
Deskripsi
Bab 1
“Got my mind on your body and your body on my mind.
Got a taste for the cherry, I just need to take a bite.”
Cool for the Summer by Demi Lovato.
“What’s with the crying?”
Debby menoleh dan mendapati seorang pria tampan sedang menatapnya dengan pandangan bertanya. Walaupun dia terlihat mabuk, tapi dia jelas tahu jika pria di hadapannya ini sangat tampan—setidaknya bagi Debby. Dengan sisa kesadaran yang dia miliki, Debby menatap wajah pria tampan di hadapannya dengan teliti. Rahangnya yang terlihat...
Intoxicated
22
4
12
Selesai
"All night has been haunted by her. She's too intoxicated. I can't take her off my mind like she was glued inside my head." - Reynaldi Barata.
Deborah Natasha dan Reynaldi Barata sudah bersahabat sejak kecil, dan memutuskan untuk menjalin hubungan ketika mereka menginjak di bangku SMA kelas satu. The two have been thick and thin together. Semuanya terasa indah dan normal sampai Deborah menemukan kebenaran mengenai Reynaldi. Kenyataan tersebut membuat Deborah untuk meninggalkan tanah kelahirannya selama sepuluh tahun.Yakin jika semuanya telah berubah setelah sepuluh tahun lamanya, Deborah memutuskan untuk kembali. Namun siapa sangka, jika sepuluh tahun rupanya tidak mengubah apapun. The calm before the storm adalah idiom yang sangat cocok untuk menggambarkan keadaan saat ini.
Genre: dark-romance, psychological-thriller.
Book II of Intoxicated: Present (Bab 1 - Bab 5)
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
Kategori
Intoxicated
Selanjutnya
Book II of Intoxicated: Present (Bab 6 - Bab 10)
2
0
Bab 6 “I don’t want this feelin’. I can’t afford love.I try to find a reason to pull us apart. It ain’t workin’ ‘cause you’re perfect.And I know that you’re worth it. I can’t walk away.”Die For You by The Weeknd feat Daft Punk.
Sekarang Debby mengerti mengapa dia selalu gagal dalam mencoba menjalin hubungan baru. Rupanya Rey, sang mantan, adalah dalang dari semua ini.Debby tahu jika Rey memiliki banyak uang dan koneksi, tapi dia tidak habis pikir jika Rey akan menghabiskan uangnya untuk hal tidak berguna seperti ini; memata-matai kehidupan Debby.Menyedihkan sekali hidup Debby. Hidup dalam kebahagiaan semu. Debby pikir, dia telah menjadi seekor kupu-kupu yang terbang bebas; menjalani kehidupannya sebagai wanita lajang and living the best life she ever had.Jika Rey tidak datang kembali ke kehidupannya yang tentram, mungkin dia tidak akan pernah tahu mengenai kebenaran yang sesungguhnya. Mengapa Rey hobi menghancurkan impian dan kebahagiaan Debby?“Rey,” Debby memanggil. “Kamu… nggak ngapa-ngapain Justin, kan?”Rey mendengus mendengar pertanyaan Debby. “Perlu banget kamu nanyain dia?”Debby menganggukan kepalanya dengan perlahan. “Aku… cuma mau make sure he’s okay.”Rey memutar kedua bola matanya. “I think he’s okay now.” Debby mengerutkan keningnya, tidak mengerti dengan ucapan Rey. “Apa yang kamu expect dari jawaban aku emangnya? Of course dia nggak baik-baik aja. Mana mungkin aku biarin cowok yang udah berani ngerebut kamu dari aku hidup bahagia, sedangkan aku harus merana kehilangan kamu.”Debby memenjam kedua matanya. Dia memijit keningnya yang terasa pening mendengar penjelasan Rey. Jika Debby tahu akhirnya akan seperti ini, dia pasti tidak akan memilih kabur dari Indonesia dan memikirkan cara lain untuk meninggalkan Rey.“Apa yang udah kamu lakuin sama dia, Rey?”Rey berdecak kesal. “Apa perlu kita bahas dia? Setelah sepuluh tahun kamu ninggalin aku, dan orang bodoh itu adalah hal yang ingin kamu bahas sama aku sekarang?”“Aku cuma mau tahu apa yang udah kamu lakuin ke dia, Rey.”“Ngeliat kamu peduli banget sama dia, harusnya aku bunuh aja waktu itu.” Debby terkesiap mendengar ucapan Rey. “Atau, aku suruh orang buat bunuh dia aja malam ini? Biar kamu nggak perlu mikirin dan nanyain dia lagi?”“Reynaldi!” Bentak Debby. Betapa lupanya dia dengan sikap cemburu Rey yang sering tidak masuk akal. “Kamu nggak boleh bunuh orang sembarangan! Kamu bukan Tuhan!”“Aku emang bukan Tuhan, tapi aku bisa jadi malaikat pencabut nyawa buat orang-orang yang ganggu ketenangan aku!” Rey balas membentak. “Tell me, Deborah—are you still like him, aren't you?”Bodoh jika Debby menjawab iya. “Enggak.” Jawab Debby dengan tegas. “Aku cuma khawatir sebagai sesama manusia.”“Khawatir sesama manusia.” Rey membeo. “Aku sama sekali nggak ngerti kenapa kita harus khawatir sesama manusia. Apa untungnya melakukan hal itu?”“Emangnya kamu nggak khawatir kalo aku kenapa-kenapa?” Debby bertanya dengan lembut. Menghadapi mantan kekasihnya yang tidak normal memerlukan ekstra kesabaran dan kelembutan.Rey menatap Debby dengan datar. Dia tampak berpikir dan menelaah perasaannya sendiri jika sesuatu hal buruk terjadi pada Debby.“Tentu aku khawatir. You’re important for me.” Jawab Rey pada akhirnya. “Aku bisa makin gila kalo kamu kenapa-napa.”Rey berdiri dari tempatnya dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Thanks babe—now I know apa yang harus aku lakuin; I’m gonna kill him.”Wait, what?!“Hah? Apa maksud kamu, Rey?!” Debby terdengar panik saat ini. “Siapa yang mau kamu bunuh?!”“Your ex.”“What?!?!” Jerit Debby, terkejut dengan keputusan Rey.Debby benar-benar bingung saat ini. Mengapa semuanya jadi semakin kacau? Apa yang salah dari pendekatannya—perkataannya kepada Rey? Debby benar-benar tidak mengerti!“Kamu kenapa tiba-tiba mau bunuh dia?!”Rey mengedikkan bahunya dengan santai. “Aku sekarang ngerti kalo cowok itu penting buat kamu. Makanya kamu khawatir kan kalo dia kenapa-napa? Sama kayak aku yang khawatir sama kamu, since kamu adalah orang yang penting di hidup aku.”Ya ampun! Rey salah paham! Debby merutuki kebodohannya sendiri.“Nggak gitu maksud aku!”“Terus maksud kamu gimana?”Debby menarik napasnya dengan perlahan dan turun dari tempat tidurnya untuk berhadapan dengan Rey.“Kamu khawatir sama aku karena aku penting buat kamu, kan?” Rey menganggukkan kepalanya. “Tapi kamu khawatir nggak, kalo misalnya Vincent yang kenapa-napa?”Rey mengerutkan alisnya yang tebal dan menjawab, “Untuk apa aku harus khawatirin Vincent?”“Nah! Itu perbedaan antara kamu dan aku!” Seru Debby semangat. Seolah dia baru saja mendapatkan sebuah pencerahan untuk menghadapi Rey. “Kamu cuma khawatir sama aku, tapi aku khawatir sama semua orang yang aku kenal—kamu, Vincent, Mama kamu, dan teman-teman yang lainnya.”Sekali lagi, Rey terdiam. Dia hanya menatap Debby dengan bosan. Sedangkan Debby tengah berdoa dalam hati untuk berharap jika Rey akan mengubah keinginannya untuk membunuh seseorang.“Aku mengerti.” Ujar Rey pada akhirnya. Membuat Debby mengembuskan napas dengan lega. “Tapi aku nggak mau kamu khawatir tentang dia—atau orang lain, selain aku dan keluarga kamu.”Tanpa berpikir dua kali, Debby segera menganggukkan kepalanya. Dia tidak peduli dengan risiko jawabannya saat ini. Tujuannya adalah untuk menghentikan Rey agar tidak membunuh siapapun—terlebih membunuh Justin. Debby bisa sangat merasa bersalah jika hal itu sampai terjadi.Rey mengembuskan napasnya dengan panjang dan merengkuh tubuh Debby dengan erat. Rey meletakkan pipinya di puncak kepala Debby. Dan bergumam, “God, I love you so much.”
***
Suara dering ponsel terdengar di penjuru kamar Debby. Berhasil membuat Debby mengerang kesal karena merasa tidur nyenyaknya diganggu.Dengan kedua mata masih terpejam, Debby mengulurkan tangan dan berusaha meraih ponselnya yang terletak di atas nakas samping tempat tidur.Tanpa melihat siapa yang meneleponnya, Debby segera mengangkat telpon dan bergumam, “Halo.”“Sis what the hell?!” Seseorang dari ujung telepon mengumpat. “Lo balik ke Indo for good?”“Hmm?”Rebecca, teman satu apartemennya yang berasal dari Indonesia terdengar tengah berdecak. “Ini ada orang dateng ke apartemen dan pack all of your things. Dia bilang, mau dikirim ke Indo as your requested. Lo kenapa nggak bilang kalo mau balik ke Indo for good? Gue kira lo cuma bentar doang ke sana.”Mendengar penjelasan Rebecca jelas membuat kedua mata Debby seketika terbuka dengan lebar. Rasa kantuk pun seketika hilang entah kemana.“Wait—lo bilang apa? Ada orang dateng ke apart buat beresin barang-barang gue?” Tanya Debby memastikan.“Iya.” Jawab Rebecca dari seberang. “Please, jangan bilang ke gue kalo lo nggak tahu tentang ini? Kalo iya, gue harus bikin perhitungan sama mereka! Bisa-bisanya gue kemalingan barang-barang lo tepat di hadapan gue!”Tanpa menunggu jawaban apapun dari Debby, Rebecca sudah mengabaikan telponnya dan terdengar suara Rebecca sedang berbicara dengan orang lain dengan samar.Apakah Rey serius ketika bilang gue nggak akan balik lagi ke Aussie? Tanya Debby dalam hati. Tapi Rey memang jarang sekali berbicara omong kosong! Oh shit!“Umm Deb, mereka bilang ini atas perintah tunangan lo.”Suara Rebecca terdengar ragu kali ini. “Gue nggak ngerti sumpah. Last time I remember, lo baru putus, kan? Kenapa tiba-tiba lo udah punya tunangan? Gue sempet nggak percaya awalnya, tapi mereka ada kasih bukti surat jalan, invoice, dan hal lainnya—please enlighten me. Gue berasa buta at the moment.”Debby memijat dahinya. Merasa sakit kepala tiba-tiba. “Yes, status hubungan gue masih sama kayak yang lo tau kok; single. Tapi gue kayaknya tau dalang dibalik semua ini. Jadi, biarin aja mereka angkat barang-barang gue—let them do whatever the fuck they want.”“Ouch, someone got up on the wrong side of the bed I see.”Debby mendengus mendengar ucapan sarkas dari Rebecca. “Betewe, lo tau kabarnya Justin, nggak?”“Kangen ama mantan?” Ledeknya. “Gue nggak tau secara spesifik kabarnya dia, tapi gue rasa dia baik-baik aja.”“Boleh bantu cari tau kabar Justin nggak?”“Woah, belom moved on Mbak?”Debby memutar kedua bola matanya dengan malas. “Bec, bisa nggak sekali aja lo bantuin gue tanpa ngeledekin gue?”Suara tawa Rebecca terdengar. “Iya, iya, ntar gue cari tau dan infoin ke lo.”“Thanks.”“Tapi lo juga harus kabarin gue kalo misalnya lo beneran balik ke Indo for good. Soalnya gue harus cari temen sewa baru kan, kalo misalnya lo nggak di sini lagi.”“Yes, will let you know.” Jawab Debby seadanya. “Thanks for the heads up! Bye!”Tanpa menunggu jawaban Rebecca, Debby segera memutuskan sambungan telepon mereka.Dia sudah bisa menebak jika Rey dalang dari semua ini. Dia itu kan gila. Jadi tidak heran jika dia akan melakukan tindakan gila seperti ini.Debby hendak menghubungi Rey, namun tersadar jika dia tidak memiliki nomor teleponnya.Debby menggigit bibir bawahnya. Ada satu nomor yang dia ingat pernah dimiliki oleh Rey. Nomor tersebut hanya berbeda dua digit dari nomor lama milik Debby. Dia tidak yakin jika Rey masih menggunakan nomor tersebut. Tapi… tidak ada salahnya dicoba, kan?Dengan pemikiran seperti itu, maka Debby mulai memencet nomor tersebut di ponselnya. Betapa terkejutnya dia ketika nomor tersebut masih dapat dihubungi. Kini jantungnya berdetak dengan cepat seraya menunggu panggilannya terjawab.“It’s about time you call me.” Adalah sapaan yang diterima oleh Debby ketika panggilan tersebut terjawab. Debby cukup terkejut jika Rey masih menggunakan nomor tersebut. “What’s up babe? Kangen?”Debby mendengus. Kangen katanya? Jangan mimpi!“Kamu nyuruh orang buat packing barang-barang aku di Australia?” Tanya Debby langsung. “Are you out of your mind?”“Beb, memangnya kapan aku nggak bersikap gila?” Rey bertanya menantang kepada Debby. “Kan aku juga udah bilang kalo kamu nggak akan balik lagi ke Aussie. You're gonna stay with me forever.”“Kamu kan bisa discuss dulu sama aku sebelum bertindak sejauh itu, Rey!”“Terakhir aku ingat tentang ‘discuss’, kamu ninggalin aku begitu aja ke Aussie.” Jawaban Rey berhasil membuat Debby bungkam. “Aku udah handle semuanya. Barang-barang kamu akan segera di kirim ke Indo, dan aku udah bantu kamu buat ngajuin surat resign di tempat kamu kerja.”Debby melongo mendengarnya. “Rey! Aku masih butuh uang, ya! Aku bukan anak konglo kayak kamu yang nggak usah kerja, duit tetap ngalir!”“Kamu nggak usah khawatir masalah uang. Nanti aku kirimin bulanan buat kamu.”“Bukan itu maksud aku!” Bentak Debby, gemas dengan sikap Rey yang suka melakukan semaunya sendiri. “Aku mau dapat uang atas usahaku sendiri!”“Kamu dapat uang dari aku kan atas usaha kamu sendiri.”“Maksudnya apa tuh?” Tanya Debby skeptis.“Kamu udah dapetin perhatian aku, hati aku, semua yang ada di diri aku.”Ingin rasanya Debby muntah mendengar ucapan cringe Rey di pagi hari seperti ini.“Rey, aku serius!”“Me too.” Jawab Rey dengan santai. “Emang daritadi jawaban aku kedengeran nggak serius, ya?”Debby cukup yakin, jika tekanan darahnya dicek saat ini, dokter pasti akan mendiagnosa dirinya darah tinggi.“Oke, you’ve got me.” Debby mengalah. “Emang apa yang mau kamu lakuin once aku udah settle di sini.”“Let’s get married.”Jika sudah begini, bukan terdiagnosa darah tinggi lagi, tapi ada kemungkinan Debby bisa terkena serangan jantung.
========== Bab 7 “And I know you loved her, and I know I’m butthurt, but I can’t help it, no, I can’t help it.I’m so obsessed with you ex.”Obsessed by Olivia Rodrigo.
Sepuluh tahun hidup tanpa Debby bagi Rey begitu menyedihkan. Dia kesepian dan merindukan Debby setiap saat. Dan Rey begitu kesal ketika dia melihat Debby terlihat begitu bahagia tanpa Rey disisinya. Membuat Rey ingin menghukum Debby dan mengurungnya—mengingatkannya kalau Debby hanyalah milik Rey selamanya.Ingin sekali Rey mengejar dan menarik Debby pulang. Tapi itu semua tidaklah mudah. Terlebih jika Adrian, sang Ayah, ikut campur dalam urusannya.Ketika Debby pergi meninggalkan Rey untuk pertama kalinya, Rey mengamuk. Dia menghancurkan beberapa properti di bandara ketika mendapati pesawat Debby telah berangkat. Membuatnya harus membayar denda yang cukup tinggi karena dia tidak perlu ditahan.Sesampainya di rumah, Rey kembali mengamuk. Dia menghancurkan seisi kamarnya. Amarah yang ada di diri Rey tampak tidak kian surut walaupun dia sudah menghancurkan banyak properti yang ada di hadapannya.Nayla yang melihat kehancuran anak satu-satunya hanya bisa menangis. Dia ingin menenangkan anaknya dan berkata jika dia akan membawa Debby kembali ke sisinya. Namun Nayla tidak bisa melakukan hal tersebut. Dia tidak boleh egois. Nayla tidak ingin Debby bernasib sama sepertinya. Jika pun suatu saat nanti ada wanita baru yang berada di sisi Rey, Nayla ingin wanita tersebut melakukannya tanpa paksaan.Melihat sang istri yang terus menangis, membuat Adrian mengambil keputusan ekstrim. Dia menyuruh beberapa orangnya untuk memasukkan Rey ke rumah sakit jiwa.Awalnya Nayla begitu marah mendengar titah sang suami. Nayla tahu jika Rey mengidap penyakit gangguan kepribadian antisosial—atau biasa dikenal sebagai psikopat. Walaupun begitu, dia juga tidak ingin anaknya tinggal di rumah sakit jiwa. Rey hanyalah seorang remaja yang sedang patah hati.Seiring berjalannya waktu, Rey akhirnya mulai bisa menerima keadaan. Dia mulai mengikuti permainan Debby. Rey juga tahu jika Ayahnya ikut membantu persembunyian Debby. Sehingga Rey harus bermain lebih pintar kali ini.Dan semuanya menjadi semakin mudah ketika kesehatan Adrian mulai menurun. Walaupun Rey membenci Ayahnya dan berharap dia cepat pergi meninggalkan hidupnya, tapi dia tidak melakukan apapun mengenai kesehatan Ayahnya. Rey terlalu menyayangi Ibunya. Jika Ibunya tidak begitu mencintai Ayahnya, mungkin Rey sudah melenyapkan sejak dulu.“Luna.” Sapa Rey.Rey menghubungi Luna untuk bertemu sekaligus makan siang di salah satu restoran Jepang yang terletak di daerah Senopati.Luna, teman sekolahnya yang hampir dia bunuh, baru saja sampai dan duduk di hadapannya. Luna tumbuh menjadi wanita cantik, dan dia sadar akan kecantikan yang ia miliki.Wanita bodoh itu, Rey tertawa geli dengan pemikirannya sendiri. Rey benar-benar tidak mengerti dengan Luna. Sudah tak terhitung berapa kali Rey memperlakukannya dengan kasar, tapi perempuan itu tetap tidak mau pergi dari kehidupannya.Sama seperti Rey yang tidak mau pergi dari kehidupan Debby.“Hai.” Luna balas menyapa. Perempuan cantik itu meletakkan tas jinjingnya di kursi kosong yang ada di hadapannya dan tersenyum lebar ke arah Rey. “Tumben kamu ngajak aku ketemu di jam makan siang.”“Let’s end this.” Ujar Rey to the point. Membuat Luna menatap Rey dengan terkejut. “Maksud kamu apa?” Rey mengembuskan napasnya dengan panjang dan menatap Luna dengan malas. “Gue tahu apa yang lo omongin ke temen-temen lo. Gue diem karna gue nggak peduli sebelumnya.”“Terus, kenapa kamu peduli sekarang?”Rey menyeringai kecil. “Debby’s back.” Penjelasan singkat itu membuat Luna mematung seketika.Luna tahu jika selama ini Rey belum bisa melupakan Debby. Bahwa Rey masih begitu mencintai mantan kekasihnya. Tapi itu tidak membuat Luna menyerah untuk mendapatkan Rey. Luna tetap setia mendampingi Rey. Menemani Rey ketika dia kesepian. Menjadi teman tidur Rey ketika dia merindukan sang mantan.Melihat Rey yang tidak pernah protes dengan apa yang dilakukan Luna, membuat Luna memiliki sedikit kepercayaan diri jika suatu saat Rey akan meliriknya—peduli padanya. Sehingga ketika ada yang bertanya siapa Rey bagi Luna, dengan santainya dia menjawab; pacarku.Tapi rupanya apa yang telah Luna berikan untuk Rey tampaknya sia-sia. Dan harusnya Luna sudah bisa menebak akhir kisah mereka… bahwa Luna hanyalah seorang pelarian bagi seorang Reynaldi Barata.Luna tertawa kecil dan mulai membuka buku menu yang ada di hadapannya. “Bukankah kita harusnya milih menu dan makan dulu sebelum cerita tentang dia?”Debby, seseorang yang tidak disadari Luna telah menjadi obsesinya. Mengingat wanita itu adalah seseorang yang membuat Rey, pria yang dia cintai, tidak dapat melirik wanita selain dirinya. Wanita yang Luna begitu benci. Luna bahkan tahu banyak hal mengenai Debby; Rey selalu membicarakan wanita itu ketika mereka bersama.Bahkan Rey selalu menyebut wanita itu ketika dia mendapatkan orgasmenya.“Gue cuma mau bilang itu sama lo.” Kata Rey, tidak memperdulikan ucapan Luna. “Jadi, gue mau lo pergi dari kehidupan gue. Jangan pernah muncul di depan mata gue lagi; gue udah nggak perlu lo lagi.”Luna mengembuskan napasnya dan menatap Rey dengan sendu. “Segitunya kamu cinta sama dia sampe nggak bisa lihat usaha aku, Rey?”“Dan segitunya lo cinta sama gue sampe nggak bisa ninggalin gue sendiri?” Rey membalikkan pertanyaan Luna. “Lo bahkan jual murah sama gue, Lun—willing to surrender yourself to me.”Ya, Luna terlalu mencintai Rey sampai membuatnya bertingkah bodoh seperti itu.Rey melihat jam tangan yang ada di pergelangan kirinya dan berdiri.“Gue cuma mau bilang itu aja sama lo. Awas aja sampe lo muncul di hadapan gue dan bikin Debby salah paham. Abis lo sama gue.”Setelah berkata demikian, Rey pergi meninggalkan Luna yang tengah menatap buku menu yang ada di hadapannya dengan tatapan kosong. Untuk kesekian kalinya, hatinya hancur oleh sikap dan perkataan Rey.Apakah salah jika Luna hanya ingin memperjuangkan rasa cintanya untuk Rey?
***
Apa tadi yang Rey katakan? Menikah?Debby mendengus. Debby belum sedepresi itu untuk menikah—terlebih menikah dengan Rey. Pria psikopat yang bisa membunuh Debby kapanpun dia mau. Memikirkan kemungkinan tersebut membuat Debby seketika merinding.Seusai makan siang, Debby memutuskan untuk pergi ke kantor Rey. Dia akan membuat perhitungan dengan Rey. Dia bahkan siap memohon kepada Rey untuk melepaskannya dan membiarkan Debby pergi dengan bebas—walaupun kemungkinan itu sangat kecil.Debby yang tidak bisa mengendarai mobil pun memutuskan untuk memesan taksi online untuk pergi ke kantor Rey. Tidak sulit bagi Debby untuk menemukan kantor Rey, mengingat sewaktu sekolah dia pernah menemani Rey untuk pergi ke kantor Ayahnya.Sesampainya di lobby, Debby segera menghampiri resepsionis dan menukarkan kartu identitasnya untuk menuju lantai tempat Rey bekerja. Mengandalkan keberuntungannya, dia hanya berharap jika Rey ada di ruangannya dan tidak memiliki janji hari ini.Setelah mendapatkan akses menuju ruangan lantai Rey bekerja, Debby segera masuk ke dalam lift. Sesampai lantai tujuannya, dia melihat resepsionis lainnya yang berjaga.Debby menghampiri resepsionis tersebut seraya tersenyum sopan ke arahnya. “Hai mbak, saya mau ketemu sama Pak Reynaldi Barata, apakah beliau ada di ruangannya?”“Apakah Ibu sudah memiliki janji dengan Pak Rey?”“Umm, belum.” Jawab Debby dengan ragu.Resepsionis itu tersenyum lembut dan menjawab, “Kalau begitu, Ibu harus membuat janji terlebih dahulu untuk bertemu dengan beliau.”Sebelum Debby menjawab ucapan resepsionis tersebut, sebuah pintu yang terletak di belakang Debby terbuka. Membuat Debby menoleh dan mendapati Rey tengah berjalan berdampingan dengan seorang wanita cantik… yang terlihat familiar bagi Debby.“Babe.” Panggil Rey.Dari sudut matanya, Debby bisa melihat raut kaget resepsionis tersebut ketika mendengar panggilan Rey untuknya. Tidak heran jika resepsionis itu kaget, karena selama ini dia mengira jika wanita yang bersama Rey adalah kekasihnya selama ini.“Kamu kok bisa ada di sini?” Tanya Rey, berjalan mendekat ke arah Debby.Mendengar nada lembut yang keluar dari mulut Rey tentu membuat dua wanita itu terkejut. Mereka tidak pernah menyangka jika Rey bisa berkata selembut itu kepada wanita selain Ibunya.Mengabaikan Rey, Debby memiringkan kepalanya untuk menatap wanita cantik yang berada di belakang Rey. Melihat tingkah Debby, tentu saja membuat Rey bergerak untuk menutupi wanita tersebut dari pandangan Debby.Debby yang melihat tingkah aneh Rey membuatnya menatap Rey dengan curiga, sebelum bertanya, “Jadi gini, Rey?”“Gini apanya?”“Kamu nggak bolehin aku sama cowok lain, tapi kamu sendiri main sama cewek lain di belakang aku?” Debby mendengus. “Makan itu cinta! I’m done!” ========== Bab 8 “I’ve made mistakes, I could have treated you better.I let you get away, there goes my happily ever after.Tell me why, why can’t we try and start again? This can’t be how our story ends.You’re more than my girl, you’re my best friend.Tell me you remember when I was your man and you were my girl.It was you and me against the world.”Too Good to Say Goodbye by Bruno Mars.
Rey berdecak kesal mendengar ucapan Debby. Mengapa dia merasa déjà vu saat ini?“Bilang sama Leo buat cancel semua meeting saya hari ini.” Rey segera memberi perintah kepada resepsionis yang ada di hadapannya.Dia berbalik dan menatap Luna dengan tajam. Rey sudah dengan jelas memberitahu wanita itu untuk menjauh darinya. Namun dia sangat keras kepala. Wajahnya setebal kulit badak. Terus saja mengikuti Rey sampai ke kantornya dan membuat masalah baru untuknya.“Lo dulu mungkin selamat, tapi gue nggak yakin lo akan selamat kali ini.” Rey berbisik ketika berada di samping Luna. “Mending lo berdoa supaya Debby mau balik sama gue dan pergi sejauh mungkin dari hidup gue.”Luna menelan air ludahnya dengan sulit. Dia tahu jika Rey tidak main-main dengan ucapannya.Tanpa menunggu balasan dari Luna, Rey segera pergi menyusul Debby. Meninggalkan Luna yang terlihat syok dengan perkataan Rey.Rey dengan cepat menyusul Debby. Beruntung lantai tempat Rey bekerja berada di lantai enam, sehingga dia memutuskan untuk turun ke lobby melalui tangga darurat.Dengan langkah lebar, Rey menuruni tangga darurat dengan cepat. Sesampainya di lobby, Rey dengan cepat mencari Debby di tengah keramaian manusia.Ketika dia melihat rambut panjang berwarna cokelat terang yang ia yakini milik Debby, Rey segera menghampirinya. Menurut orang sewaan Rey, Debby telah mewarnai rambut hitamnya setelah dia sampai di Australia. Terlihat jelas jika Debby ingin memulai hidup barunya di sana.Rey meraih pergelangan tangan wanita berambut cokelat tersebut dan memutar tubuhnya. Membuat wanita tersebut terpekik kaget.Rey menyeringai ketika wanita yang ada di hadapannya adalah Debby. Dengan cepat, Rey segera menarik pergelangan tangan Debby dengan setengah menyeret wanitanya. Memaksa Debby untuk mengikutinya ke parkiran mobil.“Rey! Kamu tuh kebiasaan! Suka banget maksa dan bersikap semaunya!” Omel Debby ketika mereka sudah di dalam mobil. Mengenal Rey, tidak ada gunanya untuk kabur saat ini.“Kamu kalo nggak dipaksa, nggak akan mau ikut sama aku.” Tembak Rey. “Iya, kan?”Debby berdeham. Mereka berdua tahu akan jawaban dari pertanyaan Rey barusan.Tanpa berkata apa-apa, Rey mulai melajukan mobilnya. Rey bahkan tidak menyalakan radio mobilnya, membuat keadaan di dalam mobil semakin hening dan sedikit canggung untuk Debby.Kening Debby berkerut ketika mereka memasuki salah satu apartemen di kawasan Dharmawangsa. Seingat Debby, rumahnya berada di kawasan Pasar Minggu, dan rumah Rey berada di kawasan Pondok Indah—lalu, mereka pergi ke rumah siapa?Apakah Rey akan membunuhnya di sini? Pemikiran buruk tersebut membuat kedua mata Debby terbelalak dengan lebar dan menatap Rey horror.“Aku nggak sebodoh itu buat bunuh kamu di sini.” Debby menatap Rey dengan terkejut.Apa ini? Pikir Debby. Apa sekarang Rey bisa baca pikiran gue?Rey memutar kedua bola matanya. “Aku psikopat, bukan dukun.”Debby segera mengalihkan pandangannya. Seketika merasa malu dengan pemikirannya sendiri. “I know.”Tanpa berkata apapun lagi, Rey memarkirkan mobilnya dan segera turun. Dengan ragu, Debby mengikuti Rey untuk turun dari mobil dan berjalan mengikutinya di belakangnya.“Kita ke tempat siapa?” Tanya Debby pelan.Pintu lift terbuka dan Rey menekan tombol delapan belas. “Tempat aku.”Oh, Debby tidak pernah menyangka jika Rey akan membeli sebuah apartemen.Pintu lift terbuka. Rey berjalan terlebih dahulu dan diikuti oleh Debby di belakangnya. Rey memasukkan password pintu apartemennya dan membiarkan Debby masuk terlebih dahulu.“Ayo kita discuss seperti yang kamu mau.” Ujar Rey seraya menutup pintu. Dia berbalik menghadap Debby yang terlihat tegang di hadapannya. Rey menyeringai ketika wanitanya terlihat takut kepadanya. Entah mengapa hal itu seperti memberikannya sebuah kekuasaan—kekuasaan untuk mendominasi seseorang bernama Debby.Rey membuka kancing lengan kemejanya dan melipatnya sampai siku.“Jadi, kenapa kamu ke kantor aku?” Rey memulai. Dia berjalan melewati Debby untuk menuju dapur. Membuka kulkas, dia mengambil dua kaleng bir dan menawarkannya kepada Debby.“Aku nggak minum di siang bolong. Thank you.” Debby menolak dan memutuskan untuk duduk di sofa yang berada di ruang tengah.“Aku ke kantor kamu buat mastiin omongan kamu. Tapi kayaknya kamu cuma bercanda sama omongan kamu tadi pagi, kan?” Lanjut Debby.“Bagian mana yang kamu kira aku cuma bercanda?” Tanya Rey, seraya ikut duduk di samping Debby.“Married.” Jawab Debby pelan. Dia bergeser ke samping, berusaha memberikan jarak di antara mereka. Debby merasa tidak dapat berpikir jika terlalu dekat dengan Rey.Rey tertawa selama beberapa detik dan berhenti. Tatapannya terlihat serius ketika dia menjawab, “I’m not joking. Aku serius ngajakin kamu nikah.”“Terus siapa wanita yang sama kamu tadi? Dia pacar kamu, kan? Nggak mungkin kamu setia sama aku selama sepuluh tahun.”“Aku setia.” Jawab Rey dengan yakin. “Wanita itu bukan siapa-siapa, dan kamu lebih cantik daripada dia.”Ugh! Bisa-bisanya Rey menggombal di saat seperti ini!“Kalo kamu nggak suka liat wanita itu, aku bisa lenyapin dia.”Debby melotot mendengarnya. Bagaimana mood Rey bisa berubah secepat itu?“Kamu itu bisa nggak sih, jangan mikirin mau bunuh orang mulu!” Tegur Debby.“Nggak bisa. Aku kan psikopat.” Rey menggelengkan kepalanya dengan polos. “Nggak ada salahnya nyingkirin pengganggu yang ada di hidup kita, babe.”Tentu aja ada! Ingin rasanya Debby berteriak di depan Rey.”Sebangga itu kamu jadi psikopat?” Tanya Debby syok.Rey menganggukkan kepalanya. “Kata bokap aku harus bangga karena itu tandanya aku spesial.”Debby tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana bisa Adrian, mendiang sang Ayahnya mengajari Rey seperti itu?Sedangkan Rey terlihat menikmati raut wajah Debby yang begitu ekspresif; takut, kesal, dan terkejut dalam waktu yang berdekatan.Debby meraih kedua tangan Rey dan menatapnya dengan serius. “Kamu nggak boleh bangga jadi psikopat—oke, jadi psikopat memang bukan kemauan kamu, tapi kamu nggak boleh asal ngomong buat ngebunuh orang.” Debby menasihati Rey seperti dia tengah berbicara dengan anak kecil.Sedangkan Rey menatap Debby dengan gemas. Sudah lama rasanya dia tidak mendengar nasihat Debby yang terdengar lucu di telinganya seperti ini. Oh, sungguh dia sangat merindukan momen bersama sang wanitanya.”Debby.” Rey memanggil. Debby hanya bergumam sebagai jawaban. “I miss this—I miss us.”Debby membeku ketika mendengar ucapan Rey.“Nobody is going to love me like you do.” Lanjutnya. “Tell me what can I do to make it up to you?”“Why?” Tanya Debby tidak mengerti. “Apa yang bikin kamu cinta banget sama aku sampai kamu nggak bisa ngelepasin aku, Rey?”“Because what we've got is too darn special to even think about saying goodbye.”Debby termenung mendengar jawaban Rey tanpa menyadari jika Rey mulai duduk mendekat ke arahnya. “And you ain’t never going to find a love like mine.”Rey mendekatkan wajahnya ke arah Debby. Kedua matanya yang tajam terus memperhatikan setiap gerak-gerik wanitanya. Dia menyeringai kecil dan mengecup bibir Debby. Tidak memberikan Debby waktu untuk berpikir, Rey segera menciumnya dengan dalam.Kedua tangannya menangkup wajah Debby untuk memperdalam ciuman mereka.“I really miss this.” Bisik Rey di tengah ciuman mereka. “So fucking much.”
***
Rey, pria yang baru saja berhasil memanipulatif kekasihnya untuk tidur bersamanya, menyalakan rokok dan menghisapnya dengan dalam. Dia mengembuskan dengan perlahan dan menatap wanita yang tertidur pulas di atas tempat tidurnya. Dia tersenyum lebar dan kembali menatap jalanan kota Jakarta dari balkon apartemennya.Untuk ukuran wanita dewasa seperti Debby, dia masih sangat mudah untuk dipengaruhi—dimanipulasi. Membuat Rey bertekad untuk menjaganya dari orang jahat yang berkeliaran di sekitar mereka. Karena hanya Rey seorang yang boleh memanipulasi Debby.Rey mengambil ponselnya yang berada di saku celana jeansnya dan menghubungi seseorang.Tepat pada dering kedua, panggilan tersebut diangkat. Mengembuskan asap rokoknya sekali lagi, Rey berkata, “Gue bakal kirim foto cewek sama lo beserta alamat rumahnya. Culik, dan bawa dia ke tempat biasa. Setelah gue selesai, beresin kayak biasa.”Tanpa menunggu jawaban dari seseorang di seberang, Rey segera mematikan teleponnya dan mengirim foto dan alamat targetnya.Sudah cukup perempuan itu menjadi benalu dalam hubungannya dengan Debby. Rey tidak bisa mentolerir lagi keberadaan perempuan itu di muka bumi. Jika perempuan itu tidak mau pergi dengan sendirinya, maka Rey dengan senang hati membantunya pergi.
========== Bab 9 “There’s no heroes or villains in this place. Just shadows that dance in my headspace.Leaving nothing but phantoms in their wake.There’s parts of me I cannot hide. I’ve tried and tried a million times.Welcome to my darkside.”Darkside by Neoni.
Rey menciumnya, menggoda tubuhnya, dan berhasil membuat Debby untuk menyerahkan tubuhnya. Hal tersebut membuat Debby merutuki kebodohannya. Mengapa pada akhirnya dia selalu mengikuti apa yang pria itu mau? Mengapa begitu sulit untuk menolak pesona Rey? Mengapa begitu sulit untuk berkata tidak kepada Rey?Apakah Debby masih mencintai Rey?Debby menggelengkan kepalanya. Sejujurnya dia tidak tahu apa yang dia rasakan kepada Rey. Untuk saat ini, dia lebih merasa… takut.Takut jika Rey akan melakukan kejahatan lainnya jika Debby tidak mengikuti permainan yang diciptakan oleh pria itu.Terlebih, sekarang sudah tidak ada Adrian yang akan membantu Debby untuk melindunginya dari Rey. Selain itu, Debby tidak punya cukup uang untuk pergi dan menghadapi Rey sendirian.Apa yang harus ia lakukan sekarang?Pertanyaan itu terus terngiang di benak Debby. Dia sungguh tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi Rey. Dia juga… tidak bisa meminta tolong kepada orang lain. Terakhir kali dia meminta bantuan seseorang, orang itu berakhir… hancur di tangan Rey.Hal itu tentu meninggalkan bekas untuk Debby. Membuatnya berpikir berkali-kali jika ia ingin meminta tolong bantuan seseorang. Mendesah lelah, Debby memutuskan untuk turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi.Debby berhenti di depan cermin ketika sudut matanya menangkap tanda merah yang terlihat di beberapa titik tubuhnya. Mendekat ke arah cermin, Debby dapat melihat dengan jelas jika Rey dengan tidak tahu malunya meninggalkan begitu banyak jejak di tubuhnya.Benar-benar menjengkelkan.Mengabaikan tanda di badannya, Debby memutuskan untuk mandi. Debby cukup terkejut ketika memasuki kamar mandi. Dia mendapati merek sabun mandi, sikat dan pasta gigi yang biasa ia kenakan. Bagaimana Rey bisa mengetahui hal sedetail itu tentang Debby? Seberapa bahaya dan gila mantan kekasihnya saat ini?Selesai mandi, Debby berjalan menuju lemari yang ada di dalam kamar Rey. Melihat apa yang ia temukan di kamar mandi, Debby merasa tidak kaget ketika mendapati pakaian wanita berada di dalam lemari diantara pakaian Rey.Mengabaikan kegilaan Rey yang ia temukan, Debby memutuskan untuk mengambil crop top berwarna maroon dan rok midi berwarna hitam.Menatap kamar apartemen ini sekali lagi, dia mendapati beberapa foto dirinya dengan Rey ketika mereka masih berada di SMA yang terletak di atas drawer cabinet. Melihat hal tersebut, membuat Debby berjalan mendekat. Sudut bibirnya terangkat kecil ketika memori mengingatkannya ke masa sekolah—dimana Debby dan Rey terlihat seperti pasangan kekasih yang bahagia.Debby terus memperhatikan setiap fotonya dengan teliti. Sampai satu foto membuatnya tertegun. Foto wajah Debby yang tengah terlelap dan hanya tertutupi selimut—yang Debby yakini telanjang di bawah selimut.Kapan Rey mengambil foto tersebut?Debby mengulurkan tangannya untuk meraih bingkai foto tersebut. Dia melihat dengan teliti dan menyadarinya; foto itu terlihat diambil ketika ulang tahun Rey yang ketujuh belas. Ketika Debby dengan bodohnya memberikan keperawanannya sebagai hadiah untuk Rey.Debby semakin yakin jika tebakannya benar ketika dia melihat tulisan kecil di ujung foto tersebut.
The most beautiful seventeenth birthday gift.
Suara pintu kamar terbuka. Membuat Debby segera meletakkan bingkai foto tersebut.“Oh, kamu udah bangun.” Sapa Rey dengan santai. Pria itu berjalan menuju tepi tempat tidur. Diikuti oleh pandangan Debby yang mengikuti setiap geraknya.“Aku udah ngomong sama Mama kamu kalo kamu nginep di tempat aku.” Lanjutnya. Rey menyilangkan kakinya dan menatap Debby dengan geli. Melihat tatapan Rey seperti itu membuat perasaan Debby mendadak jadi tidak enak.“Kamu mau kemana?”“Pulang.”“Siapa yang izinin kamu buat pulang?”“Aku nggak perlu izin kamu buat pulang.”Rey tertawa geli mendengar ucapan Debby. Dia berdiri seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap Debby dengan dingin. “Aku udah berusaha mati-matian buat nutupin semua rahasia aku dari kamu. Tapi kayaknya itu sia-sia, bukan?”Rey berdecak malas dan melanjutkan, “Tapi nggak papa, dengan begini aku nggak usah capek-capek jadi orang lain dan bisa jadi diri aku sendiri di depan kamu.”“Mau kamu itu apa sih Rey sebenarnya?” Tanya Debby lelah. “Kamu nggak bosen emang? Dari kecil sampe sekarang mainnya sama aku mulu?”Rey mengedikkan bahunya. “Kalo aku udah bosen, nggak mungkin aku masih ngejar-ngejar kamu kayak orang gila.”“Right.” Debby menganggukkan kepalanya. “Terus sekarang maunya kamu apa?”“Milikin kamu selamanya.” Jawab Rey ambigu.“Sori, maksudnya gimana? Aku nggak ngerti.”“Ayo nikah, ayo punya anak, ayo hidup bahagia selamanya.”“Kalo aku nggak mau nikah gimana?”“Nggak papa. Kalo gitu kita bisa punya anak dulu.” Jawab Rey seraya tersenyum lebar. “Semalam aku sengaja nggak pake kondom.”Sialan. Debby mengumpat Rey di dalam kepalanya.“Jaminan apa yang bisa kamu kasih kalo aku mau nikah sama kamu?” Debby berusaha merubah taktiknya. Dia tahu sia-sia saja untuk kabur dari Rey.Permainan ini sudah tidak adil sejak awal. Rey dengan seluruh kekayaannya, dan Debby seorang warga biasa yang masih perlu bekerja untuk mendapatkan uang. Jadi jalan satu-satunya untuk Debby hanya… berserah. Dia hanya perlu bertahan dan mengikuti semua permainan Rey. Memastikan Rey tidak akan menyakiti—atau membunuh orang lain.“Aku.” Jawab Rey bangga. “Kamu akan mendapatkan aku sepenuhnya. Sama seperti aku yang akan mendapatkan kamu sepenuhnya.”Oke, mari kita coba bernegosiasi dengan psikopat yang satu ini, batin Debby.“Kalo aku setuju dengan apa yang kamu mau, bisa kamu perlakukan aku layaknya seorang manusia?” Melihat Rey yang terlihat bingung dalam diamnya, membuat Debby kembali menjelaskan, “Aku nggak mau kamu ngekang aku, nggak mau kamu nyakitin orang lain, kamu harus balik buat rehab, dan kamu harus kasih tau aku apapun yang akan kamu lakuin.”Rey menaikkan salah satu alisnya. “Debby, isn't it too much to ask of you for me?”“I think, itu sepadan sama apa yang kamu minta dari aku.” Balas Debby tidak mau kalah.Rey terdiam. Dia menatap Debby dengan tajam. Pikirannya tengah sibuk mengkalkulasi keputusan yang akan dia pilih.Sebelum akhirnya dia berkata, “Oke. Aku setuju.” Jawabnya. “Sebelum kita mulai semuanya dari awal, aku mau ngaku dosa dulu.”Rey tersenyum begitu lebar dan dengan bangga dia mengakui dosanya kepada Debby.“Semalam aku baru aja ngebunuh Luna.” Debby terlihat mengerutkan keningnya. Membuat Rey menambahkan, “Wanita gatel yang kamu liat di kantor kemarin siang—I killed her.”Rasanya kepala Debby ingin meledak detik ini juga. Dia sama sekali tidak mengerti dengan cara pikir Rey. Dia pernah mencari tahu mengenai penyakit Rey; seseorang penderita gangguan kepribadian dengan kecenderungan yang melanggar norma sosial, manipulatif, tidak memiliki empati dan penyesalan, tidak bisa membedakan benar dan salah—singkatnya, Rey adalah seorang psikopat. Itu adalah istilah non medis yang umum dipakai untuk seseorang seperti Rey.Debby tahu jika menjadi psikopat bukanlah pilihan Rey. Penyakit tersebut diturunkan melalui genetik sang Ayah, Adrian Barata.Pertama kali mendengar hal itu, Debby cukup terkejut. Tidak menyangka jika pria berwibawa seperti Adrian memiliki penyakit menyeramkan seperti itu. Membuat Debby bertanya-tanya bagaimana Ibunda Rey dapat bertahan dengan sang suami.Ada setitik harapan jika Rey dapat sembuh dari penyakitnya. Sayangnya, Debby tidak menemukan satu artikel atau psikiater yang mengatakan jika penyakit Rey dapat disembuhkan.Mereka memberitahu Debby jika psikopat merupakan sebuah kepribadian, bukan sebuah alergi atau virus yang dapat disembuhkan dengan obat. Sehingga, menyembuhkan secara total dan membuatnya menjadi manusia normal yang baik hati adalah hal yang percuma dan sia-sia.Meskipun penyakit Rey tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikendalikan dengan mengikuti terapi—atau rehabilitasi yang sering Rey ikuti ketika dia sekolah dulu.Orang seperti Rey, pada dasarnya impulsif. Sangat mudah terpancing untuk melakukan hal buruk, salah satunya bersikap manipulatif. Salah satu sikap yang Rey sering lakukan untuk mendapatkan apa yang ia mau.Yang ia tahu, untuk menghindari Rey melakukan tindakan buruk adalah dengan membuatnya tenang—setenang mungkin.Itulah sebabnya Debby mengiyakan dan berusaha bernegosiasi dengan Rey. Debby tahu jika ia tak punya pilihan banyak selain menerima tawaran Rey. Yang bisa ia lakukan hanya menerima dan meminimalisir kemungkinan yang akan merugikan dirinya.Mengapa harus orang yang memiliki segalanya yang mengidap penyakit tersebut? Mengapa dunia terasa tidak adil?Entah sudah berapa kali Debby berpikir demikian.Jika ini hanyalah dunia novel, mungkin akan sangat mudah bagi Debby untuk pergi menghilang dari Rey. Sayangnya, ini adalah dunia nyata yang harus Debby hadapi.Dari sekian banyaknya wanita di dunia ini, mengapa harus Debby yang harus berhadapan dengan Rey? Debby berdecak meratapi nasibnya yang begitu buruk. Benar-benar menyedihkan.“Apa yang harus aku lakuin sama kamu, Rey?” Bisik Debby terhadap dirinya sendiri.
========== Bab 10 “Just the way that you would look at me, was so much I’d never want to leave.I… I… Keep trying to forget how you were.Beautiful.Just the way that you were calling my name.But without you, it won’t be the same.I… I… Keep trying to forget, but you were beautiful.”You Were Beautiful (English Ver) by Day6.
Setelah membuat panggilan dan menyuruh bawahannya untuk menculik Luna, Rey melanjutkan aktivitasnya untuk merokok seraya menatap jalanan Jakarta dari balkon apartemennya. Sudut bibirnya tersungging sedikit. Dia merasa bahagia malam ini.Penantiannya telah berakhir. Wanita yang dia inginkan telah kembali ke dalam pelukannya. Dan Rey akan mempertahankan hal tersebut. Dia bahkan siap untuk melakukan apapun untuk memusnahkan orang-orang yang menghalangi jalannya untuk memiliki Debby. Terlebih, Ayahnya yang suka ikut campur telah tiada. Membuat semuanya semakin mudah untuk Rey.Rey mematikan rokoknya dan kembali masuk ke dalam. Dia berjalan dan berdiri di samping tempat tidur. Memandangi Debby dalam diam seraya memperhatikan wajah tidurnya yang terlihat damai. Hal tersebut seketika membuat perasaan Rey terasa hangat.Rey mendekat dan mencium kening Debby selama beberapa detik. Tidak puas hanya dengan mencium keningnya, ciuman Rey pun turun ke bibir Debby. Membuat Debby bergerak sedikit dalam tidurnya.Setelah memastikan Debby tidak akan bergerak lagi dalam tidurnya, Rey mengulurkan tangannya untuk membelai rambut Debby dengan sayang.“Demi kamu, Deb.” Rey berbisik. “Aku habisin semua orang yang mau ngalangin hubungan kita. Dimulai dari Luna.”Tak lama setelah Rey berkata demikian, dia merasakan getaran di dalam saku celananya. Membuat Rey merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. Nama panggilan yang tertera membuat Rey menyeringai.“Hmm.” Gumam Rey mengangkat panggilan tersebut.Seringai Rey kian melebar mendengar setiap perkataan seseorang di ujung telepon. Tidak salah dia memungut dan memberikan pelatihan kepada Irfan. Kinerjanya selalu berhasil membuat Rey puas. Irfan tidak pernah lalai ketika diberikan tugas olehnya, dan selalu selesai tepat waktu. Hal itu juga yang membuat Rey tidak segan memberikan bonus kepadanya.“Kerja bagus.” Puji Rey. “Siapin semuanya kayak biasa. Gue otewe.”Rey mematikan panggilannya dan menatap Debby dengan lembut. Rey memajukan tubuhnya dan mengecup kening Debby sekali lagi.“Tunggu aku, oke?” Tidak peduli Debby sedang tertidur, Rey tetap bertanya dengan pelan kepadanya.Setelah memastikan Debby benar-benar tertidur pulas, Rey segera bergegas untuk bersiap pergi ke tempat biasa. Sejujurnya, dia sudah sangat menantikan hal ini.Dia sudah lama sekali ingin membunuh Luna.Luna terlalu mengenal Rey. Dia bahkan tahu bagaimana cara berpikir, kebiasaan, dan apa yang membuat Rey senang; membuatnya selalu lolos dari maut yang menantinya. Sayangnya, kali ini Luna sudah tidak dapat menghindari takdir buruknya. Rey sudah mendapatkan wanita pujaannya dan akan menyingkirkan Luna secepatnya. Rey sudah tidak membutuhkan wanita itu lagi di hidupnya. Tugas wanita itu telah selesai untuk selamanya.Membutuhkan waktu kurang lebih empat puluh lima menit untuk Rey sampai di lokasi. Degup jantung Rey terus berdetak dengan kencang. Dia merasa sangat bahagia malam ini. Semuanya terasa seperti mimpi—too good to be true.Sesampainya di lokasi, Rey bergegas masuk ke ruangan dan melihat wanita menyedihkan itu tengah terduduk di atas kursi dengan kedua tangan dan kakinya terikat. Ketika kedua mata wanita itu menatap kehadiran Rey, tangisnya kembali muncul. Namun tidak ada suara yang keluar, mengingat mulutnya tersumpal oleh kain. Melihat pemandangan seperti itu membuat bibir Rey tersenyum dengan lebar.Irfan, orang kepercayaan Rey, berjalan mendekati Rey ketika melihat sang bos telah sampai.“Semuanya udah ready, bos.” Lapornya.Rey tersenyum dan menepuk pundak Irfan dengan bangga. “Good job, bro! Lo emang paling bisa diandalkan!”Irfan menganggukkan kepala dan tersenyum sebagai jawaban. Dia merasa senang karena pekerjaannya dihargai oleh sang tuan. Awalnya, Irfan merasa apa yang dia lakukan ini salah—membantu Rey untuk melakukan tindak kejahatannya. Tapi, melihat bagaimana Rey memperlakukannya dengan baik, memberikan bayaran yang besar dan membiayai sekolah adiknya, hal itu membuat Irfan harus mematikan rasa empati yang dia miliki. Irfan bertekad akan mengabdi kepada Rey yang telah berbaik hati mengubah kehidupannya menjadi lebih baik.“Kalau gitu saya tinggal.” Pamitnya. “Nanti kalau sudah selesai, bos bisa hubungi saya seperti biasa. Have fun!”Rey tertawa kecil mendengar dukungan Irfan. Dia hanya mengangguk dan menepuk pundak Irfan sekali lagi sebelum kembali menatap Luna.Ketika terdengar suara pintu menutup di belakangnya, Rey tahu jika Irfan sudah keluar dari ruangan ini.Berjalan mendekati ke arah Luna, Rey pun berjongkok di hadapannya dan menyapa, “Hai Lun.”Mendengar sapaan Rey membuat tangis Luna semakin deras. Melihat hal tersebut membuat Rey melepaskan kain yang menyumpal mulutnya. “Are you okay?” tanya Rey santai.“Menurut kamu?” tanyanya balik di sela tangisnya.“You look totally fine, Lun.” Jawab Rey tak acuh.“Rey, apa salahku?” tanya Luna pelan. “Aku janji nggak akan ganggu kamu sama Debby lagi. Aku sangat paham dan ngerti kalau aku nggak akan pernah bisa ngegantiin Debby di hati kamu. Aku tahu kapan aku harus nyerah, Rey. Debby udah kembali, tandanya aku harus menghilang dari hidup kamu.”“Right, menghilang.” Rey mengulang ucapan Luna. “Gue akan bantuin lo untuk ‘menghilang’. Gue jago dalam bagian itu.”Luna menggelengkan kepalanya. “Tapi kamu nggak perlu bunuh aku juga, Rey. Aku akan pergi dan menghilang; aku akan tinggal di luar negeri, jauh dari kamu ataupun Debby.”Rey memiringkan kepalanya. “Kalau lo masih di dunia ini, masih ada satu persen untuk lo ketemu lagi sama gue, ataupun Debby.”“Rey… please…”Rey berdiri dan mengembuskan napasnya dengan malas. “I’ll make it quick.” Kata Rey dengan datar. “Karena lo udah baik sama gue, jadi gue akan bikin semuanya jadi cepat, oke?”“Rey…” suara Luna melemah. Wanita malang itu menggelengkan kepalanya seraya menatap Rey dengan memohon. “Apa nggak ada cara lain, Rey? Aku… aku masih ingin hidup.”Rey tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut Luna yang terlihat berantakan. “Semua orang akan berkata seperti itu ketika mereka ada di ujung mautnya, Luna; mereka masih ingin hidup.” Rey mengedikkan bahunya dengan santai. “Tapi, memangnya siapa yang ingin mati?” Rey tertawa sekilas kali ini. Membuatnya terlihat seperti orang sakit jiwa. “Gue pun nggak mau mati kalau Debby masih ada di dunia ini.”Melihat Rey yang terlihat begitu santai dan tidak peduli dengan kondisi Luna, membuat Luna tertampar akan kenyataan yang selama ini tidak ingin dia lihat. Betapa naifnya Luna berpikir jika masih ada kesempatan untuk Rey sembuh dari penyakitnya—kesempatan untuk sembuh meskipun bukan Luna sebagai penyebab kesembuhannya.“Tapi,” Rey melanjutkan. “Kalau gue sampe mati duluan, ada Irfan yang akan bantu gue buat make sure Debby juga akan nyusul gue setelahnya. Gue nggak akan biarin Debby hidup sendirian di dunia yang nggak ada gue di dalamnya.”Luna menatap Rey tidak percaya. Segila itukah Rey terhadap Debby? Entah mengapa, Luna merasa prihatin dengan kondisi Debby yang dicintai oleh pria segila Rey.“Don't you feel any regret?” Luna bertanya dengan pelan. “Setelah membunuhku—atau membunuh orang lain yang nggak kamu suka, apa kamu nggak ngerasa bersalah, Rey?”Rey mendengus. “Nope.”“Really?”Rey mengembuskan napasnya dengan panjang dan menatap Luna dengan malas. “Gue tahu lo lagi mengulur waktu dan mungkin berharap akan ada keajaiban lainnya yang bikin lo selamat. Sayangnya, itu nggak akan terjadi karena gue nggak akan melewatkan kesempatan ini, Luna.”Rey tersenyum dan berjalan menuju meja yang sudah terletak beberapa benda tajam di atasnya. Mulai dari berbagai macam jenis pisau, gunting, tang, dan benda mengerikan lainnya. Tangan Rey menjulur dan mengambil sebuah pisau kecil. Menelitinya sesaat sebelum kembali berjalan dan membawanya ke hadapan Luna.“Mari kita coba dengan yang ini, shall we?”Pertanyaan tersebut dijawab oleh jeritan kencang dari Luna. Seumur hidupnya, Luna tidak pernah membayangkan jika dia akan disakiti seperti ini oleh pria yang dia cintai. Rey benar-benar menyiksanya—menyayat dan menusuk beberapa bagian tubuhnya tanpa henti.‘I forgive you, Rey Barata.’ Luna berkata dalam hati.
***
Setelah semalaman Rey tidak tidur karena sibuk menjalankan rencananya, kini dia mendapati Debby yang terlihat mencoba keberuntungannya untuk bernegosiasi dengan Rey. Membuat Rey tertawa dalam hati karena Debby terlihat begitu menggemaskan di matanya saat ini.Tidak hanya Debby yang tengah mencoba keberuntungannya, Rey pun melakukan yang sama—dia berusaha untuk membuat Debby setuju untuk menikahinya.“Jaminan apa yang bisa kamu kasih kalo aku mau nikah sama kamu?” suara Debby kembali terdengar.“Aku.” Jawab Rey percaya diri. “Kamu akan mendapatkan aku sepenuhnya. Sama seperti aku yang akan mendapatkan kamu sepenuhnya.”“Kalo aku setuju dengan apa yang kamu mau, bisa kamu perlakukan aku layaknya seorang manusia? Aku nggak mau kamu ngekang aku, nggak mau kamu nyakitin orang lain, kamu harus balik buat rehab, dan kamu harus kasih tau aku apapun yang akan kamu lakuin.”“Debby, isn't it too much to ask of you for me?” Tanya Rey seraya menaikkan salah satu alisnya.Rey hanya ingin menikahi Debby. Tapi mengapa Debby meminta terlalu banyak sebagai gantinya? Terkadang, Rey benar-benar tidak mengerti dengan cara pikir wanitanya.“I think, itu sepadan sama apa yang kamu minta dari aku.” Ucap Debby dengan tegas.Rey terdiam. Dia menatap Debby dengan tajam. Pikirannya tengah sibuk mengkalkulasi keputusan yang akan dia pilih.
Debby akan menikah denganku, dia akan menjadi istriku, jadi aku memiliki hak sepenuhnya atas dirinya. Apapun yang akan terjadi di masa depan, tomorrow’s problem. I don’t fucking care.
Setelah berdebat dengan dirinya sendiri, akhirnya Rey berkata, “Oke. Aku setuju.”Detik berikutnya, Rey tersenyum begitu lebar dan dengan bangga dia berkata. “Sebelum kita mulai semuanya dari awal, aku mau ngaku dosa dulu.”“Semalam aku baru aja ngebunuh Luna.” Debby terlihat mengerutkan keningnya. Membuat Rey menambahkan, “Wanita gatel yang kamu liat di kantor kemarin siang—I killed her.”Debby terlihat begitu terkejut dan menatap Rey dengan raut tidak percaya. Sebelum Rey mendengar Debby berbisik, “Apa yang harus aku lakuin sama kamu, Rey?”Rey tertawa mendengar pertanyaan Debby. Dia berjalan mendekat Debby dan merengkuh wajahnya dalam telapak tangan Rey yang besar.“Tentu aja nikahin aku dong, babe.”Sebelum Debby menjawab ucapan Rey, pria itu mengecup bibir Debby dengan cepat sebelum menatapnya dengan serius dan berkata,“Asal kamu tahu Deb, aku sungguh berusaha untuk coba lupain kamu ketika kamu ninggalin aku ke Aussie. I’m trying to forget you, but I failed. You’re so beautiful that I never want to leave you alone. Without you, nothing feels the same.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan