
Thank you for choosing to be by my side...

Villa Artha Gading, Jakarta Utara.
"Ayaaahhh..." Alana berlari menghampiri Reza ketika di lihatnya sang Ayah keluar dari mobil miliknya dan berjalan menuju pintu masuk rumah Opa Papi. Reza tersenyum pada Alana melihat betapa bahagianya sang putri bertemu dengan dirinya.
Setelah seharian bersama dengan Prilly, mau tak mau Reza pun kembali pada keluarganya karena Ia harus menjemput anak dan istri yang sudah Ia janjikan kemarin lusa. Reza nyaris saja membatalkan janjinya pada mereka dan memilih bersama Prilly lebih lama, tapi Prilly menolaknya dan menyuruh agar Reza pulang dan menjemput Alana dan Hanum seperti yang sudah Reza janjikan.
Inilah yang membuat Reza semakin mencintai gadis muda itu, bukan hanya karena kecantikannya semata tapi karena kepribadian Prilly yang berbeda dari wanita-wanita yang pernah Reza temui, bahkan Prilly sangat berbeda dengan sang istri.
Dimata Reza, Prilly adalah gambaran sosok wanita modern, cerdas dan mandiri. Ia tak pernah bergantung pada siapapun, Ia tak pernah menuntut apapun. Jika di film-film yang biasa kita tonton, sang sutrada selalu menggambarkan sosok seorang selingkuhan adalah sosok yang jahat dan egois yang selalu meminta dan menuntut lebih pada si laki-laki dari mulai cinta, waktu dan ekonomi, namun sosok Perempuan Kedua dalam hidup Reza saat ini tak seperti itu.
Sekalipun Prilly mencintai Reza, Ia tak pernah berniat untuk berlomba atau merebut perhatian Reza dari Hanum. Sekalipun Prilly membutuhkan waktu Reza, Ia tak pernah memaksakan Reza untuk memberikannya apa yang tak bisa Reza berikan. Terlebih lagi Prilly sama sekali tak membutuhkan materi dari Reza. Di usianya saat ini, dia sudah memiliki segalanya. Dia bisa membeli semua yang ingin Ia beli dengan jerih payahnya, tak perlu lagi menengadahkan tangannya meminta-minta pada laki-laki.
Prilly mencintai Reza dengan caranya sendiri, Ia akan mengerti dan memaklumi jika Reza lebih memprioritaskan anak dan istrinya dari pada dirinya. Tapi jika Reza memberikannya waktu maka dalam sempitnya waktu yang Reza berikan, Prilly akan menikmatinya sebaik mungkin. Prilly tak akan mengganggu Reza ketika sang pria sedang bersama keluarganya.
Tidak akan!
Seperti sore ini misalnya, Prilly-lah yang membuat Reza pada akhirnya menepati janjinya pada anak dan istrinya untuk menjemput mereka dirumah sang mertua.
Reza menggendong tubuh kecil Alana dan berjalan memasuki rumah besar sang mertua yang terletak di daerah Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Loh Mas, kok sore sudah sampe?" Hanum terkejut melihat sang suami yang sudah muncul di rumah sang Ayah pukul 5 sore padahal Reza bilang, pesawat dari Surabaya take off jam 4.
Reza menghampiri sang istri dengan senyum bahagia seraya menggendong Alana "Iya aku sengaja pulang lebih cepat soalnya sudah selesai juga kerjaan disana..." jelas Reza berbohong, padahal Ia sudah sampai di Jakarta sejak tadi malam.
Reza mengecup pipi Hanum.
"Yeeayy Ayah pulangnya cepet...!" teriak Alana kegirangan.
"Aduh aduh... itu Ayahnya pasti capek baru pulang udah gendong Alana..." Opa Papi keluar dari kamarnya dan menyapa Reza.
"Nggak apa-apa Opa, kan Ayah kuat.." canda Alana masih dalam gendongan Reza.
"Apa kabar Pi? Sehat?" tanya Reza seraya mencium punggung tangan sang mertua.
"Alhamdulillah papi sehat, kamu udah lama nggak mampir ke rumah." ujar Papi, sudah sebulanan ini Reza memang tak datang mengunjungi mertuanya karena perkerjaannya yang selalu over.
"Iya maaf ya Pi, Saya sibuk banget, hampir setiap weekend dinas ke luar kota terus." Reza merasa tak enak hati "Mbak Yum, tolong bawain oleh-oleh di mobil saya yah, ini kuncinya.." Reza menyerahkan kunci mobil berwarna hitam pada sang pengasuh.
"Ayah bawa apa?" tanya Alana penasaran.
"Ayah bawa kue lapis kukus Surabaya sama petis untuk Opa..." jawab Reza sambil menurunkan sang putri "Papi pasti suka deh.." Reza kembali berbicara pada mertuanya itu. Ia tahu Papi memang sangat menyukai lapis dan petis Surabaya.
"Wah, asik, Opa dapet oleh-oleh dari Ayah loh..." pamer Opa Papi pada Alana.
"Kalau Buat Alana apa oleh-olehnya?" Tagih sang putri.
"Hmm.. apa ya, buat Alana cokelat aja deh mau nggak?" Reza bingung memberikan apa untuk oleh-oleh sang Putri.
"Hayooo Ayah... kan dokter udah bilang, Alana nggak boleh makan manis-manis terlalu banyak.." Hanum memelototi sang suami karena melanggar aturan yang Ia buat.
"Ah, Bunda gitu... kan Alana jarang makan cokelat.." Alana menekuk wajahnya dan melipat kedua tangannya ke depan dengan wajah sebal.
"Alana inget nggak apa kata Bu Dokter?" Hanum berusaha mengingatkan sang putri akan aturan medis yang harus Alana jalani.
"Tapi kan Bunda..."
"Sayang, udahlah nggak apa-apa sekali-sekali.." Reza membela sang putri.
"Tapi Mas..."
"Sayang...it's okay..." Reza mengelus bahu sang istri "Tapi makannya sedikit-sedikit ya, jangan dihabisin sekaligus.." Reza mengingatkan Alana.
"Iyah.." wajah Alana kembali ceria "Bolehkan Bunda?" Alana merayu Bundanya dengan wajah lucunya, membuat Reza tersenyum melihat tingkah putri semata wayangnya itu.
Hanum menatap Alana sambil terlihat berfikir "Tapi Alana janji ya jangan banyak-banyak?" Hanum mengulurkan jari kelingkingnya pada Alana.
"Janji..." ditaukannya kelingking kecil sang putri pada kelingking Bundanya, saling berjanji.
***
Reza keluar dari kamar mandi, masih mengenakan handuk dipinggang dan bertelanjang dada. Berjalan menuju lemari pakaian di dalam kamar pribadinya untuk mencari kaus yang akan dipakainya tidur malam ini.
Hanum yang masih membereskan koper bekas yang sang suami bawa ke Surabaya pun menoleh pada Reza yang kini sedang berdiri di depan cermin menyemprotkan cologne ke tubuhnya yang bidang itu.
"Mas..." Hanum memanggil sang suami dengan pelan "Kayaknya kamu harus ngomong sama Alana deh.." lanjutnya, bersiap menceritakan apa yang sang putri pernah utarakan padanya kemarin malam mengenai Reza.
"Ada apa, sayang?" Reza menoleh ke belakang, keningnya mengernyit penasaran.
Hanum tak langsung menjawab, dirapihkannya baju-baju kotor yang berada di dalam koper dan menumpuknya ke dalam keranjang kemudian menghampiri Reza dengan penuh kekhawatiran.
"Kemarin Alana nanya sama aku, katanya kenapa kamu sering bohong akhir-akhir ini.." Hanum membuka permbicaraan, kini suami istri itu berdiri berhadapan.
"Bohong soal?"
"Kamu inget kan waktu kamu dinas ke Singapore? kamu udah bilang mau telepon Alana tapi karena kamu sibuk akhirnya kamu lupa." Hanum mengingatkan "Terus kemarin, kamu udah janji sama Alana mau anter ke sekolah, ternyata kamu harus berangkat pagi-pagi." lanjut Hanum meruntut dua janji yang Reza ingkari pada sang putri.
"Alana kecewa banget Mas sama kamu.." ujar Hanum "Aku pengen kamu ngobrol sama Alana, minta maaf soal kejadian itu. Aku nggak mau Alana nanti berfikir kalau kamu sengaja nggak nepatin janji.." Hanum menyisir rambut sang suami yang agak basah itu dengan jari jemarinya.
"Astaga, Alana ngebahas itu sama kamu?" Reza terkejut mendengar cerita sang istri tentang putri tercintanya itu.
Hanum mengangguk "Kamu ngomong ya sama Alana malam ini..." pinta sang istri.
"Iya sayang, biar aku jelasin ke Alana ya sekarang.." ujarnya "Maaf ya udah bikin kamu harus terus menjelaskan ini ke Alana, sementara aku sibuk sama kerjaanku.." jelasnya, Reza memeluk tubuh sang istri dengan masih bertelanjang dada dan handuk menempel dipinggangnya.
Wangi cologne khas laki-laki menyeruak ke penciuman Hanum ketika Ia membalas pelukan sang suami dengan penuh sayang.
"Aku ngerti kamu sibuk, tapi Alana kan masih kecil. Aku takut Alana ngerasa kalau kamu nggak sayang sama dia.." jelas Hanum masih dalam pelukan Reza.
"Iya, sayang. Nanti aku ngobrol ya sama Alana." jawabnya.
Hanum tersenyum dalam dekapan sang suami, lega dengan jawaban dan pengertian Reza. menurut Hanum, Reza bukannya sengaja mau mengingkari ucapannya, tapi pekerjaanlah yang membuatnya terpaksa melakukan itu.
Setidaknya itu yang Hanum ketahui, walaupun kenyataan yang ada dilapangan tidak seperti itu. Karena setiap kali Reza mengingkari janjinya pada sang putri, semua itu karena seorang wanita yang sang putri kagumi.
Ah, andai saja Alana dan Hanum tahu ini...
"Loh Mas, ini leher kamu kenapa ya? Kok kayak luka sih, merah gitu.." Hanum yang tadi masih memeluk Reza terkejut melihat bercak dan sedikit luka memerah di leher kiri Reza tepat di bawah telinganya.
Mata Reza membelalak, dengan sikap paniknya Ia segera melepaskan pelukan sang istri dan menatap Hanum dengan senyum palsunya.
Sial! ini pasti bekas yang Prilly tinggalkan tadi malam. Seketika, berkelebat semua kegilaan yang semalam mereka berdua lakukan hingga fajar menyingsing. Yang selama ini hanya Reza bayangkan dan lihat di dalam film, benar-benar Ia rasakan bersama gadis dua puluh enam tahun itu.
Flashback
Peluh sudah membanjiri tubuh polos keduanya, sejak hampir empat puluh lima menit tadi mereka bergulat dengan nafsu yang memang sudah mereka tahan sejak beberapa hari lalu. Tak ada suara selain nafas memburu dan denting jarum jam yang menggema diruang tv berukuran 4x5 meter. itu.
Sial! Pesona gadis diatasnya ini benar-benar sudah membuat imajinasi Reza mengudara. Reza tak pernah menyangka jika Prilly bisa seliar ini. Bahkan 'malam pertama' yang dulu mereka lakukan, rasanya tak segila ini.
Reza menatap penuh kagum pada sosok wanita dua puluh enam tahun yang masih duduk diatasnya. Wajah cantik blasterannya penuh keringat yang bisa Reza lihat turun dari leher putihnya menuju ke dadanya.
Mata gadis itu menutup, mencoba menikmati sensasi luar biasa yang sedang Ia rasakan. Prilly menengadah seraya memejamkan mata cokelatnya, sementara bibir tipisnya menyeracau berkali-kali menyebut nama Reza dalam setiap gerakan yang Ia buat.
SHE LOOK SO HOT! FUUUCCKKK!
Reza menikmati pemandangan ini penuh hikmat dan tentu penuh nafsu.
Tangan kekar Reza tak lupa ikut menjelajahi setiap inchi tubuh mulus sang gadis. Rambut sebahu Prilly yang tergerai berkali-kali turun menutupi wajah Reza, membuat Reza harus memegangi rambut sang kekasih agar tak mengganggu penglihatan matanya.
Woman on Top. Banyak orang berkata seperti itu ketika kegiatan sex yang dilakukan oleh pasangan, sang wanita berada diatas sang pria. Seperti yang kini sedang Prilly lakukan bersama Reza.
Prilly masih menantikan surgawinya yang Ia tahu jika sebentar lagi rasa itu akan datang. Ekspresi wajah Prilly berubah dalam beberapa detik kemudian, dari penantian menjadi ketegangan.
Prilly memeluk Reza dengan kencang, membuka mata indahnya kemudian menatap wajah tampan Reza yang juga sudah basah oleh air tubuhnya.
Reza mengerti isyarat ini, ini berarti waktunya sudah tiba. Reza memajukan wajahnya dan mengecup bibir Prilly agak lama, sengaja membantu sang kekasih untuk bisa merasakan klimaks adegan ini dengan sangat memuaskan.
Tak begitu lama, Prilly melepaskan tautan dibibirnya dan kemudian bersuara tertahan, mengaduh keenakan.
Melihat wajah Prilly yang seperti ini membuat sang jantan semakin menggila, maka Reza pun ikut bergerak membantu Prilly.
Prilly membenamkan wajah cantiknya di leher Reza ketika Ia mulai merasakan tubuhnya bergetar hebat, memeluk Reza dengan jerit kenikmatan yang terdengar begitu merdu ditelinga Reza.
Prilly tak pernah merasakan orgasme segila ini. Tak pernah!
Saking gilanya, tanpa Prilly sadari, bibir pink tipisnya itu menggigit leher kiri Reza agak kencang dan lama. Kemudian selang tak berapa lama, Reza pun merasakan nikmat yang sama.
Tubuh keduanya terkulai. Prilly masih diposisi yang sama dengan tubuhnya yang terekspose indah dan memasrahkan diri pada Reza kemudian Ia berbisik pelan...
"Thank you..." bisik Prilly masih dengan nafasnya yang terengah-engah.
"My pleasure..." jawab Reza tanpa bergerak sedikitpun "That... was... damn..." puji Reza "Gila ya kamu, nggak nyangka saya..." lanjut Reza kembali memuji.
Prilly tertawa malu, tak berani menatap Reza dan memilih memeluk kembali tubuh kekasihnya seraya menyembunyikan wajah cantiknya.
Reza mengecup pelipis kiri Prilly penuh sayang seraya melingkari tubuh mungilnya yang masih tanpa pakaian itu dengan kedua tangannya.
"But it's not over yet..." ujar Reza menggoda.
"Hah maksudnya?" Prilly terkejut ketika Reza tiba-tiba bangun dari sofa seraya mengangkat tubuh kecilnya, menggendong Prilly dengan mudahnya.
"I still want more..." ucap sang pria sambil mencium bibir sang wanita dan berjalan membawa tubuh naked-nya menuju lantai dua dengan tawa yang menggema.
Flashback End.
SHIT!
Khayalan kotornya kembali menyelimuti otaknya.
"Hah, masa sih?" tanya Reza pura-pura tak tahu apapun, dilihatnya lehernya di cermin dan mengusap-usapnya dengan jarinya "Nyamuk kali ya? Kok aku nggak sadar ya? Pantesan aja dari kemarin gatel banget.." jelas Reza berbohong kemudian dengan cepat memakai kaus dan celana pendeknya.
"Ih, kamu kebiasaan deh, kalau gatel jangan di garuk. Kasih minyak kayu putih aja, Mas. Jadi luka gitu loh.." Hanum berusaha melihat tanda merah itu kembali tapi Reza pura pura menggaruknya dan menutupi dengan tangannya "Sini aku olesin minyak kayu putih.." Hanum menawarkan diri untuk mengobati Reza dengan polosnya, Ia sama sekali tak akan menyangka siapa orang-lebih tepatnya- siapa wanita yang memberikan tanda itu di leher suaminya.
"Iya nanti aja biar aku yang olesin, aku ke kamar Alana aja ya? Nanti Alana keburu tidur.." Reza menyisir rambutnya asal-asalan dan dengan cepat beranjak dari kamar.
"Ya udah, kalau gitu.." Hanum membiarkan sang suami pergi menemui anaknya.
***
Kamar itu bernuansa pink dengan boneka disekelilingnya dan rak buku yang penuh dengan buku-buku cerita dongeng anak dari mulai berbahasa Indonesia hingga berbahasa Inggris. Alana sang pemilik kamar memang sangat suka membaca buku bergambar dan mewarnai, hampir setiap kali mereka pergi ke Mall Alana selalu menyempatkan diri pergi ke Gramedia untuk mencari buku bacaan baru.
Selain buku, rak di kamarnya juga penuh dengan boneka, tak berbeda jauh dengan kamar dirumah sang Opa, namun ukuran kamar Alana dirumah ini tak sebesar di rumah sang kakek. Di samping ranjang kecilnya terdapat sebuah meja kecil untuk menaruh Ipad berwarna silver yang menjadi benda favorite Alana untuk bermain game masak memasak, dan sebuah meja belajar berwarna putih.
Knock! Knock!
Reza mengetuk dengan pelan pintu kamar Alana yang sedikit terbuka, melongokan kepalanya ke dalam seraya menyunggingkan senyum tampannya. Reza dan Hanum memang membiasakan diri mengetuk pintu sebelum masuk ke kamar sang putri, agar Alana juga bisa meniru sopan santun orang tuanya.
Di dalam kamar, Alana sedang tiduran di ranjangnya dan disamping kirinya ada Mbak Yum yang sedang menemainya membaca buku cerita tentang dongeng putri dan raja. Alana menoleh pada pintu dan membalas senyum ayahnya.
"Ayah boleh masuk?" tanya Reza pada Alana yang dibalas anggukan oleh sang Putri.
Reza melangkah mamasuki kamar Alana, menghampiri sang putri yang kini sudah terduduk di ranjang pinknya. Mbak Yum dengan maklum beranjak dari ranjang, memberikan ruang untuk Reza duduk di ranjang sang putri.
"Alana belum ngantuk?" tanya Reza duduk di samping Alana, mengelus rambut hitam putri semata wayangnya "Besok sekolah loh..."
"Dari tadi Mbak Yum nyuruh Non Alana tidur tapi katanya masih mau baca buku, Pak..." Mbak Yum menimpali dari depan pintu kamar.
"Sebentar lagi boleh nggak, Ayah? Alana mau baca buku dulu..." pinta sang putri dengan suara imutnya.
"Boleh, tapi Ayah mau bicara sebentar sama Alana dulu boleh kan?" Reza menatap wajah cantik Alana, wajah gadis lima tahun itu penuh selidik, Penasaran dengan apa yang sang ayah ingin bicarakan.
"Tadi Bunda cerita, katanya Alana marah sama Ayah?" tanya Reza dengan suara lembut, duduk disamping sang putri.
Alana tak langsung menjawab, ditaruhnya buku bacaan yang tadi Alana pegang ke samping kanannya, kemudian menatap mata sang Ayah dengan wajah serius.
"Alana nggak marah sama Ayah, tapi Alana sedih Ayah bohong terus..." curhat Alana dengan polosnya "Kata Miss Citra, kalau kita sudah berjanji itu nggak boleh diingkari, karena Allah nggak suka. Tapi Ayah ingkarin janji terus sama Alana, jadi Alana sedih. Alana nggak mau Allah marah sama Ayah..."
Ucapan sang putri seperti tamparan untuk Reza, Ia tak menyangka Alana yang sekecil ini sudah merasakan hal seperti ini bahkan berfikiran sejauh ini. Jujur saja setiap kali berada disamping Prilly, Reza seperti lupa akan semua hal, seolah waktu berhenti dan segalanya hanya ada Prilly.
Reza menatap sang putri dengan rasa menyesal, tak pernah sedikitpun Reza berniat dengan sengaja untuk mengecewakan Alana demi Prilly, hanya saja Reza selalu terbawa suasana setiap kali ia bersama wanita cantik satu itu. Lain kali Reza harus lebih berhati-hati dalam membagi waktunya antara Prilly dan keluarganya.
Reza memeluk Alana penuh sayang, menciumi kepala Alana berkali-kali seraya meminta maaf dengan sepenuh hati "Ayah minta maaf ya, bukan maksud ayah untuk berbohong dan ingkar janji ke Alana. Tapi ayah sibuk kerja jadi Ayah lupa kalau punya janji sama Alana. Ayah janji, lain kali ayah nggak akan ingkar lagi." ujar Reza serius "Alana jangan marah ya sama Ayah, Alana mau maafin ayah kan?"
Alana balas memeluk Reza dengan tangan kecilnya dan senyum mengembang nampak disudut bibirnya. Alana bahagia karena ayahnya mau mengatakan ini secara langsung dan kemudian meminta maaf padanya.
"Alana sayang sama ayah, Alana nggak marah sama Ayah kok." jawab si mungil "Besok ayah beneran mau anter Alana sekolah kan?" tanya Alana.
"Iya sayang, besok Ayah anter Alana yaaa, kita berdua aja. Gimana?" Wajah Alana ceria seketika.
"Assiikkk, makasih ya Ayaaahhh..." balasnya kegirangan, deretan gigi putih kecilnya terpampang jelas membuat wajah cantiknya semakin terlihat menggemaskan.
"Ya udah, Alana selesaiin bacanya terus habis itu bobo ya. Besok kan harus bangun pagi..." diciumnya kening Alana penuh sayang seraya menyelimuti tubuh mungilnya.
"Oke Ayah.."
"Good night sayang, ayah sayang banget sama Alana..." ujar Reza sebelum pergi meninggalkan kamar sang putri.
"Alana juga sayaanggg banget Ayah, muaaachh..." dikecupnya pipi Reza yang sedikit berewok itu.
Reza berdiri dari ranjang sang putri kemudian keluar kamar bercat pink itu dengan perlahan menuju ruang tv. Terlihat Mbak Yum yang sedang asik menonton disana.
"Mbak, minta tolong temenin Alana sampai tidur ya.." pinta Reza pada sang ART ketika melihat Mbak Yum di ruang tv.
"Baik Pak.." jawab Mbak Yum mengiyakan lalu berjalan menuju kamar Alana.
Mata Reza mengekori langkah Mbak Yum, begitu melihat Mbak Yum sudah memasuki kamar Alana, Reza beranjak dari ruang tv menuju balkon depan. Membuka pintu bercat putih dengan kaca itu lalu berjalan menjauhi pintu depan. Ketika di rasa keadaan rumah sudah aman, dengan perlahan dikeluarkannya handphone yang sejak tadi Reza taruh dikantung celana pendeknya dan dengan tanpa ragu di tekannya nomor yang sudah sejak tadi sore sangat ingin Ia hubungi.
Nomor Prilly.
Telepon diujung sana berdering beberapa kali hingga kemudian suara lembut nan merdu pun terdengar.
"Hallo Mas..." sapa suara wanita itu, membuat Reza tersenyum.
"Hai, Kamu belum tidur?" tanya Reza basa-basi, Ia berusaha mengontrol nada suaranya agar tak terlalu terdengar excited.
"Belum." jawab Prilly singkat "Mas, Kamu lagi dimana?" tanya Prilly dengan nada curiga, Prilly heran kenapa Reza bisa menelepon dirinya saat ini? Bukankah Reza sedang dirumahnya?
"Saya dirumah..."
"Loh, Mbak Hanum kemana memangnya?"
"Hanum dan Alana dikamarnya..." ujar Reza santai.
"Astaga Mas, kamu kok bisa-bisanya telepon saya lagi ada mereka. Kalau Mbak Hanum denger gimana?" Prilly panik melihat Reza yang berani menghubungi dirinya saat sedang dirumah.
"Saya kangen..." jujur Reza.
"Masss... saya nggak mau Mbak Hanum curiga ngeliat Mas Reza teleponan sama saya..." Prilly cemas.
"Saya di balkon depan kok, lagian Hanum juga pasti udah tidur. Don't worry..." Reza menenangkan.
"Ya tapikan tetep aja, Mas. Kalau ada yang denger gimana?" Ujar Prilly takut, sangat tidak lucu jika baru beberapa hari hubungan mereka membaik lalu harus diketahui orang lain.
"I miss you..." ujar Reza, dia berusaha mengalihkan pikiran negatif sang kekasih.
Prilly menghela nafasnya, mengerti arti dari kata-kata Reza padanya dan sejujurnya Ia juga masih merindukan Reza. Jujur saja pertemuannya tengah malam tadi dengan sang kekasih terasa masih sangat kurang.
"I miss you too, Mas..." balas Prilly pada akhirnya, pelan dan pasrah.
"Besok saya jemput ya..." pinta Reza.
"Bukannya kamu besok harus nganter Alana?" tanya Prilly.
"Iya saya nganter Alana dulu terus langsung jemput kamu, lagipula sekolah Alana kan searah sama rumah kamu..." jelas Reza santai.
"Saya bisa bawa mobil sendiri kok Mas, kamu langsung ke kantor aja ya?" tolak Prilly dengan halus.
"Please.. let me pick you up, i need to see you..." mohon Reza lagi, Ia tak bisa membendung perasaannya pada gadis 27 tahun itu, rasanya ia ingin terus menerus menemui Prilly setiap hari.
"Nanti kamu capek loh mondar-mandir..."
"Capek saya langsung hilang, begitu ketemu kamu..." Reza kembali menggombal.
Prilly tertawa diujung sana "Kamu kok jadi hobby gombal ya akhir-akhir ini.."
"Iya nih, gara-gara kamu kayaknya..." ujar Reza "Wait for me okay, besok aku jemput ya..."
"Iyah..."
"Ya udah, selamat istirahat ya. See you..." ucap Reza lembut.
"Selamat istirahat juga Mas, see you..."
***
"Miss Citraaaa...!" Alana berteriak begitu melihat Guru kesayangannya di depan pintu kelas. Guru cantik itu menoleh kemudian menyunggingkan senyum manisnya pada Alana. Ini bukan yang kali pertama Reza mengantar Alana ke TK-nya, jadi Reza sudah cukup familiar dengan lingkungan disini termasuk dengan para Guru.
Reza dan Alana berjalan menuju depan ruang kelas. TK dimana Alana bersekolah bisa dibilang cukup besar, salah satu TK terbaik di kawasan Cibubur. Dari parkiran menuju pintu masuk gedung berjalan tak begitu jauh, dan setiap pagi biasanya wali kelas dan para Guru ada yang menunggui siswa di depan sekolah dan di depan kelas.
Reza menggandeng tangan kecil Alana menuju sang wali kelas yang sudah menunggu mereka, Miss Citra mengenakan kerudung bercorak bunga dan gamis berwarna putih gading. Guru cantik itu menyambut Alana dengan penuh sayang ketika gadis cilik itu datang memeluk pinggang sang Guru.
"Assalamualaikum Alana cantik..." sapa Miss Citra ketika murid tersayangnya memeluk dirinya penuh sayang.
"Waalaikumsalam Miss. Miss, Alana di anter sama Ayah loh hari ini.." Alana memamerkan Reza pada sang Guru, tersenyum lebar begitu bahagia dengan kehadiran ayahnya ke sekolah.
Miss Citra tersenyum pada Reza, Reza mengelus rambut Alana yang dikuncir satu itu dengan penuh sayang.
"Wahh, senangnyaa..." balas Miss Citra ikut bahagia.
"Saya titip Alana ya Miss..." ujar Reza dengan ramahnya.
"Baik Pak Reza... Alana pinter kok di sekolah, nggak pernah rewel. Ya kan?" sahut Miss Citra jujur.
"Oh ya?" Reza melirik pada sang Putri.
"Iya dong Ayah, Alana kan anak pinter..." Alana menimpali.
"Good girl." Reza mengusap kepala sang putri dengan bangga "Ya udah, Alana sekolah dulu ya, Ayah boleh berangkat sekarang kan?" tanya Reza sekaligus berpamitan.
"Iya Ayah, terima kasih ya Ayahhh..." Alana berhambur memeluk tubuh tegap Reza, membuat hati Reza begitu tersentuh. Bahkan hanya dengan mengantar sang putri ke sekolah saja, Alana sudah sebahagia ini.
"Sama-sama sayang, kiss Ayah dulu..." Reza menyodorkan pipinya yang dipenuhi berewok tipis pada Alana.
"Emmmuuccchhh... I love you, Ayah..." Alana memegang wajah Reza penuh gemas dan mencium pipi kiri dan kanannya dengan sayang.
"Love you more, sayang... Muuaach..." Reza balas menciumi sang putri tak kalah gemasnya "Mari Miss, saya permisi..." pamit Reza.
"Baik Pak, Hati-hati Pak Reza..."
Reza mengangguk pada Miss Citra kemudian kembali melirik Alana.
"Bye sayang... be a good girl okay..." katanya pada Alana.
"Okeeee, bye Ayaaahh...!" Alana berjalan masuk menuju kelas bersama Miss Citra, sementara Reza menatap mereka seraya melambaikan tangan pada sang putri.
Setelah tubuh keduanya menghilang dari pandangan Reza, Reza memutar tubuhnya berjalan menuju mobilnya yang Ia parkir tak jauh dari depan gedung sekolah berlantai empat itu.
Reza mengeluarkan kunci mobil dan menekan tombol kuncinya hingga terdengar suara bip dan mobil keluaran eropa itu mengedipkan lampu, menandakan jika mobil sudah tak terkunci. Sambil berjalan memasuki mobilnya, Reza kembali merogoh kantung celana kanannya dan mengambil iPhone yang Ia simpan disana.
"Hallo Prill, saya on the way yah..." ujar Reza beberapa detik kemudian ketika panggilan teleponnya telah diangkat oleh sosok wanita cantik diujung sana yang tak lain adalah sang kekasih gelap, Prilly.
***
Rumah berlantai dua yang terletak dikawasan Taman Mini Jakarta Timur itu terlihat sepi, Reza yang berada di dalam mobil tepat diluar pagar rumah bercat putih-abu itu seketika menyunggingkan senyum tampannya ketika sosok wanita cantik yang mengenakan tanktop putih, blazer putih dengan middle cut pareo skirt itu keluar dari pintu rumahnya berjalan menuju mobil Reza yang terparkir.
ASTAGA. CANTIK BANGET.
Batin Reza bersorak melihat betapa mempesonanya wanita muda ini, pikiran mulai berkecamuk di otak kecil Reza. Gadis berambut cokelat sebahu itu mengenakan heels berwaran hitam bertinggi tujuh centi. Kaki dan paha mulusnya yang dibalut rok pareo terlihat sekilas-sekilas setiap kali kakinya melangkah. Belum lagi make-up tipis dan lipstick nude yang gadis itu poles ke wajahnya, membuat kulit putih kemerahannya terlihat semakin indah.
Prilly membuka pintu mobil sebelah kirinya, masuk ke dalam lalu duduk dengan senyum yang mengembang. Handbag hitamnya Ia taruh dipangkuannya, tepat di atas rok pareonya yang terbelah di tengah.
"Morning..." sapa Prilly ketika bibir tipisnya mengecup pipi Reza.
"Morning beautiful..." balas Reza dengan suara beratnya, Reza menarik wajah Prilly dengan pelan kemudian mencium bibir ranum sang kekasih dengan tanpa aba-aba, membuat Prilly sedikit tersentak.
Prilly tak menolak, Ia justru membalas ciuman Reza padanya, mengecupnya agak dalam sambil mengusap wajah tampan sang kekasih selama beberapa detik.
"Udah ah, kita udah terlambat..." Prilly melepas bibirnya yang masih Reza kulum penuh nafsu "Udah jam delapan, Mas..." Prilly kembali mengingatkan. Ia tak mau terbawa suasana karena perlakuan Reza padanya pagi ini.
Inget! Ini masih pagi, Prill. Ujar Prilly dalam hati.
"Should we skip work today?" tanya Reza dengan wajah serius, mata sayunya menatap Prilly sedemikian rupa dan Prilly mengerti arti dari pertanyaan Reza barusan.
"No..." jawab Prilly "Kan masih bisa lain kali, lagi pula saya ada meeting sama Team hari ini..." Prilly harus menahan ini semua, jika bukan Prilly yang mengontrol, lalu siapa lagi? Meskipun dalam hatinya Ia juga sungguh menginginkan Reza saat ini.
"Are you sure?" Reza mengusap pipi Prilly seraya menatap mata cokelatnya.
Prilly mengangguk yakin "Yuk, berangkat!" Prilly membenarkan posisi duduknya kemudian mengenakan seatbelt bersiap untuk pergi dari sana. Ia tak boleh tergoda!
"Okay, as you wish..." balas Reza sambil bersiap menyalakan mesin mobil yang mulai terdengar menderu.
***
GLARE, Hanum's Office.
Knock. Knock!
"Ya, Masuukk!" Sahut Hanum tanpa melihat ke arah pintu kantornya yang mulai terbuka.
"Assalamualaikuuumm.." sosok cantik berkulit putih dengan rambut sebahunya muncul tepat didepan pintu kantor Hanum, Hanum yang sejak tadi sedang mengecek pekerjaannya pun terlonjak ketika melihat siapa tamu yang datang pagi itu bersama dua orang lainnya.
Satu pria dan dua wanita cantik seumuran Hanum pun tertawa riang melihat wajah sang sahabat yang akhirnya bisa mereka temui. Ketiganya kemudian masuk ke ruangan kantor bercat soft grey itu dengan excited. Tak kalah senangnya, Hanum yang tadi masih duduk di kursi kantornya pun ikut berdiri dan menghampiri sang wanita cantik.
"Ya ampun long time no see..." ujar Hanum pada satu wanita berkulit kuning langsat dengan rambut pendeknya seraya mencium pipi kiri dan kanan sang wanita dan memeluknya penuh rindu.
"Sorry banget Beb, gue baru bisa nemuin elo, sibuk banget ngurus ini itu..." balas sang wanita.
"Iya nggak apa-apa, santai aja. Gue tahu lah gimana ribetnya ngurus wedding..." balas Hanum mengerti akan kesibukan wanita yang adalah teman satu genknya yang berbeda Jurusan saat kuliah dulu.
"Sheila balik dari Aussie langsung ngasih kejutan banget kan, Haan?" timpal Marsha yang biasa di sapa Chaca oleh Hanum dan Sheila.
"Alhamdulillah Ya Cha, akhirnya nih orang nemuin pujaan hatinya jugaaa..." ledek Hanum, pasalnya Sheila terkenal dengan eksperimen-eksperimennya soal percintaan sejak semasa kuliah dulu.
"Iyaaa, gue kira dia mau ngelajang terusss..." goda Marsha, wanita bertinggi 169 cm itu.
"Iya nih, jauh-jauh keliling dunia, ujung-ujungnya nemu yang lokal juga..." ujar Sheila dengan gaya centilnya "Eh, kenalin nih, ini Vidi calon gue. Sayang ini sahabat-sahabat gila aku waktu kuliah di jakarta..." Sheila mengenalkan tunangannya pada Hanum dan Marsha.
"Hallo... Vidi... nice to meet you yaa.." pria berwajah imut itu mengulurkan tangannya pada Hanum dan Marsha secara bergantian.
"Hai, Hanum..."
"Marshaa..." keduanya menyambut uluran tangan Vidi dengan ramah.
"Eh, langsung ke ruang meeting aja kali ya, Cha? Udah siap sih presentasinya semua. Biar Kalian bisa lihat hasil design 3Dnya..." Hanum mempersilahkan Sheila dan Vidi untuk menuju ruang meeting. Sheila memang berniat memakai jasa GLARE yaitu perusahaan milik Hanum untuk mendesign rumah barunya setelah menikah nanti.
"Boleh, kita langsung lihat aja ya, sayang?" Sheila bertanya pada sang tunangan.
"Oke..." Vidi mengamini.
"Cha, lo anter Sheila ya, gue siapin barang-barang gue dulu..." pinta Hanum pada Marsha yang adalah sahabat terdekat Hanum sejak jaman kuliah dulu dan sekaligus salah satu co-founder GLARE saat ini.
"Oke. Kita duluan ke ruang meeting aja ya. Yuk!" ajak Marsha pada Vidi dan Sheila.
"Thanks ya Cha..." Hanum menepuk bahu Marsha tanda terima kasih sebelum Marsha keluar dari ruangan.
***
P1, EXECUTIVE PARKING.
"Thanks ya Mas, udah repot-repot jemput segala..." ucap Prilly di dalam mobil yang kini sudah terparkir di Executive Parking kantor mereka. Tempat parkir yang hanya dapat digunakan oleh Manager dan para atasan lainnya. Executive Parking ini terdapat di P1 Ground Floor dan tak sembarang orang dapat memarkirkan mobilnya disana, jadi kendaraan yang di simpan disini tak seramai parkiran untuk Karyawan biasa.
Mobil MBW Reza terparkir di sudut kiri, cukup jauh dari pintu masuk gedung. Mereka harus sangat berhati-hati ketika Prilly keluar dari mobil Reza. Jangan sampai Pak Frans, Pak Bernard, Bu Julia dan atasan mereka yang lain memergoki mereka berdua turun dari mobil yang sama.
Inilah alasan yang membuat Prilly takut ketika Reza memintanya untuk berangkat ke kantor bersama, bukannya tak mau, tapi Prilly merasa hubungan yang baru saja dimulai ini harus benar-benar ekstra hati-hati mereka jalani. Karena bagaimanapun tembok selalu punya mata dan telinga.
Reza sudah mematikan mesin mobilnya. Ketika Prilly mengatakan kata terima kasih padanya, Reza melirik menatap wajah cantik gadis itu.
"You're welcome...." balasnya dengan sangat lembut, mata Reza tak juga mau berhenti menatap Prilly.
"Kenapa sih? Kok ngeliatin saya kayak gitu banget?" Tanya Prilly heran melihat cara Reza menatapnya.
Reza menggeleng lalu tersenyum dengan masih menatap sang wanita penuh arti.
"Nothing. I just realize that i'm so lucky to have you..." puji Reza dengan gombalan mautnya yang selalu sukses membuat jantung Prilly berdegub.
Prilly mengulum tawanya, mencoba untuk tidak tersenyum dengan rayuan sang kekasih.
"Oh ya?" Prilly menyentuh pipi kasar Reza dengan tangan lembutnya.
"Saya nggak bisa kalau sehari nggak ketemu sama kamu, Prill..." ujar Reza.
"But we can talk on phone, kan Mas..." balas Prilly.
"It's not enough..."
"I know..." Prilly paham benar apa yang Reza rasakan saat ini, karena sebenarnya Ia pun merasakan hal yang sama. Prilly sangat ingin menatap dan memeluk tubuh Pria itu lebih lama dari ini.
Tapi Ia bisa apa?
"Udah ya, saya turun duluan. Takut nanti Bu julia atau yang lainnya ngeliat kita..." Prilly celingukan, melihat ke sekeliling parkiran yang sudah sepi.
"Wait, lima menit lagi, please. Saya masih mau melihat wajah kamu..." pinta Reza memelas seraya menikmati pemandangan indah didepan wajahnya.
"Maaass, udah ah! Nanti kelamaan disini saya malah nggak jadi kerja lagi!" Canda Prilly, salah tingkah ditatap sebegitunya oleh pria tiga puluh empat tahun itu.
"That's a good idea, should we?" Tantang Reza dengan wajah cerianya.
"Mas Rezaaa udaahh ah, i have to go now!" Pamit Prilly lagi kemudian mencium pipi sang pria.
"Hahahaha... ya udah, see you ya..." dikecupnya kening Prilly penuh sayang sebelum Prilly keluar dari mobil miliknya.
"Bye.... thank you for the ride, see you..." Prilly keluar mobil dan meninggalkan Reza disana.
"Bye....." Reza melambai pada sosok mungil Prilly yang kini sudah semakin menjauh.
Mereka masih saling melempar senyum dan saling melambaikan tangan bahkan ketika tubuh Prilly sudah meninggalkan kendaraan beroda empat itu seolah tak ingin berpisah. Mata Reza mengekori Prilly, menunggunya hingga masuk ke dalam gedung kantor barulah Reza keluar dari mobil miliknya.
***
GLARE Office, Cibubur.
"So untuk Materialnya kita sudah fix sama yang ini ya?" Hanum menyodorkan Material Board yang berada disebelah kirinya.
Presentasi design dan layout sudah di approved oleh Sheila dan Vidi. Wajah sumringah keduanya mengisyaratkan tanda persetujuan. Hanum memang selalu mencari tahu secara detail terlebih dahulu tentang apa yang klien inginkan sebelum design di presentasikan pada klien. Biasanya Hanum melihat dari sifat, kebiasaan, warna favorit serta pekerjaan dan latar belakang sang klien barulah Hanum dan Team membuat design serta layoutnya.
Sheila sangat menyukai warna-warna pastel dan warm tone dan begitu Hanum mempresentasikan designnya dengan video 3D, Sheila dan Vidi sudah merasa sangat klik. Tinggal memilih mana material yang mereka akan gunakan.
"Gue sih terserah lo aja Haan, gue suka banget sama semua hasilnya dan gue percaya lo pasti pahamlah selera gue gimana. Ya kan sayang?" Ujar Sheila dengan excited.
"Saya juga setuju sih untuk design yang ini, bagus banget!" Puji Vidi.
"Thank you loh..." balas Marsha melempar senyum pada calon suami-istri itu "Gue sempet khawatir lo kurang suka..." lanjut Marsha lagi.
"Hanum sih udah expert lah di bidangnya, dari kuliah dulu kan lo tahu sendiri dia gimana..." sahut Sheila soal betapa cerdas dan kreatif sang sahabat dari semasa kuliah dulu.
"Ah, bisa aja lo!" Hanum tersenyum Ge-eR.
"Pokoknya gue percayain ini semua sama lo deh!" Ujar Sheila lagi "Gue sama Vidi terima jadi aja..."
"Lo nggak punya store langganan yang mau lo rekomendasiin?" Tanya Hanum, karena biasanya Klien ada yang ingin merk atau toko tertentu untuk membeli barang-barang rumah.
"Enggak ada sih, gue yang penting bagus sama awet aja. Pokoknya lo atur aja semua..." jawab Sheila lagi.
"Oke kalo begitu. Udah selesai presentasi dari kita, semoga lancar semua. Dan mungkin weekend ini gue sama Team akan ngecek lokasi ya, Sheil..." Hanum duduk di kursi disamping kiri Marsha.
"Wi, tolong ya..." Hanum menyuruh Dewi sang asisten untuk membereskan meja meeting.
"Baik Mbak..." Dewi dengan sigap membereskan dokumen dan material board yang masih berada di atas meja.
"Ohh oke, nanti gue biar ngomong sama kontraktornya kalo kalian mau dateng weekend ini." Jawab Sheila "Oh iya gue juga sekalian mau kasih ini buat lo berdua..." Sheila membuka tas Dior-nya dan mengambil sesuatu, menyodorkannya pada Hanum dan Marsha bergantian.
"Lo berdua harus dateng dan jadi Bridemaids kita!" Sheila memberikan undangan berwarna pastel dengan tulisan nama Sheila & Vidi didepannya.
"Pasti lah kita dateng..." ujar Marsha sambil mengambil undangan dari Sheila dan membacanya.
"Oke, udah kelar kan ya? Kita lunch yuk!" Ajak Sheila "Sayang kamu mau ikut atau gimana?" Sheila melirik Vidi.
"Aku langsung balik ke kantor aja ya? Kamu nggak apa-apakan aku tinggal?" tanya Vidi.
"Ya udah nanti aku baliknya pesen taxi online aja ya, aku mau hangout dulu sama mereka. Kangen bangettt!" Sheila excited.
"Oke. Hati-hati pulangnya. Aku duluan ya." Vidi berdiri dari kursi, mencium kening calon istrinya itu.
"Saya ijin duluan ya, thank you ya semua..." Vidi menyalami Hanum dan Marsha.
"Sama-sama, Vid."
"Sayang, aku pergi dulu. Bye..." pamit Vidi.
"Bye, hati-hati nyetirnya..."
"Hati-hati, Vid...!" Hanum ikut melambaikan tangannya melihat calon suami sahabatnya pergi dari ruang meeting.
"Gue jemput Alana dulu ya, nanti kita ketemuan aja di tempat makan. Udah mau jam 12 nih, udah jam pulang..." Hanum melirik pada jam ditangannya.
"Oh oke." Balas Sheila.
"Lo ikut gue dulu aja ya, Sheil. Soalnya gue juga mau jemput Jizzy dulu ke sekolahnya..." ajak Marsha. Sekolah Jizzy berada di Kota Wisata - Cibubur tak jauh dari rumah mereka.
"Oke deh, bunda bundaaaaa... gue nurut aja sama lo berdua..." pasrah Sheila melihat kesibukan kedua sahabatnya.
***
"Prill, ada kiriman nih buat elo." Rena masuk tiba-tiba ke ruangan Prilly saat gadis itu sedang asik dengan laptopnya, diserahkannya rangkaian bunga tulip pink itu pada sang sahabat.
"Dari siapa sih?" tanya Prilly heran, tidak biasanya Ia mendapat kiriman seperti ini.
"Taauuuk.. dari fans lo kali.. tuh ada kartunya... buka dong..." Rena yang duduk di kursi tepat di depan Prilly penasaran bukan main dengan si pengirim bunga.
Tanpa babibu lagi, Prilly membuka kartu berwarna putih bergambar hati dan teddy bear itu di depan Rena. Prilly membaca isi kartu itu di dalam hatinya, lalu tersenyum penuh arti setelahnya.
Rena yang penasaran berniat mengintip kartu yang diterima Prilly, tapi dengan cepat Prilly menyembunyikannya.
"Ihhh... kok diumpetin sihhh... gue kan mau baca, Prill..." rengek Rena cemberut, Ia sudah dibatas kepo yang tinggi karena selama Prilly disini belum pernah sekalipun terlihat dekat dengan pria manapun apalagi sampai mendapatkan kiriman bunga seperti ini.
"Kepo dehhh... udah ah sana..." Prilly menyimpan kartu yang diterima ke dalam tas Louis Vuiton-nya lalu beranjak dari meja kerja ke meja tamu untuk menaruh bunga tulip pink itu ke dalam vas yang ada disana.
"Oh jadi gituu... sekarang main rahasia-rahasiaan sama gue..." Rena berdiri mendekati Prilly yang asik menata bunga sambil bertolak pinggang berpura-pura kesal.
"Udaahhh sana balik ke ruangan lo..." suruh Prilly pada Rena, teman satu kantornya itu mencibir kesal pada Prilly.
"Ohhh gituuu... BAIKKKK... FINE...!" canda Rena marah lalu keluar ruangan Prilly tanpa basa-basi lagi.
Prilly tertawa melihat tingkah sang sahabat yang ngambek dan kemudian meneriakinya dari dalam "Next time ya, Nya..." jerit Prilly sambil tertawa.
Setelah Rena pergi, Prilly kembali ke kursi kebesarannya, menutup laptop di depannya kemudian mengambil iPhone putih dari tas kerja di atas mejanya. Gadis berhidung mancung itu membuka menu contact di ponselnya dan kemudian menemukan sebuah nama yang Ia yakini adalah si pengirim bunga.
Mas Reza Calling...
Tak perlu menunggu lama, Reza mengangkat telepon dari Prilly.
"Kamu bisa romantis juga ya ternyata..." Prilly tanpa basa-basi langsung menyakini jika Reza lah si pengirim gelap itu.
Reza tertawa...
"Suka?" Tanya pria itu lembut.
Wajah Prilly memerah, tersipu "Kok kamu tahu saya suka bunga Tulip?"
"Saya tahu semua hal tentang kamu..." jawab Reza percaya diri.
"Kamu nggak nanya ke orang kantor kan, Mas?" Tanya Prilly agak takut kalau-kalau laki-laki itu menanyai teman satu divisinya tentang hal-hal yang Prilly sukai. Karena setahu Prilly Ia tidak pernah mengatakan pada Reza jika Ia menyukai bunga tulip.
"Kamu takut mereka tahu kalau saya yang kasih kamu bunga?"
"Ya... yailah Mas, kamu kan tahu situasinya gimana..." ucap gadis itu pelan.
"Saya nggak seceroboh itu Prill, kamu nggak perlu khawatir..." kata Reza menenangkan.
"Serius?"
"Duarius..." canda Reza diujung telepon sana "Btw... kamu sudah lunch?"
"Belum."
"Lunch sama aku yuk!" ajak Reza to the point.
Terdengar suara tertawa Prilly di telepon.
"Kok malah ketawa?" Tanya Reza heran.
"Aku? Aku?" Prilly meledek.
"Kenapa sih?" Reza tidak mengerti maksud ucapan Prilly.
"Mas Reza sadar nggak barusan Mas Reza bilang apa sama saya?"
"Hah? Apa sih?" Reza tidak mengerti.
"Mas Reza sebut diri Mas Reza, AKU, ke saya barusan." Prilly menahan senyumnya yang mulai mengembang.
"Ohh jadi kamu lebih suka aku nyebut diri aku, SAYA, ke kamu? Gitu?" tanya Reza.
Prilly terdiam.
"Nggak kok, Aku suka..." balas Prilly pelan.
Senyum Reza mengembang.
"Jadiii... kita Aku-Kamu an nih sekarang...."
"Apaan sih, Mas... norak deh..." Prilly tersipu.
"Nggak apa-apa dibilang norak yang penting kamu suka..."
Mereka tertawa berbarengan, keduanya bertingkah seperti remaja yang sedang di mabuk asmara. Senyum di wajah mereka tidak bisa mereka sembunyikan.
"Ya udah, terus kamu mau kan lunch sama aku?" tanya Reza kemudian.
"Kamu mau ngajak aku ngedate?" canda gadis itu iseng.
"Oh... jadi kamu ngarep aku ajak ngedate?" Reza membalikkan ucapan Prilly padanya.
"Ih.. Ge-Er... kan kamu yang ngajak aku keluar..." elak Prilly
"Ya udah iyaa aku mau ngajak kamu ngedate... mau nggak?" Reza menanti jawaban Prilly yang belum juga Ia dapat.
"Berdua doang? Kalau orang kantor tahu gimana?" tanya Prilly.
"Ya masa ada orang ngedate rame-rame satu kantor? Ya iyalah berdua doang."
Prilly sebenarnya sangat ingin langsung mengatakan iya pada Reza tapi banyak kekhawatiran yang menyelimuti pikirannya
"Aku tunggu di Lobby depan ya, nanti kamu langsung masuk aja ke mobil..." suruh Reza.
Prilly terlihat berfikir, sesungguhnya Ia pun sangat merindukan wajah tampan Reza dan segala sifat jenaka pria itu, tapi Ia benar-benar harus berhati-hati dengan segala yang akan Ia lakukan di kantor, terutama jika menyangkut soal Reza.
"Oke...." jawaban singkat yang Prilly berikan pada Reza, sukses membuat senyuman hadir di wajah tampannya.
***
Sushi Tei, Trans Mall Cibubur.
"Kak Jizzy!!!" Alana yang melihat sosok gadis berusia tujuh tahun di salah satu restoran Jepang terkenal itu pun langsung berlari menghampiri.
Gadis berambut panjang yang bernama Jizzy itu menyambut Alana penuh bahagia, memeluk gadis lima tahun itu penuh sayang.
"Hi, Alanaaa!" Sapa Jizzy ramah.
"Haan!" Sheila dan Marsha melambaikan tangannya pada Hanum yang sedang berjalan bersama Mbak Yum kemudian menghampiri mereka bertiga di dalam Sushi Tei.
"Ya ampun Alana udah gede ajaaaa.. cantik banget sihhh..." puji Sheila melihat Alana dengan baju seragamnya yang belum diganti.
"Salam dulu sama Tante Sheila dan Tante Chaca..." suruh Hanum ketika mereka sampai di meja yang sudah Marsha reservasi.
"Mbak, tolong ajak anak-anak ya ke meja sebelah..." suruh Hanum yang memang sengaja mengajak Mbak Yum.
"Baik bu..." ujar Mbak Yum "Yuk, Non Alana, kakak Jizzy kita makan disebelah sama Mbak Yum!" Ajak Mbak Yum. Hanum sengaja memisah meja anak-anak mereka agar mereka dapat mengobrol dengan lebih leluasa.
"Bundaa, habis makan Alana boleh main kan sama Kak Jizzy?" Tanya Alana.
"Iya boleh, tapi harus makan yang banyak dulu yaa..." jawab Hanum.
"Oke Bunda..."
"Jizzy juga ya Mommy, Boleh kan nanti main?" Jizzy, putri tujuh tahun Marsha bertanya pada sang Mommy.
"Boleh dong, tapi nanti jagain adiknya ya..." jawab Marsha dengan sayang.
"Oke Mommy. No problem. Yuk, Al kita makan dulu!" Jizzy menggandeng Alana untuk duduk di meja sebelah bersama Mbak Yum.
"Sorry ya gue lama, tadi balik dulu jemput si Mbak. Biar anak-anak ada yang jagain." Hanum bercerita seraya menaruh tas hitamnya di atas meja. Hanum duduk di sebelah Sheila, sementara Marsha duduk sendiri di seberang mereka.
"Gue udah pesenin ya menu buat kita semua..." Marsha mengkonfirmasi.
"Oke. Thank you, Cha!"
"Btw... Alana sama Jizzy udah gede banget deh, terakhir kali gue ketemu kan 3 tahun lalu gak sih? Di nikahannya Bella?" Sheila amazed dengan perkembangan putri-putri sahabatnya.
"Iya deh kayaknya pas di resepsinya Bella, pas Jizzy masih empat tahun..." Marsha mengingat-ingat.
"Iya, Alana masih bisa gue gendong hahahaha..."
"Astagaa, gue makin tua banget gak sih? Seumur gini lo berdua udah pada punya anak, cantik-cantik lagi. Lah gue nikah aja baru akan..." Sheila cemberut.
"Sama aja lah Sheil, kan lo nikah juga nyari yang terbaik. Daripada kayak gue, nikah cepet, cerenya juga cepet!" Marsha mengingat perceraian dengan Vino sang suami yang terjadi ketika sang putri berusia 5 tahun.
"Iya, gue malah kaget akhirnya lo mau nikah. Kirain lo bakalan tetap berpetualang seumur hidup!" Goda Hanum. Pasalnya mereka sangat mengetahui perjalanan percintaan Sheila dari semasa kuliah. Sheila tipe yang sangat sulit berkomitmen dalam menjalin hubungan.
"Gue aja kaget sama diri gue sendiri, udah jauh-jauh berkelana kemana-mana tau-tau jodohnya orang Jakarta juga..." Marsha dan Hanum tertawa mendengar penjelasan Sheila.
"Emang kalian kenal dimana sih?" Tanya Hanum penasaran.
"Di Melbourne, waktu kita lagi nonton festival Jazz. Dia kebetulan lagi holiday sama keluarganya. Terus ketemu di Festival, ternyata sama-sama orang Indo, terus nyambung terus kontak-kontakan. Jadi deh... sesimple itu... aneh banget kan?" Jelas Sheila yang masih tak percaya akan kisah cintanya dengan Vidi yang berjalan sangat lancar.
"Wow..." ujar Hanum "That was fast..." lanjutnya.
"Kalau udah jodoh emang bisa secepat itu sih..." Marsha menimpali.
"Lo sendiri nggak mau nyari lagi, Cha? Lo kan cantik, masih muda, mapan lagi." Tanya Sheila tentang status single Marsha.
"Tapi udah punya buntut umur 7 tahun..." jawab Marsha "Belum tentu yang mau sama gue bisa nerima Jizzy juga. Jadi gue agak kepikiran soal itu."
"Tapi Lo masih berhubungan sama Vino kan?" Tanya sheila lagi.
"Masih kok, hubungan gue malah jauh lebih baik setelah cerai. Gue juga ga pernah membatasi Vino untuk ketemu Jizzy. Yang penting dia kasih kabar aja ke gue. Ya gimana pun kan dia Daddynya..." jelas Marsha tersenyum.
Penjelasan Marsha membuat sahabat-sahabatnya bangga. Marsha si wanita yang sejak dulu selalu kuat dan sangat dewasa. Mereka ingat betul ketika Marsha pada akhirnya memutuskan untuk bercerai dari suaminya karena Vino yang suka main tangan, dengan sikap tenangnya Marsha menghadapi itu semua.
"I'm so proud of you.." Sheila menggenggam tangan Marsha di atas meja "Kayaknya dari kita bertiga yang hidupnya lempeng dan adem ayem aja cuma Hanum deh... how lucky you are, Haan..." Sheila memeluk Hanum yang duduk disampingnya.
"Aaaminnn...." Hanum mengamini ucapan baik Sheila "Setiap rumah tangga pasti ada aja ributnya, cuma ya udahlah ya maafin dan jalanin aja. Ribut kecil mah biasa..." sambung Hanum, dalam hatinya Ia bersyukur hubungan rumah tangannya dengan Reza selama ini berjalan sangat lancar dan normal.
Setidaknya itu yang Hanum tahu...
"Setuju!" Ujar Marsha dan Sheila bersamaan.
"Btw soal Bella, lo tahu kan kalau Bella udah cerai sama suaminya?" Sheila membuka topik baru.
"Serius lo??? Kok bisa sih? Kapan?" Hanum kaget bukan main.
"Bukannya Bella baru nikah 3 tahun lalu? Dia baru lahiran kan?" Marsha ikut terkejut dengan kabar yang Sheila bawa soal teman satu jurusannya dulu.
"Yang gue denger sih, suaminya selingkuh. Sama cewek umur 20an." Sheila kembali menjelaskan.
"Astagaaa... " Marsha membelalak kaget "Lo tahu dari mana?"
"Dari grup angkatan, lo sih nggak masuk grup. Di grup selalu update soal Angkatan kita." Jawab Sheila.
"Ya Allah kok kita bisa nggak tahu ya Cha? Yang gue tahu dia baru lahiran. Di Instagramnya dia kan suka ngepost." Cerita Hanum.
"Kapan-kapan kita main kali ya kerumahnya... sekalian nengokin baby-nya." Usul Marsha.
"Boleh tuh sekalian gue mau kasih undangan deh..." Sheila menimpali "Lo hati-hati tuh Haan, laki lo kan ganteng banget. Harus lo pantau yang bener, takut dipepet ABG!" Canda Sheila tertawa.
"Astaghfirullah... amit-amit deh omongan lo.." Hanum menepuk lengan kiri Sheila, gemas dengan ucapan yang sang sahabat lontarkan.
"HAHAHAHA ya kan gue cuma pengen lo waspadaaaa.." canda Sheila lagi
"Udah ah... bahas yang lain aja!" Hanum mencoba mengalihkan topik.
"Hahahhahahaa..." Marsha dan Sheilla tertawa terbahak membuat Hanum berucap amit-amit berulang kali dalam hatinya.
Oh, andai saja Hanum tahu....
***
BISTECCA, SCBD Tower, Thamrin.
Restaurant tempat dimana Prilly dan Reza lunch sudah sangat ramai, jam makan siang memang selalu pas dipakai untuk berkumpul dengan teman sekantor. Apalagi tempat makan ini berada di tengah-tengah kawasan MH Thamrin. Dikelilingi gedung perkantoran elite. Meja-meja sudah terisi dengan tamu-tamu yang sebelumnya sudah mereservasi melalui telepon ataupun via daring. Tujuan mereka semua datang dengan alasan yang sama yaitu untuk mencicipi Steak paling enak di Jakarta.
Bistecca adalah tempat makan yang sangat familiar untuk pecinta Steak di kawasan Jakarta Pusat. Berlokasi di SCBD Tower C Ground. Salah satu tempat favorit Prilly. Reza sengaja mengajak Prilly lunch disini, karena ketika beberapa kali mereka makan disini dengan teman-teman kantor mereka, Prilly selalu mengatakan Ia sangat menyukai makanan di resto ini dan entah kebetulan atau tidak, tempat ini juga adalah restaurant steak favorit Reza. Selain rasa dagingnya yang luar biasa di lidah, Bistecca juga mempunyai pelayanan yang sangat baik, itu yang membuat mereka betah berlama-lama duduk disana.
Selain Restaurant, Bistecca juga memiliki Bar tersendiri, jika pelanggan hanya ingin sekedar minum sambil mengobrol santai biasanya mereka akan duduk di Bar yang berada disisi kiri ruangan.
Suasana di Bistecca dominan oleh nuansa vintage dan classic, meja-meja dihiasi dengan aksen putih dan bunga serta piring-piring yang tertata rapih. Disalah satu sudut terdapat unsur kayu yang dominan dan juga rak buku. Chandelier yang menghiasi ruangan juga memperkuat nuansa yang elegan di Bistecca.
Biasanya sebelum main course datang, kita akan terlebih dahulu disajikan welcome bread. Mereka menyajikan Baquette, roti perancis dengan saus khas dengan citra rasa gurih dan sedikit asam.
Prilly dan Reza memesan menu favorit mereka untuk makan siang, Steak Tenderloin Australian Black Angus, daging Black Angus yang direndam dengan red wine kemudian di panggang dengan suhu tertentu lalu disajikan dengan berbagai macam saus seperti saus jamur, lada hitam dan BBQ.
Jam menunjukan pukul 12.48 WIB ketika makanan di piring mereka sudah hampir habis dan hanya tersisa side dishes di meja mereka.
"Thank you ya Mas, udah ngajak aku lunch disini. Kok kamu tahu sih aku suka banget steak disini?" Prilly yang baru saja menghabiskan makanannya, menyeka pinggiran bibirnya dengan tissu.
"I told you before, I know everything about you..." balas Reza tersenyum bangga membuat Prilly tak kuasa menahan sumringahnya.
"Oh ya?" tanya Prilly "Coba sebutin apa aja yang Mas Reza tahu tentang aku? Selain kalau aku suka bunga Tulip dan Steak di Bistecca ya..." lanjutnya, Ia sengaja mengetes sang pria, apakah benar Reza banyak tahu tentang dirinya.
"Ask me..." tantang Reza, ditatapnya mata indah Prilly dengan mantap.
"Oke... well..." Prilly membuka kata, memikirkan pertanyaan apa yang ingin Ia ajukan pada Reza "Tanggal berapa ulang tahun aku?"
Reza tertawa, mengejek pertanyaan mudah Prilly "Come on, you can ask me more difficult than that..." Reza kembali menantang.
"Jawab dulu... when is my birthday?"
"15 Oktober..." jawab Reza cepat dan yakin.
"Nice..." Prilly tersenyum puas "My favorite food?"
"You love foods, i can't give you 1 answer. But you definitely love pasta..." jawab Reza lagi, percaya diri.
Prilly tertawa mendengar jawaban Reza, Reza benar Ia memang suka sekali makan apapun. Prilly hampir tak mempunyai pantangan. She really loves eating!
"Ok. Aku paling takut sama apa?" Tanya Prilly.
Reza memajukan wajahnya ke arah Prilly lalu menjawab pertanyaan itu dengan bangganya "Kucing... and your favorite coffee is Ice Cappucino, less sugar." Reza mengedipkan matanya dengan genit. Merasa menang dari pertanyaan Prilly.
"Ada lagi?"
"Oke. Oke. You win!" Prilly tertawa "Aku nggak nyangka kamu bisa tahu banyak tentang aku. Jangan-jangan selama ini kamu stalking aku ya, Mas?" Ledek Prilly sambil tertawa.
"Kok tahu?"
"Hah, serius?" Prilly membelakkan matanya, terkejut dengan pengakuan Reza padanya.
Reza tertawa cukup keras, untung saja suasana disana sangat ramai jadi suara tawa Reza tak berarti apapun bagi pengunjung disana.
"Kok malah ketawa sih?" Prilly mengerutkan keningnya, penasaran.
"Ya ampunn kamu tuh, ya nggak mungkin dong aku stalking kamu, sayang..." diraihnya jemari Prilly yang berada di atas meja, menggenggamnya dengan penuh sayang.
"Terus Mas Reza tahu dari mana? Kita baru kenal beberapa bulan loh.." Prilly masih penasaran dengan jawaban Reza.
"Aku sudah merhatiin kamu sejak lama. Ya mungkin tanpa aku sadari, selama ini aku menyimpan semua memori yang aku tahu dan aku lihat tentang kamu di kepalaku. So, i remember all of that." jawab Reza tersenyum.
"Ohh... gitu..." jika saja Reza sadar, saat ini wajah Prilly sudah memerah seperti kepiting rebus karena merasa tersanjung dengan pengakuan pria itu.
Jujur saja, baru kali ini Prilly diperlakukan seperti ini oleh seorang pria. Mengetahui hal-hal detail tentang dirinya.
Sikap dan tutur kata Reza yang begitu lembut, perhatian-perhatian Reza yang diberikan pada Prilly ataupun surprise-surprise kecil yang Reza lakukan padanya beberapa hari ini, membuat Prilly merasa, Reza-lah pria yang selama ini Ia inginkan.
"Thank you ya Mas..." Prilly membalas genggaman tangan sang Pria dengan penuh kebahagiaan.
"Thank you, untuk...?"
"Thank you for choosing to be by my side..." Prilly terharu.
"You're welcome, sayang... you deserved it!" Balas Reza "Kamu udah selesai makannya? Should we go now?" tanya Reza bersiap untuk kembali ke kantor.
"Mas, wait..." Reza yang ingin melepaskan genggaman tangannya pada tangan Prilly, Prilly tahan dengan cepat.
"Ada apa?"
"Hmm... tadi aku ijin pulang cepat sama Bu Julia..." ujar Prilly "Aku ijin pulang jam 2-an..." lanjutnya dengan raut wajah yang Reza tangkap mengandung arti lain.
"You what?"
"Aku bilang... tadi selesai meeting, aku ijin ke Bu Julia untuk pulang jam 2..." Prilly menjawab dengan detail pertanyaan yang Reza lontarkan.
Reza terdiam seketika. Ia tahu apa arti dari ucapan Prilly padanya. Ia tahu apa yang Prilly mau. Ia juga tahu jika ini dimaksudkan tentu saja untuk dirinya.
"Kalau Mas Reza nggak bisa nganter aku pulang, aku bisa kok naik taxi online.."
"Aku bisa nganter kamu!" Serobot Reza dengan cepat "Kita balik ke kantor sekarang dan aku ijin juga ke Pak Bernard untuk minta pulang cepat." Sambung Reza lagi.
Prilly tersenyum senang. Itu berarti, Reza mengerti arti dari kata-katanya tadi.
"Oke." Balas Prilly senang "Yuk, balik ke kantor!" Ajak sang gadis lagi dengan semangat seraya berdiri dari kursinya. Tak berapa lama kemudian, Reza pun ikut berdiri lalu mendekati Prilly dan menggandeng tangannya untuk berjalan meninggalkan restaurant itu.
Mereka keluar dari Restaurant sambil bergandengan tangan tanpa perduli jika akan ada yang mengenali mereka atau tidak. Yang mereka tahu bahwa, mereka ingin cepat-cepat sampai ke kantor dan pulang ke rumah Prilly.
"I have something for you..." bisik Prilly ke telinga Reza ketika mereka sedang berjalan ke arah lift untuk menuju parkiran.
Reza menoleh dengan cepat, bersemangat mendengar ucapan Prilly padanya.
"What is that?" tanya Reza ketika mereka sudah berada di depan pintu lift.
"Rahasia dong, nanti aja liat sendiri..." ujar Prilly pelan dengan nada menggoda.
Damn...!
Padahal Reza tahu saat ini Prilly tak sedang melakukan apapun padanya, tapi entah kenapa hanya dengan mendengarnya mengatakan hal itu saja sudah membuat bulu kuduknya meremang.
"Bandel yaa...." goda Reza, seringai nakalnya terlihat jelas di wajah tampan pria bernama lengkap Reza Rahadian itu seraya masuk ke dalam lift untuk menuju tempat parkir.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
