
Ini adalah surat terakhir yang kutuliskan untukmu yang berada di luar angkasa.
Halo, Ayah.
Lagi-lagi aku menulis surat untukmu. Sudah entah terhitung berapa puluh surat aku kirimkan sejak kepergianmu. Padahal tidak pernah sedikit pun kita bertegur sapa akrab saat Ayah masih di sini. Namun, sejak kepergianmu lah aku malah merasa ingin bicara. Mungkin benar apa kata orang kebanyakan, kalau manusia memang akan jauh lebih menghargai kepunyaannya setelah kehilangan hal tersebut.
Ayah, sebagaimana aku selalu tuliskan di surat-suratku sebelumnya, aku masih menunggu balasanmu. Hingga kini, tidak satupun balasan aku dapatkan darimu. Lembaga Antariksa Nasional dan Badan Penyelenggara Koloni Indonesia sudah menyatakan kematianmu sejak sepuluh tahun lalu. Tentu, aku menolak untuk menerimanya. Aku tahu Ayah masih hidup di luar sana, entah dimana. Maka dari itu aku selalu menuliskan surat untukmu, melalui e-mail.
Baru saja kemarin aku dan Kak Wulan merayakan ulang tahunku. Kami makan di restoran kesukaan kita sekeluarga. Meski Ibu sudah meninggal dan Ayah tidak lagi di sini, kebiasaan itu masih kami lakukan setiap tahunnya. Seperti biasa, aku memesan gurami bakar kesukaanku. Gurami yang cukup enak, meski rasanya sudah tidak persis seperti dulu saat aku kecil. Tentu saja, karena gurami yang dihidangkan adalah gurami sintetis dari laboratorium. Kebanyakan daging hewan sekarang dibuat sintetis karena mahalnya daging dari hewan asli yang hidup di laboratorium.
Maklum, sejak kepergian Ayah, bumi memang semakin sulit ditinggali mahkluk hidup karena kerusakan alam. Sulit menemukan peternakan dan pertanian yang mampu beroperasional tanpa campur tangan beragam teknologi yang memodifikasi segala hal. Bisnis ternak lele ekspor milikku juga sangat bergantung dengan teknologi modifikasi air, udara, dan makanan untuk tambaknya. Tingkat keasaman air di bumi sudah terlalu tinggi, sementara udara sudah sangat terpolusi. Makanan ternak juga harus dibuat di laboratorium pangan ternak dan aksesnya sulit untuk kebanyakan orang. Meski demikian, sangat sebanding dengan harga jualnya.
Ngomong-ngomong soal modifikasi, Kak Wulan berniat untuk mengubah tubuhnya lagi. Ia bilang, kemarin adalah hari terakhir dia akan makan. Ia berniat mengubah cara metabolisme tubuhnya agar tidak perlu makan seperti manusia normal lagi. Kak Wulan berhasil mengembangkan teknologi yang membuat manusia cukup menelan pil-pil berisikan nutrisi yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Katanya, ia ingin manusia bisa hidup dalam keadaan ekstrim tanpa makan sekalipun. Ia ingin manusia bisa hidup tanpa makan sama sekali, agar umat manusia terhindar dari wabah kelaparan. Kak Wulan sangat pintar, sebagaimana Ayah selalu berharap padanya untuk menjadi peneliti sepertimu. Di usianya yang ke 32 tahun, Kak Wulan sudah menjadi peneliti muda terbaik di Badan Riset Nasional. Aku yakin Ayah akan bangga dengannya.
Sayangnya Kak Wulan agaknya memiliki perasaan kurang baik mengenai Ayah. Kemarin kami bertengkar di restoran. Untungnya makanan sudah selesai kami makan, sehingga ia tidak pulang duluan dengan perut kosong. Aku tidak tahu apakah aku harus mengatakan ini pada Ayah atau tidak, tapi aku rasa Ayah berhak tahu.
Apakah Ayah ingat dulu saat Kak Wulan gagal mendatkan nilai tertinggi di Olimpiade Sains Nasional, meski akhirnya ia tetap lolos ke tingkat internasional, Ayah sempat bilang tentang bagaimana Kak Wulan seharusnya memaksakan diri untuk belajar meski ia sempat dirawat di rumah sakit? Ia masih terus menerus mengungkit tentang hal itu. Ia bilang, ucapan Ayah sangat tidak manusiawi dan tidak seharusnya diucapkan pada anakmu sendiri.
Kak Wulan bilang, ia selalu ingat ucapan Ayah untuk selalu “menjadi lebih dari manusia biasa,” makanya Kak Wulan memulai karirnya di bidang modifikasi tubuh manusia. Sebuah bidang yang sangat kontroversial, banyak sekali peneliti lain yang tidak setuju.
Awalnya Kak Wulan hanya menyentuh bidang cyberkinetik untuk orang disabilitas, yaitu organ-organ robotik tambahan yang dapat membantu proses biologis manusia. Tapi pada akhirnya ia mulai memodifikasi tubuh biologis manusia biasa juga. Saat itu tidak ada satupun dukungan ia dapatkan di sini, sehingga ia pergi ke Amerika untuk mendapatkan sponsor dan menetap di sana selama lima tahun. Setelah risetnya berhasil, ia mendapatkan dukungan di sini dan diminta untuk kembali.
Jujur, aku tidak suka dengan keputusan Kak Wulan kembali ke sini. Mengetahui orang-orang yang tadinya menentang dia tiba-tiba merangkul hanya karena keberhasilannya membuatku muak. Mereka semua hanya melihat hasil saja, mereka tidak mau tahu bagaiman Kak Wulan harus memperjuangkan penelitiannya di negeri orang, sendirian, tanpa siapapun yang ia kenal. Aku bahkan tidak pernah bisa menyusulnya karena biaya dan kesibukanku dengan bisnis yang aku jalankan.
Tapi Kak Wulan juga bilang kalau dia bertahan karena ingin membuktikan hidupnya pada Ayah. Ia bilang, ia hidup karena kebencian. Aku tidak tahu apakah itu hal yang baik atau buruk. Namun, selama Kak Wulan semangat dan tetap hidup, kurasa tidak apa-apa. Menurut Ayah, apakah tidak apa-apa Kak Wulan semangat hidup karena kebenciannya terhadap Ayah? Apakah itu yang Ayah inginkan? Kesuksesan anak Ayah dari kebenciannya terhadapmu? Mengetahui betapa kerasnya Ayah pada kami, mungkin Ayah akan merasa baik-baik saja. Aku tidak pernah bisa benar-benar mengertimu, Ayah.
Oh, iya. Aku hampir saja lupa menuliskan alasan kenapa aku menuliskan surat ini dari awal. Seperti katamu, aku memang anak yang kurang terorganisir. Bahkan di usiaku yang 30 ini, sifatku masih sama persis seperti dulu Ayah memarahiku di bangku SD.
Ayah, aku akan pergi berkoloni ke luar angkasa.
Aku akan mengikuti jejakmu. Meski bukan peneliti, aku berhasil bergabung dengan membayar kursi turis dari uang tabungan penjualan tambak ikan lele milikku. Siapa sangka ternyata bisnis yang dari dulu ditertawai oleh semua orang, kini bisa jadi sukses luar biasa karena kebutuhan protein hewani asli bukan buatan laboratorium yang sangat tinggi dan betapa mudahnya lele bertahan hidup meski dalam kondisi sulit.
Itu pula lah yang membuat Kak Wulan marah padaku.
Kak Wulan bilang usahanya akan sia-sia kalau aku tetap bersikeras menyusulmu. Entah maksudnya apa. Dia tidak pernah terlalu terbuka padaku, dan dulu lebih banyak bicara dengan Ibu. Tapi sejak ia pergi ke Amerika pula ia berhenti bicara dengan Ibu, dan tak lama kemudian Ibu meninggal.
Aku terus menerus bertanya, apakah keputusanku ini tepat? Tapi aku tidak tahu lagi apa yang akan aku lakukan di bumi dengan keadaan seperti ini. Lele yang aku ternak mulai banyak mati, dan aku sudah kehabisan akal untuk melanjutkan bisnisku kedepannya. Satu-satunya hal yang membuatku masih bisa bertahan mungkin hanyalah keyakinan kalau suatu saat aku bisa membanggakanmu. Suatu hal yang tidak pernah bisa aku lakukan.
Maka dari itu, Ayah. Aku akan pergi ke luar angkasa. Aku akan mulai mengikuti pelatihan persiapan antariksawan. Aku akan berusaha semampuku, sekurang-kurangnya agar aku bisa berangkat. Mereka bilang tidak semua yang sudah membeli tiket turis dapat diberangkatkan Maka dari itu aku akan banyak belajar.
Aku akan menyusulmu di luar angkasa.
Sampai bertemu nanti, Ayah.
Sampai bertemu di koloni manusia yang sudah Ayah siapkan untuk umat manusia,
Yadi Wirakusuma
Anak bungsumu
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
