
Backsound Bab ini by:
Raissa Anggiani - Losing us
.
If you really love me, you will not embarrass me in front of them…
.
Like and komen yaaa terima kasih🙏

"Prill, udah dateng tuh!" Rena melongokkan kepalanya ke dalam ruangan kantor Prilly, memberitahukan bahwa tamu yang sudah di tunggunya sejak pagi tadi sudah tiba "Ganteng gilak, Prill!" puji Rena lagi sumringah, setelah bertemu dengan pria yang sangat membuatnya penasaran sejak beberapa hari lalu.
Prilly menoleh ke asal suara dibalik pintu ruang kerjanya "Udah pada diruang meeting semua?" tanya Prilly kemudian mengambil laptop miliknya yang Ia taruh diatas meja kerjanya.
Rena mengangguk yakin "Udah, dia nyariin lo tuh..." ujar Rena lagi seraya menggoda sang atasan yang berusia lebih muda darinya itu.
Prilly memang sengaja tak menunggu Refal diruang meeting bersama dengan staf yang lain dan lebih memilih menunggu pria tampan itu di ruangannya sendiri. Selain karena ruang meeting dan ruang kerjanya berjarak tak begitu jauh dan ia bisa sekalian mengerjakan pekerjaanya yang lain, juga karena ada seseorang yang sedang Ia hindari.
Sudah beberapa hari ini Ia enggan bertatap muka dengan pria itu, jangankan bertatap muka, bahkan Ia pun enggan menghubunginya jika bukan mengenai pekerjaan dan diharuskan berkomunikasi dengannya.
Bukan hanya Prilly, sang pria pun merasakan hal yang sama. Ia bahkan belum mengontak sang gadis lagi sejak kejadian perdebatan yang terjadi malam itu. Perdebatan yang membuat keduanya kini menjadi seperti asing. Baik Prilly maupun Reza, mereka berdua sedang menyembuhkan rasa sakitnya masing-masing.
Prilly merasakan sakit karena Reza menghakimi masa lalunya yang membuatnya merasa direndahkan. Prilly merasa pertanyaan dan ucapan yang pria itu tembakan padanya malam itu seperti mengorek luka baru diatas luka lamanya. Prilly yang berharap Reza dapat menjadi sosok yang bisa melindungi dan menerima Prilly apa adanya justru menjadi senjata makan tuan yang kembali mengarah tepat ke jantungnya. Menikamnya berkali-kali hanya dengan satu kalimat.
Berlebihan kah reaksi Prilly?
Bagi Prilly tentu saja tidak, Ia berhak untuk merasakan sakit dan kekecewaan karena Ia berharap jika Reza bisa menjadi pria yang mencintainya secara utuh, menerima baik dan buruk dirinya.
Terlebih lagi, semua itu hanya masa lalunya.
Sebuah cerita yang pernah Prilly tulis dalam perjalanan hidupnya saat belum mengenal sosok Reza yang kini sedang menjalin hubungan dengannya.
Lalu, kenapa sekarang hal ini menjadi masalah bagi pria itu?
Nyatanya Ia dan Refal memang tak mempunyai hubungan apapun saat ini selain hubungan professional dan pertemanan. Tapi tetap saja, pria itu masih memojokannya dengan pertanyaan bodoh itu, pertanyaan yang membuat Prilly dengan terpaksa memberitahukan tentang apa yang pernah Ia dan Refal lakukan tahun lalu. Dan yang menyebalkan adalah ketika kalimat kejujuran itu meluncur dari bibirnya, lalu kemudian sang pria merasa Prilly menyakitinya?
Apa-apaan?
Kenapa jadi pria itu yang berakting menjadi korban dalam peristiwa ini, toh Prilly bukannya melakukan perselingkuhan dengan Refal, Ia hanya bercerita soal apa yang pernah terjadi diantara mereka dahulu.
Kemudian setelah mendengarkan pengakuan dari sang kekasih, sang pria tak berani bersuara, mendiamkannya bahkan hingga mereka tiba di depan rumah Prilly.
Flashback
BMW berwarna hitam itu terparkir disisi jalan sebuah rumah dikawasan TMMI Jakarta Timur. Suara air yang jatuh dari langit terdengar mengguyur atap mobil yang dikendarai Reza, terdengar seperti alunan dari langit yang menemani Reza dan Prilly saat ini.
Pikiran Reza lebur bersama ucapan Prilly beberapa waktu tadi, sakitnya menyatu dengan malam yang sunyi dan hatinya menjadi risau luar biasa. Reza bahkan tak mampu untuk merespon pengkuan Prilly beberapa jam tadi dan kini menjadikan mereka bagai sepasang manusia asing yang duduk berdua didalam sebuah kendaraan.
Jujur saja, Reza tak menyangka Prilly akan menjawab pertanyaan isengnya dengan kejujuran seperti tadi. Reza mengira Ia hanya akan mendapatkan jawaban basa-basi dari sang wanita sekedar untuk membuat rasa cemasnya hilang. Reza mengira bahwa Ia hanya akan mendengar makian Prilly karena sesungguhnya antara Prilly dan pria bernama Refal itu memang tak pernah terjadi apapun.
Tapi... jawaban Prilly tadi seperti mendorongnya jatuh ke dasar bumi.
Sakit...
Pengakuan kekasihnya itu masih terngiang-ngiang dipendengarannya. Reza seperti mendengar suara Prilly mengucapkan kalimat itu berjuta-juta kali ditelinganya hingga membuat kepalanya pening. Seketika, saat itu juga kepala Reza seperti dipenuhi oleh adegan kotor yang Prilly dan pria itu lakukan sebelum sang kekasih mengenalnya berbulan-bulan lalu. Bayangan-bayangan yang berseliweran diotaknya seperti sebuah layar projector yang memutar film biru dengan Prilly dan Refal sebagai tokoh utamanya.
FUCK!
Hatinya seperti terbakar membayangkan itu semua, Ia bahkan tak perduli jika itu adalah masa lalu sang kekasih, yang menjadi masalah bagi Reza adalah pria itu kini kembali datang ke hadapan Prilly dan mereka akan sering bertemu sampai project ini selesai atau bahkan mungkin seterusnya?
Mengingat hal itu, Ingin rasanya Ia memaki dan meneriaki keadaan saat ini, Ia tak rela jika Prilly yang sudah menjadi miliknya itu harus Ia bagi dengan orang lain. Ia tak rela harus membagi senyuman Prilly dengan pria lain. Ia tak rela harus membagi memori yang Ia miliki dengan pejantan lainnya.
DEMI TUHAN IA TAK RELA.
Padahal yang sebenarnya terjadi adalah justru dirinya lah yang sudah melakukan itu semua kepada istrinya, membagi cinta dan tubuhnya kepada wanita lain.
Ironis dan Egois.
Apakah semua peselingkuh seperti itu?
Dia bebas membagi hati dan ranjangnya, sementara itu tak ikhlas ketika pasangannya melakukan kesalahan yang sama padanya?
"Apa lagi yang mau kamu tahu, Mas?" ditengah kebisuan Reza dan hujan yang masih mengguyur mobil yang mereka tumpangi, Prilly akhirnya memberanikan dirinya kembali bersuara karena setelah pengakuannya tadi pria itu tak mengatakan sepatah katapun "Apa kamu juga mau tahu udah berapa banyak laki-laki yang pernah tidur sama aku sebelum aku kenal kamu?" sarkas sang gadis sembari menatap Reza dengan pandangan getirnya.
"Atau kamu mau tahu cerita detailnya bagaimana aku menghabiskan malam demi malam dengan laki-laki berbeda yang bahkan kadang aku nggak kenal siapa mereka?" lanjut Prilly lagi masih menantang nurani Reza yang hingga kini masih membatu, bahkan menatap Prilly pun Reza tak mau.
"Bilang aja, apa yang mau kamu tahu tentang semua masa lalu aku sebelum aku kenal sama kamu, aku akan cerita semuanya tanpa ada yang aku tutupin..." katanya lagi seperti sedang melakukan pengakuan dosa didepan Pastor.
Suara Prilly kembali tersendat karena kini air matanya kembali jatuh. Sungguh ini sangat menyakitkan bagi Prilly tapi Ia ingin Reza tahu semua hal buruk yang terjadi dimasa lalunya, karena jika pria itu memang benar mencintainya seperti yang selalu dia gadang-gadangkan, tentunya hal ini tidak akan menjadi masalah besar bagi pria itu.
Tapi ketika melihat reaksi sang pria dihadapannya saat ini... Prilly justru meragukan perasaan Reza padanya..
Buktinya saat ini Reza masih tak juga bergeming dan hanya diam seribu bahasa, pandangan matanya menerawang ke depan, ke arah jalanan perumahan rumah Prilly yang masih diguyur hujan dan gelap karena malam dan pria itu masih tak mengindahkan Prilly.
Prilly menatap wajah tampan Reza, menunggu apa yang akan pria itu kembali tanyakan atau reaksi apa yang akan laki-laki itu berikan saat ini.
Prilly memberikan jeda untuk Reza berfikir selama beberapa saat, tapi sayangnya bahkan setelah menit berlalu, pria itu masih juga membisu dengan wajah yang dapat Prilly artikan sebagai kekecewaan.
Maka dengan itu pun Prilly menyerah, Ia mengatur nafas dan menghapus air mata dipipinya dengan pasrah. Ia tak perlu lagi bicara dengan pria ini.
Setelah tangisnya reda, dengan cepat Prilly membuka kunci pintu mobil dikiri tubuhnya bersiap untuk turun dari mobil itu. Namun ketika Prilly akan membuka pintu mobil Reza, laki-laki itu menarik pintunya dan menutupnya kembali dengan kencang hingga terdengar bunyi debam yang kuat.
Prilly terlonjak, jantungnya berdebar kuat ketika kini wajah mereka telah berjarak begitu dekat dan mata indah pria itu menatap mata cokelat Prilly penuh emosi.
"Kamu punya perasaan sama dia?" tanya Reza to the point yang membuat mata Prilly membelalak tak percaya dengan pertanyaan bodoh kedua Reza malam ini.
Prilly menyeringai, sinis.
"I don't think I need to answer that!" jawab Prilly sinis, sambil membalas tatapan mata Reza.
"You have to..." paksa Reza.
Prilly mengerutkan kedua alisnya, air mukanya sudah terlihat lebih dari sekedar marah kali ini. Ia sudah malas berdebat ataupun menanggapi pertanyaan sang pria. Sungguh pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan karena seharusnya pria itu sudah mengetahui apa jawabannya.
"I'm not going to answer questions you shouldn't be asking, Mas." Ucap Prilly "Terima kasih sudah mengantarkan aku pulang." Lanjut Prilly, lalu dengan cepat membuka paksa pintu mobil Reza dan berlari keluar dari kendaraan roda empat itu menuju ke dalam rumahnya.
Masa bodoh dengan apa yang akan Reza pikirkan, Prilly tak bisa mengontrol pikiran manusia. Hanya Reza yang mampu menghentikan imajinasi bodoh dikepalanya. Karena sekeras apapun Prilly menjelaskan pada pria itu, jika dikepalanya masih berisi hal-hal negative tentangnya maka penjelasan yang Prilly berikan hanya akan menambah perdebatan tak berguna and that's enough. Prilly tak lagi punya energi untuk kembali bersuara.
Flashback end.
"Maaf sudah menunggu lama...." Prilly masuk ke dalam ruang meeting bersama Rena, tersenyum dengan wajah ramah dan cantiknya pada semua yang ada di dalam ruangan. Begitu melihat Prilly, sosok tampan yang berdiri tak jauh dari tempat Prilly berdiri ikut sumringah. Refal, pria tampan itu, langsung berhambur menyambut sang gadis. Memeluknya penuh sopan dan mencium pipi kiri dan kanan Prilly sewajarnya, menyambut kedatangan sang MVP Maybelline itu.
"Hai..." sapa Refal, bergantian menyapa Prilly dengan tiga staf Dentsu lainnya "You look good.." puji Refal lagi menatap Prilly dari atas ke bawah.
"Bisa aja deh... you look... okay..." canda Prilly sambil tertawa pada Refal. Rena yang berada di samping Prilly tak kuat menahan tawanya. Karena baginya ini pertama kalinya dia melihat Prilly berinteraksi dengan pria selain orang-orang dikantornya, terlebih lagi pria ini sedang digosipkan dekat dengan sang sahabat.
"Bisa kita mulai aja kali ya?" usul Prilly setelah basa basi tadi, mengarahkan untuk team Dentsu Indonesia memulai presentasinya hari ini.
"Oke..." Refal dan teamnya segera menyiapkan storyboard yang sudah dibuat oleh mereka.
Storyboard dalam dunia periklanan atau TVC (Television Commercial) adalah sebuah papan cerita atau outline dalam proses pembuatan video iklan. Berbentuk seperti komik yang didalamnya menggambarkan ilustrasi cerita dan keterangan detail dalam sebuah iklan seperti sudut kamera, pencahayaan, transisi, dialog, dan lainnya. Setelah storyboard ini disetujui maka team Refal akan melanjutkan ke tahap selanjutnya yaitu proses pembuatan animasi.
Hari ini Refal datang dengan tiga staf yang berada di dalam team pembuatan iklannya yaitu copywriter, videografer, dan desainer dari Dentsu Indonesia. Refal sebagai leader team ikut mengawasi anggota teamnya yang kini sedang memaparkan detail cerita yang telah mereka buat dan duduk bersebelahan dengan Prilly yang berada disebelah kanannya. Meminta pendapat dan persetujuan akan paparan dari teamnya.
Sementara itu disudut sana, tepat disebelah James, sosok tampan lainnya tak luput memperhatikan gerak gerik keduanya sejak awal tadi. Mata elangnya tak mau lepas membidik adegan apa saja yang Prilly dan Refal suguhkan didepannya. Menahan rasa cemburunya yang sudah diubun-ubun. Menahan emosinya yang sudah dia sembunyikan sejak beberapa hari lalu.
Damn it!
Reza benci melihat sang wanita melemparkan tawa pada pria lain, terlebih lagi pria yang diketahui pernah seranjang dengan sang kekasih. Wajahnya memanas, ingin sekali rasanya melemparkan pukulannya pada wajah tampan Refal yang kini sedang berdiskusi dengan Prilly seraya mendekatkan wajahnya pada gadis itu.
Entah apa yang mereka bicarakan tapi yang Reza lihat saat ini adalah Prilly dan pria bernama Refal itu asik tertawa berdua, dilihatnya Prilly memukul kecil bahu Refal dengan genitnya kemudian pria yang juga mempunyai berewok diwajahnya itu balas tertawa seraya menatap Prilly dengan penuh arti.
ANJING!
Tangan Reza mengepal, hatinya terbakar. Tidak seharusnya Prilly bertingkah seperti ini didepannya secara terang-terangan. Prilly harusnya mengerti bagaimana perasaan Reza melihat kedekatan antara Refal dan dirinya. Tapi kenapa Prilly bersikap seolah-olah Reza ini bukan siapa-siapanya?
Oke, mereka hanya pasangan selingkuh, tapi secara tidak sah bukankah mereka adalah sepasang kekasih juga? Lalu bagimana bisa Prilly bersikap setenang ini dengan pria lain didepan Reza?
Andai saja mereka bukan menjalani cinta terlarang pasti Reza bisa dengan leluasa mengambil sikap. Tapi apalah daya? Karena hubungan mereka tak bisa untuk dipamerkan didepan publik dan Reza hanya dapat memendamnya sendiri hingga hatinya berdarah-darah karena terluka.
It's a consequence...
"Thank you, Zy..." Refal berkata pada sang desainer yang baru saja memberikan paparan terakhir yang mewakili Dentsu, staf wanita berusia 27 tahun itu tersenyum dan menyudahi kegiatannya.
"Terima kasih untuk waktunya, jika ada yang ingin ditanyakan mengenai story maupun detailnya kami persilahkan..." ujar Enzy sang desainer yang sekaligus teman satu team Refal dari Dentsu Indonesia.
Tak menunggu lama setelah paparan dari Agency, seseorang mengangkat tangannya untuk bertanya.
"May i?" tanya Reza dengan nada datarnya menghadap ke arah Refal untuk melemparkan sebuah pertanyaan, gadis cantik disamping Refal ikut bereaksi, penasaran akan apa yang ingin diutarakan sang kekasih. Sepersekian detik mereka saling melempar tatap.
"Ya silahkan, Pak Reza..." ujar Refal mempersilahkan.
"Maaf sebelumnya, ada yang ingin saya tanyakan untuk storyboard yang Anda paparkan.." buka Reza.
"Ya, please..." Refal mempersilahkan dengan ramah.
"Apakah dengan storyboard yang Anda paparkan tadi Anda yakin dapat mencapai target seperti yang kami inginkan?" tanya Reza.
"Baik Pak Reza, menurut saya..."
"Sorry pak Refal, saya belum selesai..." Reza mengarahkan kelima jarinya pada Refal, menghentikan pria itu untuk bicara "Dan... Apa konsekuensi kami sebagai Brand jika kami mengikuti atau menyetujui storyboard ini? terima kasih..." lanjut Reza lagi.
Prilly dan staff yang berada di ruang meeting jujur saja cukup merasa terkejut dengan pertanyaan-pertanyaan yang Reza lontarkan, karena setahu mereka setiap kali ada project atau meeting project, Reza adalah sosok yang paling tenang dan sangat jarang menekan Agency maupun client seperti saat ini.
"He's on fire..." James menahan senyum mendengar pertanyaan Reza yang lumayan dia pahami meskipun dalam bahasa Indonesia.
Peserta meeting tertawa mendengar celotehan James, bule singapore yang terkenal friendly itu.
"Menurut saya walaupun sebenarnya tidak banyak revisi untuk storyboard yang kalian presentasikan tapi apa yang Pak Reza tanyakan tadi sudah cukup mewakili Brand..." timpal Pak Bernard yang duduk di sebelah kanan Reza.
Refal tersenyum dengan ramah mendengar ucapan sang client lalu berdiri dari duduknya dan maju ke depan untuk menjawab pertanyaan Reza tadi.
"Terima kasih Pak Reza untuk pertanyaannya, saya akan menjawab sekaligus pertanyaan dari Pak Reza..." Refal mengarahkan pandangannya pada Reza "Script dan story yang kami buat sudah sesuai dengan visi dan misi serta keinginan dari Brand, dalam hal ini Maybelline. Selain itu kami juga sudah menyesuaikan cerita dengan event new year serta pemilihan model yang sudah ada." jelas Refal dengan percaya diri "Jika Anda lihat, di slide ketiga kami sangat menekankan kelebihan dan perbedaan Brand dengan barang serupa dan sekalipun pricenya Maybelline lebih mahal diatas Brand lain tapi saya yakin buyer tidak akan ragu untuk tetap memilih Maybelline karena Buyer percaya kualitas yang diberikan Maybelline memang membutuhkan materials yang terbaik. Dan itu yang akan kami highlights dalam iklan yang akan kami buat. So, Pak Reza, proudly said you wont regret to follow our storyboard. Terima kasih..." Refal mengakhiri speechnya dengan rasa percaya diri.
Prilly melirik pada Refal sambil tersenyum, bangga dengan rasa percaya diri sahabat lamanya itu yang kemudian dibalas oleh senyuman Refal padanya.
"Well..." ujar Reza "To be honest, I'm not really sure about your answer, because all agencies will say the same thing. But since the company decided on it, I can only agree to it too." balasnya lagi seperti tidak mempercayai dan meragukan ucapan Refal.
Prilly melirik Reza dengan pandangan tak suka, karena Prilly yakin ucapan Reza pada Refal kali ini bukan hanya karena perusaHan semata tapi juga ada ketidaksukaan secara personal didalamnya.
Prilly knew that this man was having a hard time controlling his anger and emotions.
***
Setelah meeting selesai mereka semua berbincang-bincang di ruang meeting, kembali membicarakan tentang project iklan bersama Dentsu sambil bercengkrama dengan sewajarnya. Disudut kiri meja meeting terdapat beberapa hidangan dan kudapan untuk makan siang mereka, dari sekedar snack hingga menu makanan berat lainnya. Staff yang ikut meeting hari ini lebih banyak dari sebelumnya, minus Bu Julia yang memang sedang ada meeting diluar.
Suasana riuh terdengar, Prilly bergabung bersama Refal, James, Pak Bernard dan Enzy sedangkan Rena, Dave dan staf lainnya berkumpul disudut lainnya.
Ditengah perbincangan mereka, seseorang yang sejak tadi tak luput memperhatikan Prilly menyapa mereka dan berpamitan untuk meninggalkan tempat lebih dulu dengan alasan ada pekerjaan lain yang harus Ia kerjaan segera.
Setelah berpamitan kepada sang bos, Reza, sosok tampan itu pun pergi melengos begitu saja bahkan tak sedikitpun menoleh pada Prilly. Sekilas pandangan mata Prilly mengekori kepergian Reza ketika melewati dirinya sebelum akhirnya Ia kembali berbincang dengan sejawat dan bos yang berada didepannya.
Prilly tahu, Reza pasti tak suka melihat kedekatan dirinya dan Refal karena selama hampir tiga bulan ini mereka menjalin hubungan rahasia, inilah pertama kalinya terjadi perang dingin diantara keduanya.
Jujur saja sebenarnya Prilly merindukan pria itu, tak berkomunikasi dengan Reza sungguh menyiksa hatinya. Tapi, Prilly tidak bisa membiarkan sikap Reza yang selalu seperti ini. Prilly harus membuat Reza mengerti jika sikapnya kemarin adalah sebuah kesalahan besar dan kecemburuannya pada Refal sungguh sangat tidak diperlukan. Belum lagi Reza selalu kalah oleh emosinya bahkan disaat sedang didepan orang-orang kantornya. Kadang sikapnya yang seperti itu membuat Prilly takut dan waswas. Ia takut hubungan mereka diketahui orang banyak dan demi Tuhan Prilly tidak siap mendapatkan hujatan karena kesalahannya.
Karena itulah Prilly harus membuat Reza sadar dan mengerti, jika Ia tidak menyukai hal-hal seperti ini. Prilly tidak suka dicurigai tanpa alasan dan mendiamkan Reza adalah salah satu cara terbaik.
Sepuluh menit setelah Reza pergi, tiba-tiba handphone Prilly berbunyi. Handphone yang sedang Ia pegang ditangan kanannya bergetar karena ada panggilan masuk dari seseorang. Dilihatnya nama yang tertera dilayar berukuran 5.5 Inchi itu.
"Maaf, permisi saya angkat telepon dulu...." pamit Prilly pada Refal dan yang lainnya. Refal mengangguk, namun pandangannya tetap mengekori kemana Prilly pergi. Penasaran dengan panggilan telepon yang baru saja Prilly terima, karena tadi sekilas Refal sempat melihat nama yang tertera dilayarnya. Nama yang sama yang dulu juga pernah menelepon Prilly saat pertemuan pertama mereka di Hotel saat meeting.
Mas Reza...
Mas Reza yang itu kan? Mas Reza yang menelepon Prilly adalah Reza yang tadi meeting bersama mereka?
Memang tak ada yang aneh jika rekan kerjanya menelepon Prilly, tapi... ah, pikiran gila ini kenapa berputar-putar dikepala Refal saat ini.
Entah kenapa Refal penasaran dengan pria bernama Reza itu, karena Ia merasa sikap laki-laki itu terasa sedikit sinis padanya. Entah ini nyata atau hanya perasaan Refal saja tapi yang Refal rasakan begitulah adanya.
Diluar ruang meeting, Prilly mengangkat panggilan dari sang kekasih dengan perasaan campur aduk.
"Ya, Halo..." Prilly bersuara dengan nada yang Ia tahan sebisanya agar tak terdengar terlalu excited.
"Kamu masih disana?" tanya Reza tiba-tiba, entah apa maksudnya.
"Masih, kenapa?"
"Masih lama HAHA HIHI nya?" tanya Reza sarkas.
Prilly menarik nafasnya dengan berat, Ia pikir Reza akan mengajaknya berbaikan tapi ternyata Reza masih bersikap sama menyebalkannya.
"Aku lagi kerja Mas, bukan haha hihi seperti yang kamu bilang.." balas Prilly sinis.
Astaga Tuhan, tolong hentikan berdebatan bodoh ini.
"Meeting sudah selesai itu tandanya kerjaan kamu juga sudah selesai, jadi seharusnya kamu nggak perlu berlama-lama disana... " sahut Reza diujung telepon sana.
"Kamu nelepon aku cuma mau ngomong ini?" tanya Prilly bersiap untuk mengakhiri percakapan tidak bergunanya dengan Reza.
"Aku mau kamu balik keruangan sekarang dan berhenti haha hihi sama mereka..." suruh Reza memaksa.
Prilly benci ini...
"Kalau aku nggak mau, terus kamu mau apa?" Prilly malah menantang balik Reza.
"Berarti kamu sudah memberikan jawaban tentang pertanyaan aku malam itu.." katanya lagi mengingatkan Prilly pertanyaan tentang perasaannya pada Refal.
"Aku rasa aku perlu jelasin ini sama kamu..." Prilly bersuara "Aku sama Refal hanya berteman dan sebatas rekan kerja, baik dulu ataupun sekarang itu nggak akan pernah berubah. Dan kamu juga harus tahu satu hal, kalau aku memang punya perasaan sama laki-laki lain, aku nggak akan ada disini sama kamu, aku nggak akan mau dengan bodohnya menjadi perempuan kedua diantara kamu dan Mbak Hanum. Is that clear, Mas?" jelas Prilly kembali mengungkit akan status dirinya dalam hidup Reza, barangkali saja pria itu lupa soal status hubungan mereka yang sesungguhnya hingga bersikap seperti remaja yang sedang cemburu buta.
Reza tak menjawab, karena memang dia selalu tak punya jawaban setiap kali Prilly melemparkan fakta-fakta mengenai mereka dan berakhir dengan diam seribu bahasa.
"Udah ya, aku harus kembali ke dalam mau lanjut HAHA HIHI lagi sama mereka. Bye.." katanya menekan kata HAHA HIHI untuk menyindir ucapan Reza kemudian menutup teleponnya dengan segera.
Demi Tuhan, Prilly hanya ingin menjalin hubungan yang tenang dan penuh dengan rasa percaya. Ia sudah lelah jika harus merasakan ini lagi. Selama ini Ia tak pernah menuntut lebih pada pria itu, apakah permintaannya kali ini pun begitu sulit Reza kabulkan?? Prilly hanya ingin kepercayaan dari Reza, sungguh hanya itu yang Ia inginkan.
****
Dan terjadi lagi
Kisah lama yang terulang kembali
Kau terluka lagi
Dari cinta rumit yang kau jalani
Aku ingin kau merasa
Kamu mengerti aku mengerti kamu
Aku ingin kau sadari
Cintamu bukanlah dia
Dengar laraku
Suara hati ini memanggil namamu
Kar'na separuh aku
Dirimu
Musik dari sebuah Band mengalun menghiasi Cafe yang Reza datangi malam ini, suara sang vokalis terdengar indah menyanyikan lagu yang sangat Reza hafal liriknya dari jaman Ia masih muda dahulu. Lagu yang sempat begitu populer yang dinyanyikan oleh vokilas paling fenomenal di Indonesia saat itu, Ariel Noah. Dulu Reza tak pernah segalau ini setiap kali mendengar lagu ini, tapi entah kenapa malam ini ketika Reza mendengarkan liriknya dengan seksama Reza merasa sejalan dengan isi lagunya. Kenapa bisa sangat kebetulan lagu inilah yang mereka mainkan di malam Reza mendatangi Cafe favorit yang sering Ia jadikan tempat berkumpul dengan sahabat-sahabatnya.
Sang vokalis masih terus melantunkan bait demi bait dan nada demi nada, lalu disaat yang bersamaan Reza masih sibuk dengan lamunannya sejak lima belas menit tadi dia berada disana. Pikirannya yang sedang kacau jadi semakin tak karuan karena mendengar lagu Separuh Aku milik Band Noah ini.
Reza tak menyadari jika sudah sejak datang dirinya lebih banyak termenung dan diam, melihat itu Oka yang sudah dikenalnya sejak kuliah dulu itu pun akhirnya tak tahan untuk tak menegur Reza.
"Kenapa lu?" tanya Oka pada akhirnya, tak tahan dengan diamnya sang sahabat "Dari tadi gua perhatiin lu bengong mulu kayak lagi ada yang lu pikirin." lanjut Oka lagi penasaran. Ia hapal betul dengan semua gerak gerik Reza. Bersahabat belasan tahun dengannya tentu saja sudah membuat Oka hapal luar dalam apapun tentang sang sahabat.
"Kita udah jarang ketemu, lu juga udah susah kalo diajakin nongkrong, sekarang sekalinya ketemu lu malah kebanyakan bengong." kata Oka lagi "Lu lagi ada masalah sama Hanum?"
Mendengar pertanyaan beruntun Oka membuat nyawanya yang tadi sempat melanglang buana pun akhirnya kembali menyatu. Oka dan sahabat-sahabatnya yang lain memang belum tahu perihal perselingkuhannya dengan Prilly. Meskipun sebenarnya Reza sangat butuh tempat cerita, tapi menceritakan rahasia tergelapnya pada teman-temannya adalah sebuah ide yang gila.
"Biasalah lagi pusing aja gua..." jawab Reza ragu.
"Iya keliatan. Lu pusing soal kerjaan atau soal keluarga nih?" tanya Oka lagi "Udah cerita aja sama gua Za kalau emang ada yang lagi lu pikirin, jangan dipendem. Ntar gila lu!" saran Oka sambil tertawa lalu meminum beer kaleng yang tadi dia pesan.
Reza menengadahkan kepalanya kebelakang seraya menghela nafasnya yang terasa penuh beban, Oka tak tahu masalah apa yang sedang dilanda sang sahabat tapi dilihat dari reaksi Reza, jelas ini bukan masalah kecil.
"Mumpung Ernest sama Chicco belom dateng, lu bisa cerita apa aja ke gua..." kata Oka lagi menawarkan. Sejak jaman kuliah dulu, diantara mereka berempat Reza memang paling dekat dengan Oka. Bagi Reza, Oka sudah seperti keluarga untuknya. Senang, susah, suka, duka sudah mereka lalui. Dari jaman pusing memikirkan skripsi hingga pusing karena jodoh dan karir, Oka lah sosok yang selalu Reza andalkan.
Reza, Oka, Ernest dan Chicco sudah berteman dari awal masuk kuliah. Awal perkenalan mereka adalah saat masa Ospek karena mereka berempat sempat terkena hukuman dari kakak senior karena tidak membawa perlengkapan sesuai yang diminta. Dan sejak Ospek itulah mereka menjadi teman dekat. Meskipun Chicco dan Ernest mengambil Jurusan yang berbeda dengan Reza dan Oka, ternyata hubungan persahabatan mereka tidak putus bahkan hingga saat ini. Reza bersyukur bisa memiliki mereka sebagai sahabat, terlebih lagi memiliki Oka sebagai sahabat dekatnya.
"Ya kalo emang nggak ada yang mau lu ceritain juga nggak apa-apa..." lanjut Oka lagi masih menawarkan diri untuk menjadi teman cerita bagi Reza.
"Harusnya gua nggak ngebahas ini sama siapapun..." ujar Reza membuka percakapan "Karena gua tahu gua salah, tapi.... gua bener-bener nggak bisa nolak ini, Ka..." lanjutnya lagi.
Oka mendengarkan cerita Reza dengan serius.
"Lu kenapa?" tanya Oka untuk kesekian kalinya.
Reza menghentikan minumnya, kemudian menatap Oka yang duduk didepannya penuh dengan rasa bimbang. Salahkah jika Ia menceritakan hal ini pada Oka?
Tapi... sungguh Reza hampir gila menyimpan semuanya sendiri.
"Lu bisa percaya sama gua, Za." ucap Oka kembali meyakinkan.
Jutaan jarum seperti menusuk-nusuk batok kepala Reza saat ini, berdenyut dan membuat pria tampan itu merasakan sakit kepala yang teramat karena stress dan menyimpan banyak pikiran tentang hubungannya dengan Prilly. Terlebih lagi sudah beberapa minggu ini dia dan Prilly tak saling berkomunikasi.
"Gua jatuh cinta lagi, Ka..." akhirnya kalimat itu meluncur dengan tanpa ragu, menembus pendengaran Oka yang dibarengi dengan suara vokalis band yang masih menyanyikan lagu-lagunya di atas panggung.
"Maksud lu?" Oka belum paham arti kalimat yang baru saja sahabatnya lontarkan.
"I cheated on her.." ujar Reza dengan jujur "Gua jatuh cinta lagi sama perempuan lain, Ka..." akunya to the point.
Mendengar pengakuan sang sahabat, Oka tak langsung bereaksi. Ia sempat terdiam beberapa saat, mencoba untuk menelaah kata perkata yang baru saja dikumandangkan oleh sahabat semasa kuliahnya yang terkenal alim dan tidak pernah macam-macam itu. Oka mencoba mencari kebohongan dari air muka dan mata sahabatnya, mengais dengan dalam untuk menemukan sebuah kebohongan akan pengakuannya barusan.
Tapi sayangnya, Oka tidak menemukannya karena memang Reza tidak berbohong.
"SHIT!" kata pertama yang keluar dari mulut Oka "Lu serius???" lanjut Oka lagi didetik berikutnya.
Reza mengangguk pelan, jujur saja ada sedikit rasa malu yang Reza rasakan kini menjalar kesekujur tubuhnya.
"Dari kapan?" tanya Oka pada akhirnya, sedikit memajukan tubuh kekarnya ke arah Reza duduk agar pertanyaannya tidak didengar oleh pengunjung dimeja sebelah mereka.
"Beberapa bulan yang lalu..."
"Udah gila lu, Za!" sahut Oka tak percaya. Oka jadi ragu apakah laki-laki didepannya saat ini benar-benar Reza Rahadian yang Ia kenal?
"Gua beneran cinta sama dia..." aku Reza jujur "Gua udah nyoba nahan Ka, tapi makin gua tahan gua makin kayak orang gila." jelasnya lagi tentang perasaan yang Ia punya pada Prilly.
"Lu bener-bener nyari mati, Za!" ujar Oka tak habis pikir "Terus Hanum gimana?"
"Hanum belum tahu..." jawab Reza.
"Belum ya Za, bukan berarti nggak akan tahu..." tekan Oka "Lu kenapa bisa gini sih, Za? Kesambet apaan sih lu?" selama Oka mengenal Reza, pria dihadapannya ini tak pernah sekalipun bermain-main dengan sebuah hubungan. Bahkan Oka tahu sesulit apa Reza mendapatkan Hanum, tapi, Oka tak habis pikir kenapa bisa semudah ini dia mendua?
"Lu nggak akan ngerti!" sangkal Reza.
"Jujur emang iya gue nggak ngerti. Emang Hanum kurang apa sih? Dia bikin salah apaan sampe bisa bikin lu lari ke perempuan lain?" tanya Oka lagi kali ini lebih detail.
"Gua yang salah Ka, gua yang nggak bisa nahan perasaan gua untuk dia. Hanum nggak ada salah atau kekurangan apapun. Bahkan dia terlalu sempurna buat gua..." jelas Reza jujur mengakui kebrengesekan dirinya.
"Itu makin aneh lagi!" sahut Oka "Lu nggak inget gimana susahnya lu dapetin Hanum dulu? Bertahun-tahun lu nunggu dia sampe akhirnya bisa nikahin dia. Lu nggak inget perjuangan lu dulu?" katanya lagi.
Reza terdiam. Ia tahu Ia tak punya alasan tepat apapun yang dapat membuat dirinya berhak menduakan seorang RaiHanum.
"Za, gua bukannya mau ikut campur masalah rumah tangga lu ya, tapi sebagai temen gua cuma mau ngingetin lu. Kalau lu udah berani main api, lu harus siap suatu saat nanti lu akan terbakar!" Oka mengingatkan.
"Iya gua tahu." jawab Reza.
"Dan lu yakin lu siap?" Oka kembali bertanya "Lu yakin lu siap kehilangan semuanya? Kehilangan Hanum, kehilangan Alana? Lu udah siap?"
Reza menatap Oka dengan getir, pertanyaan yang sangat sulit Reza jawab. Sanggupkah Ia kehilangan mereka berdua? Terlebih lagi, kehilangan Alana?
"Lu kenal dia dimana?" Oka mengganti pertanyaannya lagi, kali ini jujur Oka penasaran dengan selingkuhan Reza, wanita yang bisa membuat sahabatnya yang baik ini menjadi pribadi yang sangat jauh berbeda.
"Di kantor. Tapi Dia beda divisi sama gua..." jawab Reza jujur.
"Astagaaaa..." Oka menepuk dan mengusap keningnya karena kini kepalanya ikut pening mendengarkan pengakuan demi pengakuan dari Reza "Kalau sampai ada orang kantor yang tahu, lu bisa tamat, Za!" Oka bukannya mau menakuti Reza, tapi justru Ia sedang berusaha membuka pikiran pria itu agar sadar akan resiko apa yang akan diterimanya dengan hubungan gelapnya dengan Prilly.
"Sekarang gua tanya sama lu..." mereka saling menatap dengan wajah serius "Mau lu bawa kemana hubungan lu sama tuh cewek? Mau selamanya lu jadiin simpenan? Atau dia mau lu nikahin juga? Dan... seandainya nanti Hanum tahu, siapa yang akan lu pilih?"
Pertanyaan bertubi-tubi Oka saat ini seperti menampar pipi Reza bolak-balik menyadarkannya, karena itulah yang seharusnya Reza pikirkan sejak awal mereka menjalin hubungan. Karena hingga kini, Reza masih belum punya jawaban tentang hubungannya dengan sang gadis.
"Kalau lu nggak bisa jawab pertanyaan gua, itu artinya lu harus siap kehilangan semuanya, Za..."
"Kok lu ngomongnya gitu sih, Ka?" Reza ketakutan.
"Za, kita hidup itu harus punya pilihan. A atau B. Nggak bisa semuanya lu milikin. ketika lu mendapatkan sesuatu dengan cara yang salah, lu harus siap kehilangan sesuatu yang berharga lainnya yang lu punya. Ya, kecuali lu ada niat buat poligami dan mereka berdua mau dipoligami itu beda soal..." jelas pria yang sudah mempunyai dua orang anak itu.
"Ya nggak poligami juga.." tolak Reza.
"Ya udah, sekarang lu pikirin aja baik-baik, mumpung hubungan lu sama dia belum lama dan Hanum belum tahu, lu masih bisa menghentikan dan memperbaiki semuanya..." usul Oka untuk menyudahi hubungan Reza dengan Prilly.
"Gua cinta sama dia, Ka!"
"Cinta lu itu semu, Za. Yang lu rasain sama dia itu bukan cinta tapi cuma rasa berbeda karena dia orang baru. Semua hal yang baru memang terlihat menyenangkan..." ucap Oka lagi.
"Woy bro!!" suara melengking dari sosok tampan dengan lesung pipinya terdengar, spontan Reza dan Oka menoleh ke arah kiri mereka. Dilihatnya Chicco dan Ernest yang memang bekerja di perusaHan yang sama itu berjalan ke arah mereka dengan senyum mengembang.
"Gua harap lu nggak cerita soal ini ke siapa pun termasuk ke Ernest sama Chicco." pinta Reza berbisik "Biar gua yang ngurus semuanya, Ka. Lu nggak perlu khawatir, gua bakalan usahain nggak akan ada yang tersakiti..." jelas Reza mengungkapkan janji semunya.
"Gua nggak akan ikut campur masalah lu, Za, tapi bukan berarti gua ngedukung hubungan lu sama tuh cewek!" jawab Oka jelas.
"Whatsapp my maaannn..." Chicco dengan gaya slengeannya datang berhambur mendekati mereka dengan wajah tampan dan cerianya.
"Akhirnya bisa kumpul lengkap juga kita..." kata Ernest, pria sipit berdarah Tionghoa yang menikah paling duluan diantara mereka berempat itu.
Reza dan Oka langsung berdiri menyambut sahabat-sahabatnya itu dengan senyuman dan mencoba melupakan perbicaraan yang tadi dia dan Oka perbincangkan. Bukannya Reza tak mau memberitahukan dua temannya yang lain soal hubungan rahasianya tapi Reza ogah berdebat kusir dengan Chicco, sahabatnya yang hingga kini masih lajang. Karena Reza tahu, Chicco pasti akan bereaksi lebih dari yang lain jika mendengar pengakuannya dan setiap kali mereka berbeda pendapat itu akan menjadi pertikaian yang sangat panjang karena itulah Reza berusaha untuk menghindari itu semua. Biarlah Oka saja yang tahu akan sisi kelam dirinya, Ernest dan Chicco tak perlu mengetahuinya juga.
***
Plaza Indonesia, Jakarta
Sudah hampir tiga minggu ini perang dingin antara Reza dan Prilly berlangsung tanpa jeda. Terakhir kali mereka berkomunikasi diluar masalah pekerjaan sekitar satu minggu yang lalu dan itupun tetap berakhir dengan pertikaian. Bagi Prilly kata maaf Reza dan perubahan sikapnya itulah yang selalu Prilly inginkan. Tak ada lagi cemburu buta, tak ada lagi kata-kata sinis.
Tapi nampaknya Reza belum bisa melakukan itu semua, karena setiap kali Prilly dan Refal harus berinteraksi hanya karena pekerjaan mereka, Reza tetap saja tak dapat mengontrol sikap dan emosinya. Prilly ingat betul minggu lalu, ketika Reza tahu Prilly dan Refal ada meeting diluar kantor, dengan sikap kekanakannya Reza mengirim pesan whatsapp pada Prilly dengan kata-kata yang kembali membuat Prilly jengah. Sungguh sangat menjengkelkan. Sikap childishnya ini sangat berbahaya, jadi lebih baik Prilly menjauhi pria itu untuk sementara waktu dan meminta Reza untuk menjauhinya juga. Setidaknya sampai project ini selesai.
Reza bukannya tak mencoba untuk menghubungi sang gadis, hanya saja semakin Reza menekan Prilly, semakin Prilly menjauhinya dan Reza tidak sanggup untuk lebih jauh dari ini. Maka dari itu Ia memilih membiarkan Prilly menyendiri meskipun rasa rindunya semakin hari semakin menumpuk. Kini bukan hanya amarah dan cemburu yang Reza rasakan tapi juga kerinduan.
Dan untuk mengurangi rindunya yang menggila, kini Reza lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarganya. Reza selalu pulang tepat waktu dan waktu weekendnya selalu Ia pakai bersama keluarganya entah itu menonton tv dirumah atau sekedar ngemall bersama istri dan anaknya, seperti weekend kali ini contohnya. Reza, Hanum dan Alana menikmati hari liburnya disalah satu Mall elite di Jakarta Pusat. Selain untuk mengajak Alana jalan-jalan juga sekalian untuk mencari pakaian yang akan Reza dan Alana kenakan di pesta pernikahan Sheila minggu depan.
Setelah membeli Jas dan gaun untuk sang putri, mereka pun beranjak menuju sebuah restoran chinese ternama di Mall tersebut karena restoran chinese adalah tempat favorite mereka untuk makan bersama.
"Silahkan..." seorang pelayan mempersilahkan Reza, Hanum dan Alana duduk di meja yang sudah mereka reservasi sebelumnya, tempat yang mereka pesan tak jauh dari pintu masuk. Hanum dan Alana duduk membelakangi pintu sedangkan Reza duduk didepan mereka.
"Alana mau ini ya, Bun.." tunjuk sang putri pada salah satu makanan ketika mereka sedang melihat menu yang disediakan.
"Iya sayang." jawab Hanum "Kamu mau apa, Mas?" Hanum bertanya pada Reza yang sedang asik dengan handphone ditangannya.
"Aku ikut kamu aja..." kata Reza.
"Mbak, saya pesan Sup Wan Tan isi daging dan sayurannya 1, Lumpia Kulit tahu gorengnya 2, Bebek asin nanjing 1, Tumis telur dadar udang 1, Hakau 2 porsi, Nasi goreng Shanghai 2." Hanum menyebutkan pesanannya pada sang pelayan "Mas, kamu minumnya apa?" tanya Hanum pada Reza.
"Air mineral dingin aja..."
"Air mineral dingin 2, yang nggak dingin 1 sama orange jusnya 2... itu aja Mbak terima kasih..." Hanum menyelesaikan pesanannya.
"Baik saya ulangi pesanannya ya Bu, Sup Wan Tan isi daging dan sayurannya 1, Lumpia Kulit tahu gorengnya 2, Bebek asin nanjing 1, Tumis telur dadar udang 1, Hakau 2 porsi, Nasi goreng Shanghai 2, Air mineral dingin 2, yang tidak dingin 1 dan orange jusnya 2. " ujar sang pelayan dengan ramah "Itu saja pesananya ya Bu, mohon ditunggu sebentar.."
"Terima kasih Mbak.." Hanum menyerahkan daftar menu pada wanita berkulit putih itu.
Setelah sang pelayan pergi, Reza dan Hanum asik membicarakan soal rencana pesta pernikahan Sheila minggu depan. Karena Hanum dan Marsha akan menjadi Bridesmaid Sheila jadi mereka harus hadir lebih awal, sementara itu Reza, Alana dan Jizzy akan hadir di acara resepsinya saja, kebetulan Marsha juga akan menitipan Jizzy pada Reza karena kesibukannya sebagai Bridesmaid.
"Tante Linda udah nyiapin kamar untuk kita, jadi kamu sama Alana datang pas resepsinya aja.." jelas Hanum.
"Akadnya digedung yang sama?" tanya Reza.
"Iya gedung yang sama cuma hall yang beda sih..." jawab Hanum "Kamu nggak masalahkan Mas ketemu temen-temen aku lagi? Soalnya mereka semua pasti dateng..." kali ini Hanum menjelaskan pada sang suami tentang kemungkinan kehadiran Denny dan yang lainnya.
"Iya tenang aja nggak masalah kok.." jawab Reza santai, Ia sedang tak ingin memikirkan tentang Denny saat ini karena yang ada dipikiran Reza sekarang adalah Prilly dan teman satu malamnya itu.
"Ayah, ada Tante Barbie tuh!" celetuk Alana tiba-tiba.
Jantung Reza nyaris saja melompat keluar mendengar ucapan sang putri. lalu dengan cepat Reza menoleh ke arah belakang tubuhnya dan melihat seseorang yang ditunjuk Alana diujung sana. Meskipun jarak mereka lumayan jauh, tapi Reza dapat mengenali sosok cantik yang sedang memunggunginya itu.
Disana, di kursi paling pojok Reza melihat sosok cantik dengan rambut tergerainya sedang berbicara dengan sosok lainnya yang juga Reza kenal, sosok yang menjadi sumber pertikaian mereka berdua selama beberapa minggu ini. Sosok yang membuat ketar-ketir seorang Reza. Sosok yang sudah mengenal Prilly jauh sebelum Reza mengenal sang gadis.
Prilly sedang makan bersama Refal disana.
Tangan Reza mengepal menahan rasa cemburunya yang kembali menggelitik. Sudah berminggu-minggu Prilly memberikan Reza Silent Treatment tapi disini dia dengan seenaknya makan malam bersama pria sialan itu, di malam minggu pula.
Bagaimana rasa cemburu Reza tidak makin membuncah jika sikap Prilly selalu seperti ini.
BRENGSEK!
"Oh iya bener Mas, itu Prilly deh kayaknya..." Hanum ikut menoleh pada sosok yang Alana tunjuk.
"Ya udah biarin aja lah.." jawab Reza belaga tak perduli, padahal hatinya sudah menggila tak karuan.
"Kamu nggak mau nyapa dia?" tanya Hanum memberi saran yang tentu saja akan ditolak mentah-mentah oleh sang suami.
"Buat apa?" ujar Reza seraya melihat dari jauh, sang wanita sedang tertawa-tawa bersama dengan pria yang sudah beberapa minggu ini membuatnya cemburu buta.
"Iya sih, nggak enak juga kalau ganggu mereka..." balas Hanum "Itu pacarnya Prilly ya, Mas?" tanya Hanum lagi, masih dengan celotehannya. Dia tidak tahu saja, jika Reza sedang menahan kuat-kuat emosinya saat ini.
"Bukan, itu klien perusaHan." Reza menjawab dengan cuek, menyangkal ucapan sang istri dengan pedenya.
"Oh ya? Tapi mereka kayaknya akrab banget deh, ganteng lagi cowoknya. Masa sih cuma klien?" lagi, Hanum mengomentari Prilly dan Refal yang asik bercengkrama dengan happynya.
"Setahu aku Prilly udah punya pacar tapi bukan cowok itu..." ucapnya lagi menjelaskan tentang status gadis cantik itu dan Refal yang hanya sebatas rekan kerja dan bahwa sebenarnya Prilly sudah memiliki kekasih tapi bukan Refal orangnya melainkan adalah dirinya.
"Ohhh gitu... padahal kalau dilihat-lihat mereka serasi loh, Mas. Cowoknya juga ganteng banget lagi..." puji Hanum bertubi-tubi pada Refal.
Reza tak menggubris ucapan Hanum, Ia memilih berpura-pura kembali sibuk dengan handphone ditangannya walaupun didalam hatinya saat ini pikirannya sudah berkecamuk membabi buta. Saat ini dalam pikiran Reza, Ia ingin sekali menghampiri mereka berdua dan menyeret Prilly pergi dari hadapan laki-laki itu.
Tapi apa mau dikata?
"Alana mau ke Tante Prilly boleh nggak, Bun?" pinta Alana dengan wajah lugunya. Rambut hitamnya yang berkuncir dua itu bergoyang-goyang dengan imutnya.
"Lain waktu aja ya sayang, Tante Prilly nya lagi ada temannya tuh..." ujar Hanum.
"Yaahhh..." ujar Alana kecewa.
Diantara ratusan Mall di Jakarta, kenapa mereka harus bertemu lagi di Mall yang sama dan makan di satu restoran yang sama pula. Sungguh kebetulan yang sangat amat konyol.
***
26 Agustus 2017
Sheila's Wedding, 4PM
The Dharmawangsa Hotel - Nusantara Ballroom
Suara gamelan sunda mengalun dengan syahdu mengiringi akad pernikahan Sheila dan Vidi sore ini, para tamu telah duduk menantikan calon pengantin pria dan wanita yang sebentar lagi akan hadir di depan mereka untuk melakukan ijab kabul. Nuansa tradisional sunda begitu kentara. Dekorasi bernuansa hijau dan gold membuat venue akad pernikahan mereka terlihat begitu mewah dan manis. Para tamu dikanan dan kiri venue sudah tak sabar menantikan acara sakral ini, acara yang sudah ditunggu-tunggu oleh keluarga besar Sheila.
Akhirnya putri tersayang keluarga Tanjung ini sudah menemukan belahan jiwanya setelah melanglang buana ke semua benua. Bahagia dan haru melebur jadi satu ketika pada akhirnya Vidi dan keluarganya muncul dari pintu masuk mengenakan pakaian adat sunda berwarna gold kehijauan. Senyum pria itu sumringah ketika perlahan Ia berjalan memasuki Venue Akad, menatap lurus pada sang calon mempelai yang sebentar lagi akan mengikrarkan janji sehidup semati dengannya. Wajah bahagia jelas terpancar dari kedua orang tua Sheila karena apa yang mereka inginkan sejak lama dalam hitungan menit akan benar-benar terjadi.
Acara akad nikah Sheila dan Vidi memang sengaja tidak mengundang banyak tamu, yang datang hanyalah saudara dan sahabat dekat mereka berdua salah satunya adalah Hanum dan Marsha. Gaun maroon yang Hanum gunakan terlihat begitu cerah seperti menggambarkan pernikahan Vidi dan Sheila saat ini.
Setelah acara penyambutan ala adat Sunda, Vidi dan Sheila pun duduk di depan penghulu dengan wajah yang terlihat bahagia. Dalam hati, Vidi sangat khawatir jika nanti Ia salah megucapkan ijab kabulnya. Sementara itu Sheila yang berada disampingnya tersenyum dengan excited menantikan moment yang Ia harap hanya akan terjadi sekali seumur hidupnya ini.
Lantunan ayat suci Al-Qur'an berkumandang dengan syahdunya ke seluruh venue, para tamu menunduk dan mengaminkan setiap doa yang dipanjatkan. Marsha dan Hanum menanti dengan tegang disalah satu sudut kursi undangan bersama para sahabat Sheila semasa kuliah termasuk Denny. Mereka terharu karena akhirnya Sheila telah menemukan tambatan hatinya yang dapat menerima dirinya apa adanya.
Setelah pembacaan Surah An-Nisaa Ayat 1 dan Ar-Rruum Ayat 21 tentang pernikahan, akhirnya penghulu mempersilahkan Sheila untuk meminta izin nikah pada ayahandanya.
"Bismillahirrahmanirrahim, Papi dan Mami... saya selalu merasa beruntung berada di keluarga yang sangat menyayangi saya dengan orang tua yang selalu menjaga dan mendukung jalan yang ingin saya tempuh. Terima kasih telah mendidik dan membimbing juga memberikan contoh yang baik selama saya bertumbuh. Hari ini saya ingin mengucapkan terima kasih Papi dan Mami untuk semua yang sudah diberikan kepada saya hingga detik ini. Saya sadar hingga detik ini banyak hal-hal yang mungkin saya lakukan yang telah menyakiti Papi dan Mami dan dikesempatan ini saya juga ingin meminta maaf untuk segala kesalahan yang pernah saya lakukan baik secara sadar dan tidak. Saya juga ingin meminta izin kepada Papi dan Mami untuk menikahi Oxavia Aldiano bin Harri Aprianto dengan Mas kawin uang senilai 1000 dollar Amerika dan 501 poundsterling, tunai. Semoga pernikahan saya dan calon suami saya mendapatkan berkah dan ridho Allah SWT. Saya minta doa restunya dari Ayah dan Bunda semoga kami bisa menjadi keluarga yang Sakinah Mawadah dan Warohmah. Amin..." ujar Sheila panjang lebar didepan Penghulu dan sang Ayah.
"Bismillahirrahmanirrahim, Sheila yang Papi dan Mami sayangi, Sheila adalah anugerah bagi Papi sebagai anak pertama. Sudah tugas bagi Papi untuk mendidik dan membimbing menjadikan Sheila anak yang shalihah dan berguna bagi bangsa dan negara. Insha Allah Papi ikhlas akan apa yang telah Papi lakukan kepada Sheila yang kami sayangi dan selalu memberikan maaf kepada Sheila atas apa yang pernah Sheila lakukan baik yang disengaja ataupun tidak. Dan memenuhi permohonan Sheila untuk menikah dengan pilihannya Ananda Oxavia Aldiano bin Harri Aprianto dengan Mas kawin uang senilai 1.000 dollar Amerika dan 501 poundsterling, tunai. Semoga Allah SWT selalu membimbing dan meridhoi Ananda Sheila, diberikan kekuatan lahir dan batin agar mampu mewujudkan keluarga yang bahagia, sejahtera, harmonis dunia akherat, sakinah, mawadah, warohmah serta Insha Allah dianugerahi keturunan yang sholeh dan shalihah. Amin" balas Rasjwardi Tanjung menyampaikan izin pernikahan kepada sang puteri.
Dengan penuh haru, setelah sang ayah menyampaikan izinnya, Sheila pun mencium tangan sang ayah untuk berterima kasih atas restu yang telah diberikan.
"Ananda Oxavia Aldiano apakah sudah siap untuk Ijab Qobul?" tanya sang penghulu yang duduk didepannya setelah melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan Khutbah Nikah..
"Insha Allah..." jawab Vidi tersenyum.
"Baik kita mulai Ijabnya..." ujar penghulu.
Kemudian Rasjwardi Tanjung pun menjabat tangan Vidi "Ananda Oxavia Aldiano bin Harri Aprianto saya nikahkan dan saya kawinkan anak saya Sheila Dara Tanjung binti Rasjwardi Tanjung kepada engkau dengan maskawin uang senilai 1.000 dollar Amerika dan 501 poundsterling, tunai," tutur ayahanda Sheila kepada Vidi.
"Saya terima nikahnya Sheila Dara Tanjung binti Rasjwardi Tanjung dengan maskawin yang tersebut tunai," ujar Vidi dengan tegas dan lugas serta wajah sumringahnya yang kemudian di sah kan oleh tamu dan penghulu.
Hanum tersenyum bahagia disudut sana seraya memeluk Marsha penuh haru "Akhirnya ya Cha... masya Allah alhamdulillah..." ujar Hanum mengucap syukur.
"So happy..." sahut sahabat-sahabat Sheila yang lainnya yang juga menjadi Bridesmaid Sheila dan Vidi.
Sheila melirik pada Hanum dan mengedipkan matanya penuh kegirangan "Udah sah nihh.." ucap Sheila dengan gerakan bibirnya yang tanpa suara.
Marsha dan Hanum terkekeh geli melihat tingkah Sheila yang sangat amat santai sejak awal tadi.
***
Prilly's House, 5.45 PM.
Prilly menatap wajahnya didepan cermin besar seukuran tubuhnya, melenggok kanan dan kiri seraya merapihkan make-up dan rambutnya yang sudah dia tata secantik mungkin. Rambut cokelat sebahunya tergerai begitu indah ditambah dengan sebuah perhiasan perak yang tersemat ditelinga sang gadis.
Prilly merapihkan lipstick pink yang menempel dibibirnya dengan jari manisnya seraya melihat bibir tipisnya yang indah dengan senyum mengembang. Jam sudah menunjukan pukul lima lewat empat puluh lima dan dia sudah siap untuk pergi ke acara pernikahan sang sepupu yang akan dilaksanakan pukul tujuh malam nanti disalah satu hotel ternama di Jakarta.
Seharusnya Prilly datang juga saat Akad tadi, tapi urung Prilly lakukan karena jujur saja Ia terlalu malas untuk pergi dan berkumpul dengan keluarga besar dari sang Mama, karena sejak kepindahannya ke Amerika bersama sang ayah Ia sudah tidak pernah berkomunikasi lagi dengan keluarga besar sang mama.
Mengenai sepupunya yang akan menikah hari ini, jujur saja Ia pun sudah agak lupa. Entah mereka mengingat Prilly atau tidak yang jelas Prilly masih samar-samar akan kenangan masa kecilnya bersama mereka. Andai saja sang mama tidak memaksanya untuk datang, mungkin dia juga lebih memilih untuk tidak datang.
Prilly kembali mengecek gaunnya yang terlihat sexy dan elegan, memastikan jika semuanya sudah sesuai dengan keinginannya. Gaun purple dengan korset nude transparant dibagian dadanya itu membuat penampilan Prilly semakin terlihat mempesona.
Ketika akan memakai highheels sepuluh centinya, tiba-tiba handphone miliknya yang berada diatas ranjang berdering. Terlihat panggilan facetime dari nama yang belakangan ini jarang menghubungi dirinya karena kesibukan mereka yang sedang gila-gilaan. Dengan wajah sumringah, Prilly pun terduduk diranjang dan kemudian mengangkat panggilan facetimenya dengan penuh semangat.
"Haaiii baby boyyy...." sapa Prilly dengan semangat.
"Wow, damn gurl! You lookkk.... HAAWTTT..." puji pria berambut plontos itu kagum dengan penampilan Prilly yang Ia lihat dari layar handphonenya "Mau kemana sih cantik banget?" lanjut Max, sang penelepon.
"Mau ke pernikahan anak kakaknya Mama." jawab Prilly "How do i look? Do i look okay?" Prilly terbangun dari duduknya dan memperlihatkan pakaiannya yang sexy dan mewah pada Max melalui video call.
"Okay? You not just look okay, you look FUCKING GREAT!" puji Max lagi.
"Thank you so much.." jawab Prilly bangga "Ih, Sombong ya baru telepon gue sekarang..." lanjutnya berpura-pura cemberut.
"Eh, maaf ya Nona Wilson, bukan cuma saya yang sibuk. Anda pun sibuk. Kemaren-kemaren tiap dihubungin nggak diangkat, yang meeting lah, dinas lah. Apa lah apa lah..." protes Max.
Prilly tertawa, dipakainya sepatu hak tingginya itu dengan cepat.
"Lo juga sibuk..." ujar Prilly.
"Kita sama-sama sibuk, jadi nggak usah bawel deh..." kata Max lagi "Btw, kemaren gue ketemu Papa, makin rame aja deh itu restoran..." lanjut Max bercerita.
"Lo ke resto Papa?"
"Iya, gue kangen ngobrol sama bokap lo, jadi gue samperin aja kesana..." jawab Max "He look so happy..." ceritanya lagi.
"Curang. Lo bisa kesana sementara gue masih terjebak di Indonesia..." kata Prilly mengeluh.
"Lo sampe kapan sih di Indo? Nggak ada niat balik kesini apa?" tanya Max.
"Kenapa? Lo kangen sama gue?" Prilly terbahak, membayangkan sang sahabat yang sudah Ia anggap sebagai kakaknya itu sedang merindukannya.
"Hmmm... lumayan lah..." kata Max "Kangen party sama lo, gue!"
Ah, Prilly juga merindukan itu. Ia merindukan NYC, merindukan San Fransisco. Merindukan kebebasan di Amerika sana.
"Enggak tahu nih, kapan baliknya. Dikontrak kan gue tiga tahun disini tapi kalau Branch di Jakarta masih butuh gue ya, gue stay disini terus..." jelas Prilly tentang masa kerjanya di Maybelline Jakarta.
"Hmmm... gitu..." balas Max "Ya udah kalau gitu gimana kalau gue aja yang ke Indo?" tanya Max.
"Oh my God, Please Max, dengan senang hati deh kalau lo dateng..." harap sang sahabat.
"Hahaha... seriusan nih gue bakalan ke Indo..." canda Max.
"Kapan?"
"I don't know yet, but maybe around September or October this year..." jawab sang pria lagi.
"Wait... for real??????" Prilly ragu dengan ucapan Max "Ini beneran nggak sih? Jangan bercanda deh..." katanya kembali menanyakan.
"Hahaha... cieeeee... pengen banget ketemu gue ya lo?" Max terkekeh di layar teleponnya.
"Shut up! is this for real or what?" Prilly kembali mengkonfirmasikan pada sang sahabat.
"Iya, gue akan ke Indo tapi bukan ke Jakarta. Gue ada kerjaan di Bali, mungkin sekitar September atau Oktober depan..." jelasnya.
"KENAPA SIH CUMA KE BALI?" Prilly memprotes "Please mampir ke Jakarta dulu lah, i miss you so baaddd, Max..." katanya lagi merengek untuk meminta Max datang.
"I can't make any promises, because my business is in Bali only and the schedule is crazy." jelas Max berusaha membuat Prilly mengerti akan kesibukannya sebagai model.
"Ya masa udah ke Indo sama sekali nggak bisa ketemu gue sih? Jahat banget!" protes Prilly lagi.
"Gimana kalau lo aja yang ke Bali, nanti gue infoin deh kalau udah di Bali. I stay there maybe for around two weeks..." jawab Max memberikan solusi bagi mereka berdua karena sesungguhnya Max juga sangat amat merindukan Prilly "Okay, babe?" tanyanya lagi.
Prilly memperlihatkan wajah kesalnya pada Max melalui facetime, kesal karena sang sahabat yang akan ke Indonesia tapi tak dapat menemui dirinya di Jakarta.
"Ya udah lo kabarin gue aja.." jawab Prilly sebal, diambilnya handbag silvernya bersiap untuk turun ke lantai bawah.
"Btw... how's... that guy?" tanya Max agak ragu.
"Who?"
"Reza..."
Hening.
Langkah Prilly menuju lantai bawah terhenti sejenak mendengar nama laki-laki yang akhir-akhir ini sedang Prilly jauhi.
"As usual... nothing special..." jawab Prilly dengan malas, melanjutkan langkahnya.
"Terakhir lo cerita ke gue kan kalian udah end... i meant... you know..." ujar Max tentang tangisan Prilly beberapa bulan lalu soal Reza "And i'm happy to hear that..." ujar Max lagi, sejujurnya Max belum tahu tentang hubungan Prilly dan Reza yang masih berlanjut hingga kini.
"Can we not talk about it, please?" pinta Prilly enggan menyebut nama Reza karena memang hubungan mereka yang sedang tidak baik-baik saja.
"Owh, okay, sorry. Forget it..." Max merasa tidak enak hati dengan membahas soal Reza lagi.
"Max, sorry but i think i have to go now..." pamit Prilly "It's already six..." Prilly melirik jam didinding rumahnya yang sudah menunjukan pukul enam lewat tujuh menit.
"Okay, baby gurl. Please stay healthy and take care of yourself..." ujar Max "See you next month maybe?" tanya Max sambil mengedipkan matanya.
"Hahaha... Just inform me okay?" jawab Prilly.
"Okay, Hati-hati ya nyetirnya..." Max melambaikan tangannya melalui layar handphonenya.
"See you handsome... bye..." Prilly menutup teleponnya dengan segera, kemudian masuk ke dalam mobilnya untuk segera pergi menuju resepsi pernikahan Sheila sang sepupu.
***
The Dharmawangsa Hotel - Segarra Ballroom
"Bundaaaa..." Alana, Jizzy dan Reza menghampiri Hanum dan Marsha yang duduk di salah satu roundtable dikiri stage. Alana dan Jizzy Memeluk Hanum dan Marsha yang sedang berkumpul bersama teman-teman kuliahnya. Rountable berukuran 180cm itu terdapat 10 kursi, 7 diantaranya diisi oleh Hanum, Marsha, Denny, Dian dan sang suami, Putri dan Abi lalu sisanya sengaja dikosongkan untuk Reza dan anak-anak.
Melihat sang puteri datang bersama Reza, Hanum melemparkan senyum cerahnya kemudian menyambut Reza dan Alana dengan pelukan dan kecupan sayang.
"Haaiii cantik..." teman-teman Hanum menyapa Alana dan Jizzy ketika mereka datang menghampiri Hanum dan Marsha.
"Eh, dateng juga akhirnya..." sapa Denny dengan ramahnya.
"Hai, Za... apa kabar...?" teman-teman Hanum termasuk Denny menyalami Reza dengan ramah ketika sang pria tiba di meja mereka.
"Baik, alhamdulillah... kalian gimana kabarnya?" tanya Reza balik, ramah dan dengan senyuman lebarnya.
"We're great!" jawab Dian.
"Eh, silahkan duduk loh..." Putri mempersilahkan Reza dan anak-anak untuk duduk di kursi yang sudah mereka sediakan.
"Mas Reza, makasih ya udah boleh nitip Jizzy seharian ini.." ujar Marsha pada Reza, berterima kasih karena suami sang sahabat sudah mau repot-repot dititipkan sang puteri.
"Sama-sama, Cha. Saya senang kok Jizzy bareng kita, Alana kan jadi ada temannya juga..." ujar Reza mengelus rambut Alana penuh sayang.
"Jizzy ayo say thank you sama Om Reza..." Marsha menyuruh sang puteri mengucapkan terima kasihnya.
"Thank you Om Reza sudah jagain Jizzy hari ini..." ujarnya dengan sangat sopan.
"Sama-sama sayang... next time main lagi ya sama Alana.." ucap Reza dengan ramahnya.
"Iyah, kakak Jizzy main dong ke rumah Alana..." Alana ikut menimpali.
"Boleh nggak Mommy?" Jizzy melirik sang Ibu untuk mencari persetujuan.
"Boleh dong, nanti kalau libur kita main ya ke rumah Alana..." jawab Marsha tersenyum.
"Yeaaayyy..." terdengar teriakan Jizzy dan Alana kegirangan.
"Alana mirip banget ya Han, sama kamu..." Denny tiba-tiba saja nyeletuk.
"Banyak yang bilang lebih mirip Mas Reza malahan..." balas Hanum sambil melirik sang suami yang duduk disampingnya.
"Kalau aku bilang sih lebih mirip kamu ya... " ucap Denny "What do you guys think?" Denny mencari persetujuan temen-temennya.
"Yang jelas bukan mirip lu lah, Den..." Abi nyeletuk dengan santainya membuat mereka semua tergelak.
"Bener banget tuh..." timpal Putri.
Reza menahan senyumnya, Ia senang dengan ucapan Abi barusan. Rasanya Reza ingin mengucapkan terima kasih pada Abi karena telah mengatakan hal itu. Setidaknya Abi sudah mewakili dirinya malam ini. Thanks to him!
"Ya mau mirip saya atau pun Hanum nggak masalah, yang penting Alana kan anak kita berdua. Ya kan sayang?" Reza melemparkan senyum pada Hanum dengan tatapan mesra, memamerkan hubungan mereka yang sudah baik-baik saja agar Denny yang iseng itu dapat menutup mulutnya.
Hanum tersenyum. Syukurlah Reza sudah bisa bersikap santai didepan sahabat-sahabatnya kali ini.
***
Seorang gadis cantik dengan gaun mewah nan sexynya memasuki Segarra Ballroom di The Dhamawangsa Hotel, security yang menjaga jalannya acara pun tersenyum ramah pada sang gadis cantik, terpesona dengan penampilannya yang sungguh luar biasa mempesona.
Prilly, gadis dua puluh enam tahun itu membalas senyuman dan anggukan ramah sang security seraya berjalan dengan anggunnya menuju ke dalam venue pernikahan. Tubuh sexy nan mungilnya yang dibalut oleh gaun berwarna purple keemasan itu meliuk-liuk dengan penuh pesona. Beberapa tamu yang berpapasan dengan Prilly pun ikut terkesima melihat betapa cantiknya wanita dihadapan mereka ini. Sebagian dari mereka berbisik-bisik sambil melirik pada sepupu Sheila itu.
Prilly mencari meja sang Mama yang sudah datang sejak akad tadi. Tak seorangpun yang Prilly kenal disini, Ia seperti orang asing ditengah kerumunan tamu yang kebanyakan adalah para pejabat dan bisnisman Indonesia.
"Hallo Ma, kakak udah di dalam, meja mama disebelah mana ya?" akhirnya Prilly menelepon sang Ibu menanyakan perihal tempat keluarganya duduk masih dengan celingukan kanan dan kiri.
"Oh, oke... kakak kesana ya..." ujar Prilly lagi begitu sang mama memberitahukan dimana tempat mereka duduk.
Prilly melangkahkan kaki mulusnya menuju meja yang tak jauh dari stage. Tertera nama keluarga Sheila dan Vidi di meja-meja yang berada di sebelah kanan. Ini menandakan jika tempat ini adalah area tempat duduk khusus keluarga besar Sheila dan Vidi.
Dari jarak tak begitu jauh, Prilly melihat seseorang melambaikan tangannya pada Prilly, sosok cantik dengan kerudung putihnya. Disamping kirinya terdapat Raja dan Raya sang adik tiri, Ayah tirinya dan beberapa tamu wanita paruh baya yang tak begitu prilly kenal.
Prilly berjalan menuju meja sang Mama, terdapat satu bangku kosong yang sepertinya disisakan khusus untuk dirinya. Ketika tubuhnya sampai kehadapan mereka semua, dengan ramahnya Prilly melemparkan senyum cantiknya pada semua yang sedang menatapnya penuh kagum.
"Selamat malam semua..." sapanya dengan ramah seraya menganggukan kepalanya tanda hormat.
"Kak Prilly!" Raja dan Raya berteriak excited melihat kakak tirinya.
"Hai sayang..." sapa Prilly kepada kedua adiknya, seraya mengelus kepala Raya penuh sayang.
"Win, Rin... ini Prilly... " sang Mama mengenalkan Prilly pada saudara-saudara yang lain dengan wajah sumringah seraya menyambut kedatangan sang puteri.
"Masya Allah ini Prilly?" tanya seorang wanita yang duduk disebelah Ayah Tirinya. Prilly mengalihkan pandangannya pada wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik itu.
"Hallo Tante..." Prilly menyalami sang Tante yang ternyata adalah Tante Arin, kakak sepupu dari sang Mama.
"Ya Allah cantiknyaaa, sudah besar gini ya, Pah..." ujar Tante Arin menoleh pada sang suami yang duduk disampingnya.
"Kamu mirip sekali sama Mamahmu ya..." Om Harris mengomentari "cantik sekali puterimu, Ully...." pujinya lagi membuat Prilly tersipu dipuji bertubi-tubi.
Prilly menyalami dan menciumi mereka satu persatu dengan penuh hormat kemudian duduk disebelah kanan sang Mama.
"Kamu umur berapa sih sekarang?" tanya Tante Winny, sepupu mama yang lainnya.
"Tahun ini 26, Tan.." jawab Prilly dengan sopan.
"Wah, sebentar lagi mau mantu juga ini kayaknya kamu, Ly..." goda Om Yovie, suami tante Winny.
"Aminnn, Mas..." sang Mama mengamini.
"Kalau bisa jangan lama-lama ya, Prill. Jangan ngikutin Sheila, ini Sheila kelamaan main sih. Untungnya dapet suami yang baik seperti Vidi..." Tante Winny memberi saran.
"Hahaha... iya Tante, doain aja ya Tan..." ujar Prilly membalas ucapan mereka dengan senyuman.
"Calonnya udah ada kan?" tante Winny kembali bertanya.
Astagaaa...
"Insha Allah, Tan..." jawab Prilly tersenyum.
"Syukurlah... bagus itu, perempuan itu jangan kelamaan nikah. Nggak baik." Omel tante Winny, si rese.
Prilly tak menjawab lagi celotehan sang tante, bisa sampai dua hari dua malam kalau dia membahas hal ini dengan orang seperti tante Winny.
Topik semacam ini memang hal yang biasa dibahas oleh masyarakat Indonesia. Pertanyaan soal jodoh, anak dan karir adalah pertanyaan basic yang PASTI ditanyakan oleh orang-orang di negara ini ketika bertemu seseorang. Tanpa pandang bulu, tak perduli kenal dekat atau tidak dengan orang yang ditanya, pertanyaan macam itu pasti akan terlontar dari mulut mereka.
Inilah yang membuat Prilly sebenarnya enggan untuk bertemu keluarga besar sang Mama, bagi dirinya hal-hal pribadi seperti itu bukanlah hal yang pantas untuk diperbincangkan dimuka umum. Apalagi jika orang yang ditanya tak dikenal dekat dengan si penanya. Risih rasanya. Tapi apa mau dikata? This is Indonesia right? Bukankah buku sejarah menulis jika Indonesia adalah negara KEPOlauan?
"Selama di Jakarta kamu tinggal dimana, Prill?" Tanya Tante Arin.
"Di daerah Taman Mini Tan..." jawab Prilly masih dengan sikap ramahnya.
"Sendiri?" lanjutnya.
"Iya, sendiri..."
"Aduh, anakmu ini persis Sheila. Tinggal lama diluar negeri senengnya hidup sendiri." Sambar tante Winny lagi "Kenapa nggak tinggal dirumah Mama aja sih, Prill? Bahaya perempuan single tinggal sendirian. Jakarta ini kan beda sama Amerika." Ujarnya.
"Bukannya nggak mau tinggal sama Mama, Tan, tapi Saya sudah terbiasa hidup mandiri..." Jawab gadis cantik itu berusaha tetap ramah.
"Padahal sudah aku suruh tinggal dirumah, Win. Tapi ini anak memang sudah mandiri dari dulu." Sang Mama menimpali.
"Pesan Om sih, kamu harus selalu hati-hati. Sering-sering lah ke rumah Mama, mumpung masih di Indo." Saran Om Harris dengan lembut.
"Iya Om, terima kasih untuk sarannya..."
"Oh iya, Papa kamu apa kabarnya?" Om Yovie tiba-tiba saja membahas sang papa dihadapan keluarga besarnya. Mama dan Ayah tirinya saling melirik seperti memberi kode yang Prilly tak mengerti apa maksud dari tatapan mereka.
"Baik kok Om, sangat baik. Papa juga sehat dan happy. Restorannya juga sedang ramai-ramainya..." jelas Prilly membanggakan sang ayah didepan mereka semua membuat percakapan keluarga besarnya menjadi canggung.
"Oh iya, nanti malam Sheila mau ngadain after party setelah resepsi. Kamu jangan pulang dulu ya, gabunglah sama mereka. Daffa sama Shenna juga ikut tuh. Kamu kan sudah lama nggak ketemu sepupu-sepupu. Mereka pasti senang kamu ikut." Jelas Tante Arin menyebut nama kedua anaknya yang duduk terpisah dari mereka.
"Itu Daffa sama Shenna anak Tante, kamu pasti nggak inget kan?" tante Arin menunjuk salah satu meja yang ditempati oleh sepupu-sepupunya.
"Iya Tan..." ujar Prilly singkat.
"Sepertinya Sebentar lagi acaranya mau mulai, ini sudah jam tujuh lewat..." Om Yovie melirik jam ditangan kirinya.
Konsep Resepsi Sheila dan Vidi memakai tema modern. Di tengah Venue terdapat sebuah stage yang cukup besar yang nantinya akan digunakan untuk MC dan bintang tamu yang akan performed. Di kanan dan kiri terdapat meja dan kursi untuk para tamu yang ditata secara roundtable. Di sebelah kanan venue adalah area untuk keluarga besar Sheila dan Vidi, sedangkan disebelah kiri venue adalah area untuk para sahabat dan tamu undangan. Sedangkan Meja Sheila & Vidi berada paling depan tak jauh dari stage.
Disudut sana tepat dibelakang para tamu undangan, telah tersaji berbagai menu makanan dari beberapa negara diantaranya seperti Masakan Sunda dan Padang, masakan Mexico, Masakan Chinese, Masakan Western, Masakan Jepang dan juga masakan Korea dan beberapa stand cemilan dan minuman dengan brand ternama pun dipampang disepanjang Venue.
Tak berapa lama, MC pun membuka acara malam ini. Dari mulai sambutan dan pemutaran video vlog Vidi & Sheila yang mereka buat khusus untuk acara malam ini hingga penampilan spesial dari salah satu penyanyi ternama Indonesia, Isyana Sarasvati dan Rayi Putra.
Aku dan dirimu sudah jadi satu
Di dalam ikatan percaya
Ini asmaraku ini asmaramu
Sungguh mati sempurna
Oh kau membuatku jadi diriku sendiri
Aku tambah yakin kepada
kamu kamu kamu
Suara sopran penyanyi kelahiran 2 Mei 1993 itu pun menggema memenuhi gedung, Isyana dan Rayi tampil menyanyikan lagu andalannya yang berjudul Kau Adalah... di atas stage disaksikan oleh para tamu undangan.
Ketika di bagian chorus lagu, Isyana dan Rayi kemudian turun kebawah stage dan memanggil nama kedua pengantin.
"Happy Wedding for Vidi & Sheila!" teriak Isyana dan Rayi lalu menunjuk ke arah pintu untuk menyambut sang pengantin yang mulai memasuki venue.
Kau adalah yang terindah
Yang membuat hatiku tenang
Mencintai kamu takkan pernah takut
Sebab kau terima segala kurangku
Vidi dan Sheila yang masuk ke dalam Venue ditemani oleh para Bridesmaid dan Groomsmen yang adalah sahabat-sahabat mereka yaitu Hanum, Marsha, Denny, Dian, Putri dan Abimana. Para Bridesmaid mengenakan gaun berwarna nude senada dengan gaun yang Sheila pakai sedangkan Groomsmen mengenakan kemeja putih dan jas yang mirip dengan yang Vidi kenakan.
Suasana gedung begitu meriah, semua undangan berdiri dari duduknya untuk menyambut kedatangan Raja dan Ratu malam ini dengan ikut berdendang di kursi masing-masing hingga Vidi dan Sheila naik ke atas stage ditemani oleh Isyana dan Rayi seraya berdendang mengikuti nyanyian mereka. Prilly memperhatikan semuanya dengan seksama, ikut menikmati suasana di resepsi yang terlihat santai ini, ternyata kakak sepupunya ini bisa membuat pernikahan yang tadinya membosakan menjadi seru.
Awalnya Prilly pikir, konsep pernikahan Sheila akan sama seperti pernikahan di Indonesia pada umumnya yang memajang sang pengantin di atas pelaminan. Memamerkannya seolah-oleh ingin memberitahukan dunia kalau 'ini loh anak kami yang sudah laku'.
Tapi ternyata kakak sepupu yang berusia 10 tahun diatasnya ini mengusung konsep pernikahan modern. Mungkin karena Sheila dan Vidi lama hidup di luar negeri sehingga mereka lebih memilih konsep international seperti ini dan Prilly sangat menyukainya.
Prilly yang terlalu fokus pada Sheila dan Vidi hingga tak menyadari jika satu dari beberapa Bridesmaid yang mendampingi sang sepupu tadi ada sosok yang sebenarnya Ia kenal. Sosok itu ikut mendampingi Sheila dan berdendang menikmati lagu yang Isyana bawakan hingga mengantarkan sang pengantin ke atas stage.
Ketika lagu dari Isyana selesai, MC pun mengajak sang pengantin mengobrol diatas panggung. Bercanda tawa dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang membuat para undangan tergelak termasuk Prilly. Lalu ketika MC selesai membuka acara, Vidi pun memberikan speechnya.
"Selama malam untuk seluruh tamu undangan yang sudah hadir di acara pernikahan kami yang sederhana ini." buka Vidi "Sebelumnya Saya dan Sheila mewakili kedua keluarga mengucapkan banyak terima kasih untuk seluruh keluarga, teman-teman dekat dan para tamu undangan karena telah meluangkan waktunya untuk menghadiri acara kami malam ini. Maaf jika ada jamuan atau sajian kami yang kurang berkenan but i hope you guys enjoy our wedding. Selamat malam dan selamat menikmati, terima kasih." Ujar Vidi panjang memberi ucapan kemudian kedua pengantin turun dari stage dan duduk di kursi yang telah disediakan.
"Sayang, ikut Mama nemuin Kak Sheila ya..." ajak Mama Ully mengajak Prilly untuk menemui sepupunya. Prilly hanya mengangguk mengiyakan kemudian berdiri dari kursinya menuju ke meja Sheila.
Sang Mama membawa Prilly ke meja pengantin, disana terdapat Sheila, Vidi, orang tua Vidi serta Om Rasjwardi dan tante Linda yang adalah orang tua Sheila.
DEG!
Sebelum tiba di meja yang dituju, dari jarak beberapa meter Prilly melihat sosok yang begitu familiar untuknya. Sosok itu sedang membelakanginya, berbincang bersama sang pengantin sambil tertawa-tawa.
Jantung Prilly mencelos, kenapa dunia ini hanya sebesar daun kelor baginya? Kenapa di acara keluarganya pun Ia masih tetap saja bertemu dengan mereka. Prilly merasa Tuhan seperti mempermainkan hatinya malam ini.
Demi Tuhan Prilly ingin sekali menghentikan langkahnya saat ini, membalik badannya untuk segera kabur dan menjauh dari tempat itu dan menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikitpun.
Tapi sayangnya, harapannya itu memang hanya ada didalam kepalanya, karena nyatanya saat ini Ia dan sang Mama sudah berada disana, berdiri tepat di belakang sosok itu. Sosok yang sudah berminggu-minggu ini enggan untuk Prilly temui.
"Sheila..." panggil Mama Ully pada Sheila yang sedang mengobrol dengan Reza dan Hanum.
Begitu mendengar sapaan sang Mama, Reza dan Hanum menoleh ke arah dirinya dan sang Mama. Ekspresi wajah keduanya sama terkejutnya dengan Prilly tapi yang menjadi perhatian Prilly adalah air muka sang pria yang terlihat begitu shock mendapati sang kekasih gelapnya ada disana. Berdiri tepat didepannya dan sang istri.
Apa-apaan ini???
Jantung Prilly berdegup kencang ketika matanya dan mata Reza bertabrakan sekilas, sama-sama bergumam dalam hati bagaimana mungkin mereka bisa bertemu di acara pernikahan Sheila?
What a joke!
"Tante barbieee!" Alana, puteri Reza dan Hanum berteriak kegirangan mendapati kekasih ayahnya berdiri didepan mereka, memeluk tubuh mungil Prilly dengan wajah happynya. Membuat Prilly jadi mengalihkan pandangannya pada sosok cantik Alana yang memang mengidolakannya.
"Hai Alana..." balas Prilly menyapa Alana, berpura-pura dan bersikap setenang mungkin untuk menutupi rasa gugup dan takutnya saat ini.
"Halo Mbak Hanum, Mas Reza..." Prilly menyapa kedua orang yang membuat hatinya lunglai saat ini.
"Hai Prill, ya ampun. Kok bisa ketemu disini?" Hanum memeluk Prilly, menciumi pipi kiri dan kanan Prilly dengan begitu ramah tanpa mengetahui jika wanita yang mendapat keramahannya itu adalah wanita yang sebenarnya sudah menghancurkan rumah tangganya.
"Iya Mbak kebetulan banget ya..." Prilly tersenyum, tubuhnya kikuk menghadapi sikap Hanum.
"Loh kalian saling kenal ya?" Sheila dan Vidi bangun dari duduknya, sedikit terkejut karena ternyata Hanum mengenal sosok yang Ia tahu adalah adik sepupunya.
"Prilly ini teman kantornya Mas Reza, Sheil. Ya kan Mas?" ujar Reza.
"Oh, uhm... iya. Cuma kita beda divisi..." jawab Reza terbata.
"Ya ampunnn... dunia sempit banget yaa..." Sheila tak menyangka "Prilly ini sepapu gue..." lanjut Sheila yang ternyata masih mengenal sepupu yang sudah lama tak ditemuinya.
"Mbak Hanum, Mas Reza... ini Mama saya..." Prilly mengenalkan sang Mama pada Hanum dan Reza.
Pandangan Reza beralih pada wanita paruh baya yang Prilly sebut sebagai Mamanya itu. Reza gugup tak karuan. Mimpi apa dirinya semalam hingga bisa bertemu Ibu kandung sang kekasih malam ini? Terlebih lagi didepan istri dan anaknya pula.
Freakin' shit!!
"Oh Hallo tante, saya Hanum... ini suami saya..." Hanum menyalami Mama Ully.
"Oh iyaa..." Mama Ully menjabat tangan Hanum.
"Selamat malam Tante, saya Reza. Teman kantornya Prilly..." Reza menghampiri Mama Ully bersikap seramah dan sesopan mungkin membuat jantung Prilly nyaris saja lepas dari tempatnya.
SIAAAALL!
Pertemuan yang sungguh tak pernah mereka duga sebelumnya.
"Dan ini puteri saya, Alana..." Hanum mengenalkan sang puteri kepada Mama Ully.
"Aduh cantiknya...." puji Mama Ully ketika Alana menyalaminya dengan ramah.
"Terima kasih Oma..." balas Alana sopan.
Reza dan Prilly memperhatikan keduanya dengan rasa yang tak mampu dijelaskan. Andai saja mereka semua yang ada disini tahu jika Reza dan Prilly menjalin hubungan gelap, tentu saja pertemuan mereka tak akan sesantai ini.
"Sheil, kita balik ke meja ya.. sekali lagi Happy Wedding ya..." Hanum berpamitan.
"Thanks ya, Han. Jangan lupa dicicipin ya makanannya..." ujar Sheila ramah.
"Tenang aja..." jawab Reza tersenyum.
"Mari semuanya..." ujar Hanum kemudian berpamitan pergi pada Prilly dan sang Mama.
Prilly melihat kepergian mereka dengan getir, hatinya berkecamuk. Rasanya perutnya terasa mulas karena cemas yang berlebihan.
"Congrats on your wedding day ya kak Sheila dan Kak Vidi, Hoping you two have a beautiful life and an endless love story..." Prilly menghampiri Sheila dan memeluknya dengan lembut.
"Terima kasih sayang..." Sheila dan Vidi bergantian mengucapkan terima kasihnya "Mi, Pi... Prilly cantik banget ya? Nggak nyangka kamu sudah sebesar ini loh. Sebentar lagi pasti nyusul aku nih...." puji Sheila cekikikan. Prilly tertawa kecil mendengar ucapan saudara sepupunya .
"Masya Allah Ully, anakmu cantik sekali. Sudah lama banget ya Tante nggak ketemu kamu, Prill..." Tante Linda berkomentar sambil menciumi pipi Prilly dengan sayang.
"Kamu apa kabar, Prill?" tanya Om Rasjwardi, ayah Sheila.
"Baik Om, Om dan Tante apa kabarnya?" Prilly balik bertanya.
"Alhamdulillah baik dan happy malam ini..." ujar Tante Linda "Tante senang sekali bisa ketemu kamu lagi, nanti main-main ya ke rumah sama Mama..." ajaknya.
"Iya Tan... Insha Allah..."
"Nanti kamu jangan langsung pulang ya, semua sepupu dan sahabat-sahabat aku WAJIB ikut after party malam ini." ajak Sheila "And i have alot of questions for you..." canda Sheila pada Prilly.
"Iya Kak..."
"Tante dan Prilly... silahkan dinikmati hidangannya ya... terima kasih sudah hadir.." ujar Vidi ramah.
"Sekali lagi selamat ya Sheila dan Vidi, semoga bahagia dan panjang jodohnya..." doa Mama Ully.
"Terima kasih Tan... " balas Sheila lagi.
***
Dia indah meretas gundah
Dia yang selama ini ku nanti
Membawa sejuk memanja rasa
Dia yang selalu ada untukku
Di dekatnya aku lebih tenang
Bersamanya jalan lebih terang
Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju
Bersama arungi derasnya waktu
Lagu Tulus 'Teman Hidup' mengalun dengan merdunya menemani Prilly yang kini sedang memilah milih menu makanan yang tersaji di meja prasmanan. Disetiap meja terdapat tulisan nama makanan dan sebuah bendera kecil yang menandakan asal negaranya. Prilly sedang mengambil piring kecil untuk mencoba salah satu menu dari Mexico ketika Ia mendengar seseorang menyapanya dengan lembut.
"Prill..." Prilly merasakan pundaknya disentuh kemudian dengan cepat Ia membalikan tubuhnya pada sosok yang menyapanya.
Didepannya berdiri sosok cantik dengan rambutnya yang tergerai indah, Hanum tersenyum dengan begitu ramahnya menyapa Prilly.
"Oh, hai Mbak..." Prilly menahan dirinya agar tidak terlihat terlalu kaget didepan Mbak Hanum, meskipun sebenarnya Ia sungguh tidak nyaman berada didekat istri dari sang kekasih. Di belakang Hanum, Alana dan Reza ikut menghampiri Prilly, mata pria tampan itu tak lepas menatap Prilly dari belakang tubuh sang istri.
"Hai Alana... Hai Mas..." sapa Prilly lagi tetap berusaha tenang dengan senyuman yang menghiasi wajah cantiknya.
"Hai Tanteeeee... tante lagi mau ambil makanan ya?" tanya Alana.
"Iya nih, Alana mau juga?" tanya Prilly.
"Iya mau tapi Alana mau ke toilet dulu nih tantee..." jawabnya lagi dengan suaranya yang menggemaskan. Gadis cantik itu mengenakan gaun berwarna biru dan sepatu yang warnanya senada dengan gaun yang dipakainya.
"Dari tadi bolak balik terus nih ke toilet..." jelas Hanum "Kamu sama siapa, Prill? Sendiri aja?"
"Sama keluarga aja kok Mbak..." jawabnya singkat, Reza berdiri disamping Haaanun, memperhatikan sang gadis secara sembunyi-sembunyi.
"Pacarnya nggak diajak?" goda Hanum sambil tertawa.
"Pacar?" Prilly melirik Reza "Hahaha... hmm.. kebetulan lagi nggak bisa ikut Mbak, dia lagi ada acara juga sama keluarganya..." jelas Prilly kembali melirik ke arah Reza.
Prilly tidak berbohong bukan? Karena Reza memang sedang bersama keluarganya saat ini. Tepat didepan matanya.
"Ohh gitu..." ucap Hanum.
"Bundaaa ayooo... Alana mau pipis..." rengek Alana sambil memegang bagian bawah gaunnya menahan buang air kecil.
"Iya sayang sebentar ya..." Hanum menggandeng Alana "Prill, saya tinggal dulu ya..." katanya.
"Oke, Mbak..."
"Sayang, aku ambil makanan dulu ya. Nanti sekalian aku bawain ke meja..." Reza berinisiatif.
"Oke, makasih ya sayang." ujar Hanum seraya meninggalkan Prilly dan Reza berdua di meja prasmanan.
Begitu Hanum pergi, Prilly kembali pada kegiatannya semula. Mengambil beberapa camilan yang Ia sukai tanpa menggubris pria disampingnya yang masih memperhatikannya dengan penuh kagum.
Kulit mulus Prilly, gaunnya yang sedikit transparant, rambut indahnya yang kecokelatan, mata kristalnya, lekukan tubuh indah gadis disampingnya ini mampu membius pandangan dan membekukan kewarasan Reza. Ayah dari Alana ini 'menelanjangi' tubuh sintal Prilly dari ujung rambut hingga ke ujung kukunya yang indah.
Sial, Ia jadi begitu merindukan setiap desahan dan helaan nafas gadis cantik ini.
"You look stunning..." puji Reza pelan, sambil memegang piring berbahan keramik putih untuk menampung makanan yang akan Ia ambil
"Thanks..." balas Prilly cuek tetap fokus dengan makanan di depannya, tak begitu memperdulikan Reza.
"Kok dateng sendirian?" tanya Reza sambil mengambil sepotong puding cokelat untuk Alana "Pacar satu malam kamu itu nggak diajak?" Sarkas Reza dengan santainya.
Prilly menghentikan kegiatannya kemudian menoleh pada suara sumbang disebelahnya dengan tatapan tak percaya, kalimat yang baru saja keluar dari mulut Reza benar-benar menyulut emosinya. Prilly pikir Reza akan berubah setelah Ia berikan silent treatment beberapa minggu ini, tapi ternyata Prilly salah. Reza masih sama negatifnya.
"Here we go again.." moodnya sudah rusak hanya dengan satu kalimat yang tadi Reza ucapan.
Thanks to him bahkan kini selera makannya pun juga ikut hilang.
"Kenapa? benar kan dia pacar satu malam kamu?" tanya Reza dengan nada sinisnya akan reaksi Prilly.
Prilly enggan menanggapi sindiran Reza, Ia memilih untuk menghindari perdebatan dengan pria itu kemudian menaruh kembali piring yang sudah berisi beberapa camilan dan membatalkan makannya. Ia berniat pergi meninggalkan sang pria tanpa memperpanjang percakapan mereka yang Prilly tahu tak akan ada habisnya.
Tapi, ketika Prilly hendak melangkah pergi dari hadapan sang pria, dengan gercap tangan Reza menahan lengan kirinya mencegahnya untuk pergi.
"Aku lihat kamu dan Refal makan berdua minggu lalu!" kata Reza seraya memegang lengan Prilly dengan erat membuat Prilly tersentak kaget dengan perlakuan pria tampan itu.
"So?" ditepisnya cengkraman tangan pria itu dilengannya dengan kasar "Memang ada yang salah kalau aku makan sama dia?" Prilly balik bertanya.
"Aku nggak suka!" suara Reza meninggi, cenderung berteriak hingga membuat beberapa staf yang berjaga di meja prasmanan itu melirik ke arah mereka berdua.
"Mas jangan mulai ya, ada keluargaku dan keluarga kamu disini!" katanya marah tapi dengan suara berbisik, meminta Reza untuk mengurangi volume suaranya yang tadi sempat meninggi.
Lagi-lagi Reza membuat Prilly takut akan sikapnya yang meledak-ledak.
Reza memajukan wajah tampannya ke arah Prilly lalu berbisik pelan tepat ditelinganya "Kamu takut mereka semua tahu soal hubungan kita?" bisiknya.
Tubuh Prilly meremang, entah kenapa ucapan Reza barusan seperti ancaman bagi dirinya.
"Are you threatening me??" Prilly mencoba mencari arti dari kata-kata Reza barusan "If you really love me, you will not embarrass me in front of them, Mas!" lanjutya serius dengan suara bergetar kemudian pergi meninggalkan Reza disana.
Reza sadar Ia sudah dan lagi-lagi menyakiti wanita yang Ia cintai malam ini. Tapi setan dalam diri Reza sudah menguasai hati dan kepalanya, cemburunya pada Refal dan masa lalu Prilly masih belum meredakan egonya.
***
Sekembalinya Prilly ke meja bersama keluarganya, air muka gadis cantik itu tak lagi sama. Selama beberapa menit Prilly hanya duduk termenung, tanpa kata dan tanpa seutas senyumanpun. Telinganya seperti kebas, matanya menerawang jauh memikirkan percintaannya yang baru seumur jagung terasa begitu rumit.
Laki-laki itu, akankah benar bisa menjaga hubungan ini dengan baik? Karena jujur saja kali ini Prilly menjadi lebih was-was dari sebelumnya, Ia takut Reza akan melakukan hal-hal gila yang Prilly sendiri tak pernah menduganya. Dan jika Reza benar-benar melakukan itu, demi surga dan neraka, Prilly tak akan pernah memaafkan pria itu.
Pikiran Prilly masih melayang kemana-mana, rasanya tubuhnya sudah tak berada disini. Ia ingin segera pergi dari acara sang sepupu dan menenangkan batinnya dengan berendam didalam bathup. Tapi apa mau dikata, hingga tengah malam nanti Prily masih harus tetap stay disana karena akan ada after party bersama Sheila dan sepupu-sepupunya yang lain.
Oh Lord, help me please... ucap batin Prilly merengek.
"Kak...." sedang asik meratapi kisah percintaannya, Prilly mendengar suara sang Mama memanggilnya.
"Ya Mam?" ucap Prilly dengan cepat mengumpulkan kembali jiwanya yang tadi pergi entah kemana.
"Bisa ikut Mama sebentar?" ajak Mama Ully.
"Kemana?" tanya Prilly.
"Ke toilet, sebentar..."
"Oke..." jawab sang gadis, singkat.
"Pah, sebentar ya Mama ke toilet dulu sama Prilly." Mama Ully berpamitan pada sang suami dan mendapat anggukan persetujuan "Rin, saya ke toilet dulu ya..." ujarnya pada saudara lainnya.
"Oh, Oke..." jawab tante Arin dan yang lainnya.
Mama Ully dan Prilly pun berjalan menuju toilet di belakang venue, sepanjang perjalanan tak ada kata yang sang Mama ucapkan, jadi gadis cantik itu pun hanya diam mengekori ibunya tanpa banyak bicara. Semenit kemudian, mereka masuk ke dalam toilet yang ternyata kosong.
Kemudian dengan agak sedikit kasar sang Mama menarik tangan Prilly ke sudut toilet, memastikan jika tak ada siapapun didalam sana yang akan menguping pembicaraan mereka.
"Ada apa sih, Mam?" Prilly terkejut karena sikap aneh sang Mama yang berubah secara tiba-tiba.
Mama Ully mendekati Prilly hingga tubuh mereka hanya berjarak beberapa centi. Prilly mengerutkan keningnya, bingung dengan apa yang akan sang Mama lakukan, karena jelas Mamanya mengajak Prilly kesini bukan untuk menemaninya ke toilet.
"Ada hubungan apa kamu sama laki-laki itu?" pertanyaan tiba-tiba Mama Ully membuat Prilly terlonjak.
"Laki-laki yang mana?" tanya Prilly.
"Suami temannya Sheila, siapa namanya? Reza??" ujar sang Mama membuat tubuh Prilly mendadak kaku. Entah bagaimana bisa mamanya menyebut nama Reza dan menanyakan pertanyaan krucial seperti ini.
Apa lagi ini ya Tuhan?
Selama beberapa detik Prilly tak sanggup menjawab pertanyaan sang Mama, Ia mencoba mencari jawaban terbaik yang dapat Ia karang di otaknya untuk Ia berikan pada sang Mama yang sudah menantikan jawabannya.
"Jangan kamu kira Mama nggak tahu ya, Kak..." ujar sang Mama lagi dengan nada marah.
"Maksud Mama apa sih?" Prilly membalikan pertanyaan pada ibunya.
"Kamu pikir Mama nggak merhatiin kamu dan laki-laki itu? Mama nggak bodoh Kak, Mama lihat kalian tadi berdebat dan itu jelas bukan perdebatan antara teman kantor."
Ya Tuhan...
Hati Prilly mencelos untuk kedua kalinya hari ini, rasanya seluruh tulangnya lumer hingga nyaris saja membuat lututnya memuai tak kuat menopang tubuh mungilnya.
Bagaimana bisa?
"Jawab pertanyaan Mama, kak. Kamu punya affair sama suami orang?" tembak Mama Ully tanpa basa basi lagi.
DEG!
Detak jantung Prilly kini sudah lebih dari sekedar berdegup, kepalanya pening bukan main mendengarkan pertanyaan dari mulut Ibu kandungnya sendiri.
"JAWAB KAK!" Bentak Mama Ully, kali ini seraya mengguncang bahu putih Prilly.
"Apaan sih Mam, jangan ngaco deh!" sanggah Prilly balik marah.
"Kak, tolong jangan macam-macam ya Kak, jangan bikin malu Mama!" mata sang Ibu berkaca-kaca.
Feeling sang Mama memang luar biasa kuatnya.
"Mama terlalu berlebihan, Aku sama Mas Reza nggak ada hubungan apapun!" ujar Prilly berbohong, Ia tak boleh kalah dari Mamanya. Jangan sampai terprovokasi.
"MAMA NGGAK BODOH KAK!" bentaknya lagi "Atau kamu mau Mama tanyakan langsung ke laki-laki itu?" ancam Mama Ully, pura-pura beranjak pergi dari hadapan Prilly untuk menemui Reza secara langsung.
"Apa-apaan sih Ma!!" Prilly mencegat sang Mama agar tidak melakukan hal bodoh itu "Mama nggak perlu ikut campur tentang hidup aku!" akhirnya kalimat itupun terlontar, wajah putih Prilly sudah merah padam menahan marah dan malu sekaligus.
"Jadi benar kamu ada affair dengan suami orang???"
This is it, hancur sudah semua rahasia yang Prilly simpan rapat-rapat selama beberapa bulan ini.
"KAMU SUDAH GILA YA KAK????!!!" maki Mama Ully tepat di depan wajah Prilly. Suara tingginya menggema didalam toilet.
Prilly tak mampu lagi berkata-kata, dadanya kembali sesak. Lehernya seperti tercekik dan mata indahnya mulai berkaca-kaca menahan tangis. Ia tak pernah membayangkan sebelumnya jika orang pertama yang akan tahu hubungan terlarangannya dengan Reza adalah Ibu kandungnya sendiri.
Please, kill me, God... mohon Prilly dalam hati. Ia berharap Tuhan mencabut nyawanya saat ini juga. Sungguh, rasa malu ini lebih besar dari pada rasa takutnya kehilangan Reza. Ia merasa harga dirinya sudah jatuh dan hancur berkeping-keping.
Kenapa harus Mamanya? Kenapa?
Mau taruh dimana wajahnya saat ini?
"Istighfar Kaaakkk!" tangis Ibunya meledak, Prilly tahu sang Ibu sangat kecewa padanya "Istighfaaarrr..." kata Mama Ully lagi, mengingatkan sang puteri.
Air mata Prilly jatuh tanpa disuruh, menetes dan mengalir melewati kedua pipinya yang memerah.
"Mama minta Kakak tinggalin laki-laki itu sekarang juga!" suruh Mamanya to the point.
"Ini hidup aku Mam..." Prilly bersuara bersama tangisnya "Selama ini aku nggak pernah minta apapun ke Mama, tapi kali ini... aku mohon... tolong jangan ikut campur tentang hubunganku dan Mas Reza." jelas Prilly menyebut nama Reza tanpa ragu lagi.
"Jangan bertindak bodoh kamu! Kamu sadar nggak apa yang sudah kamu lakukan?" tanya sang Mama lagi, tak percaya dengan reaksi puteri sulungnya itu.
"I know what i'm doing, Mam... and this is my choice..." lanjut Prilly dengan yakin.
"Mau jadi apa kamu pacaran dengan suami orang seperti ini? Mau jadi perempuan murahan, hah?" kalimat menusuk sang Mama meluncur dengan mudahnya, menikam dan menyayatnya berkali-kali tanpa jeda hingga sakitnya menembus hingga ketulang belakangnya.
Prilly tertawa dengan air mata yang mengalir, menertawakan ucapan sang Ibu yang sungguh menyakitkan tapi juga lucu.
"Apa yang aku jalanin dan apa keputusan dihidup aku ini urusan aku. Mama nggak berhak ikut campur." katanya dengan sombongnya "Mungkin Mama lupa berkaca, dari siapa aku belajar untuk jadi perempuan murahan seperti saat ini..." sarkas Prilly.
"Apa maksud kamu?"
"Kalau aku perempuan murahan, lalu apa bedanya dengan Mama yang selingkuh dari papa demi laki-laki yang lebih muda??" tembak Prilly membuka luka lama tentang perselingkuhan sang Mama belasan tahun lalu itu.
"Jangan kurang aja kamu ya!" tangan sang Mama nyaris saja menyentuh pipi kanan Prilly, tapi kemudian urung dia teruskan. Tak tega untuk memukul sang puteri yang sudah lama tinggal jauh darinya itu.
"Mama lupa apa yang sudah Mama lakukan ke Papa dulu?" tanya Prilly "Karena aku nggak akan pernah lupa sampai kapan pun, kalau Mama lah penyebab keluarga kita hancur!"
"Kamu nggak tahu apa-apa soal itu, kamu masih kecil saat itu!" sanggah Mamanya tak mau disalahkan.
"Oh ya?" sinis Prilly.
"Kamu nggak usah mengalihkan pembicaraan, ini bukan tentang Mama tapi tentang kamu!" Sanggah sang Mama "Mama mau kamu putuskan hubungan kamu dengan laki-laki itu secepatnya! Apa sih untungnya jadi Perempuan Kedua dihidup orang lain??" Lanjut sang Mama dengan murka.
"Kalau aku nggak mau, gimana?" tanya Prilly dengan suara paraunya. Entah dari mana keberanian itu muncul secara tiba-tiba.
"Kalau begitu silahkan kamu pilih, Kamu atau Mama yang menyelesaikan ini semuanya!" tantang sang Mama dengan tegas lalu meninggalkan Prilly dengan rasa bimbang yang semakin besar hingga menyisahkan isak tangis yang teramat sangat.
Apa yang harus Ia lakukan saat ini? Karena jujur saja, meskipun hubungannya dengan pria itu sedang tidak baik-baik saja tapi rasa cintanya sudah terlalu besar dan tak bisa semudah itu melepaskan perasaannya pada Reza.
***
Selamat membacaa jangan lupa klik tanda bintang dan komen di setiap Bab ya :)) Terima kasih.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
