Bab 1 Chocopedia

0
0
Deskripsi

Ya Tuhan… Kenapa sih harus ketemu Sam lagi di saat semua sudah mulai gue lupain?
 

“Cokelat yang tidak digulai memang terasa pahit, tapi masih lebih manis daripada kenyataan yang menyakitkan.”

 

 

“Ya ampun, Markonaaah! Bengong aja dari tadi kayak perawan dalam pasungan,” Suara lantang Renata membuyarkan lamunan Mariana. Kakaknya itu memang paling sembarangan memanggil namanya; kadang Markonah, Martabak, Maryono, Marimar, Markobar, Marsiyem, Marjuki, dan entah apa lagi. Padahal namanya Mariana. Mariana Regina.

“Gimana? Jadi ketemuan sama temen-temen kuliah lo?” tanya Renata sembari menata sejumlah cokelat praline, memasukkannya satu per satu dengan hati-hati dalam kotak-kotak hamper cantik. Dalam bahasa Belgia, praline berarti gula-gula cokelat dengan isian, sementara di bahasa Prancis suguhan manis memikat itu disebut crotte de chocolat. Bahan dasarnya sih sama, yaitu dark chocolate dan crème fraîche atau krim mentega. Sedangkan, isiannya biasanya buah-buahan kering atau kacang-kacangan yang dicelupkan ke dalam lelehan cokelat lembut.

Mariana menghela napas, termangu sembari menatap pesan WhatsApp, menimang-nimang ajakan beberapa teman kuliahnya dulu. Idenya sih reuni kecil-kecilan. Cuma buatnya, reuni itu, sekali pun kecil-kecilan, menjadi semacam event uji nyali, tempat yang datang harus menghadapi pertanyaan standar basa-basi semacam; Udah nikah belom? Laki lo kerja di mana? Anak lo udah berapa? – Yang semuanya harus dia jawab dengan belum. Belum nikah, belum punya laki, belum punya anak. Hedeeew!

Belum lagi dia tahu bakal ketemu Damar di acara itu. Cowok itu pernah dia tolak cintanya. Sialnya, beberapa waktu lalu, secara tak sengaja Mariana membaca namanya dalam sebuah portal berita online. Headline-nya, “From Zero to Hero; CEO Bisnis Automotif yang Sukses Membuka Belasan Bengkel Besar.” Foto yang terpampang di artikel, yang menunjukkan senyum bahagia Damar sedang berpose sembari memeluk istri cantiknya, mendadak membuat Mariana merasa membutuhkan tambahan oksigen satu tabung penuh. Nyesek!

Iya, dia menyesal. Seandainya waktu itu menerima cinta Damar, barangkali hari ini dia sudah hidup tenang jadi istri pengusaha. Tinggal di rumah mewah, dengan berderet-deret mobil mahal, dilayani banyak pembantu. Barangkali juga dia bisa masuk sirkelnya Nia Rahmadani, atau bergabung dalam arisan sosialita para crazy rich – bukan malah jadi karyawan di toko cokelat.

“Kayaknya nggak jadi ah, Kak. Nggak tahu deh gue harus taruh muka di mana kalau ketemu Damar di sana,” jawab Mariana tanpa semangat.

“Ya ditaruh aja di tempat penitipan muka,” sahut Renata sembarangan.

“Sialan!”

“Lagian elo sih pakai nolak-nolak si Damar segala. Sok-sok setia nungguin si Suneo. Sekarang, si Damar nggak dapet, si Suneo juga nggak balik-balik, apalagi kasih kepastian. Nyesel kan lo?” Renata terus merepet tanpa melepaskan pandangan dari susunan praline yang telah ditatanya cantik.

Mendengar nama itu, sang adik kembali menghela napas. Renata Muthia – yang hobi mengubah-ubah nama orang seenak jidat – selalu menyebut nama cowok yang pernah jadi gebetannya itu sebagai Suneo, Samson, Samsung, Sambel, Sumur, dan sebagainya. Padahal namanya Samudera Biru. 

Iya, namanya bagus, ala-ala nama anak indie. Sayang kelakuannya indie-vidualis, a.k.a mementingkan diri sendiri, a.k.a egois. Mariana di-ghosting tanpa kejelasan. Tiba-tiba saja, Samudera telah meneruskan kuliah di New Zealand. Lebih menyesakkan lagi, kabar itu didengar Mariana dari beberapa teman, bukan dari Sam sendiri.

Dalam masa di-ghosting itulah, Damar – yang waktu itu baru mulai merintis usaha bengkelnya – sempat pedekate dan menyatakan perasaan. Mariana menolak sebab yakin Sam akan kembali memberi kepastian akan hubungan mereka. 

Ternyata dia salah. Sam tak pernah kembali, malah menghilang tanpa penjelasan. Entah kutukan atau karma, setelah Damar, tidak ada lagi cowok lain yang mendekatinya, apalagi menyatakan cinta, sampai sekarang – sampai umur Mariana dua puluh enam tahun delapan bulan tiga minggu lima setengah hari.

“Ya mana gue tahu kalau Damar bakal jadi orang kaya, dan Sam bakal kabur ke negeri orang tanpa kasih kepastian,” Nada suara Mar terdengar emosional. Yah, tidak peduli sekeras apa pun dia berusaha move on, kejadian tiga tahun lalu tetap menyisakan luka.

“Ya udah, kalau memang nggak siap mental buat ketemuan, mending bantuin Ivan siapin adonan truffles buat pesanan lantai dua.”

“Tapi, hari ini gue kan libur, Kak.”

“Trus, elo mau tetap datang? Yakin kuat lihat temen-temen lo bawa pasangan sementara elo cuma bawa kenangan? Yang ada elo pulang-pulang mewek minta dirajam.”

Mariana cemberut, tapi Kak Renata ada benarnya. Ngapain juga datang kalau cuma bakal panas hati. Terbayang senyum kemenangan Damar yang menggandeng mesra istrinya, memperkenalkan di depan semua orang sambil diam-diam meliriknya hina. Ihhh, ogah!

“Gue mau ke kafe depan aja deh, Kak Ren.”

“Ngapain?”

“Bikin soal-soal,” kata Mar sembari menunjuk tas laptop yang sedari tadi menggantung di bahu. Selain bekerja paruh waktu di Chocopedia, toko cokelat kepunyaan Kak Renata, Mariana juga mencari tambahan uang dengan memberi les privat bahasa Inggris kepada anak-anak sekolah dasar.

“Kalau gitu, titip ini sekalian, pesanannya Niko. Harusnya diambil satu jam lagi, tapi mumpung elo ke sana, sekalian aja deh,” Renata beranjak ke belakang meja pemesanan, mengambil kotak-kotak brownies yang telah rapi dimasukkan ke dalam tas kertas besar. Mariana menerimanya dan menuju pintu keluar.

“Eh, Marsiyem, bentar,” panggil Renata. “Gue lupa kasih tahu kalau cucunya Bu Mira butuh guru les bahasa Inggris. Elo bisa kan? Gue udah jawab bisa sih.”

Mariana memutar bola mata. Kakak semata wayangnya ini benar-benar seenaknya sendiri. Belum tanya kesanggupan, sudah main jawab saja permintaan Bu Mira. Lagian, Bu Mira tuh siapa?

“Bu Mira itu langganan kita, sekarang jadi tetangga,” Renata menjelaskan seolah membaca pikirannya. “Minggu lalu baru pindah ke rumah di depan rumah kita. Ya, lumayan kan nambahin penghasilan. Biar nggak punya pacar, tapi lo tetap harus punya penghasilan, ya kan?”

“Demi kolor Firaun! Harus banget ya mention soal pacar,” ujar Mar seraya berbalik badan. “Jadi kakak kok nggak ada manis-manisnya dikit.”

“Diiih, emang gue air mineral.”

“Dasar makelar galon! Ya udah, ntar aja dibahasnya,” Mar lekas-lekas keluar sebelum kakaknya kembali meledek. Sebenarnya Renata itu kakak yang penuh kasih sayang dan sangat perhatian, cuma ya mulutnya itu memang perlu sering-sering dilakban.

Beda usia mereka enam tahun, jadi setengahnya Renata menjaga Mariana seperti almarhumah mama, apalagi keduanya jauh dari orang tua. Hanya Mariana, Renata, dan Enzo, anak laki-laki Renata, yang tinggal di kota ini. 

Setelah bercerai, Renata berjuang membesarkan Enzo sendiri. Dia, dengan keterampilan bisnis otodidaknya, membangun Chocopedia dari nol. Mulai dari menjadi reseller cokelat batangan, menjual cokelat dari rumah ke rumah, hingga akhirnya bisa membuka toko sendiri enam bulan lalu.

Perjuangan hidup Kak Renata menginspirasi Mariana untuk menjadi chocolatier atau pembuat cokelat. Dia sudah mengumpulkan banyak informasi dan memutuskan ingin kursus di Chocolate Academy di Singapura kalau tabungannya cukup. Itu salah satu alasan dia rela menjalani dua pekerjaan; guru les dan karyawan Chocopedia.

Sebagai chocolate and cake shop, Chocopedia menyediakan semua jenis produk dark chocolate. Mulai dari chocolate bar, chocolate praline, aneka cake dan cookies berbahan utama cokelat, dan juga truffle. Pelanggan toko cokelat yang menempati ruang seluas dua puluh dua meter persegi di ground floor gedung perkantoran ini lumayan banyak, termasuk kafe Impresso Espresso di seberangnya.

Niko langsung menyambut begitu Mariana memasuki Impresso Espresso. Dia barista utama sekaligus salah satu pemilik kafe ini. Kafe utamanya ada di kawasan lain, dan yang di dalam gedung ini adalah cabangnya. Konon ipar Niko, si pemilik utama Impresso Espresso, menikahi seorang bidadari, tapi barangkali desas-desus itu beredar karena istrinya memang sangat cantik.

“Wah, pake dibawain, padahal bentar lagi karyawan gue bakal ambil ke sana. Thank you, Mar,” Niko menerima kotak-kotak brownies dari tangan Mariana, lantas menyerahkannya kepada salah satu pegawai yang segera membongkar dan menata potongan-potongan kue cokelat itu di lemari display. “Mau minum apa nih?”

Hot caffe latte kayak biasanya deh, Kak,” jawab Mariana sembari duduk di kursi pinggir meja bar. “Rame kafenya pagi ini.”

“Iya nih,” Niko dengan cekatan menyiapkan pesanan. Dia bisa saja menyuruh barista lain, tapi untuk Mariana, dia senang membuatkan sendiri. “Orang-orang yang duduk di pojokkan itu kayaknya baru di gedung ini. Dengar-dengar mereka bikin kantor start-up di lantai enam belas,” sambungnya sambil menunjuk sudut kafe dengan dagu.

“Oya?”

“Elo daftar gih, siapa tahu ada lowongan,” goda Niko sambil menjalakan mesin kopi.

“Lowongan apaan? Manajer?”

“Tukang aduk semen, hahaha ...,” Mereka berdua tergelak.

“Nih, hot caffe latte khusus buat tuan puteri kerajaan cokelat,” kata Niko sembari menyodorkan cangkir. Dia membuatkan latte art bergambar angsa di permukaan busa susu kopi. Mariana tersenyum senang. Niko memang ramah dan baik, sayang sudah beristri, jadi nihil peluang Mar buat mendapatkan hatinya. Ah, gila. Kenapa juga harus suami orang? Kayak nggak ada lainnya saja, lekas-lekas Mariana mengusir pikiran aneh yang sekonyong-konyong melintas.

“Nggg, gue mau bikin soal-soal dulu ya, Kak,” ujar Mariana. Niko mengangguk dan meninggalkannya untuk melayani pelanggan lain. Mariana menyalakan laptop dan bersiap-siap. Belum sepuluh menit, konsentrasinya mendadak buyar ketika seseorang memanggil namanya dari arah pojokan kafe.

“Mariana?”

Gadis itu menoleh dan terkesiap. Seorang cowok tinggi melangkah ragu ke arahnya, seakan ingin memastikan siapa dia.

Wajah itu?!

Astaga!

Samudera!

 

(bersambung)

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Kirana; Karena Janji Harus Ditepati - CHAPTER 10
0
0
Kalau kamu belum pernah dengar tentang Tari Kencana, kamu bisa cari tahu di chapter ini. Ini tarian sakral yang hanya bisa dilakukan oleh perempuan-perempuan Kamujan terpilih, termasuk Nimas, ibunya Kirana.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan