
Sebuah cerpen yang masih menceritakan seorang gadis bertudung merah mengantar apel ke rumah neneknya di sisi lain hutan, namun kini dengan cerita yang "sedikit berbeda."
Dan berdarah-darah....💀⚠️
**********
Ilustrasi & Cerpen by: Arrie Project
https://linktr.ee/arrieproject
Pembalasan Dendam si Tudung Merah
Hari-hari yang hampa terasa seperti biasa… Udara busuk dari tumpukan sampah tercium begitu pekat di sekitar pemukiman kumuh di tepi hutan. Jalanan yang ada sedikit lenggang, suara-suara juga tak terdengar lantang menyisakan orang-orang yang lemas hampir mati kelaparan ataupun mereka yang mengadu nasib melalui kejahatan.
Di Sebuah rumah kayu reot di ujung sungai. Jeritan kasar terdengar mengerikan, suara rantai gemerincing juga terdengar dari luar meski begitu tak ada seorangpun yang mempedulikannya.
Melihat lebih dekat, seorang gadis yang sangat muda menahan tangis sembari mengelap darah dan kotoran di sekitar menggunakan kain tudung akibat ibunya yang memberontak kasar meski kedua tangan dan kakinya telah terpasung.
Gadis itu bernama Arabelle, ia menjalani hari-harinya dengan kurang beruntung. Ibu yang merupakan keluarga satu satunya gila semenjak setahun belakangan sehingga ia hanya bisa meratapi dengan pasrah… “Ibuku sayang… tolong tenang…”
“Arghhh…”
Pyar… Piring logam yang ia bawa terlempar seperti biasa, sedikit makanan tercecer sehingga Arabelle kesulitan untuk menyuapi ibunya. Ia memungut makanan sisa di lantai dan memasukkannya ke dalam mulut. Rasa daging dan sayuran hutan yang ia makan sedikit pahit seperti apa yang membuat ibu menderita selama ini. Arabelle teringat masa lalunya yang kelam yang mana membuatnya hidup menderita sampai hari ini “Ne... nenek…”
Ditengah dirinya yang menunduk dan ibunya yang meronta ronta air mata mengalir di pipinya, giginya menggertak dan matanya memancarkan kebencian pada sang nenek yang menyebabkan dirinya jatuh miskin, dan ibunya menjadi gila.
Rumah dan Harta sepeninggalan ayah telah dikuras habis. Setelah ayah meninggal ibu semakin diperlakukan kasar, dan mulai dicekoki jamur beracun setiap hari sampai lama kelamaan kewarasannya pudar. Bukan cuma itu Arabelle dan ibunya dibuang ke pemukiman kotor ini tanpa satupun koin perak saat ia masih kecil. Lalu pada saat ini, di tengah kemiskinan dan penderitaan tiada akhir, pasti neneknya sedang berfoya-foya bergelimang harta di rumahnya yang besar di sisi lain hutan.
Setiap kali teringat, Arabelle jengkel bukan main. Hatinya yang suci telah terbutakan dendam yang cukup masuk akal. Selama ini ia berusaha keras untuk melanjutkan hidup walau harus mencuri, merampok, dan melakukan segala macam pekerjaan kotor, itu semua demi satu tujuan.
Namun kini, setelah sekian lama penantiannya panjangnya segera berakhir, berkat tumpukan uang yang ia tabung Arabelle siap melakukan aksi pembalasan dendam. Ia bangkit dan berpamitan kepada ibunya. Walau tanpa respon yang mengenakkan Arabelle mengambil pring yang tergeletak di lantai dan berjalan keluar dari ruangan tempat ibunya dipasung.
Ia menatap keluar jendela kamarnya yang hampir roboh, Sekeranjang apel berada di depan matanya lalu Arabelle mengeluarkan botol kecil dari sakunya, botol itu berisi racun mematikan yang ia beli dari pedagang gelap di suatu tempat pemukiman ini. Ia tertawa terbahak bahak sembari menuangkan isi botol dan melumuri apel itu dengan racun. Arabelle mengingat kembali kejahatan neneknya, dan menantikan misi balas dendam yang sebentar lagi terlaksana.
Setelah beberapa saat persiapannya selesai dan ia berpamitan dengan ibunya. Diiringi gertakan anta-karuan seperti biasa Arabelle melangkah keluar dari gubuk kecilnya. Sebelum ia berangkat, Arabelle teringat kata-kata terakhir ibunya sebelum jiwanya menjadi gila dan raganya yang terpaksa dipasung. Aku ingin kau hidup bagaia Arabelle…
Tapi sepertinya itu mustahil... Arabelle mengenang seketika. Sebuah tudung putih yang berubah menjadi merah ia kenakan. Tangannya menggenggam erat tudung yang berlumur darah sang ibu. Ditengah perjalanan melewati gang-gang sempit ini, tubuhnya tak berhenti gemetaran. Ia tahu ini bukan tindakan yang baik tapi ia harus melakukannya karena itu alasan mengapa Arabelle hidup sampai saat ini.
Sekeranjang apel beracun ia bawa, tak lupa dengan sebuah gergaji kayu yang ia curi dari penebang pohon sebagai rencana cadangan. Arabelle bergegas masuk kedalam hutan. Tak ada seorangpun yang berani menyapanya, semua yang di pemukiman kumuh itu tahu walau Arabelle hanya seorang anak kecil, ia didewasakan dengan cara yang sangat berbeda, dan tumbuh menjadi seorang gadis yang bahkan disegani para bandit dan penjahat di pemukiman ini.
Itulah sebabnya mereka menjulukinya Si tudung merah, karena tudung yang ia ke telah terkotori oleh kejahatan dan darah yang tak bisa hilang walau sekeras apapun Arabelle mencucinya.
Setelah berjalan beberapa saat suasana tenang dan sunyi begitu terasa di hutan ini, Arabelle menghela nafas kecil, kedua matanya yang berwarna kecoklatan bersinar merah dalam kegelapan, ia kembali memantapkan hatinya dan mulai berjalan lebih jauh demi sampai ke sisi lain hutan menuju rumah besar kediaman sang nenek.
*****
Bayang-bayang daun mengiringinya selama perjalanan, matanya menatap tajam jalanan setapak yang mengarah masuk kedalam hutan… Sementara itu di sisi lain se sosok serigala lapar bersembunyi di balik layar, mengintai dengan gencar sembari menelan ludah melihat sekeranjang apel, Tidak… Melainkan tubuh seorang gadis bertudung merah yang melintas sendirian.
Darahnya semakin memanas, Instingnya menggebu-gebu, perutnya gemetaran sementara air liurnya menetes deras membasahi sarang semut yang diinjak di balik semak-semak. Serigala itu ingin segera merekamnya, tapi ia masih berusaha menahan diri mengingat sosoknya yang sedikit berbeda.
Dirinya bukanlah serigala biasa, ia sudah hidup di hutan ini ratusan tahun lamanya, menjebak mangsa dan menghilangkannya secara paksa hingga keberadaannya dikenal luas di sekitar wilayah hutan terkutuk ini.
Serigala penyendiri itu bisa berbicara bahasa manusia, jadi di masa-masa sebelumnya ia seringkali menipu, menyamar menyerupai sosok tertentu maupun menjebak seseorang yang berusaha memburunya. Memicu pertengkaran diantara pemburu untuk saling membunuh dan kemudian memakan daging serta melucuti senjata maupun segala hal yang dipakai para pemburu.
Itu sebabnya hutan ini diberi nama hutan terkutuk, karena siapapun yang masuk tidak akan bisa kembali hidup-hidup dan mayatnya tidak pernah ditemukan.
Namun kali ini anggapan itu menjadi cerita yang sangat berbeda. Serigala itu sudah sangat lapar, hewan hewan yang ada tak cukup untuk memuaskannya dan lagi mangsa yang melintas hanyalah gadis kecil yang belum pernah ditemui. Sehingga serigala itu berniat menerkamnya tanpa pikir panjang apalagi rencana licik seperti legenda yang melekat pada dirinya.
“Hruahhh…” Tubuhnya yang kekar dan berbulu lebat melompat dari balik pepohonan. Dirinya sudah tak tahan, nafsu telah membakarnya, terlebih serigala itu belum pernah mencicipi daging gadis kecil sebelumnya. Karena dari tahun ketahun semakin jarang orang yang melintasi hutan ini mengingat tingkat bahayanya.
Tidak pernah lagi ada orang biasa yang melintas dan bahkan pemburu paling elite pun akan berpikir dua kali. Karena bagaimanapun sudah ada jalan yang dibuat memutari hutan ini. Walau jaraknya hampir lima kali lipat, keamanannya terjamin.
Semak-semak yang digunakannya untuk bersembunyi berkerut, dedaunan rontok dan banyak ranting patah berceceran. Dengan cepat serigala melompat, ia berusaha menerkam gadis bertudung merah itu… Namun…
…
Clesh!… Gadis itu menghindar ketika dan mata mereka saling bertemu. Dibalik tudung merah yang kotor, sorotan matanya menatap tajam ke arah serigala. Dua mata coklat memantulkan cahaya kemerahan sedikit menyala dalam kegelapan membuat siapapun merinding ketakutan. Serigala itu sedikit membeku, keempat kakinya melompat mundur namun sayangnya, ia tak terlalu fokus. Gadis itu mengeluarkan sebuah gergaji kayu dari balik jubahnya sembari berteriak…
“Jangan menghalangiku!!…” Singg… Suaranya yang tinggi dan lembut mengacaukan konsentrasinya. Pandangan mata kiri serigala itu menjadi gelap gulita dan sekitar sedetik kemudian rasa sakit yang hebat terasa di sekitar kepalanya. Darah mulai bercucuran lalu serigala itu mulai menyadari apa yang sebenarnya terjadi…
“Si sial!!!…” Serigala itu bergumam. Setelah gergaji kayu yang melesat mengenai matanya, dengan reflek tubuhnya berbalik dan kembali ke dalam semak-semak meninggalkan gadis bertudung merah itu seorang diri.
Dari balik pepohonan serigala itu hanya bisa merintih kesakitan sambil mengawasi dari kejauhan dengan mata kanan yang tersisa. Walau telah kehilangan sesuatu dari tubuhnya serigala itu tak sekalipun menyerah, ia ingin mendapatkannya dengan cara apapun… Selama gadis itu berjalan ia terus mengintainya dari bayang-bayang dan kegelapan…
******
“Ugh!… Dasar mungkin ini yang mereka bilang tapi yah mau bagaimana lagi…” Sembai berjalan Arabelle memikirkan kembali apa yang terjadi sebelumnya.
Sepertinya benar serigala yang menyerangnya tadi merupakan penunggu di hutan yang telah banyak menyesatkan dan memakan korban. Seekor serigala yang sangat kuat, mampu berbicara seperti yang dirumorkan, tapi yah… Arabelle tidak peduli.
Langkah kakinya bergerak menjauh, waktu terus berputar diantara pagi yang telah lama menghilang. Pepohonan di sepanjang jalan mulai menipis dan cahaya mentari mulai menembus pekatnya dedaunan.
Secara perlahan Arabelle sampai ke sisi lain wilayah, sebuah desa yang lebih besar dari tempatnya tinggal berada di hadapannya. Bangunan yang ada berdiri dengan megah, suasananya cukup bersih dan nyaman. Kerumunan orang juga tertawa ria berjalan di sekitarnya, seperti seorang anak menggandeng tangan ibu dan ayahnya. Semua orang yang tinggal di sini tampaknya bergembira, namun sayangnya berbagai tatapan mata yang memandang jijik ke arah Arabelle membuat nya sedikit muak…
Ia berjalan di sekitar desa itu, suasananya sangat berbeda dengan apa yang biasa dilihat di pemukiman kumuh. Tak ingin berlama-lama dengan tatapan sinis yang mengerubunginya, Arabelle terus berjalan ke rumah neneknya.
Setelah beberapa saat, langkah kakinya sampai di kediaman sang nenek. Sebuah rumah cukup megah berdiri di hadapannya. Dengan perlahan Arabelle membuka gerbang besi yang cukup berat, gagang pintunya berdecit lalu Arabelle masuk kedalam.
Ia melihat halaman sekitar, suasananya cukup sepi, tidak ada seorangpun yang bekerja di kediaman ini. Arabelle tau neneknya yang tamak tak mau menggunakan hartanya untuk menyewa seorang pelayan maupun penjaga. Guguran daun menumpuk meski begitu tidak menghalangi kemegahan yang terpancar dari rumah besar nan antik ini…
Arabelle berjalan ke pintu depan, langkah kakinya bergerak di antara rerumputan yang tak terawat. Sebelum melancarkan aksinya Arabelle memandang sekitar. Suasana yang tidak asing dan penuh nostalgia begitu terasa, meski itu bukan hal yang bagus. Ia mengingat hari-harinya yang kelam di rumah ini. Kenangan indah bersama sang ayah sudah ia lupakan, menyisakan dendam kebencian pada neneknya yang sebentar lagi akan berakhir… atau setidaknya, itu yang diharapkan Arabelle.
Sekeranjang apel yang dibawa dipeluknya dengan erat, ia memantapkan hatinya dan meletakkannya di pintu depan. Angin yang lembut kian berhembus… Kedua tangannya menggenggam erat tudung merah yang dikenakan, air matanya sedikit menetes kala itu dan dengan harap cemas Arabelle mulai mengetuk pintu sebelum akhirnya bersembunyi, berharap neneknya keluar, mengambil serta memakan apel beracun yang dibawanya itu.
Tok tok tok…
****
Sudah setengah jam lamanya Arabelle mengintai di sekitaran rumah ini, dan sampai sekarangpun neneknya tak kunjung keluar. Ia sempat beranggapan neneknya pergi tapi rasanya tidak mungkin. Arabelle sedikit bimbang kala itu, apakah ia harus bertindak lebih jauh atau tidak. Sekali lagi Arabelle mengeluarkan gergaji kayu dari balik tudung merahnya… Ujungnya yang bergerigi tajam telah tercemar oleh darah serigala.
Arabelle menunduk sembari mengusap mata gergaji sebelum ia menyadari ada jejak kaki lain diantara tempatnya berdiri.
Dilihat dari bentuknya, sosok itu memiliki 4 kaki yang kuat dan berkuku tajam. Arabelle benar-benar menduganya kala itu, jejak kaki yang terlihat sepertinya berasal dari serigala yang menyergapnya tadi.
Sontak Arabelle berlari ke rumah neneknya, meski tak merasa kegelisahan sama sekali. Tangannya membuka gagang pintu yang dingin dan masuk kedalam rumah yang tak terkunci.
Arabelle melihat sekeliling ruangan, bagian di dalam sedikit gelap dengan tidak adanya penerangan yang menyala, meja dan kursi berserakan sementara beberapa vas bunga pecah.
Ia terus berjalan dengan waspada tangannya menentang erat sebuah gergaji kayu. Arabelle memeriksa ruangan demi ruangan, hingga akhirnya ia tiba di sebuah kamar di lantai dua. Hawa dingin terasa mencekam membuat bulu kuduknya merinding, dan benar saja sesosok serigala itu menyambut kedatangan Arabelle dengan suara yang tak bersahabat.
“Aku sudah menunggumu gadis kecil…” Ia sedikit menoleh sesaat. Arabelle berhenti di ruangan itu dan tatapan mata mereka bertemu dalam kegelapan.
“Wah wah… tak kusangka kita berjumpa lagi tuan serigala…” Arabelle membalas perkataannya dengan dingin. Ia tak menghiraukan sang nenek yang berusaha meronta-ronta karena tubuhnya telah disandera oleh serigala itu.
“Aku yakin kau mengenalnya kan?...”
“Benar… “
…
“Cih.. Dasar gadis macam apa kau ini? Apa kau belum sadar juga!? dasar gadis bodoh… Aku kemari ingin membalas dendam padamu… kau telah melukai mata kiriku… jadi sebagai gantinya keluargamu harus merasakan hal yang sama!!!” Serigala itu semakin marah, perlakuannya semakin kasar.
“Argh…” Neneknya berteriak keras akibat dari mulutnya yang tidak lagi disumbat. Sang nenek terus meronta ronta di tengah siksaan serigala tapi Arabelle benar-benar tak peduli. Matanya hanya memandang sekitar dengan dengan kosong.
“Arabelle tolong… tolong Arabell tolong nenek mu ini dasar gadis tidak berguna…”
“Arabelle…”
Sang nenek semakin kesakitan kala itu, pakaiannya basah dan robek, ia sering kali mengumpat tidak jelas. Walau dipanggil nenek tubuhnya sendiri masih belum tua renta dan bahkan secara penampilan ia terlihat gemuk dan makmur, pakaiannya juga mewah, sangat berbeda dengan Arabelle dan orang-orang yang tinggal di pemukiman kumuh.
“Oi oii oiii apa kau sinting gadis kecil… tidak lihat apa nenekmu kesakitan? Apa mau ku bunuh saja sekarang nenekmu itu?” Di Antara ancamannya yang terus bergulir serigala itu semakin jengkel. Ia pikir seorang cucu akan terluka ketika neneknya di siksa, tapi ternyata malah sebaliknya. Arabelle tersenyum seperti biasa dan berkata…
“Baiklah bunuh saja seperti yang kau mau…”
“Eh apa…” Serigala sangat terkejut begitu pula dengan neneknya. Ia sama sekali tak memahami gadis bertudung merah itu. Dirinya yang terluka hanya terpikir memberikan balas dendam, serta itu pulalah kenapa serigala itu membuntuti Arabelle dan menebak-nebak kemana tujuan nya. Mendahului ke desa lalu menyandera sang nenek sesaat sebelum Arabelle sampai.
“Arabelle sayang apa kau bercanda aku ini nenekmu!?…”
“Diam… Aku sekalipun tak pernah mengakuimu… Apa nenek lupa apa yang sudah nenek lakukan padaku dan ibu?”
“Itu…”
“Jangan banyak bicara!!! Semua yang nenek lakukan benar benar tak termaafkan !!!” Luapan emosi yang Arabelle bendung meluap isak tangisnya mengalir deras, Kebenciannya menjadi jadi seolah terbakar api yang menyala-nyala.
Neneknya terdiam. Dosa-dosa yang tak terhapuskan mengalir di kepalanya, sedikit penyesalan datang di saat-saat terakhir, sang nenek sama sekali tidak menyangkalnya dan ia tak pernah berusaha menebusnya. Apa yang nenek lakukan hanya lari, menghindari, serta menjauhkan Arabelle dan sang ibu darinya.
Secara perlahan isak tangis Arabelle nya mereda, ia mendekati neneknya yang diterkam serigala. Gergaji kayu yang ia seret berderit di lantai, mengisi keheningan dalam rumah besar yang tertutup rapat. Neneknya gemetaran, ia tak bisa berkata kata.
Mata merah Arabelle hanya berjarak beberapa inci dari wajah tuan serigala. Raut wajahnya tersenyum datar namun memancarkan aura misterius yang luar biasa, tangan kanan nya yang masih memegang gergaji kayu melakukan gerakan aneh seolah menyisir bulu lebat serigala itu.
“Tuan serigala… Aku mohon tolong bunuh orang ini segera… Aku mohon… Aku tak mau mengotori tanganku dan karena kau lah rencanaku yang rapi gagal… kau harus bertanggung jawab tuan serigala… Aku mohon… tuan serigala yang baik… “
“Cih dasar.. aku tidak tau apa yang terjadi di antara kalian, tapi kau benar-benar sinting gadis kecil!…” Perasaan serigala itu bercampur aduk. Ia benar-benar bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Tingkah laku Arabelle yang berubah-ubah dan suaranya yang lembut nan kejam telah mengacaukan pikirannya. Dari perkiraan singkatnya serigala itu berpikir Arabelle memiliki masalah dengan neneknya namun ia tak menduga akan separah ini…
“Ayolah tuan serigala… aku mohon…”
“Aku mohon tuan serigala atau... atau aku yang harus melakukannya pada kalian berdua…” Sisiran halus dari sebuah gergaji kayu menjadi sedikit kasar. Beberapa inci bulunya rontok dan memerah akibat sayatan yang mengenai kulit serigala itu. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, jika dibandingkan dengan beberapa saat yang lalu hal ini tidak ada apa-apanya, namun setelah beberapa saat serigala memikirkannya.
…
“Baiklah gadis kecil… biarlah aku yang menanggung dosa ini seorang diri… Asal kau tau aku masih dendam padamu…” Diantara sang nenek yang semakin ketakutan. Serigala itu merenung, ia memikirkan kembali berapa banyak korban yang telah dimangsa, meski sebenarnya cerita yang ada terlalu dilebih-lebihkan.
Ia tak pernah sekalipun turun ke desa walau dilanda kelaparan yang panjang. Sebagian besar mangsa yang menjadi buruannya adalah mereka yang memiliki niat jahat atau mereka yang sengaja menantang dirinya, seperti seorang pemburu yang masuk dan mengusik ketenangan nya.
Lagipula sebelum dikhianati manusia beratus-ratus tahun lalu serigala itu merupakan dewa pelindung hutan. Ialah yang memberi kemakmuran dan tanah yang subur pada wilayah sekitar, namun karena keserakahan manusia yang semakin pelit memberi domba seserahan, menggerus lebih jauh ke dalam hutan, serta menebang pohon tanpa batas, dirinya semakin murka. Wilayah sekitar semakin gersang dan legendanya yang kejam perlahan dimulai…
Namun kali ini ia memikirkan kembali, walau telah kehilangan mata kiri serigala itu tak keberatan melakukannya. Hatinya masih kesal namun setelah mendengar cerita sebenarnya dari gadis bertudung merah yang sedikit sinting, serigala dengan pasrah mau membalaskan dendamnya.
Ia tak mau masalah ini menjadi parah, biarlah dirinya saya yang melakukannya. Dalam hati kecilnya ia tak ingin gadis sekecil ini menjadi rusak seperti apa yang telah ia alami seorang diri. Tatapannya beralih pada sang nenek yang ia tahan dengan tangannya. Matanya menatap tajam dan cakar-cakarnya mengerang bersiap untuk satu serangan terakhir…
“A…Ampuni aku…” Sang nenek yang tak berdaya meminta belas kasihan, ia benar-benar telah mengingat dosanya.
“Ma.. maafkan nenek Arabelle…” Neneknya meminta maaf, isak tangis yang deras keluar dari matanya memanggil sang cucu yang telah diperlakukan dengan sewenang-wenang.
Arabel memalingkan muka, air matanya sedikit berlinang lalu…
Slesh!...
Serigala itu melakukannya. Dengan satu serangan di leher, neneknya meregang nyawa. Serigala itu menutup mata sang nenek dengan lembut dan membaringkannya di lantai secara perlahan. “Sudah selesai gadis kecil… inikah yang kau inginkan?...”
Arabble mendekat, sembari mengusap air mata ia mengangguk “Iya… Terima kasih banyak tuan serigala….” Suaranya sangat lembut dan sangat berbeda dari sebelumnya menandakan kelegaan pada hatinya.
“Nenek maaf… tapi ini ganjaran yang tepat untuk mu…”
Arabelle berbalik “Lalu tuan serigala, sekarang kau bisa menyelesaikan urusan mu tadi… Maaf soal mata kirimu… aku benar benar tak sengaja…”
“Sudah lupakan… Sebenarnya aku juga kesal. Tapi kalau dipikir pikir lagi itu merupakan kesalahanku… “
“Sebaiknya kau segera pergi dari rumah ini gadis kecil…” Serigala itu berbalik, tubuhnya yang besar dan berbulu terlihat gagah di balik cahaya yang masuk dari celah jendela. Dengan sekelebat bayangan serigala itu melompat keluar dan menghilang, meninggalkan Arabelle di rumah ini sendirian. Ia menghela nafas lega, ambisinya telah tercapai… Isak tangisnya pecah karena tak disangka hari ini telah tiba, diiringi suara tangis dan tawa, dirinya benar-benar bahagia.
Tak ada seorangpun di sekitar yang memperhatikannya, setelah beberapa saat Arabelle bangkit dan keluar dari rumah neneknya. Lalu setelah selesai melakukan sedikit urusan, ia berniat kembali ke pemukiman kumuh, tempat tinggal satu-satunya yang berada di sisi lain hutan…
*****
Tirai-tirai daun terasa sunyi di sebuah hutan yang sangat rimbun. Seekor serigala penyendiri tengah tertidur di sebuah batu besar yang berada di tengah hutan. Ia memulihkan kembali tubuhnya. Setelah memikirkan hal rumit mengenai manusia yang tadi ditemui, kepalanya terasa pusing.
Luka di mata kirinya telah lama kering menyiskan garis sayatan yang terlihat ganas. Ia tertidur pulas di siang itu. Angin yang sejuk mengepas bulu halusnya dengan lembut, beberapa burung terbang berkicauan di sekitarnya, suaranya yang ada membuat tenang.
Setelah beberapa lama, serigala itu terbangun. Dari kejauhan terlihat seorang gadis bertudung merah yang tadi ditemuinya. Serigala itu melihat sekilas kemudian melompat dari batu dan mendekatinya.
Tanpa maksud jahat seperti sebelumnya, serigala itu bertanya bertanya “Eehhh gadis kecil kemana keranjang apel yang kau bawa tadi. Kau sudah membuangnya kan?”
“Apel beracun yang tadi?”
“Iya… Jadi benar dugaanku… Kau benar-benar membuangnya kan?”
“Yah bisa dibilang begitu…” Serigala itu lega ia sedikit menghela nafas namun…
“Sewaktu aku kembali, ada anak-anak yang bermain di jalan, mereka tidak takut padaku jadi aku memberikan apelnya kepada mereka dan sepertinya mereka… akan membagikannya pada orang-orang jadi bisa dibilang rencanaku lebih sukses dari apa yang di duga… “
“Oh iya… ngomong ngomong… sisa racun yang lain juga sudah kubang ke sumur desa jadi kau tidak perlu khawatir tuan serigala…”
Serigala itu tersentak, Ia begitu terkejut tak menyangka seorang gadis kecil akan berbuat sejauh ini. “Sial apa kau bodoh!!!… hei gadis kecil apa kau benar-benar sadar dengan apa yang kau lakukan!?”
Suasana di hutan semakin mencekam, udara terasa dingin, dan serigala itu semakin murka… “Aku ini sudah membantumu, sejujurnya walau aku benci aku tak mau membuat tanganmu kotor tapi Kenapa!!! Jawab aku!?”
“Apakah aku salah tuan serigala!!!… Mereka semua… Para penduduk desa itu tidak peduli pada kami. Sewaktu ibu dan aku disiksa nenek dulu tak ada satupun dari mereka yang peduli!!!. Semua orang mendengar teriakan dari ibu, tapi semua orang berusaha menghindar. Beberapa kali aku meminta tolong tapi mereka mengabaikanku. Lalu saat aku dan ibu di usir dan dibuang penduduk desa itu malah merasa senang… Apa aku salah tuan serigala!!!”
“Ya… Kau salah… Kau benar-benar salah… aku tau aku tak berhak berkata demikian, aku sendiri pernah dikhianati dan pernah membunuh banyak orang sebelumnya, tapi… apa yang kau lakukan itu sama sekali tidak berdasar… kau tidak pernah memikirkan akibatnya, kau tak ada bedanya dengan nenekmu!!! Apa kau tau banyak orang yang tidak bersalah mati, anak-anak kecil akan kehilangan orang tua mereka. Tapi… Semua sudah terlanjur tidak ada hal yang bisa kita lakukan… tapi sekarang gadis kecil, aku sendiri benar-benar ingin membunuhmu… tidak bahkan kalau bisa seharusnya dulu aku membinasakan nenek moyangmu… kalian adalah manusia paling buruk dari banyak manusia yang pernah kutemui sebelumnya!!!”
Di Tengah perdebatan itu suasana semakin geram. Angin yang berhembus berhenti secara perlahan di tengah kekacauan, lalu saat dedaunan terakhir jatuh menyentuh tanah, tubuh serigala itu melesat jauh ke depan, Cakar-cakarnya yang tajam bersiap menerkam Arabelle dengan sekuat tenaga.
Ting!!... Sekali lagi, Arabelle berhasil menangisnya dengan gergaji kayu yang ia bawa sehingga perkelahian di kedua pihak benar-benar tak terhindarkan. Seorang gadis kecil melawan serigala berbadan besar, komposisi pertarungan yang terlihat tidak seimbang berlangsung lama.
Ditengah pertaurngan Arabelle dan tuan serigala melajutkan percekcokannya, serigala itu sudah melupakan dendamnya namun ia sangat menyesal telah membantunya. Gadis yang berada di hadapan nya telah dibutakan dendam, sehingga serigala itu berniat membunuhnya apapun yang terjadi namun setelah beberapa saat dirinya semakin kelelahan dan pertarungan ini telah sampai ke titik darah penghabisan.
Bulunya yang bersih berubah warna menjadi merah. Gergaji kayu yang dipegang gadis itu bersimbah darah, Tudung merah yang dikenakan nya juga semakin kotor berlumur bercak merah.
“Yang kau katakan ada benarnya tuan serigala tapi maaf… ini adalah jalan yang kupilih…” Pertarungan berakhir dengan memilukan. Arabelle tak bisa berhenti gemetaran memegang gergaji kayu seraya mengangkat kepala tuan serigala ke udara.
Mata serigala itu pucat, kepala dan tubuhnya sudah terpisah. Tuan serigala telah tiada, dan legendanya telah berakhir di hutan terkutuk ini. Setelah ratusan tahun akhirnya ia mendapati akhir yang tragis… Tubuhnya yang besar telah tercabik-cabik oleh gergaji murahan yang dicuri dari penebang kayu. Darahnya bercucuran membasahi tanah, batu dan rumput yang berada di sekitar. Tak ada satu hewan pun yang berani mendekat selain suara gagak yang terdengar di tengah hari, terbang diatas langit memutari inti hutan terkutuk ini.
Arabelle melepaskan gergaji kayu di tangan kanan dan melempar kepala serigala itu ke tubuhnya. Tangannya yang kotor mencoba mengusap air mata dan lalu segera pergi meninggalkan hutan dan kembali ke tempat tinggalnya.
Ditengah perjalanan Arabelle berhenti di tepi sungai, Ia membasuh muka dan tubuhnya yang kotor dengan darah. Air matanya sedikit mengalir, pikirannya bercampur aduk dan perasaanya berubah-ubah. Ada banyak hal yang telah ia lakukan dalam satu hari.
Ia melihat bayangannya di sungai yang jernih. Wajah cantik nan manisnya terlihat mengerikan. Tudung dan Kedua matanya yang merah pun menambah kesan kejam yang melekat pada dirinya. Sekarang ia sadar dirinya tak jauh berbeda dari neneknya. Ia merasa sakit hati… ia tau tindakan yang dilakukan bukan tindakan yang benar, tapi sekeras apapun Arabelle mencoba, ia tak merasa bersalah ataupun menyesal... namun untuk sekarang, semua ini telah berakhir… nasi telah menjadi bubur…
Secara perlahan Arabelle bangkit dari keterpurukannya dan mulai kembali ke gubuk kecil tempat ibunya dipasung. Beberapa hari kemudian ia menjalani hari-harinya yang suram seperti biasa. Mungkin saja di masa depan ibunya kembali sadar dan mereka hidup dengan bahagia, namun tidak menutup kemungkinan semua kedok dan kejahatan Aarbelle terbongkar dan kepalanya dipenggal beberapa tahun kemudian…
Apapun yang akan terjadi, tak ada seorangpun yang tau…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
