Celoteh [Bagian 02] - Teman

0
0
Deskripsi

Kemarin belajar lagi tentang memilih. 

memilih mana yang kiranya baik, ataupun cukup. Bukan buruk.

gue yakin di dunia ini ga ada yang buruk kalau kita mau belajar dari suatu kesalahan, dan lagi-lagi hidup ini tentang bagaimana kita belajar, tumbuh, dan berproses kan?

Masuk dunia luar terlalu banyak menawarkan pilihan, dan kenyamanan selalu jadi jebakan. di masa-masa yang memang terlalu tabu untuk melihat mana yang kiranya layak dan pas untuk diri sendiri, dimana  'katanya' yang enak-enak...

Kemarin belajar lagi tentang memilih. 

memilih mana yang kiranya baik, ataupun cukup. Bukan buruk.

gue yakin di dunia ini ga ada yang buruk kalau kita mau belajar dari suatu kesalahan, dan lagi-lagi hidup ini tentang bagaimana kita belajar, tumbuh, dan berproses kan?

Masuk dunia luar terlalu banyak menawarkan pilihan, dan kenyamanan selalu jadi jebakan. di masa-masa yang memang terlalu tabu untuk melihat mana yang kiranya layak dan pas untuk diri sendiri, dimana  'katanya' yang enak-enak belum tentu baik, harus capek buat coba segala hal, dan jangan kejebak sama rasa nyaman.

Dulu di pondok, yang namanya teman itu ya kayanya sama semua. Karena mungkin emang senasib, terikat dengan berbagai macam peraturan yang ada, jadi ruang gerak cukup terbatas kalau memang dikatakan bebas. Ataupun kalau misalkan ada yang ketauan ngelanggar, setidaknya masih bisa melihat jelas mana yang kiranya baik untuk dijadikan teman, yaa dalam artian tanda kutip berarti yang "ga ngelanggar". Tapi setelah lulus jadi sadar bahwa sebenernya si pelanggar pun belum tentu buruk, dan yang ga ngelanggar pun belum tentu baik. semua jadi kerasa abu-abu.

Dunia baru, pun fase baru.

Belajar untuk menjadi netral ternyata ga mudah, kadang apa-apa yang ga sesuai rasanya ingin dikomentari, tapi sadar juga pendapat kita pun ga selamanya sesuai di mata orang lain.

Semakin kesini, semakin terlihat wujud asli dari sifat-sifat orang sekeliling kita, karena di fase ini pun peraturan ga kaya di pondok dulu yang memang tertulis, tapi sekarang peraturan itu ya apa yang kita tetapkan buat diri kita aja, karena prinsipnya "kita yang tau dan kita yang paham bagaimana diri kita seperti apa".

Bagi sebagian orang katanya "kalau kamu ingin menjadi baik, bertemanlah sama yang baik-baik aja. Sebaliknya kalau berteman dengan yang buruk, ikutan kena buruknya."

Tapi itu terkesan rasis di pikiran gue. Lagi pula siapa yang berhak memeta-metakan manusia selain Tuhan? 

Dan disini gue sadar pentingnya punya prinsip. Prinsip-prinsip baik yang kita buat yang mengatur diri kita bagaimana ingin menjadi. Karena bagi gue, kita berteman sama siapa aja, selagi kita baik dan berpegang teguh dengan prinsip yang kita punya, bagaimana pun arus pertemanan yang ada di sekeliling kita, kita akan balik lagi ketitik netral, ke prinsip yang kita punya.

Arti 'berteman dengan siapa aja' menurut gue itu lebih ke gimana diri gue untuk belajar sih, belajar adaptasi, belajar komunikasi, apalagi gue tipikal orang yang 'agak' susah interaksi sama orang-orang baru. Dan terlebih tentang bertukar sudut pandang, belajar dari pengalaman dan karakter setiap orangnya dan bagaimana harus menyikapinya, karena bagi gue setiap orang itu unik dan berbeda-beda dalam banyak hal.

Dari situ juga gue belajar bahwa ga setiap dari kita disenangi sama semua orang, seringkali bertolak belakang dan itu wajar, juga sebaliknya kita ga harus nyenengin semua orang.

kalo kayak gitu ambisinya capek banget hidup ini wkwk, mengharuskan sesuatu dari sekian banyak perbedaan di dunia ini. Bagian ini Note to self banget buat gue dan masih berproses.

Ga mudah emang, kadang goyah. Tapi lagi-lagi seperti yang gue tulis di celotehan gue sebelumnya. Yakin, ya yang penting yakinin diri dulu. Yang baik akan berbalas baik, pun sebaliknya.

Jadi jangan bosan dan lupa untuk jadi baik ya :)


 


 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya CELOTEH [Bagian 01] - Menuju Kepala Dua
1
2
Menjadi dewasa ga semudah yang dibayangin yaKadang full power banget buat ngejar target-target yang udah dibuat, kadang juga gampang bosen jadi terkesan segalanya hampa banget. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang selalu ngerumuni kepala, besar nanti jadi apa ya? Ya mungkin bahasa sekarangnya mah 'overthinking' gitu ya. Banyak definisi-definisi baru tentang hidup, dimana setiap orang yang kita kenal pasti punya pikiran masing-masing dan disaat masa transisi ini juga semua seakan berlomba mengutarakan pendapatnya. Ada rasa tenang yang bilang akhirnya gue lulus SMA. Tapi dilain sisi, rasanya semakin deg-degan buat hadapin apa yang bakal terjadi setelah ini. Dan nyatanya benar, banyak kejutan di dalamnya. Mulai dari temen-temen SMA yang dulu rasanya akrab banget perlahan mulai lost contact, entah sekarang gimana kabarnya. Di tambah lagi kadang penyakit yang namanya 'comparing self' itu suka muncul tiba-tiba, ngeliat temen kita seolah udah nemu jalan hidupnya masing-masing, rasanya suka bandingin sama apa yang kita capai sekarang, padahal kita tau itu toxic buat diri sendiri, tapi suka spontan berfikir kaya gitu. Juga bermunculannya temen-temen baru yang kadang ragu buat kenalan, entah mungkin masa-masa ini kita perlahan bahkan dituntut untuk selektif dalam banyak hal ya. Dan akhirnya yang bisa diandelin cuman diri sendiri.Tapi apakah diri sendiri selamanya akan kokoh jadi sandaran?That's the point, i think.Buat ngejadiin diri kita sebagai tempat pulang terbaik, tempat paling nyaman disaat yang ada hanya kekang, tempat paling baik disaat lainnya kian sulit.Gimana caranya?Jujur, gue pun belum tau. Yang bisa gue pegang untuk saat ini cuma yakin. Yakin kalo semua akhirnya bakalan baik-baik aja, bahkan ketika terpuruk sekalipun. At least we learn it, buat ga ngulang apa-apa yang salah. Yakin kalo setiap kita punya jalannya masing-masing, semua berproses dan semua punya definisi berhasil masing-masing. Dan yang selalu gue inget kata ibunya temen gue ga ada yang salah dalam berproses :)Dan lagi-lagi cuma yakin, gue ga sendiri, kita ga sendiri. Bahkan ketika raga kita sendiri pun kita ga benar-benar lagi sendiri. Ada Tuhan, Keluarga, Teman, dan do'a-do'a baik yang melangit dari mereka yang mencintai.فإنّ مع العسر يسرًا ، إنّ مع العسر يسرًاKalau Dia Yang Maha Kuasa menjamin bahwa disetiap kesulitan ada kemudahan. Bahkan disebutan sampai dua kali.Lantas kenapa 'saya' harus takut ketika masalah datang?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan