Hak Cipta pada Karya Tulis

3
0
Deskripsi

[Support author dengan memberikan tips, yuk! Bisa dengan memberikan tips di bawah, atau menggunakan QRIS di sini: https://saweria.co/arrinknight]

Perlindungan terhadap ciptaan muncul secara otomatis ketika ciptaan itu sudah diwujudkan dalam bentuk tulisan, tanpa perlu registrasi. Pendaftaran Hak Cipta hanya untuk meningkatkan perlindungan. Hak cipta adalah salah satu yang termasuk di dalam Hak Kekayaan Intelektual (hak untuk menikmati secara ekonomis hasil kreativitas yang dibuat oleh manusia). Akan saya jelaskan dalam artikel ini mengenai perlindungan Hak Cipta hingga ancaman pidana bagi plagiarisme.

> Kita bahas dulu tentang Hak Kekayaan Intelektual.

  1. Hak Kekayaan Intelektual sebenarnya memiliki 2 bagian; perlindungan terhadap karya seni, sastra, serta ilmu pengetahuan, dan perlindungan industri seperti merek, rahasia dagang, serta desain.

2. Prinsip dasar Hak Kekayaan Intelektual adalah; Prinsip Deklaratif, di mana perlindungan atas ciptaan tersebut akan lahir secara otomatis tanpa perlu didaftarkan, dan Prinsip Konstitutif (untuk Hak Kekayaan Industri), di mana perlindungan atas hak-hak tersebut baru akan lahir ketika dilakukan pendaftaran resmi.

> Sekarang, mari berbicara soal Hak Cipta pada karya tulis.

  1. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur bahwa Hak Cipta merupakan hak eksklusif milik pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lebih lanjut, Pasal 31 UU Hak Cipta mengatur yang dianggap sebagai Pencipta, yaitu orang yang namanya; disebut dalam Ciptaan, dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan; disebut dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.
  2. Pasal 1 angka (3) UU Hak Cipta mengatur Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Namun, Pasal 41 UU Hak Cipta mengatur beberapa hasil karya yang tidak dilindungi Hak Cipta, yaitu;
    - hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata,
    - setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan, atau
    - alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.
    Dilanjutkan dalam Pasal 42 UU Hak Cipta, yang tidak mendapatkan Hak Cipta, antara lain; hasil karya berupa hasil rapat terbuka lembaga negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, dan kitab suci atau simbol keagamaan.
  3. Ada 3 hak ekslusif yang didapat oleh Pencipta;
    - Hak Moral, yakni hak yang melekat abadi pada Pencipta atas ciptaannya yang meliputi hak untuk diakui sebagai Pencipta. Nama Pencipta wajib dicantumkan pada karyanya yang diperbanyak, diumumkan, atau dipamerkan dihadapan publik, serta hak keutuhan karya untuk mencegah perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak reputasi si Pencipta. Hak Moral tidak dapat dialihkan selama Pencipta masih hidup, tetapi dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan setelah Pencipta meninggal,
    - Hak Ekonomi, yakni hak ekonomi atas ciptaan di mana Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak untuk melakukan penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, penerjemahan ciptaan, pengadaptasian, aransemen, atau transformasi ciptaan, pendistribusian ciptaan, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan, komunikasi ciptaan, dan penyewaan ciptaan,
    - Hak Terkait yakni hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, dan lembaga penyiaran.

> Lalu, apakah saya wajib mendaftarkan Hak Cipta untuk karya tulis saya, ke Dirjen HAKI?

Tidak harus. Pasal 64 ayat (2) UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait, dan dalam penjelasannya dipertegas bahwa, Pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan keharusan bagi Pencipta, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait. Perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu terwujud dan bukan karena dicatat, yang berarti, suatu ciptaan baik yang tercatat maupun tidak, Hak Cipta-nya sudah otomatis melekat dan tetap terlindungi oleh Undang-Undang.

> Bagaimana jika saya ingin menggugat penyalahgunaan dan pelanggaran atas Hak Cipta yang saya miliki?

Meskipun perlindungan atas Hak Cipta diperoleh secara otomatis tanpa dicatat, ada beberapa keuntungan yang didapat oleh Pencipta yang mencatatkan ciptaannya yaitu; jika terjadi sengketa mengenai kepemilikan Hak Cipta atas suatu ciptaan, Surat Pencatatan Ciptaan yang diterbitkan oleh Menteri dan dicatatkan dalam Daftar Umum Ciptaan merupakan bukti awal kepemilikan suatu ciptaan dan merupakan bukti yang kuat di Pengadilan.
Sesuai pernyataan Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Plt. Dirjen KI) Razilu. “Namun, untuk memperkuat perlindungan Hak Cipta, para pelaku seni dan insan kreatif perlu mencatatkan karya ciptanya ke DJKI. Hal ini berguna untuk memperkuat bukti kepemilikan manakala terjadi sengketa,” kata Razilu yang dikutip pada laman resmi DJKI.
Memang benar bahwa keuntungan mendaftarkan Hak Cipta seperti karya kamu akan disimpan di dalam database DJKI, kamu bahkan bisa meminta royalti lebih mudah.

> Bagaimana jika ingin memohon pencatatan atas Hak Cipta?

Pada Pasal 66 UU Hak Cipta, Pencatatan Ciptaan dan produk Hak Terkait diajukan dengan permohonan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait, atau Kuasanya kepada Menteri dan dapat dilakukan baik secara elektronik maupun non-elektronik.

> Bagaimana dengan plagiarisme jika tidak mendaftarkan Hak Cipta? Apakah plagiator bisa dipidana?

Dalam KBBI, plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan. Sementara, plagiarisme adalah penjiplakan yang melanggar hak cipta. Plagiator adalah pelakunya.

Jika kamu tidak ingin terkena kasus plagiarisme, kamu wajib mendapatkan izin pencipta dari pemegang hak cipta sebelum menggunakan karya pihak tersebut. Baik, kita ulang lagi Pasal 2 ayat (1) UUHC yang berkata bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.

Karena hak cipta adalah eksklusif hanya dimiliki oleh Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, maka, tidak boleh pihak lain memanfaatkan hak tersebut tanpa izin, termasuk kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan ke publik melalui sarana apa pun.

Plagiator bisa dipidana walaupun si Pencipta tidak mendaftarkan karyanya (karena Hak Cipta sudah otomatis lahir ketika ciptaan terwujud), maka, atas pelanggaran hak cipta dalam Pasal 2 UUHC pasal 44 dengan bunyi: “Penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan: (a) pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta; (b) dst ….”

Maka dari itu, pelaku plagiarisme dapat dijerat dengan ancaman pidana menurut Pasal 72 ayat (1) UUHC dengan dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Juga, pada Pasal 56 ayat UUHC, Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ubah rugi kepada Majelis hukum Niaga atas pelanggaran hak ciptanya, serta memohon penyitaan terhadap barang yang diumumkan ataupun hasil perbanyakan Ciptaan itu.

Apakah perlu Surat Pencatatan Ciptaan yang diterbitkan oleh Menteri, jika kita mau mempidanakan plagiator? Tidak perlu, ya. Kamu butuh Surat Pencatatan Ciptaan jika kamu hendak memperebutkan kepemilikan Hak Cipta atas suatu ciptaan.

Contoh kasus pelanggaran hak cipta yang tidak perlu kamu daftarkan dan bisa dipidana, klik link ini: LPPM UNCEN.

*Artikel ini saya parafrasa dan edit ulang dari Hukumonline, dan DGIP.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Monolog (Percakapan Satu Orang)
1
0
[Support author dengan memberikan tips, yuk! Bisa dengan memberikan tips di bawah, atau menggunakan QRIS di sini: https://saweria.co/arrinknight]
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan