
Rindu yang paling menyakitkan adalah ketika merindukan orang yang telah tiada di dunia ini.
Ziarah
Naomi Jeanna
Binti Rajendra
Lahir : Surabaya, 8 Juli 1975
Wafat : Surabaya, 8 Februari 2016
Ren membaca tulisan di batu nisan milik mamanya. Kali ini, tidak ada lagi air mata yang turun membasahi pipinya.
Hanya saja, ia masih merasa sesak jika mengingat kenangan manis bersama mamanya.
Ren menempatkan tubuh dengan melipat kedua lututnya di samping makam Naomi.
"Assalamualaikum, ma," sapa Ren.
Ia meletakkan setangkai bunga mawar kesukaan mamanya.
"Kangen, ma. Rumah jadi sepi kalau gak ada mama," lanjutnya.
“Ren udah ikhlas kok, semoga mama tenang di surga ya,”
Ren tersenyum. Di usap pelan batu nisan mamanya.
"Doain Ren bahagia terus tanpa ada kehadiran mama di samping Ren, ya,"
Kemudian ia diam sejenak, mendoakan Naomi dari dalam hati.
Kedua telapak tangannya menyentuh wajah, layaknya membasuh wajah. Itu tandanya ia sudah selesai berdoa.
"Ren pulang dulu ya ma, Assalamualaikum," ia berdiri dan pergi meninggalkan makam mamanya.
***
"Kamu bolos, Ren?" tanya Dev. Dari cara bicaranya tersirat kekhawatiran.
Ren hanya diam saja menunduk. Takut jika langsung menjawab pertanyaan papanya.
Dev menghela napas panjang. "Kenapa?" tanyanya sekali lagi.
Kali ini Ren menatap kedua mata papanya.
"Ke makam mama, pa,"
“Kan bisa pas hari libur,”
“Kangen aja sama mama,”
Dev terdiam. Saat ini ia masih mengenakan pakaian kantornya.
Setelah pihak sekolah mengabari Ren tidak mengikuti kegiatan jam pelajaran sejak pagi tadi, Dev langsung pergi meninggalkan kantor dan pulang menuju ke rumahnya.
Dev menghubungi Ren, namun ponselnya tidak aktif. Ia semakin khawatir dengan keadaan putra semata wayangnya.
"Papa tau, papa juga kangen sama mama," ucapnya.
“Boleh kok ziarah ke makam mama, tapi kamu juga harus tau waktu,”
"Dengan kamu bolos begini, emang mama juga suka?" tanyanya.
Ren hanya diam.
Dev menghela napas panjang. “Papa mohon ya nak, jangan bikin papa khawatir lagi. Sekarang cuma kamu satu-satunya yang papa miliki,”
Setelah Ren mendengar ucapan yang keluar dari mulut papanya, ia merasa bersalah atas yang dilakukannya hari ini.
"Maaf, pa,"
Dev mengerti perasaan anaknya. "Seperti yang papa ajarkan, setelah mengerti kesalahan dan minta maaf, selanjutnya apa?" tanyanya.
"Jangan mengulangi lagi," balas Ren.
“Nah, itu baru namanya cowok,”
"Tapi kalau khilaf, mohon maklum ya pa. Hehe," Ren nyengir.
Dev tersenyum tipis. “Ya asal jangan khilaf terus setiap hari. Itu namanya bukan khilaf lagi,”
“Gak pa,”
"Nah sip," Dev merasa tenang mendengar jawaban anaknya.
"Gak janji maksutnya," lanjutnya.
"Belum pernah ditampol sama orang ganteng kayaknya," ucap Dev.
Ren tertawa. "Udah, sama diri sendiri,"
"Kurang kerjaan ya nampolin diri sendiri?" tanya Dev.
Keduanya tertawa.
Sudah satu bulan lamanya, setelah kepergian Naomi, mereka tidak pernah berbicara santai seperti ini.
Dulu, sewaktu Naomi masih ada. Rutinitas mereka adalah mengobrol dengan menyelingi senda gurau.
Hal sederhana yang mereka lakukan, sekarang menjadi kenangan manis yang tak ternilai harganya dan mereka rindukan.
"Terus, sekarang papa balik lagi ke kantor?" tanya Ren.
Dev diam sejenak. "Nanti aja setelah istirahat, sekarang ikut papa makan siang di luar yuk," ajaknya.
“Pas banget, my perut sudah keroncongan,”
“Oke, let's go!”
“Markiman!”
"Markiman?" tanya Dev bingung.
"Mari kita makan," Ren menunjukkam sederet giginya.
Dev yang mendengar arti dari ucapan Ren tertawa lepas.
Ren ikut tertawa. Ia senang melihat tawa itu. Tawa yang sudah lama hilang dan kembali muncul.
“Ren janji ma, bakal bahagiain papa dan juga mama di atas sana,”
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
