Book I of Intoxicated: Past (Bab 18 - End)

0
0
Terkunci
Deskripsi

“Lo harusnya dengerin peringatan gue di awal. Nggak harusnya lo ikut campur, dan nyepelein gertakan gue.” Ucap Rey seraya menarik pelatuk. “Sekarang, lo mending mati aja, sialan.”

2,786 kata

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Paket
3 konten
Akses seumur hidup
53
Karya
1 konten
Akses seumur hidup
35
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Kategori
Intoxicated
Selanjutnya Book II of Intoxicated: Present (Bab 1 - Bab 5)
3
0
Bab 1 “Got my mind on your body and your body on my mind.Got a taste for the cherry, I just need to take a bite.”Cool for the Summer by Demi Lovato.  “What’s with the crying?”Debby menoleh dan mendapati seorang pria tampan sedang menatapnya dengan pandangan bertanya. Walaupun dia terlihat mabuk, tapi dia jelas tahu jika pria di hadapannya ini sangat tampan—setidaknya bagi Debby. Dengan sisa kesadaran yang dia miliki, Debby menatap wajah pria tampan di hadapannya dengan teliti. Rahangnya yang terlihat tegas, hidungnya yang mancung, kedua matanya yang terlihat tajam, dan rambutnya yang hitam pekat; membuatnya terlihat seperti model tampan yang sering Debby temui di majalah.“Like what you see, beautiful?”Mendengar pertanyaan dari pria tersebut seketika membuat Debby merona malu. Debby mengerjapkan kedua matanya dan mengalihkan pandangannya dari wajah pria tersebut. “S-sorry.” Katanya terbata.Pria itu tertawa kecil mendengar permintaan maaf Debby yang sedikit terbata. Mendengar suara tawanya yang terdengar menyenangkan di telinga Debby membuatnya menggigit bibir bawahnya secara tidak sadar. “No problem.” Balasnya, yang dibalas dengan sebuah anggukan kepala dari Debby. “Rey.” Pria tersebut mengulurkan tangan kanannya ke arah Debby, mengajaknya berkenalan.Baru pertama kali ini ada pria tampan yang mengajaknya berkenalan membuat Debby sedikit grogi. Berdeham, Debby menerima uluran tangannya dan menjawab, “Debby.”“So, what’s with the crying?” Pria itu, Rey, mengulang kembali pertanyaannya.Debby mengembuskan napasnya dengan panjang dan menatap lantai dansa yang kini terlihat seperti lautan manusia. Pertanyaannya membuat Debby memikirkan kembali kejadian yang dialaminya beberapa jam yang lalu—pengalaman yang membuat Debby bertingkah begitu impulsif dengan pergi ke klub malam dan menghabiskan beberapa gelas vodka ketika dirinya tahu kalau toleransinya terhadap alkohol begitu rendah.“Hey, what’s wrong?”Mengembuskan napasnya sekali lagi dan menatap pria itu dengan kening berkerut, Debby pun menjawab, “Do you think I’m not pretty enough?”Pria itu, Rey, terlihat terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkannya. Dia terdiam dan terlihat seperti sedang mengamati penampilan Debby secara detail. Membuatnya entah mengapa merasa malu ditatap olehnya secara terang-terang seperti itu.“You are beautiful, sexy as hell, and charming. I think you are more pretty than a woman here.”Pernyataannya berhasil membuat Debby merona.Apakah dia berpikir seperti itu tentang diriku? Tiba-tiba pikiran negatif terlintas di kepalanya dengan deras tanpa Debby bisa cegah. Atau... dia berkata seperti itu karena kasihan terhadapku? Maksudku, lihat diriku saat ini; make-up dan rambut yang berantakan, pakaian yang jauh dari kata seksi. Tak lupa pula kedua mataku yang terlihat bengkak akibat terlalu banyak menangis.Dengan penampilan Debby yang seperti itu, jelas pernyataan Rey terdengar sebagai bentuk rasa sopan terhadap Debby yang sedang bersedih.Walaupun tahu itu hanya bentuk rasa sopan Rey terhadap Debby, tapi dia tidak bisa mencegah mulutnya untuk berkata, “Then, why did he leave me? If—““Maybe he’s an asshole for leaving a beautiful lady like you?”Debby menatap Rey yang kini tersenyum lebar ke arahnya dalam diam. Masih tidak mengerti mengapa Rey menganggapnya cantik dengan penampilannya yang menyedihkan saat ini.Tidak mau ambil pusing dan mengerti lebih jauh dengan ucapan Rey, Debby hanya tertawa kecil dan mengucapkan terima kasih sebagai respon.Setelahnya, mereka berbicara banyak hal. Debby sendiri sedikit terkejut ketika mendapati kenyataan bahwa dirinya dan Rey memiliki banyak kesamaan. Bahkan, Debby tidak dapat menutupi rasa terkejutnya sendiri ketika Rey memberitahu Negara asalnya; Indonesia.Sedikit info mengenai Debby, saat ini dia sedang berada di salah satu kelab malam yang ada di Melbourne. Debby, yang memiliki nama panjang Deborah Natasha, memutuskan untuk pergi meninggalkan Indonesia setelah menyelesaikan Sekolah Menengah Atasnya, dan melanjutkan studinya untuk berkuliah di  Australia.Terlanjur jatuh cinta dengan Australia membuat Debby memutuskan untuk tetap tinggal dan bekerja di salah satu perusahaan swasta setelah menyelesaikan sekolahnya.Sebenarnya bukan hal yang mengejutkan mendapati pria berasal dari Indonesia di Melbourne. Yang sebenarnya membuat Debby terkejut adalah; pria tampan yang berasal dari Indonesia menghampiri dan mengajaknya berkenalan di sebuah kelab malam. Menurut Debby, penampilannya kurang menarik di mata pria Indonesia. Debby memiliki kulit berwarna kuning langsat, kedua matanya yang besar namun terlihat kecil ketika sedang tertawa, lesung pipinya yang terlihat di bagian tulang pipi ketika dia tertawa, dan tinggi tubuhnya yang hanya mencapai seratus lima puluh tiga sentimeter.Overall, tidak ada yang menonjol dari Debby. Tidak pernah ada yang memuji kecantikan dirinya kecuali kedua orang tuanya dan orang itu.  “You have this effortless grace about you and have this magnetic presence that’s hard to ignore. You are beautiful and captivating. It’s like you were born to stand out.”  Ugh! Tiba-tiba saja Debby teringat salah satu pujian yang diberikan oleh orang itu untuknya. Sudah sepuluh tahun berlalu dan beda benua pun, kepala dan tubuh Debby masih mengingat ucapannya. Apakah semua ini sulit sekali dilupakan olehnya karena orang itu adalah orang pertama dalam segala hal untuk Debby?“Debby.” Suara Rey berhasil mengalihkan pikiran Debby. “Dance with me?”Debby mendengus mendengar pertanyaannya. “Thanks for offering, but no.”Rey berdecak dan menatapnya seraya mengerucutkan bibirnya. Membuatnya terlihat menggemaskan saat ini.Tunggu, menggemaskan? Debby menggelengkan kepala. Sebenarnya sudah berapa gelas yang dia habiskan malam ini? Bagaimana bisa dia menyebut pria matang seperti Rey menggemaskan? “Come on! You are no fun, you know that?”Debby mengedikkan bahu dengan tidak peduli dan memutuskan untuk menatap ke arah lain. Jika Debby menatap wajahnya terlalu lama, Debby khawatir akan menyetujui ajakannya dan mempermalukan dirinya sendiri di lantai dansa.“Debby, please?” Rey mengulurkan tangannya untuk meraih kedua tangan Debby dan menggenggamnya. Membuat Debby kembali menoleh ke arahnya dengan kedua alisknya yang terangkat. “Just one dance, please? For me? Yeah?”Melihat Rey yang sepertinya tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan, membuatnya mengembuskan napas dengan panjang sebelum menganggukkan kepala untuk menyetujui ajakannya.“Yas! Thank you!” Ujarnya seraya meraih pergelangan tangannya dan menarik Debby untuk turun ke lantai dansa yang terasa sesak akibat banyaknya manusia yang ada di sini.Debby secara tidak sadar tersenyum kecil ketika melihat Rey mulai menari. Entah mengapa, tarian sederhana yang dilakukan Rey terlihat keren di matanya.Astaga, sepertinya aku benar-benar mabuk hingga apapun yang dilakukan oleh Rey, kini terlihat keren di mataku, batinnya.Melihatnya yang menari membuat Debby ingin ikut menari bersamanya. Debby membalikkan tubuhnya dan membiarkan punggungnya menghadap Rey—membelakanginya. Debby bergoyang dan sesekali dengan sengaja menyenggol tubuh bagian depan Rey yang terasa keras. Debby sendiri tidak tahu apa yang sedang merasukinya malam ini hingga membuatnya bersikap begitu berani untuk menggoda seorang pria secara terang-terangan. Debby menyalahkan kadar alkohol yang masuk ke dalam sistem tubuhnya. Tak mau berpikir panjang mengenai semua hal ini, Debby memutuskan untuk bersenang-senang malam ini. “Don’t tempt me, Debby.” Kata Rey penuh dengan peringatan. Debby hanya tertawa kecil dan mengabaikan ucapannya—lebih tepatnya, Debby tidak mengerti maksud dari ucapannya. Debby terus bergoyang sampai dia merasakan kedua tangan Rey mencengkram pinggangnya dengan erat. Membuat Debby berhenti dan menatap Rey dari balik pundaknya dengan penasaran.“I told you before.” Bisiknya seraya mencium telinga Debby sekilas. Membuat Debby merinding mendengar suara baritonnya yang entah mengapa, terdengar seksi di telinganya. “Don’t. Tempted. Me.”Bukannya menjauh, Debby justru menyeringai dan melepaskan diri cekalan Rey. Debby melipat kedua tangannya di depan dada dan menaikkan salah satu alisnya. Debby sendiri tidak tahu mengapa dia bisa bersikap seperti jalang saat ini.“What if I want to do that?”Rey menyeringai dan kembali mendekat ke arahnya. Membuat Debby terlihat seperti mangsanya saat ini. “You will regret it, Debby.”“I know I will. But not right now.”Tanpa berpikir panjang, Debby meraih kerah kemeja Rey ketika dia berdiri beberapa senti di hadapannya. Debby menatap kedua mata Rey yang kini terlihat berkabut oleh gairah. Mendapatkan reaksi seperti itu, membuat Debby menyeringai kecil sebelum menarik kerah kemejanya dan mulai mencium bibirnya yang terasa lembut dan panas secara bersamaan.Debby memberikan beberapa kecupan di bibirnya sebelum melepaskan diri dari Rey. Sebelum Debby bisa menjauhkan bibirnya lebih jauh lagi, Rey segera menutup kembali jarak bibir mereka dengan menarik leher belakang Debby. Seolah-olah tengah memberikan dorongan kecil untuk mempertemukan kembali bibir mereka dan melanjutkan ciuman tersebut.Rey menggigit bibirnya dengan pelan. Membuat Debby mendesah dan membuka mulutnya lebih lebar secara tidak langsung. Melihat sebuah peluang, dengan cepat Rey segera memasukkan lidahnya ke dalam mulutnya untuk memperdalam ciuman mereka, dan membuat Debby dapat merasakan whiskey ketika lidah mereka saling bertemu.“You have no idea how alluring you look, do you?” Seraknya seraya melepaskan ciuman mereka.Debby hanya terdiam mendengar ucapannya. Pikirannya terlalu berkabut hingga Debby kesulitan untuk menyerap ucapannya.Untuk pertama kali dalam hidupnya, Debby berciuman dengan seseorang yang tidak dia kenal di dalam klub. Debby hanya berharap jika Rey adalah salah satu pria lajang yang sedang mencari kesenangan di luar. Jika bukan, Debby pasti akan merasa bersalah dengan siapapun pasangan yang dimiliki Rey. Tidak ada wanita manapun yang berhak untuk disakiti seperti itu.Dan untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun hidup Debby setelah terlepas dari orang itu, dia akhirnya dapat merasakan kembali berciuman sepanas itu dengan seorang pria. Seseorang yang bukan pria itu. “We need to go out somewhere. Don’t you think so?”“Yeah, I think so.”Rey mencium bibirnya sekilas sebelum menarik tangan Debby dan membawanya keluar dari klub ini.Satu hal yang Debby yakini tentang Rey dengan pasti; he’s a good kisser. ========== Bab 2 “Your eyes like a shot of whiskey. Warms me up like a summer night.Can you tell that I need you with me? Let me drink you down tonight.”Intoxicated by The Cab.  Meninggalkan kelab malam, pria bernama Rey segera memanggil taksi yang membawa mereka ke hotel terdekat. Rey menggenggam tangan Debby dengan erat—seolah takut akan kehilangan Debby jika dia melepaskan atau merenggangkan genggamannya sedikit.Sesampainya di hotel, tanpa membuang waktu, Rey segera menyewa satu kamar untuk mereka dan membimbing Debby menuju kamar. Rey menyeringai ketika melihat Debby yang terlihat tidak sabar untuk menghabiskan malam bersama. Melihat gairah Debby yang meluap seperti itu tentu saja membuat Rey tidak sabar untuk segera mencicipi tubuh indah Debby.Rey tahu apa yang dia lakukan benar-benar tidak terpuji—memanfaatkan wanita yang sedang patah hati dan mabuk untuk tidur bersamanya. Tapi apa dia peduli mengenai itu? Tentu saja tidak. Rey tidak peduli mengenai hal tersebut. Rey hanya peduli mengenai dirinya yang akan mendapatkan kehangatan dari wanita bernama Debby.Rey segera mencium Debby dengan buas ketika mereka sudah sampai di dalam kamar hotel. Kedua tangan Rey tengah sibuk untuk melepaskan satu persatu pakaian yang Debby kenakan. Menyisakan pakaian dalam yang menempel di tubuh Debby, Rey melepaskan ciuman mereka dan menatap tubuh Debby dengan lapar.“You are so beautiful.” Bisiknya. “Benar-benar cantik.”Debby tersipu mendengar pujian yang entah sudah berapa kali Rey lontarkan. Tidak ada pria yang memberikannya pujian sebanyak itu dalam satu hari selain Rey... dan pria itu.Suara pekikkan yang berasal dari Debby terdengar ketika Rey menggendong dan menciumnya kembali. Melihat kegilaan yang Debby lakukan malam ini membuatnya bertanya-tanya; jika dia sedang tidak mabuk, apakah Debby akan seberani ini untuk menggoda dan menghabiskan malam bersama pria asing seperti Rey?Tentu tidak.Debby yang terlalu realistis dan kaku tentu saja tidak akan mungkin menggoda pria asing.Dengan penuh kelembutan, Rey merebahkan Debby di atas kasur. Rey kembali melepaskan ciuman mereka dan menatap kedua mata Debby dengan dalam. Seolah-olah mencari persetujuan jika apa yang akan mereka lakukan selanjutnya adalah hal yang diinginkan oleh mereka berdua.Tanpa mengucapkan sepatah kata, Debby melepaskan kait bra miliknya dan memperlihatkan kedua payudaranya yang terlihat tengah menantang Rey saat ini. Seolah-olah mengisyaratkan Rey untuk segera melahap dan menghisapnya satu per satu.There is no going back. Rey memperingatkan. Aku nggak akan berhenti walaupun kamu memohon kepadaku untuk berhenti.Debby menganggukkan kepalanya dengan cepat. Dia terlihat tidak sabar agar Rey segera memakan tubuhnya. Dia sangat tidak sabar untuk merasakan kejantanan Rey di dalam tubuhnya.Yakin tidak ada penolakan dari Debby, Rey segera melahap kedua payudaranya secara bergantian. Menjilat, menghisap, dan memberikan gigitan kecil di setiap payudaranya.  Ah, Debby benar-benar merindukan ini. Sudah lama sekali dia tidak merasa dipuja oleh seorang pria seperti sekarang.Puas bermain dengan kedua payudara Debby, ciuman Rey bergerak semakin turun dan berhenti di pusat kewanitaan Debby. Dia memberikan kecupan dan menghisapnya sedikit. Membuat Debby mendesah semakin kencang.Rey terus melanjutkan permainannya dengan kewanitaan Debby. Bertekad untuk membuat Debby datang di dalam permainan mulut dan tangannya yang bergantian untuk saling membantu mempercepat proses stimulasi sebelum mereka melanjutkannya ke permainan inti.Yes, come to me baby, come. Bisik Rey seraya memompa jari tengahnya di dalam kewanitaan Debby.Diperintah seperti itu, tubuh Debby dengan cepat memberikan respon. Melihat wajah Debby yang terlihat sedikit memerah akan sensasi yang baru saja Rey berikan, membuat Rey tersenyum dan merasa bangga karena dapat memberikan pelepasan untuk Debby.Mari kita lanjut ke permainan inti. Ucap Rey dengan serak. Aku sangat tidak sabar untuk menikmatinya, Deborah.  ***  Turun dari ranjang, pria itu berjalan menuju kulkas mini bar yang terletak di sudut kamar. Mengambil satu kaleng bir, pria itu kembali menuju tempat tidur. Menatap wanita yang kini sedang tertidur dengan pulas membuat sudut bibirnya terangkat.  Masih dengan menatap wanita tersebut seperti seorang penguntit, pria itu membuka kaleng bir dan menegaknya sampai habis. Salah satu tangannya terulur untuk mengusap rambut wanita tersebut dengan pelan.Ya Tuhan, dia benar-benar merindukan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Melihatnya dari jauh selama sepuluh tahun tidak mampu memuaskan dahaganya. Setiap dia melihat foto terbaru dari wanita tersebut, pemikiran untuk terbang dan bertemu dengannya selalu muncul di dalam pikirannya.Tapi dia tidak bisa melakukan hal itu. Dia harus menahan dirinya untuk tidak menghampiri wanita itu karena dia akan membuat wanita itu yang mendatanginya terlebih dahulu.Sayangnya, pria itu telah melanggar ucapannya sendiri. Dia mendatangi wanita itu dan menidurinya. Semuanya tidak akan terjadi jika wanita itu tidak membuat masalah dengan memiliki kekasih dan menghabiskan waktu di kelab malam sendirian dalam kondisi mabuk.Kamu seharusnya nggak pacaran dengan pria culun itu. Tegurnya terhadap wanita yang masih tertidur dengan pulas. Mantan kekasihmu itu hanyalah seorang pengganggu yang merusak rencanaku; rencana untuk membuatmu datang kembali kepelukanku.Pria itu kembali mengelus rambutnya dengan lembut dan berdecak. Kamu harus segera pulang agar aku lebih mudah untuk mengawasimu. Aku nggak bisa setiap saat harus terbang dari Jakarta ke Melbourne buat nemuin kamu. Aku juga sudah muak dan nggak tahan lagi melihat episode lainnya mengenai pria bodoh yang berusaha untuk mendekatimu.Pria itu memajukan tubuhnya untuk mengecup bibir sang wanita dengan lembut. Aku merindukanmu, Deborah.Setelah mengucapkan kata rindunya, pria itu berdiri dan kembali menatap Deborah.Deborah, atau biasa dipanggil Debby, adalah sahabat masa kecilnya yang merangkap sebagai mantan kekasih dari seorang pria bernama Reynaldi.Rey, nama panggilan pria tersebut, terbang secara mendadak ke Melbourne ketika mendapat kabar bahwa sang mantan tengah menjalin hubungan spesial dengan seorang pria culun bernama Justin. Mendengar berita tersebut tentu saja membuat Rey begitu marah terhadap Debby.Sepuluh tahun lamanya Rey tetap setia menunggu kepulangan Debby, tapi dia justru memutuskan untuk melupakan Rey dan melanjutkan hidupnya tanpa ada Rey di dalamnya? Tentu saja hal tersebut tidak bisa Rey terima!Melakukan apa yang biasa Rey lakukan, dia membuat perhitungan dengan pria yang bernama Justin dengan mengancam dan menyuruhnya untuk memutuskan Debby.Hal seperti itu sudah menjadi hal yang biasa bagi Rey. Dia selalu berhasil memastikan Debby jauh dari jangkauan para pria yang ingin merebut wanitanya. Tidak peduli jika Debby akan marah mengenai hal ini, tapi Rey akan melakukannya lagi dan lagi disetiap ada kesempatan.Sejujurnya, Rey tidak pernah paham mengapa dia bisa segila ini terhadap Debby. Hanya saja, apapun yang menyangkut tentang Debby tidak bisa Rey abaikan. Debby selalu menghantuinya seolah dia hidup di dalam kepala Rey. Seolah itu tidak cukup, Debby pun berhasil menjadi wanita pertama dalam banyak hal untuk Rey; wanita pertama yang ia cintai setelah Mamanya, wanita pertama yang menciumnya, wanita pertama yang mengambil keperjakaannya, wanita pertama yang menyadarkannya jika ia tidak akan selalu mendapatkan apa yang ia inginkan, wanita pertama yang mengajarkan arti dari sebuah kehilangan.Rey mengembuskan napasnya dan menatap Debby dengan datar. Wanita itu benar-benar memiliki power yang besar untuk mengendalikan Rey tanpa wanita itu sadari.Debby, wanita memabukkan yang membuat Rey rela melakukan apapun yang wanita itu inginkan. Apapun akan Rey berikan asalkan bukan perpisahan.========== Bab 3 “I’m sicker than the flu. Come put me in a mood.My body touching you, do you like that?Just watch the way I move. Sit back, enjoy the view.I’ll tell you what to do, bet you’d like that.”Eve, Psyche & The Bluebeard’s Wife by LE SSERAFIM feat Demi Lovato.  Debby mengerang ketika sakit kepala dan perut mual mulai menyerang. Untuk pertama kali dalam dua puluh tujuh tahun hidupnya, dia minum alkohol seperti tiada hari esok. Jika bukan karena patah hati, mana mungkin Debby akan menghabiskan malamnya di kelab seperti semalam.Setelah meninggalkan Indonesia sepuluh tahun yang lalu, Debby memutuskan untuk fokus kepada dirinya sendiri. Dia belajar untuk mengerti dan mencintai dirinya; mencari jati diri dan tujuan hidupnya. Kalau mengingat masa lalu, betapa bodohnya Debby yang selalu meminta Rey untuk belajar mencintai dirinya sendiri ketika Debby bahkan belum melakukan hal tersebut.Mencintai diri sendiri, sama seperti memprioritaskan diri sendiri—memprioritaskan kebahagiaan dan keinginannya sendiri. Bagian yang selalu gagal dilakukan oleh Debby. Dia mudah sekali merasa tidak enak terhadap orang lain. Hal itulah yang membuatnya dengan mudah dibohongi—dimanipulasi oleh orang lain.Rebecca, teman satu apartemennya, selalu mengingatkan Debby untuk jangan lupa berbahagia. Rebecca juga mengajak Debby untuk mencoba sesuatu hal yang baru seperti pergi hiking, camping, clubbing, bergabung dengan komunitas,  mencari kekasih baru—dan semua hal itu Debby lakukan. Selama di Indonesia, Debby tidak pernah melakukan itu semua karena Rey tidak mengizinkan hal tersebut. Rey tidak ingin Debby pergi ke alam karena terlalu berbahaya. Debby tidak boleh pergi clubbing tanpa Rey karena terlalu banyak lelaki mata keranjang. Debby tidak boleh bergabung komunitas karena Rey akan merasa kesepian dan ditinggalkan. Dan mencari kekasih baru… Rey adalah satu-satunya kekasih yang Debby miliki.Hingga saat ini. Sampai pada akhirnya Debby bertemu dengan Justin dua tahun yang lalu.Debby dan Justin merupakan teman satu kantor, namun beda departemen. Mereka bekerja di salah satu perusahaan fast moving consumer goods yang berasal dari Inggris dan memiliki kantor cabang di Australia.Sebelum bersama Justin, jujur saja Debby merasa sesuatu ada yang aneh dengan dirinya. Entah mengapa, dia selalu gagal untuk menjalin sebuah hubungan dengan seorang pria. Seperti empat tahun yang lalu, ketika salah satu teman Rebecca ada yang tertarik dengannya. Itu adalah pria pertama yang mendekatinya setelah hubungannya berakhir dengan Rey. Sayang sekali, baru satu minggu mereka pendekatan, tiba-tiba saja pria tersebut seperti hilang ditelan bumi. Tanpa penjelasan apapun, dia menghilang dari kehidupan Debby.Dan terus seperti itu setiap kali ada pria yang mendekatinya.Sampai pada akhirnya, Debby memutuskan untuk merahasiakan hubungannya dari siapapun atas saran dari Rebecca. Awalnya Debby tidak setuju dengan ide tersebut. Mengapa Debby harus menyembunyikan hubungannya? Dia bukan seorang artis, bukan pula seorang influencer. Lalu mengapa dia harus menyembunyikan hubungannya?Namun, pada akhirnya Debby mengikuti saran teman satu kamarnya. Ketika Justin mendekatinya dua tahun yang lalu, Debby berusaha bersikap senormal mungkin. Berusaha untuk tidak memperlihatkan ketertarikannya kepada Justin. Ketika Justin mengajaknya kencan di luar pun, Debby justru mengajaknya berkencan di apartemen dan meminta Rebecca untuk mengantarkan Justin ke depan pintu ketika Justin memutuskan untuk pulang.Nyatanya, hal tersebut berhasil. Hubungan mereka bertahan selama satu setengah tahun. Awalnya Justin tidak mengerti mengapa mereka harus berhubungan secara diam-diam seperti itu. Debby tidak berkata jujur sepenuhnya. Dia hanya berkata, jika Debby merasa takut akan kehilangan Justin apabila mereka memutuskan untuk mengumumkan hubungan tersebut.Sayangnya, hubungan mereka harus kandas. Justin tiba-tiba saja menghubunginya dan berkata jika dia tidak mau memiliki hubungan secara diam-diam lagi seperti itu. Dia berkata jika hubungan tersebut membuatnya tersiksa dan tidak bahagia.Mendengar hal tersebut, tentu saja membuat Debby segera setuju untuk melakukan go public mengenai hubungannya. Dia tidak mau kehilangan Justin. Semuanya sudah terlambat. Begitu yang diucapkan Justin. Tanpa berkata maaf dan kata cintanya seperti biasa, Justin memutuskan panggilannya—memutuskan hubungan mereka.Frustrasi dengan hubungannya yang selalu gagal, Debby pergi mengunjungi salah satu kelab yang ada di Melbourne. Membuatnya bertemu dengan seorang pria tampan bernama Rey.Rey, nama tersebut mengingatkannya kembali kepada mantan kekasihnya. Pria tampan di hadapannya ini sudah jelas bukan Rey mantan kekasihnya. Mantannya itu tidak setampan pria yang ada di hadapannya. Mantannya mengenakan kacamata, memiliki tubuh yang tinggi besar yang terkesan bongsor, dan pipi yang tembam.Sedangkan Rey yang berada di hadapannya tidak mengenakan kacamata, memiliki badan yang bagus, dan wajah yang tirus—membuat bentuk wajahnya terlihat tajam.Debby membeku ketika mendapati dirinya berada di sebuah kamar hotel tanpa mengenakan busana. Debby tentu saja bukan seorang perawan. Dia sudah memberikan keperawanannya kepada Rey sebagai hadiah ulangtahunnya yang ketujuh belas.Tidur bersama seorang pria asing adalah pengalaman baru bagi Debby. Sudah sepuluh tahun lamanya Debby telah menjadi seorang wanita suci yang tidak melakukan seks. Dia bahkan tidak pernah melakukan seks bersama Justin. Tapi lihat sekarang… dia melakukan seks dengan pria asing yang tampan bernama Rey.  “You’re so tight, Debby.” Desah Rey ketika dia secara perlahan memasukkan kejantannya ke dalam kewanitaan Debby. “My body touching you—do you like that?”  Mengingat ucapan kotor dan pergulatan mereka semalam seketika membuat Debby merona. Melakukan seks ketika berumur dewasa seperti sekarang rasanya sangat berbeda. Semuanya terasa lebih… nikmat? Entahlah. Terlalu sulit bagi Debby yang polos untuk menjelaskan hal tersebut lebih intim.Yang Debby tahu, dia tidak merasa menyesal telah melakukan seks dengan orang asing bernama Rey.Melihat sekeliling ruangan, dia tidak menemukan orang lain selain dirinya. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Debby sedikit kecewa tidak menemukan Rey di hadapannya.Namanya juga one night stand, batin Debby yang berusaha menyemangati dirinya sendiri.Suara dering ponsel di atas nakas membuyarkan lamunan Debby. Mengulurkan tangannya untuk meraih ponsel tersebut dan mengangkatnya.“Halo, Ma.” Jawabnya. “Ada apa?”“Papanya Reynaldi meninggal.” Berita buruk tersebut membuat sekujur tubuh Debby mematung. “Kamu bisa pulang ke Jakarta? Kasihan Rey. Dia terlihat sedih dan kehilangan arah saat ini.”Apa benar Rey terlihat sedih dan kehilangan arah ketika Ayahnya meninggal? Seingat Debby, Rey tidak terlalu menyukai Ayahnya.“Ma—”“Mama nggak tahu sebenarnya apa masalah kamu sama Reynaldi sampai memutuskan kabur meninggalkan kami semua di Indonesia. Tapi Mama rasa, sepuluh tahun sudah cukup untuk menyudahi ini semua. Kamu dan Rey sudah dewasa, Deb. Kalian pasti bisa memperbaiki hubungan kalian seperti dulu—menjadi seorang sahabat atau teman jika memang menjadi sepasang kekasih nggak memungkinkan.”“Aku nggak tahu, Ma.”Debby mendengar suara Ibunya menghela napas panjang dengan respon yang diberikan oleh Debby.“Mama nggak akan maksa kamu untuk pulang. Terserah kamu; kamu udah dewasa dan tahu apa yang terbaik buat kamu. Tapi sebagai sesama manusia, bisa kamu pulang untuk sementara waktu? Pergi ke rumah Reynaldi untuk mengucapkan belasungkawa kepada keluarganya. Gitu-gitu, dulu Papanya Rey yang menyekolahkan kamu di sekolah bagus dan bergengsi di Jakarta, Deb.”Adrian Barata, seorang Ayah yang dibenci oleh anaknya sendiri. Awalnya Debby tidak tahu mengapa Rey begitu membenci Ayahnya. Tapi seiring berjalannya waktu, Debby mulai memahami alasan dibalik kebencian Rey terhadap Ayahnya.“Oke, aku akan pulang hari ini.” Putusnya. “Nanti aku beli tiket yang paling early dan izin sama bosku untuk ambil cuti mendadak.”“Mama tunggu kedatangan kamu. Nanti kabarin aja kalau sudah sampai di bandara. Biar Vincent yang jemput.”Setelah mengatakan oke, sambungan telepon tersebut terputus. Debby mengembuskan napasnya dengan panjang. Dia tidak tahu apakah dia sudah siap untuk bertemu dengan Rey kembali.Rey, mantan kekasihnya itu begitu manis. Seorang lelaki idaman semua perempuan. Sampai akhirnya Debby masuk terlalu jauh dan menemukan kebenaran mengenai Rey. Kebenaran yang selalu Rey tutup dengan rapat.Debby meletakkan kembali ponselnya di atas nakas dan baru menyadari sebuah kertas putih yang berada di sana. Mengambil kertas tersebut, dia membacanya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.Astaga, apa Debby benar-benar sudah tidak waras sekarang? Dia baru saja putus dengan kekasihnya, jadi tidak seharusnya dia merasa berbunga-bunga dan merona seperti ini hanya karena sebuah surat, bukan?  To the most beautiful person in the world,Aku minta maaf karna harus meninggalkanmu sendirian. Sebagai bentuk permintaan maafku, aku sudah memesankan sarapan untukmu. I hope you like it as much as I enjoy spending the night with you.See you soon,X,ReyPS: I really like the way you moan beneath me. It drives me wild.========== Bab 4 “Oh, I’m good at keepin’ my distance. I know that you’re the feelin’ I’m missing.You know that I hate to admit it. But everything means nothin’ if I can’t have you.”If I Can’t Have You by Shawn Mendes.  Rey mengembuskan napasnya dengan panjang. Dia sama sekali tidak mengerti mengapa Tuhan harus mengambil nyawa Ayahnya ketika dia sedang menikmati waktunya bersama sang pujaan hati. Apakah Tuhan tidak mengerti jika Rey membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk dapat menghabiskan malam bersama wanitanya? Mengapa Tuhan tidak mencabut nyawa Ayahnya di keesokan harinya saja? Nayla, sang istri sekaligus Ibu kandung Rey, baru saja terlelap. Ibunya tidak berhenti menangisi kepergian sang Ayah. Melihat Ibunya yang menangis seperti itu membuat Rey penasaran; mengapa Ibunya terus menangis ketika Ayahnya bukanlah seorang suami yang baik untuknya?Adrian Barata baru saja meninggal akibat penyakit jantung yang menimpanya. Hal itu tentu saja membuat Rey semakin peduli akan kesehatannya. Namun, sebelum penyakit itu menyerang dirinya di kemudian hari, Rey harus memastikan telah mendapatkan sang pujaan hatinya terlebih dahulu. Ketika dia sudah mendapatkan wanitanya, dia tidak masalah jika penyakit keturunan dari sang Ayah akan menimpa dirinya.Setelah memastikan Ibunya terlelap, Rey mengambil kunci mobilnya dan pergi ke salah satu kelab malam yang ada di daerah SCBD. Dia sudah memiliki janji untuk bertemu dengan salah satu temannya yang ia temui di tempat rehabilitas. Mereka cukup rutin mengikuti rehabilitas tersebut setiap dua minggu sekali, sebelum Rey memutuskan untuk berhenti ketika Debby meninggalkannya.“Hei, bro!” Sapanya ketika melihat Rey duduk di hadapannya. “Gue turut berduka atas berita meninggalnya bokap lo.”Rey hanya mengedikkan bahunya tidak peduli. Dia menyibukkan diri untuk meracik minumannya sendiri dengan mengambil satu botol Roku Gin yang ada di meja dan menuangkannya ke dalam sebuah gelas. Tak lupa juga dia mencampur minuman tersebut dengan sedikit tonic—well, gin dan tonic adalah minuman favorit Rey.“Segitu sedihnya lo kehilangan bokap?” Tanya pria yang ada di hadapannya ketika melihat Rey menegak habis minumannya dalam satu kali tegakan.“Mau idup atau mati, itu orang beneran nyusahin gue. Demen banget bikin gue sengsara.”Suara tawa teman Rey terdengar sebagai respon. “Kenapa emangnya?”Rey kembali menuangkan minuman untuknya dan menegaknya sedikit. “Beberapa jam yang lalu, gue masih ada di Aussie; ngabisin waktu sama cewek gue setelah sepuluh tahun pisah. Terus gue di telepon sama asisten bokap—and here I am. Harus ninggalin cewek gue dan ngurusin semua keperluan bokap. Damn! Gue bahkan belum kasih kecupan selamat pagi and told her about how amazing our sex is after ten years apart!”Lagi-lagi, pria yang ada di hadapan Rey tertawa. Pria itu adalah Benjamin, atau biasa dipanggil Ben, pria yang tiga tahun lebih muda daripada Rey.“TMI, bro!” Tegur Ben terhadap Rey. “Terus urusan bokap lo udah selesai?”“Udah. Semuanya diurus dan dibantu sama asisten bokap.” Jelas Rey. “Minggu depan gue udah harus take over semua bisnis bokap, meanwhile urusan gue buat bikin cewek gue balik belum kelar.”“Hebat juga lo bisa tahan pisah jarak selama itu. Gue jadi lo sih, udah gue acak-acak seisi Australia buat bikin cewek gue pulang.”“Mau gue juga begitu. Tapi masalah gue lebih complicated daripada urusan lo sama Bella. Kalau gue pake cara brutal kayak yang lo saranin, yang ada cewek gue makin takut dan nggak mau ketemu gue.”“Terus apa yang akan lo lakuin supaya cewek lo balik ke Indo?”“Rasa simpati.” Jawab Rey seraya menyeringai. “Kayak yang udah kita pelajari waktu di kelas rehabilitas—manusia normal memiliki rasa simpati dan empati sesama manusia lain.”“Cewek lo kan tahu kalau lo nggak normal.”Rey tertawa mendengar perkataan polos Ben. “Karena dia tahu gue ini nggak normal, jadi gue akan lewat orang ketiga; nyokapnya.”Ben menaikkan kedua alisnya. “Lo akan ngomong ke nyokapnya betapa lo sangat sedih karena harus kehilangan bokap lo, dan indirectly saying, lo butuh seseorang—sahabat, teman, whatever it is—buat nemenin lo di masa-masa suram seperti sekarang?”Rey menjentikkan tangannya di hadapan Ben dan berkata, “Exactly!”“Emang lo seyakin apa dia bakalan pulang setelah nyokapnya ngasih tahu tentang kesedihan lo itu, Rey?”“Gue sangat yakin seratus persen itu cewek akan pulang dan nyamperin gue.” Jawab Rey dengan yakin. “Tepat ketika dia menginjakkan kakinya di hadapan gue, pada detik itu juga gue nggak akan lepasin dia lagi.”Ben tertawa mendengar rencana Rey. “Dasar cowok gila. Manipulatif banget lo jadi orang.”“Ngaca dong sebelum ngatain gue.” Balas Rey dengan datar. “Lo juga nggak beda jauh sama gue.”“Cheers untuk kegilaan kita berdua.”  ***  Debby baru saja mendarat di bandara Soekarno Hatta. Saat ini dia sedang menunggu kakaknya untuk menjemput dirinya. Tepat ketika dia sampai di Jakarta, seketika Debby meragukan keputusannya untuk kembali ke Kota kelahirannya. Apakah keputusannya untuk pulang adalah hal yang tepat? Walaupun ini hanyalah kunjungan sementaranya, tapi entah mengapa, Debby memiliki perasaan yang buruk mengenai hal ini.Pulang ke rumah untuk istirahat sebentar, lalu berkunjung ke rumah Rey untuk mengucapkan belasungkawa, dan jika kondisi tidak kondusif, Debby akan membeli tiket paling awal untuk pergi ke Australia.Ya. Itu adalah rencana yang sempurna untuk Debby.“Sis!”Suara Vincent mengalihkan kepanikan Debby. Berusaha terlihat normal, Debby pun tersenyum dan berjalan ke arah kakaknya.“Apa kabar lo?” Tanya Debby seraya memeluk kakak lelakinya.“Baik. Lo sendiri apa kabar?”“Begini-begini aja.”Obrolan basa-basi mereka pun terus berlanjut sampai di mobil.Debby memperhatikan pemandangan dari dalam mobil dan melihat banyaknya perubahan yang terjadi. Walaupun Debby orang asli Jakarta, sejak sepuluh tahun yang lalu, dia hanya kembali ke Jakarta setahun sekali dalam durasi yang singkat. Alhasil membuat orang tua dan kakaknya bingung melihat keputusannya yang seolah-olah begitu membenci Jakarta.Debby bahkan memutuskan untuk menyimpan semuanya sendiri. Dia tidak ingin orang lain mengetahui alasannya dan membuat semuanya semakin rumit.Bahkan, keputusan Debby untuk putus dengan Rey pun masih menjadi sebuah misteri bagi banyak orang.“Lo udah moved on belum, sih?”Debby menoleh ke arah kakaknya yang tengah sibuk menyetir. “Maksud lo?”Vincent mengedikkan bahunya. “Mau mastiin aja sebelum ngasih lo bocoran.”Debby jelas tahu apa dan siapa yang sedang dibicarakan oleh Vincent. Debby bahkan mengerti ketika keluarganya mengira alasan kepindahan Debby ke Australia adalah karena kandasnya hubungan dia dengan Rey. Alasan tersebut terasa lebih mudah bagi Debby untuk menjelaskan, daripada dia harus memberitahukan kebenarannya.Dia hanya takut kebenaran itu dapat membahayakan nyawa keluarganya.Apakah Rey sudah memiliki kekasih baru? Pemikiran tersebut jelas membuat hati kecil Debby merasa tercubit.Sial sekali dirinya kalau Rey sudah memiliki kekasih baru, tapi dia sendiri selalu gagal ketika mencoba hubungan baru dengan seseorang.“Bocoran apaan?” Tanya Debby pada akhirnya. Tidak tahan dengan rasa ingin tahunya.Vincent menyengir lebar ke arah Debby dan menjawab, “Mantan lo yang itu, makin ganteng sekarang. Gue cukup yakin lo pasti nyesel habis ninggalin dia.”“Sialan! Gue kira apaan!” Balas Debby dengan sewot.Mendengar ucapan Vincent, seketika Debby jadi penasaran. Setampan apakah dia sekarang? Apakah Debby akan mengenalinya dengan segala perubahannya? Apakah… dia masih bisa mengenali Debby? Yah, walaupun tidak banyak perubahan yang terjadi terhadap Debby selain wajahnya yang terlihat dewasa.Suara ponsel Vincent berdering. Debby melirik nama penelepon yang tertera di layar ponselnya dan melihat nama Mama yang menghubunginya.Debby tidak terlalu memperhatikan apa yang dibicarakan oleh Vincent dan Mamanya. Hanya saja Debby dapat menyimpulkan bahwa Mamanya meminta Debby dan Vincent untuk segera pergi ke kediaman Rey sekarang.“Lo udah siap ketemu sang mantan?”Debby memutar kedua bola matanya. “Nggak usah lebay.”Vincent tertawa kecil sebagai respon.Sejujurnya, Debby cukup gugup untuk bertemu kembali dengan Rey. Dia bingung harus bersikap seperti apa. Perpisahan mereka pun dilakukan dengan cara yang tidak cukup baik. Perpisahan mereka penuh dengan tangis, bentakan, darah, dan tawa menyedihkan.Sekitar satu jam kemudian, Debby dan Vincent sampai di depan rumah lantai dua yang terlihat sangat megah. Rumah Rey masih terlihat sama seperti terakhir Debby mengingatnya.Vincent memarkirkan mobil dan mematikan mesin mobil. Membuat Debby sadar kalau mau atau tidak, dia harus turun dan menghadapi masa lalunya.Sepuluh tahun waktu yang cukup lama. Rey pasti sudah berubah dan dewasa. Dia pasti sudah melupakan masa lalu yang terjadi di antara mereka. Debby berkali-kali mengatakan hal tersebut dalam hatinya. Berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri kalau semuanya akan baik-baik saja.Debby dan Vincent memasuki rumah megah tersebut yang terlihat masih cukup ramai dengan orang-orang yang memiliki tujuan berkunjung yang sama dengannya. Debby juga cukup terkejut melihat banyaknya wanita yang terlihat sepantaran dirinya ada di sana. Tak yakin jika Ayah Rey mengenal wanita muda tersebut mengingat Ayahnya sangat mencintai sang istri.“Vince, ngapa banyak banget cewek-cewek yang dateng? Nggak mungkin itu simpenan bokapnya Rey, kan?” Tak tahan dengan rasa penasaran yang ia miliki, Debby memutuskan untuk bertanya.Vincent memutar kedua bola matanya dengan dramatis. “Mereka dateng tuh mau modus sama Rey. Siapa tau juga kan kalo Rey bakal ngelirik mereka.”“Hah? Maksudnya gimana?”“Gue udah bilang kan, kalau Rey sekarang ganteng? Nah lo bayangin aja. Siapa yang nggak mau nice try sama cowok cakep dan tajir kayak Rey?”Debby hanya mengangguk-anggukkan kepala. Seketika penasaran dengan penampilan Rey yang sekarang. Memangnya, Rey setampan apa? Dia tidak melakukan operasi plastik, kan?“Debby! Vince!”Suara Manda, sang Ibu terdengar. Manda segera berjalan cepat menuju kedua anaknya dan memberikan pelukan yang cukup lama kepada Debby. Oh, betapa Manda merindukan anak bungsunya.“Yuk kita ketemu Mamanya Rey. Dia ada nanyain kamu mulu tuh dari tadi.” Ajak sang Ibu. “Terus kamu temuin Rey. Kasian dia dari kemarin sibuk ngurusin pemakaman Papanya dan menjamu semua tamu yang datang. Dia jadi nggak sempat berduka buat Papanya sendiri. Mami kasian lihatnya.”“Bener tuh kata Mami!” Vincent menyambung. “Gue tau lo sama dia punya masa lalu bersama dan akhir kisah yang nggak cukup baik. Tapi tolong lupain itu sejenak. Gue harap lo jauh lebih dewasa buat ngadepin semuanya.”Debby hanya menganggukkan kepala tanpa membalas ucapan Manda dan Vincent. Dia seketika merasa overwhelmed dengan situasi yang ada.Benar, mereka sudah dewasa dan bukan remaja sekolah lagi. Jadi seharusnya, mereka dapat bersikap lebih bijak, bukan?Debby yang sedari tadi merasa gugup dan mencoba meyakinkan diri sendiri kalau semuanya telah berubah—apapun itu yang berhubungan dengannya dan Rey.Debby berpelukan dan mengucapkan kata-kata menenangkan ketika dia bertemu dengan Mamanya Rey. Mereka tidak terlalu banyak berbicara karena Mamanya Rey terlihat begitu sedih telah ditinggalkan oleh suami tercintanya.Setelah bertemu dengan Mamanya Rey, Debby melanjutkan tugasnya untuk mencari Rey. Ini adalah momen dia akan bertemu dengan Rey setelah sepuluh tahun lamanya. Apa yang akan terjadi di momen mereka bertatapan satu sama lain? Apakah Rey akan menatapnya dengan pandangan penuh kebencian? Ataukah Rey telah berdamai dengan masa lalu mereka?Oh, sesungguhnya Debby ingin sekali membuang perasaan gugupnya saat ini. Dia telah mencoba untuk meyakinkan dirinya kalau dia telah berdamai dengan masa lalunya. Tapi sepertinya Debby terlalu munafik. Dia bahkan ingin sekali pergi meninggalkan diri dari rumah ini dan kembali ke Australia sekarang juga.Intinya, Debby belum bisa berdamai dengan masa lalunya.Langkah Debby terhenti ketika dia melihat sosok yang terlihat begitu familiar. Sosok yang kini tengah berbicara dengan seseorang dekat meja makan.Melihat sosok tersebut, seketika memori membawanya kembali ke malam itu; ketika dia bertemu dengan sosok tampan yang mengajaknya mengobrol di kelab, berdansa, dan menghabiskan satu malam mereka bersama.  “Rey.”   Debby masih ingat nama pria itu ketika memperkenalkan dirinya; Rey. Selama ini Debby mengira jika mereka hanya memiliki kesamaan nama semata. Dia tidak mengira jika Rey yang ia temui malam itu, adalah Rey yang sama dengan mantan kekasihnya.Mereka… terlihat begitu berbeda. Di hadapannya, bukan lah Rey sepuluh tahun yang Debby ingat; mengenakan kacamata, pipi tembam, tubuh berisi yang membuatnya terlihat bongsor. Benar seperti yang Vincent katakan, Rey terlihat sangat tampan saat ini.Jantungnya berdegup dengan kencang saat ini. Walaupun kecil kemungkinannya, tapi Debby tetap berharap jika pria yang saat ini membelakanginya bukanlah mantan kekasihnya. Debby berharap mereka adalah pria berbeda yang memiliki kesamaan pada namanya.“Reynaldi Barata.” Debby pun akhirnya memanggil.Kedua pupil Debby seketika membesar ketika melihat pria yang membelakanginya secara perlahan menoleh ke arahnya. Membuat harapan kecilnya seketika pupus.Debby bersumpah ketika Rey berbalik, dia melihat Rey sedikit menyeringai ke arahnya.Jika sudah begini, apakah tandanya pelarian Debby selama sepuluh tahun ini sia-sia? Apakah selama ini Rey mengetahui persembunyian Debby? Apakah selama ini Rey adalah penyebab hubungannya yang selalu gagal? Apakah selama ini Rey tidak pernah melepaskan Debby?========== Bab 5 “You can start over, you can run free.You can find other fish in the sea, you can pretend it’s meant to be.But you can’t stay away from me.Baby, I’m preying on you tonight. Hunt you down, eat you alive.Just like animals.”Animals by Maroon 5  Pria itu tersenyum begitu tampan ketika Debby memanggil namanya. Rey tampak berbicara sebentar dengan tamunya sebelum berjalan menghampiri Debby. Membuat jantungnya yang sudah berdegup dengan kencang semakin menggila.Rey terlihat seperti seorang predator yang siap memakan Debby kapanpun dia mau. Entah ini sebuah kesalahan atau bukan dirinya mencari sosok Rey dan menyapanya. Ya Tuhan, Debby ingin pulang sekarang juga!“Hai.” Rey menyapa.Debby menatap wajah Rey yang kini terlihat tampan. Dia terdiam dan meneliti wajah Rey dengan saksama sebelum membalas sapaannya. “Hai.”“Kamu baru sampai?” Tanya Rey. “Mau minum apa? Biar aku ambilin.”Ya Tuhan! Bagaimana bisa Rey berubah total seperti sekarang? Suaranya yang memang sudah rendah, sekarang terdengar lebih rendah—membuatnya terdengar sangat seksi! Dan senyumnya… oh my God! Sangat menawan! Rey terlihat seperti Louis Partridge di mata Debby saat ini.Oke, mungkin tidak, mungkin juga iya. Tapi Debby tidak peduli.“Deb?”Debby berdeham ketika Rey menyebut namanya. Dia mengedipkan matanya beberapa kali sebelum menjawab, “Oh, hm… no need. Aku nggak haus.”Rey menganggukkan kepalanya.“So,” Debby kembali berbicara. “How are you? Are you okay?”Rey menelengkan kepalanya ke kiri. Seringai tidak pergi dari bibirnya sejak tadi. “Do I look okay, or not okay in your eyes?”Ugh! Mengapa Rey harus menjawab pertanyaan Debby dengan pertanyaan lainnya? Apakah Rey tidak bisa menjawab langsung pertanyaan Debby? Apakah Rey tidak tahu kalau Debby ingin segera mengakhiri pembicaraan mereka dan pulang kembali ke Australia?“You look totally fine buat orang yang baru aja kehilangan Ayahnya.” Dengan berani, Debby menjawab pertanyaan Rey. Tidak peduli jika Rey menganggapnya tidak sopan saat ini.“Ouch.” Jawab Rey dengan dramatis seraya memegang dadanya sebelum dia tertawa dan melanjutkan, “You are right. I’m totally fine.”Entah mengapa Debby tidak terkejut mendengar jawaban Rey. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Debby sudah tahu jika sebenarnya keadaan ini tidak akan berdampak apapun bagi Rey. Dia tidak akan peduli sama sekali dengan apa yang terjadi dengan Ayahnya.Rey hanya peduli dengan dirinya sendiri. Bajingan egois. Begitulah umpatan yang tepat untuk Rey.“But I wasn't okay when you left me ten years ago.” Lanjutnya. “I find myself surrounded by echoes of our past, memories that once brought joy, now haunting me with your absence. Your laughter, your touch, your presence—all gone, leaving behind a void that threatens to consume me whole.”Untuk pertama kalinya sejak sepuluh tahun mereka berpisah, Debby mendengarkan ucapan Rey yang terdengar begitu menyakitkan di telinga. Debby tidak pernah tahu jika kehilangannya akan berdampak sedalam itu untuk Rey.“Now, I’m okay. You’re here.” Rey mengulurkan tangannya untuk merapihkan anak rambut Debby yang nakal ke belakang telinganya. “Kamu kembali.”Sialan! Umpat Debby dalam hati. Mengapa dia masih merasa jantungnya masih merespons setiap ucapan Rey? Mengapa wajahnya terasa hangat sekarang?“Aku cuma sementara aja di sini.” Dengan kegugupan yang dialami saat ini, Debby berhasil mengatakan hal tersebut. “Anyway, I’m sorry for your loss.”Rey tertawa kecil. “Babe, I’m so sorry to say this—tapi kamu nggak akan balik lagi ke Aussie.”“What?”“You heard me.” Ujar Rey dengan santai. “Ketika kamu memutuskan untuk menginjakkan kaki di rumah ini—memanggil namaku—disaat itulah aku memutuskan untuk nggak akan ngelepasin kamu lagi.”Rey berjalan mendekat dan mensejajarkan tingginya di depan Debby. “Let’s stop this—aku tahu kamu sadar kalau pria yang tidur sama kamu waktu itu adalah aku. Kamu nggak usah pura-pura lagi Deborah. I know you know.”Pembicaraan yang Debby ingin hindari, kini diucapkan dengan gamblang oleh Rey. Sial, Debby tidak ingin membicarakan hal itu. Kegiatan mereka pada malam itu memang menyenangkan, tapi mengingat Debby tidak bisa mengenali Rey lah yang membuatnya kesal. Jika Debby bisa mengenali Rey, dia tidak akan mungkin tidur bersama mantannya yang satu ini. Dan mengapa pula Debby memutuskan untuk pergi ke bar saat ini? Kenapa semuanya jadi rumit sekarang?“Lebih baik kamu pulang dan istirahat.” Rey kembali bersuara. “Aku harus menjamu para tamu yang ada di sini.”Tanpa berucap apapun lagi, Debby segera membalikkan tubuhnya untuk meninggalkan Rey. Sayangnya, sebelum Debby berhasil membalikkan tubuhnya, Rey sudah menangkap pergelangan tangannya dan merengkuh tubuh Debby ke dalam pelukannya.“I miss you so much.” Bisiknya. “Nanti aku mampir ke rumah kamu.” Rey melepaskan pelukannya dan menatap kedua mata Debby dengan serius. “And we’ll talk, okay?”  ***  Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Debby duduk di atas tempat tidurnya seraya menggigit kuku ibu jarinya. Menandakan jika saat ini dia tengah panik.Well, siapa yang tidak panik jika seseorang berada di posisi Debby saat ini? Mengambil keputusan nekat untuk meninggalkan Kota kelahirannya selama sepuluh tahun, berharap semuanya akan baik-baik saja, namun kini semuanya terasa sia-sia—definisi the calm before the storm, adalah idiom yang sangat cocok untuk menggambarkan keadaannya saat ini.Suara ketukan pintu terdengar. Membuat jantung Debby kembali berdebar.Tanpa menunggu jawaban dari Debby, pintu kamarnya terbuka dan menampilkan Rey tengah berdiri dan menyeringai ke arahnya.Oke, Rey memang terlihat tampan saat ini, namun Debby lebih menyukai penampilan Rey yang dulu. Rey yang sekarang terlihat menakutkan dan mengintimidasi.Rey masuk ke dalam kamar Debby dan menutup pintunya. Dia berjalan secara perlahan dan duduk di pinggiran tempat tidurnya.“Hai.” Sapanya. “Sori baru bisa kesini sekarang.”Debby menganggukkan kepalanya. Di kepalanya penuh dengan beribu pertanyaan untuk Rey saat ini.Sebelum Debby membuka mulutnya untuk bertanya, suara ketukan kembali terdengar. Kali ini menampilkan Mbok Tika yang tengah membawa nampan yang berisi cemilan dan minuman.Rey berdiri dan membantu membawa nampan yang Mbok Tika pegang. Orang lain mungkin melihat betapa sopannya Rey saat ini. Namun Debby terlalu mengenal Rey. Dia tahu jika itu hanyalah salah satu akting yang harus Rey lakukan untuk terlihat sempurna.“Makasih banyak yo Mas sudah dibantu.” Ucap Mbok Tika dengan aksen Jawanya yang medok. “Wes ganteng, baek, duh beruntungnya Mbak Debby dapetin cowok koyo Mas Rey.”Ingin rasanya Debby tertawa mendengar ucapan Mbok Tika. Seandainya Mbok Tika dan seluruh dunia tahu seperti apa sifat aslinya Rey… mana berani mereka berkata seperti itu.“Bisa aja nih Mbok Tika.” Balas Rey dengan ramah. “Debby juga beruntung loh bisa dijagain sama Mbok Tika yang baik hati.”“Halah, bisa aja Mas Rey ini.” Jawab Mbok Tika dengan genit. Membuat Debby menaikkan kedua alisnya dengan bingung. Bukannya Debby cemburu, dari dulu Rey dan Mbok Tika memang dekat dan sering bercanda satu sama lain. Sayangnya, bercandaan mereka berdua kali ini terdengar menggelikan di telinga Debby.“Wes, aku tinggal sek yo Mas.” Pamit Mbok Tika. “Tak doain semoga cepet balikan sama Mbak Debby.”Debby mendengus pelan mendengar ucapan Mbok Tika. Memangnya siapa yang mau kembali dengan orang gila seperti Rey? Seperginya Mbok Tika, Rey kembali menutup pintu kamarnya dan duduk di pinggiran tempat tidurnya.Debby memperhatikan wajah tampan Rey dengan teliti. Rey terlihat lelah saat ini. Jika dia lelah, mengapa dia harus memaksakan diri untuk berkunjung ke rumah Debby? Memangnya dia tidak bisa menunggu sampai hari esok?“Kamu pasti punya banyak pertanyaan, kan?” Rey memulai. “Go ahead and ask.”Debby menarik dan mengembuskan napasnya secara perlahan. Dia menatap tepat di kedua mata Rey dan bertanya, “Cowok yang aku temuin di bar… apa benar itu kamu?”Pertanyaan bodoh tentu saja. Debby sudah tahu jawabannya. Hanya saja… dia ingin memastikan—mendengar jawabannya langsung dari mulut Rey.Rey tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya. “Tentu aja itu aku. Nggak mungkin aku ngebiarin orang lain nyentuh kamu.”Debby menggenggam selimutnya dengan erat. “Kamu… kamu tahu aku ada di Aussie selama ini?”Sekali lagi, Rey menganggukkan kepalanya. “Aku tahu kamu ada di Aussie—aku bahkan tahu dimana kantor dan apartemen kamu.” Rey mengulurkan tangannya dan meraih salah satu tangan Debby. Rey menguraikan genggaman tangan Debby dan menautkan tangan mereka satu sama lain. “Maafin aku, tapi aku nggak bisa ngelupain dan ngelepasin kamu gitu aja. Aku terlalu cinta dan sayang sama kamu. Aku harap kamu ngerti.”Bagaimana bisa Debby mengerti dengan apa yang telah dilakukan oleh Rey?!“Ya Tuhan, Rey!” Bentak Debby dengan tertahan. “Gimana aku bisa ngertiin kamu, kalau apa yang kamu lakuin itu salah?! Nggak ada orang normal yang nguntit mantannya kayak apa yang kamu lakuin!”“Ada.” Jawab Rey. “Aku.”Sungguh, Debby tahu dan paham jika Rey memang tidak normal. Tapi tidak sampai ketitik seperti ini! Debby benar-benar speechless saat ini. Dia tidak tahu harus berkata dan bersikap seperti apa untuk menghadapi Rey. Jika Debby salah satu langkah, Debby tahu akibatnya bisa fatal.Rey… bukanlah seorang pria yang manis, sopan, dan baik hati. Itu hanyalah sebuah topeng yang ia gunakan agar terlihat normal.Rey itu sakit. Tidak bisa disembuhkan.“Rey… kamu… masih ikut rehabilitas seperti biasa, kan?” Tanya Debby pelan.Rey menggelengkan kepalanya dengan santai. “Alasan aku pergi buat rehabilitas adalah kamu. Jadi, ketika kamu dengan egoisnya pergi ninggalin aku sendiri di sini, maka aku pun memutuskan untuk berhenti.”Rey yang pergi dengan rajin untuk rehabilitas saja sudah berhasil membuat Debby merinding dan sakit kepala, bagaimana jadinya Rey yang tidak pernah pergi rehabilitas selama sepuluh tahun?Jujur saja, Debby sangat takut memikirkan segala kemungkinan yang terjadi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan