Semua Tentang Huruf Kapital (Bagian 3)

1
0
Deskripsi

[Support author dengan memberikan tips, yuk! Bisa dengan memberikan tips di bawah, atau menggunakan QRIS di sini: https://saweria.co/arrinknight]

PERINGATAN: SEBELUM MEMBACA MATERI INI, HARAP BUANG JAUH TEORI KONYOL DI BAWAH INI:

Panggilan pada dialog wajib kapital, tidak pada narasi. Begitu juga dengan POV (sudut pandang/point of view). Jika memakai POV 1, panggilan wajib kapital, tidak dengan POV 3. Kalau ada orangnya ya ditulis kapital, kalau enggak ada orangnya ya kecil.

JIKA TIDAK BISA MEMBUANG JAUH-JAUH TEORI KONYOL DI ATAS, JANGAN LANJUT BACA MATERI INI.

Sebelumnya, saya tegaskan bahwa cara penggunaan huruf kapital di bawah ini, seluruhnya berasal dari situs resmi EYD V dan TBBBI (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia), bukan teori main asal bikin sendiri! Mari kita mulai. PERHATIKAN HURUF KAPITAL DAN TANDA BACA YANG DI-BOLD, PADA SETIAP CONTOH. PENGECUALIAN: SEMUA YANG MERUPAKAN UNSUR ATAU PENGACUAN KEPADA TUHAN, WAJIB KAPITAL.

  1. Sapaan, semua wajib kapital. Semua yang digunakan untuk menyapa orang wajib ditulis kapital.
    “Hai, Kutu Buku. Apa kabar?”
    “Selamat malam, Pak.”
    “Selamat sore, Bu.”
    “Selamat pagi, Anak-Anak.”
  2. Pengacuan. Semua yang menggantikan nama, diikuti nama, atau berfungsi sebagai nama, wajib ditulis kapital. Pengacuan di sini adalah SEMUA YANG MERUJUK (MENUNJUK) KEPADA ORANG, SPESIFIK MENGACU KEPADA SALAH SATU INDIVIDU.
    “Mohon maaf, Bapak Nganu sedang tidak berada di tempat.”
    Saya kemarin mengunjungi Nenek, sekaligus membawa pesan dari Ayah kepadanya.
    “Itu kemarin yang dibicarakan Pak Dokter!”
    Kita terpaksa bertemu dengan Jenderal Nganu.
    Kemarin, Gubernur DKI Jakarta sudah membuat janji temu dengan Presiden.
    Buku itu sedang dibaca oleh Paman.
  3. Kepemilikan wajib ditulis kecil, karena berarti MILIK DARI ORANG TERTENTU, tidak termasuk PENGACUAN.
    Dia adalah istri Pak Lurah. (Kepemilikan yang mengacu kepada orang tertentu.)
    “Itu paman saya!”
    Dia itu kakek saya!
    Kemarin, kita berkunjung ke rumah ibu dan bapak kamu.
    Aku bertemu ibumu dan kakekmu, kemarin.
  4. Kata biasa/status/profesi yang merujuk kepada jabatan/posisi/kedudukan/pangkat orang tertentu, ditulis kecil.
    Dia adalah seorang jenderal dari Kerajaan Nganu.
    “Dia itu memang pangeran bodoh!”
    Aku diangkat sebagai seorang raja, setelah ayahku meninggal.
    “Kau sudah gila!” seru sang pangeran dengan wajah kesal.
    “Aku akan ke sana sekarang,” ujar pelukis itu.
    “Ah, dasar jenderal aneh.” ucap komandan operasi itu lirih.
    Dia bertengkar dengan sang suami dan sang kakak, kemarin.
    Dengan langkah tegas, pangeran mahkota tersebut kemudian berjalan ke luar.
  5. Hanya kata “Anda” yang ditulis kapital. Kata ganti orang "kamu", "saya", dsb. tidak diawali huruf kapital saat dipakai di tengah kalimat, kecuali merujuk kepada Tuhan.
    Itu buku Anda.
    Itu barang beliau.
    Kelompok kita terdiri dari aku, kamu, saya, mereka, dia, ia, lu, kalian, gue, kita, engkau.
    Kita berdoa kepada Engkau, Maha Pengasih. Hanya Dia yang mengerti. Perintah-Nya adalah landasan hati.

    Untuk melatih kamu, perhatikan contoh yang saya berikan di bawah ini:

    Hanjay adalah seorang pangeran yang berasal dari Kerajaan Nganu. Dia dilahirkan sebagai kakak dari Putri Ngana, putri kedua Raja dari Nganu. Kebetulan pada suatu hari, Hanjay bertemu dengan Jenderal Hanjim.
    “Kamu pasti bermain di taman itu lagi!” seru jenderal itu kesal.
    “Ah, kamu ngarang aja. Saya tadi berada di taman,” balas pangeran tersebut.
    Sambil menahan emosi, Jenderal berkata, “Bohong kamu!”
    Mendadak, sang raja datang dan menatap mereka dengan wajah penuh kebingungan. “Apa yang sedang kalian lakukan di sana?”
    “Oh, Ayah! Di sini, kami sedang bermain petak umpet!” jawab pangeran dari Nganu itu.
    “Nak, ibumu tadi sudah memanggil! Cepatlah kau ke sini!” teriak Raja dari Nganu.
    “Ah, aku masih ingin bermain dengan Jenderal. Bukankah Ayah bisa bermain dengan Ibu terlebih dahulu sebelum menungguku kembali?” ujar Pangeran dari Nganu.
    Sang raja hanya bisa menatap anaknya dengan kesal, lalu berkata, “Hei, Jenderal! Jangan lupa kasih dia makan!”
    “Baik, Yang Mulia!” teriak Jenderal Hanjim.

    Penjelasannya nanti saja di kelas menulis saya. Hahaha. Ada yang saya parafrasa dari X Ivan Lanin.


     

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Act 62. Pertemuan Pertama
0
0
Ternyata, Ixy ingin melarikan diri, bahkan tidak memakai alas kaki sama sekali. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan