutup diri. Kamu tidak mengizinkan siapapun untuk memiliki hatimu.”

Cassandra tersenyum, kata-kata dari mulut seniornya sungguh sesuai fakta kehidupannya. Dalam hati yang terdalam, Cassandra tahu, jika masalah terbesar dalam percintaannya bukanlah karir, melainkan hatinya yang sudah tertutup rapat untuk setiap pria yang menawarkan kesempatan.

By the way, deretan sebelah situ sudah di check semua, Cass?”

“Sudah, Mbak.”

"Baguslah, kalau begitu ayo kita pulang!”

Cassandra mengangguk setuju. Ia segera berjalan ke ruangan kecil di belakang kokpit, mengambil barang-barangnya pribadinya, lalu segera turun dari pesawat. 

Akhirnya penderitaannya hari ini usai, dan ia ingin cepat pulang ke rumah. Drama korea favoritnya sudah menanti, kini hal terakhir yang harus dilakukannya hanya berjalan ke lounge kru Fox Airlines, menekan jari jempolnya pada mesin absensi, lalu ia bisa melenggang pergi.

“Loh, ada apa ini? Kenapa banyak orang bergerombol di sini?” tanya Mbak Helen saat mereka berdua masuk ke dalam ruang staf.

“Entahlah!” jawab Cassandra tidak peduli. Wanita itu sudah malas mengurusi masalah lain. Saat ini, pikirannya sudah penuh dengan kasur empuk dan Hyun Bin. Walaupun jika disuruh memilih, Cassandra akan lebih memilih kasur dan tidur pulas seperti bayi, daripada menonton Hyun Bin.   

“Ran, Rani, ini ada apa? Kenapa semua orang pada heboh di depan lounge?” tanya Mbak Helen pada sesama rekan pramugari yang ada dalam ruangan.

“Kiriman bunga itu datang lagi, Mbak! Dan kali ini jauh lebih besar dari yang sebelumnya.”

“Bunga? Bunga apa?”

“Yah, masa Mbak Helen ga tahu? Itu loh, rangkaian bunga mawar merah megah yang sudah hampir setiap hari dalam 1 bulan terakhir ini dikirim ke lounge Fox Airlines.”

“Oh, bunga dari orang iseng itu, kirain ada apa,” jawab Cassandra malas. Walaupun menurutnya rangkaian mawar merah itu indah, super elegan, dan sesuai seleranya, tapi tetap saja, dia tidak tertarik dengan urusan seperti itu.

“Aku ga peduli. Mau iseng, mau niat, yang penting… so sweet banget, Cass,” jawab Rani.

“Ran, please! Zaman gini, kalau ada orang ga dikenal, menghabisakan uang untuk kirim bunga ke Fox Airlines setiap hari, tanpa maksud yang jelas, itu horor! So sweetnya di sebelah mana?“ Cassandra apatis, menurutnya hal seperti itu tidak masuk logika.

“Pengirim bunga itu memang masih misterius, Cass. Tapi dia tetap so sweet banget! Kamu mungkin belum tahu, tapi berbeda dari hari sebelumnya, hari ini rangkaian itu datang bersamaan dengan sebuah pesan.”

“O ya?” tanya Mbak Helen penasaran. “Pesan apa?”

“Ada kartu berwarna emas, yang tertera di sana. Isi pesannya, kepada pramugari berseragam orange, sejauh apapun kamu pergi, aku akan selalu mencintaimu. See? Manis banget, kan? Aku tidak menyangka, ternyata kita punya penggemar rahasia. Orang yang menghargai kerja keras kita. Duh, jadi semakin penasaran, kira-kira siapa yang mengirimkan bunga mewah tersebut, ya?”

“Manis sih, tapi tetap saja ada yang janggal? Ya ga, Cass?” tanya Mbak Helen.

Cassandra diam, dia menutup mulutnya rapat-rapat. Matanya terbelalak, jantungnya berdegup dua kali  lebih kencang, tangannya bergetar perlahan, perasaannya bergejolak tidak karuan. 

“Loh, Cass? Cassandra? Kamu ga apa-apa?” tanya Mbak Helen.

“A-aku… a-aku ga apa-apa, Mbak. Ke-kepalaku hanya sedikit pusing,” jawabnya penuh dusta. “Um… maaf Ran, t-tapi bisa tolong ulangi s-sekali lagi, isi p-pesan yang a-ada di rangkaian bunga itu!”

“Kepada pramugari berseragam orange, sejauh apapun kamu pergi, aku akan selalu mencintaimu. Memangnya kenapa Cass?” 

“O-oh… t-tidak, tidak apa-apa,” jawab Cassandra semakin lemas.

Cassandra panik. Semua pramugari berseragam orange di sini boleh mengira jika rangkaian bunga itu ditujukan kepada mereka. Mereka boleh tersanjung karena memiliki penggemar rahasia yang menghargai jasa kerja keras mereka. 

Tetapi hanya Cassandra yang tahu, jika rangkaian itu sungguh ditujukan hanya untuk dirinya seorang. Karena percaya atau tidak, dalam hidupnya, hanya ada satu seorang pria yang selalu memanggilnya dengan sebutan ‘ pramugari berseragam orange’.

Sialnya, dia adalah satu-satunya alasan, mengapa Cassandra menutup hatinya untuk sesuatu bernama cinta.


                                          

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 2. DIA YANG HIDUP DALAM INGATAN
2
0
Di hari yang sangat melelahkan ini, Cassandra Nasution tidak ingin melakukan apapun. Ia hanya ingin pulang dan beristirahat. Tenaganya benar-benar sudah pada ujungnya. Pramugari maskapai Fox Airlines, yang terkenal dengan seragam orangenya itu sudah terbang lebih dari 12 jam. Tubuhnya mulai merasa nyeri, sampai merasuk ke dalam tulang-tulangnya.Sialnya, sesaat sebelum kakinya bisa membawanya pulang, Casandra dikejutkan dengan kedatangan sebuah karangan rangkaian bunga mawar merah megah. Rangkaian misterius tanpa nama pengirim, hanya terlampir sebuah kartu emas bertuliskan kata-kata romantis. Kepada pramugari berseragam orange, sejauh apapun kamu pergi, aku akan selalu mencintaimu.Saat semua rekan-rekannya merasa tersanjung dengan kiriman bunga tersebut. Saat mereka merasa punya penggemar rahasia yang menghargai jerih payah mereka, hanya Cassandra yang tahu dari mana bunga itu berasal.Karena seumur hidupnya, hanya ada satu orang yang memanggilnya dengan sebutan 'Pramugari Berseragam Orange'. Pria dari masa lalu yang membuatnya menutup diri dengan semua hal yang berkaitan dengan cinta.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan