Kuas Cat Bab 26

0
0
Deskripsi

Bab 26 Sedikit Kekacauan, Hahaha, Iya Cuma Sedikit, Ga Banyak-Banyak Kok

Character sequel dari Ms Newbie, Mr. boss, & Mdm. Devil

Cat tahu, Cat tidak punya banyak isi kapasitas otak. Cat juga tahu, aku membutuhkan waktu loading lebih lama dari orang lain. Kenyataannya, memang tidak semua orang dilahirkan dengan isi kepala cemerlang, tapi... untuk cucu konglomerat, pewaris satu-satunya marga keluarga Gunadi, masalah Cat adalah perkara besar.

Sejak kecil, Mama sering wanti-wanti supaya Cat ga malu-maluin...

Bab 26 Sedikit Kekacauan, Hahaha, Iya Cuma Sedikit, Ga Banyak-Banyak Kok

Kalau Cat boleh merangkum cerita ini, maka jawabannya cuma satu. Ini benar-benar... gelap.

Iya, ini literally gelap! Beneran hitam pekat! Cuma ada sedikit lampu jalan dengan cahaya kekuningan yang berjejer rapat, sedangkan yang lainnya... ya begitulah, remang-remang pekat. Tidak pernah kuperhatikan sebelumnya, jika Kota Bandung minim penerangan jalan.

Kalau boleh jujur, aku sudah mulai bosan dengan pemandangan di sekitar jalananan ini. Belum lagi leher mulai pegel karena menoleh terus ke arah kiri. Sepertinya, malam ini Cat butuh stiker ajaib Kak Hermione. Duh, ingin sekali pindah haluan supaya tulang leher ga sakit. Cat berencana untuk melihat ke arah lain, tapi permasalahanya Cat ga bisa melakukan itu.

Aku ga bisa memandang ke arah depan atau kanan. Tapi yang paling terutama, Cat ga bisa melihat ke arah dia yang sedang duduk di kursi kemudi. Aduh, kira-kira raut wajahnya gimana ya? Pastinya Bastian kesal dan marah banget sama aku! Bagaimana caranya aku bisa memandang wajahnya lagi, jika... jika baru saja Cat bikin onar di pesta ulang tahun temannya.

Betul, aku baru saja bikin masalah. Eits, tapi jangan salah sangka! Bukan aku yang memulai semuanya. Beneran deh! Kalian harus percaya padaku. Bukankah kalian yang paling tahu, jika tujuanku datang ke undangan itu cuma untuk satu. Makan, lalu pulang.

Iya, cuma mengincar salmon yang ada di meja samping sebelah kiri. Tempat yang paling banyak diantriin orang. Cat benar-benar cuma ingin mengantri, makan, dan pulang. Oops, walaupun sejujurnya incarannya ga cuma itu aja, hahaha!

Sejauh mataku melirik, Cat jadi mengincar banyak hal. Siomay, steak, teppan yaki, sushi, sate, tiramisu, caramel pudding, dan ice cream. Hmmm, semuanya tampak menarik dan menggoda. Incaranku jadi banyak, setelah mataku jelalatan ngeliatin makanan di meja-meja itu satu per satu. Sialnya, tidak ada satupun keinginanku yang terpenuhi.

Perut Catherina Gunadi berakhir mengenaskan. Kurus, kempes, karena tidak satupun makanan yang masuk ke mulut. Ini semua terjadi karena dia! Asal kalian tahu, sebelum mulut Cat menyuap makanan pertama di piring, mereka sudah bikin ulah duluan.

Semuanya dimulai dari dia! Iya, dari teman perempuan Bastian yang baru kenalan tadi di pesta. Eh, siapa ya namanya, ya? Duh, uda lupa! Um, sebentar biar kuingat dulu! Namanya... Lonceng? Lombreng? Loreng? Losmen? Ah, sudahlah! Pokoknya dialah yang mulai duluan.

Awalnya kami baik-baik saja. Dia ramah, dan mengajakku muter jalan-jalan liat makanan-makanan di pesta itu. Kupikir itu cukup asik, daripada Cat bosen dengerin Bastian ngobrolin pertandingan basket sama temen-temen cowoknya, mending ikut dia aja, jalan-jalan cari makan sampai kenyang.

Kami juga bisa ngobrol hal sesama cewe. Baju, sepatu, make up, skin care, tapi lama-lama Loreng cerita tentang Bastian terus. Kebiasaan-kebiasaan Bastian dulu waktu dia SMA. Nilainya, kegiatannya, dan ehm... mukanya yang sering merah. Cat ga masalah dengerin cerita dia, hanya saja... ujung-ujungnya dia malah tanya-tanya hal pribadi. Bagaimana caranya Cat bisa kenal sama Bastian, kenapa Cat bisa deket sama dia.

Walaupun aku sedikit risih, tapi Cat mengerti. Mungkin Loreng penasaran. Ya, ga salah juga sih, geng cewe-cewe memang begitu. Hingga akhirnya kami berhasil ngantri salmon, lalu berdiri di dekat meja tengah, dekat dengan teman-temannya yang lain.

Saat itu, semuanya masih baik-baik saja. Loreng ngenalin Cat ke temen-temennya yang pastinya juga kenal dengan Bastian. Sialnya, sesaat sebelum Cat sempat menyuap salmon idaman, tiba-tiba yang punya pesta datang menyapa kami.

Betul, Emma datang, dia menghampiri dan menyapa gerombolan-teman-temannya. Dia memeluk mereka dan cium pipi satu per satu. Dia ramah dan baik, cantik pula. Pokoknya harus kuakui, dia sangat memesona.

Iya, Cat akui dia memang cantik. Dress juga make upnya sempurna. Loreng sempat bilang kalau wajahku dan Emma cukup mirip. Walaupun, menurutku itu ga bener sama sekali. Cat tidak merasa mirip dengan Emma. Kalau boleh jujur, Cat merasa... jauuuuhhh, berkali-kali lipat lebih cantik dari dia.

Iya dong! Ini bukan memuji diri sendiri, tapi kata Mama, anak perempuan itu harus percaya diri. Dan mungkin gara-gara Cat lebih cantik, makanya Emma sedikit kaget ketika dia berkenalan dengan Cat. Um... iya, dia kaget banget. Mungkin kalian ga percaya, tapi ya ok-lah, biar kuceritakan. Jadi kejadiannya begini....

"Catherina Gunadi, panggil saja dengan sebutan Cat." Sebaiknya ceritanya kita mulai dari sini, dari perkataan Cat waktu berkenalan dengannya.

"Iya, Em. Kenalin, ini Cat, pacar barunya Bastian. Cantik banget kan?" Nah, ini dia, kata-kata Loreng yang memulai semua permasalahannya. See! Perempuan itu memang trouble maker.

Saat itu kupikir, otaknya Loreng konslet. Aku tahu kok kalau aku cantik, tapi ya ga usah diomong-omongin ke orang-orang gitu. Nanti kesannya jadi Cat yang sombong, ya kan? Lagipula, Loreng ini sok tahu banget! Kenapa dia bisa bilang kalau aku pacarnya Bastian? Seingatku, baik Cat maupun Bastian, kita berdua ga pernah bilang kalau kita pacaran.

Sesungguhnya, saat itu Cat sudah langsung ingin menyangkal perkataan Loreng. Dari mulut ini sudah siap-siap mengeluarkan kata-kata untuk meralat pernyataan fitnah tersebut, sialnya tiba-tiba pandangan Cat terpaku dengan rautnya Emma.

Wajahnya kelihatan sedih dan kecewa mendengar perkataan Loreng. Senyum di pipi yang awalnya membujur ke atas tiba-tiba berubah melengkung ke bawah. Cat sungguh tidak mengerti kenapa dia harus jadi sedih begitu? Kasihan ya, mungkin dia merasa minder karena aku lebih cantik dari dia. Tapi mau bagaimana lagi? Cat juga ga bisa apa-apa, kan? Kita ga bisa tukar muka.

"Selamat ya!" jawabnya dengan nada pasrah. "Bastian pria yang baik, aku yakin dia pasti bisa membuat kamu bahagia," katanya sambil pura-pura tersenyum. Pura-pura, hanya itu yang bisa kusimpulkan dari senyumnya yang aneh.

Pipinya memang tersungging ke atas tapi kesannya ga tulus karena badannya gemetaran. Saat itu, aku masih berpikiran positif. Mungkin, ini waktu yang tepat untuk menghiburnya. Cat akan berusaha meyakinkan Emma supaya dia ga minder. Cat mau bilang jika dia tidak perlu berkecil hati, Cat ingin dia sadar, jika cantik itu ada banyak bukan cuma wajah, tapi juga ada cantik yang keluar dari dalam hati.

Cat ingin sekali bicara begitu, tapi, lagi-lagi ada yang memotong pembicaraan kami dan kali ini, seorang pria yang tiba-tiba bergabung dan langsung mengalungkan tangannya di punggung Emma.

"Hai semua," sapa pria itu dengan ramah.

"Hai, Albert," sapa Loreng kepada pria yang baru saja datang menghampiri kami.

Betul sekali, pria itu bernama Albert. Kepalanya mendongak ke atas, sedikit angkuh karena dia memakai jas keren yang pastinya harganya mahal. Jujur, pertama kali Cat ketemu, Cat benar-benar ga tahu siapa pria itu. Tapi, saat melihat dia mencium pipi Emma, juga setelah mendengar percakapannya dengan mereka, akhirnya Cat tahu kalau pria itu adalah suaminya sang empunya pesta.

"Hai, um... maaf, kita belum sempat kenalan. Tapi..., kalau boleh tahu, nama siapa ya? Mukanya terlihat familiar banget?" tanya pria itu sambil menjulurkan tangannya saat melirik padaku.

"Catherina Gunadi, panggil saja Cat," ini kataku sambil menjabat tangannya. Jujur, bosen banget ngomong kata-kata itu lagi, tapi ya sudahlah. Toh Cat memang harus kenalan karena ga tahu siapa-siapa di pesta ini.

"Gunadi? Nama belakang kamu mengingatkan aku dengan arsitek terkenal itu. Aristek langganan kolega-kolega Papa yang kaya raya, yang karyanya luar biasa itu. Um sayang, siapa ya? Kok aku lupa?" tanyanya pada Emma. "Siapa arsitek perempuan yang terkenal yang awalnya mau kita kontak untuk bikinin desain rumah kita yang baru? Arsitek yang nama belakangnya Gunadi?"

" Um... maksud kamu Anna Gunadi, sayang?" jawab Emma mengingatkan suaminya.

"Oh, iya, Anna Gunadi, dia tanteku," jawab Cat sambil tersenyum.

"Hahaha," tawa lelaki itu. Dan percayalah, nada ketawanya ga enak di dengar. Mungkin kurang pitch kontrol kali ya? Pokoknya ga enak di telinga, mana melingking pula.

"Aduh, maaf candaan kamu benar-benar lucu," katanya sambil tertawa-tawa.

"Loh, tapi aku tidak bercanda. Itu fakta, beneran kok. Anna Gunadi, itu tante Cat."

Tentu saja aku harus meluruskannya. Cat tidak sedang bercanda dan itu memang kenyataannya. Lagipula, kenapa juga dia bisa mikir seperti itu? Ya untung saja, Loreng langsung menjawab dan menjelaskan permasalahanku tanpa diminta.

"Ehm, Albert," potong Loreng. "Ini Caterina Gunadi, kamu tahu kan? Kira-kira sebulan yang lalu ada video viral? Tentang cucu konglomerat yang ga bisa potong ayam? Yang videonya lucu banget sampai beritanya heboh di sosmed?"

"Iya, aku sempat dengar beritanya," jawab Albert.

"Nah, ini dia. Catherina Gunadi, perempuan satu-satunya keturunan Hartono Gunadi. Benar kan, Cat?"

"Betul! Itu aku."

Dan setelah Loreng bilang begitu muka pria itu berubah 180 derajat. Setidaknya tawanya berhenti, dan dia menatap wajahku dengan cukup serius. Tapi yang tidak kalah kaget, adalah Emma. Perempuan itu mematung dan terlihat syok berat.

"Ja-jadi kamu beneran keponakannya Anna Gunadi?"

"Iya. Bukankah tadi sudah kukatakan, jika Anna Gunadi adalah tanteku?"

Dan... sejak saat itu keributannya dimulai. Mereka tidak ribut karena aku yang lahir dari keluarga konglomerat, tapi karena bahasan berikutnya. Jadi, ketika suami Emma tahu, jika Cat datang ke pesta ulang tahun istrinya bersama dengan Bastian, dia tampak gelisah.

Cat ga tahu ada masalah apa di antara mereka semua, tapi sepertinya Albert ga suka banget sama Bastian. Raut wajahnya berubah, dia tidak terlihat ramah saat kami membicarakan tentang Bastian.

" Bastian? Maksudmu... temen Emma yang pengecut itu? Wow, aku tidak menyangka, ternyata dia hebat juga ya. Bisa-bisanya dia dapetin perempuan seperti kamu? Tapi, maaf, jika aku boleh bertanya, apa sih bagusnya pria seperti Bastian? Memangnya pria seperti dia bisa ngasih kamu apa? Atau, kamu cuma kemakan omong kosongnya? Ckckck, aku jadi ingin tahu, kira-kira dia ngomong apa ke kamu? Sehingga cucu konglomerat seperti kamu mau pacaran sama pria pecundang seperti dia?"

Ok, sekarang kalian pasti tahu kenapa Cat membuat sedikit keributan. Hahaha, iya sedikit, ga banyak-banyak kok. Cat tahu siapa Bastian, dan mendengarnya ucapan lelaki itu tentang dia, membuatku kehilangan kesabaran.

"Bastian tidak seperti itu!" jawabku sedikit lantang. Cat tahu, aku salah. Cat paham, mungkin sebaiknya nadanya tidak terlalu tinggi. Aku tahu harusnya aku tetap tenang. Cucu perempuan konglomerat ternama harus selalu tampil anggun dan memesona. Tapi, aku sudah tidak tahan lagi.

Jadi kurasa, kalian bisa tebak sendiri apa yang terjadi selanjutnya. To be honest, Cat juga ga ingin bikin keributan, masalahnya kata-kata 'pecundang' dari mulut suami Emma cukup membuat Cat kesal.

Jangan salahkan mulutku jika ga bisa berhenti bicara! Rasanya seperti kemasukan roh bawel milik tante Mama atau Kak Hermione. Eh, tapi, jangan salah sangka! Bukan kerasukkan seperti yang suka Cat lihat di film-film horor. Bukan yang kaya aing macan, atau aing cicak gitu-gitu. Tapi, bicaraku lancar, mungkin karena sudah lama tinggal bareng mereka. kebiasaan bawel sudah mulai menempel di pikiran dan hatiku.

Begitulah awal mula keributan terjadi. Tiba-tiba Cat nyerocos ga henti, hingga akhirnya semua mata di pesta itu menghadap ke arahku. Siapa yang tidak penasaran jika melihat ribu-ribut di tengah pesta.

Mereka semua menonton dengan penuh antusias. Apalagi setelah tahu jika seorang tamu tak diundang sedang mengomeli pemilik pesta. Ya begitulah adanya, aku tidak peduli jika semua mata memandangku. Ehm, bukan hanya mata, handphone juga tentunya.

Tapi yang penting, aku sudah puas dengan apa yang kulakukan. Aku sudah mengatakan semua hal yang ingin kukatakan, hingga tiba-tiba Bastian datang dan tangannya memegangi tangan Cat yang tiba-tiba dingin .

Aku tidak tahu sejauh mana Bastian melihat dan mendengar apa yang telah kulakukan. Tapi yang pasti, dia tidak menyukainya. Dia menarik tangan Cat, lalu menggandeng dan mengajak Cat pergi.

Saat itu juga kami langsung pulang meninggalkan pesta. Padahal Cat belum sempat makan. Laper, belum nyicip salmon. Mana sudah keributan tadi, pastinya Bastian ga akan mau masakin Cat lagi. Mukanya aja ngerung dan kelihatan berkerut begitu. Selama di mobil, dia juga ngomong apa-apa.

Dia hanya diam, eh, eh, ta-tapi... Loh kok?

"Um... Bass? Kok lewat sini? Ini bukan jalan pulang?" tanyaku bingung. Cat memang belum lama di Bandung. Cat tidak hafal semua jalan-jalan di Bandung. Tapi, Cat tahu jalan ke rumah Bastian, dan pastinya, bukan lewat sini.

"Bass? Bass?" tanya Cat sekali lagi karena bastian tidak menjawab. Cat reflek memandangi wajah Bastian. Aduh... ini muka kenapa sih! Kok noleh ga pake mikir-mikir. Bukannya tadi, Cat berusaha supaya ga ngeliat mukanya ya? Aduh, kalau dia beneran marah gimana? Serem kan?

Mana Bastian juga ga jawab pertanyaan Cat seperti biasanya. Dia cuma fokus ngeliatin jalan, diam dan mengacuhkanku. Pasrah deh, aku sadar aku sudah bikin dia malu di depan teman-temannya. Dan kalau Bastian marah, apa Cat masih bisa tinggal di rumahnya lagi ya? Aduh... kalau Cat diusir lagi gimana?

"Kruuuu... kruuuu...." Jeez.., perut! Kok malah bunyi? Malu-maluin tahu!

"Cat, kamu pasti laper kan?" kata Bastian sambil tersenyum.

Eh? Loh? Beneran? Dia ga marah? Apa Bastian benar-benar tidak marah? Atas semua yang sudah kulakukan? Setelah semua keonaran tadi? Cat menghancurkan pesta ulang tahun temannya, dan Bastian tidak marah? Kenapa dia tidak marah? Kalau Mama, dia sudah pasti mengomel dari A sampai Z, bahkan dari malam sampai besok pagi.

"Maaf, ya, tadi ga bisa jawab pertanyaan kamu. Harus konsentrasi penuh, karena jalannya nanjak terjal. Bisa nyungsep kalau ga ngeliatin jalan."

"Um... tapi Bass? Memangnya kita mau ke mana sih?"

"Makan. Aku pikir, selama di pesta Emma kamu belum sempat menyuap apapun. Jadi, daripada perut kamu bunyi-bunyi, dan ini juga belum terlalu malam, bagaimana kalau kita makan malam di tempat lain?"

"Boleh, jadi kita mau makan apa?"

"Menunya variatif sih. Nanti, kamu pilih sendiri saja apa yang kamu suka, ok? Pokoknya aku jamin makanannya enak."

"Eh, ini kita beneran dinner? Apa.... hari ini Bastian ulang tahun?"

"Ulang tahunku masih bulan depan, Cat."

"Kalau begitu, kita pergi dinner dalam rangka apa?"

"Dalam rangka... um, apa ya? Ah ini aja. Jadi, selama ini, selama kamu di Bandung, aku belum pernah mengajak kamu makan di cafe terkenal di sini. Jadi..., kalau kamu ga keberatan, bagaimana jika kita sekarang kita duduk dan enjoy the food. Ok? Menurutmu bagaimana?"

Tunggu, apa aku tidak salah dengar? Kenapa suara Bastian terdengar sedikit berbeda? Tidak seperti biasanya, dia tidak gugup. Suaranya terdengar lebih percaya diri dan mantap. Bagaimana mungkin hanya dalam sekejap saja, dia bisa berubah begitu drastis?

Mataku diam, terpaku pada pria yang sedang serius memarkirkan mobilnya di sebuah bangunan café megah. Setahuku, ini bukan café murah. Aku tahu pastinya makanannya enak, tapi apa Bastian beneran ajak Cat makan di sini? Bukannya dia bilang uang jajannya bulan ini sudah habis?

"Kita sudah sampai. Ayo kita makan!" kata Bastian sambil melepaskan sabuk pengamannya.

"Bass?" tanyaku yang benar-benar bingung dengan perubahan sikapnya.

"Ya?"

"Ga tahu kenapa, tapi kok, tiba-tiba aku jadi curiga?"

"Hah? Curiga kenapa?"

"Kamu tiba-tiba bawa Cat ke cafe mewah. Lalu... ng.. intinya, kamu ga lagi ngerjain aku kan?"

"Ngga, ngerjain gimana maksudnya? Eh, tenang dulu. Aku memang ngajak kamu makan, dan ga ada niat lainnya. Percayalah, aku ga akan macem-macem sama kamu kok!"

"Beneran?" tanya Cat sekali lagi. Aku menyipitkan mata, harus memastikan, agar Bastian tidak berbuat aneh-aneh. "Kamu ga akan menjebak aku kan? Nanti kita makan, terus kamu kabur, jadi Cat yang harus bayar semuanya! Uang kerja di restoran masih ada sih, tapi Cat ga bawa. Dan Cat ga tahu kalau uang Cat juga cukup buat makan di cafe ini."

"Hahahaha, jadi itu yang kamu maksud aneh-aneh? Meninggalkan kamu di sini, saat belum bayar? Ya ga lah. Aku beneran niat ngajak kamu makan, jadi pesen aja yang kamu mau."

"Beneran? Jadi kamu yang bayar?"

"Bukan," sahut Bastian dengan pasti.

"Hah?" tanyaku bingung.

"Kamu tenang saja, ada orang yang hutang traktiran 2 porsi steak sama aku. Jadi... daripada mikir yang ngga-ngga, dan daripada perut kamu bunyi yang aneh-aneh, jadi sebaiknya kita turun, masuk dan makan. Gimana, kamu setuju?"

"Se-setuju."

Cat seneng sih. Sudah lama ga ngafe. Tapi, makan berdua dengan Bastian, di cafe yang suasananya romantis gini, apa auranya terasa seperti candlelight dinner? Apa sebenarnya Bastian sedang mengajakku kencan?

Ah, ga mungkin! Ini cuma perasaan Cat saja yang berlebihan. Bastian pasti cuma ngajak makan, karena Cat belum sempat makan malam sejak tadi. Iya, pasti cuma itu saja, ga ada yang lain. Benar kan? 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Kuas Cat Bab 27
0
0
Bab 27 Bastian’s Story : Sebuah Kejadian yang Mengubah SegalanyaCharacter sequel dari Ms Newbie, Mr. boss, & Mdm. DevilCat tahu, Cat tidak punya banyak isi kapasitas otak. Cat juga tahu, aku membutuhkan waktu loading lebih lama dari orang lain. Kenyataannya, memang tidak semua orang dilahirkan dengan isi kepala cemerlang, tapi... untuk cucu konglomerat, pewaris satu-satunya marga keluarga Gunadi, masalah Cat adalah perkara besar.Sejak kecil, Mama sering wanti-wanti supaya Cat ga malu-maluin nama keluarga. Akan tetapi, dengan kemampuan yang... ah begitulah , Cat selalu dikelilingi masalah. Bukan Cat yang nyari-nyari, tapi ya mau bagaimana lagi? Kenyataannya, masalah memang suka padaku, cinta lebih tepatnya.  Karena itu, memegang nama belakang 'GUNADI' terasa sangat berat. Keluarga kami terkenal sukses dan terkenal. Bayangkan saja, jika perusahaan keluarga, ehm, maksudku Ruanna, biro arsitektur terkenal milik Anna Gunadi jatuh ke tangan Cat? Ga perlu tunggu satu bulan, sepertinya perusahaan itu sudah tinggal nama dan kenangan. Jadi... sekarang Cat punya Misi Baru! Cat akan menentukan masa depan sendiri! Cat berniat menghapus nama belakang Gunadi dari nama Cat. Ng... Cat belum mikir nama baru sih, tapi... setidaknya tanpa nama itu, Cat berharap bisa menjadi diri Cat sendiri.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan