Fahrani Hsu dan Cerita Cinta Ayahnya

0
0
Deskripsi

Aku selalu yang penasaran, hari ini akan membuat Ayah mengaku siapa cinta pertamanya. Tapi, kok, akhirnya jadi begini?

Mentari sore masih bersinar di atas kota Taichung, walaupun dengan malas-malasan. Pasalnya sedari aku berangkat sekolah tadi pagi, dia tidak pernah menampakkan diri secara utuh. Wajahnya selalu tertunduk malu di balik awan. Sampai aku berjalan ke rumah sepulang sekolah ini, tidak ada kehangatan kurasakan seperti biasanya.

Sesampainya di rumah, bertemulah aku dengan Ayah yang baru pulang kerja. Tak biasanya, Ayah sudah ada di rumah pada sore hari. Karenanya, terlintas di pikiranku untuk menjahilinya.

“Ayah, kenapa sore sudah pulang?” kataku sambil merangkul tangannya dan merebahkan kepalaku di pundaknya.

“Kok tumben kamu mau ngomong Bahasa Indonesia? Pasti ada maunya, nih!”

Tuduhan Ayahku ada benarnya. Meskipun aku juga bisa berbahasa Indonesia, tetapi sebetulnya aku lebih nyaman berbahasa Mandarin. Ya, alasannya karena selain dengan Ayah, tidak ada seorang pun yang bisa aku ajak berbicara dengan Bahasa Indonesia sehari-hari.

“Boleh Ayah ceritakan soal... hmm...” Tiba-tiba aku tidak bisa menemukan kata yang tepat hingga harus menghentikan omonganku. “Kalau ‘chū liàn’ itu Bahasa Indonesianya apa, ya?”

“Maksudnya cinta pertama?” Ujar Ayah ketika menemukan kata yang tepat.

Aku mengangguk.

Jujur, aku sangat penasaran dengan kisah cinta sewaktu Ayah masih tinggal di Indonesia. Sebabnya selama 16 tahun aku hidup, tidak pernah sekalipun Ayah bercerita soal itu. Aku hanya tahu kisah cintanya dengan ibu ketika Ayah sudah tinggal di Taiwan.

Mereka berdua bertemu sewaktu masih sama-sama bekerja di Taipei. Ayah melamar ibu dan segera menikahinya sesaat sebelum Ayah dipindah tugaskan ke Taichung. Lalu mereka tinggal bersama di sini, aku lahir, ibu resign, dan saat aku berumur 6 tahun mereka membuka usaha sampingan berupa arcade game di ruko dekat pasar malam.

Apa menariknya?

Alih-alih langsung bercerita, Ayah hanya mengerutkan wajahnya. Aku pun tak bisa menerka artinya apakah Ayah sedang mengingat kisah lamanya atau berpikir bagaimana menghindari permintaanku.

Ayah sempat terdiam sejenak sebelum mulai bercerita. Dia mencoba mengalihkan perhatianku dengan bertanya hal yang lain. Tak mau dibodoh-bodohi, aku membalas tatapan matanya lalu terdiam tanpa kata. Tetap teguh pada permintaanku.

“Jadi begini.” Luluh pada anaknya, akhirnya Ayah memulai cerita yang sedari tadi kutunggu-tunggu. “Cinta pertama Ayah itu waktu saat kuliah.”

“Siapa namanya? Bagaimana ceritanya? Kenapa Ayah bisa jatuh cinta?” tanyaku antusias." tanyaku antusias.

“Sabar dulu. Gimana Ayah mau cerita kalau kamu begini?” Kata Ayah sambil menghalau wajahku yang tanpa sadar kuarahkan semakin mendekat ke wajahnya. “Duduk yang tenang!”

Aku menurut.

Cinta pertama Ayah bernama Melati. Ayah bertemu dengannya saat kuliah di Yogyakarta. Melati adalah gadis yang sangat manis dan pintar. Mereka sering belajar bersama dan menikmati waktu bersama di kafe-kafe kecil di sekitar kampus.

Saat Ayah mulai bercerita, aku bisa melihat ekspresi wajahnya yang berubah. Seolah-olah dia kembali ke masa lalu, mengingat setiap detail dengan jelas. Ayah menggambarkan Melati sebagai sosok yang menyenangkan dan cerdas, selalu memiliki cara untuk membuat Ayah tersenyum. Mereka sering menghabiskan waktu di perpustakaan, saling membantu dengan tugas-tugas kuliah.

Aku mendengarkan dengan saksama setiap detail yang Ayah ceritakan. Ayah menceritakan bagaimana mereka pertama kali bertemu di perpustakaan kampus, bagaimana mereka sering berjalan-jalan di Malioboro, dan bagaimana Melati selalu mendukung Ayah dalam segala hal. Ceritanya begitu panjang dan detail, membuatku terhanyut dalam bayangan masa lalu Ayah.

Ayah juga menggambarkan sosok Melati dengan detail, mulai dari senyumnya yang manis hingga hobinya membaca buku. Aku mencoba membayangkan kisah mereka dalam benakku, meskipun ini adalah pertama kalinya aku mendengar kota bernama Yogyakarta

"Bagaimana bisa Ayah dan Melati jadi dekat? Kalian pacaran kah?" Kataku menyela ceritanya.

Ayah menyatakan perasaannya di depan perpustakaan kampus. Baginya itu adalah momen yang sangat mendebarkan. Ayah bahkan sampai lupa kata-kata yang sudah disiapkan.

“Terus setelah nembak, diterima?”

“Sebentar……” Ayah terdiam sejenak menghentikan ceritanya. “Kamu tahu kata ‘pacaran dan ‘nembak’ dari mana?”

Aku hanya tersenyum penuh rasa jumawa. Jangan dikira kemampuan Bahasa Indonesiaku tidak berkembang.

Ketika Ayah baru akan lanjut bercerita, tiba-tiba Ibu masuk ke ruang keluarga. "Apa yang kalian bicarakan?" tanyanya dalam bahasa Mandarin.

Aku menceritakan kembali kisah Ayah dengan Melati sambil menambah bumbu-bumbu romansa yang berlebihan. Dengan begini pasti Ibu akan terbakar cemburu dan langsung menginterogasi Ayah.

Namun, tanpa diduga-duga, Ibu malah tersenyum. Bukan senyuman biasa, tetapi seperti menahan tawa.

Awalnya ayah terlihat sedikit bingung, tetapi akhirnya tertawa juga. “Akhirnya, seperti yang kamu tahu, kami tidak berakhir bersama. Setelah lulus, kami harus berpisah karena Ayah pindah ke Taiwan untuk bekerja. Dan begitulah ceritanya.”

Aku terdiam sejenak, merenung. Meskipun ceritanya terdengar sangat romantis, aku merasa ada sesuatu yang janggal. Lalu aku memutuskan untuk bertanya kepada Ibu.

“Bu, kok gak marah? Ayah masih ingat cinta pertamanya, loh.” Aku masih berusaha menyulut konflik di antara mereka.

Tak diduga. Ibu tidak marah kepada ayah. Setelah saling tatap, mereka tidak bisa menahan tawa lagi. Meninggalkanku di tengah kebingungan karena aku tidak tahu apa yang lucu. Menurut perasaanku kisah cinta Ayah sangatlah romantis dan mengharukan. Aku pun tidak terbayang jika harus meninggalkan cinta demi pekerjaan.

“Seharusnya cinta pertama kau junior saat SMA, kan?” Itulah yang juga dari mulut Ibu sesaat tawa mereka mereda.

Di momen ini aku langsung sadar setelah terdiam beberapa waktu tersingkirkan dari percakapan. Aku telah ditipu.

“Lucu banget, sih, anak Ayah. Gampang dibohongin,” kata Ayah sambil mencubit kedua pipiku, yang langsung aku tepis.

Seketika aku mogok bicara untuk menginsyaratikan bahwasanya diriku sedang rasa kesal. Tak satu pun rayuan dari Ayah dan Ibu yang aku gubris. Biar mereka rasakan apa arti dari ditipu mentah-mentah. Biar rasa sakit haiku sampai ke mereka.

Sampai 5 menit kemudian ibu keluar dari dapur dan menaruh semangkuk besar Niúròu miàn, mie kuah daging, dan Cōng yóu bǐng, pancake daun bawang. Keduanya makanan khas Taiwan kesukaanku. Aroma semerbak yang mulai memenuhi rumah membuatku terlupa akan aksi boikot tadi.

Langsung saja aku mengambil tempat di meja makan dan melahap apapun yang tersaji. Tanpa tahu semua hidangan mewah itu adalah pancingan untuk membuatku dalam posisi tak bisa mengelak lagi.

“Jadi kamu sebenarnya minta dibelikan apa?” Tanpa tedeng aling-aling, Ibu langsung mengeluarkan tuduhan. Dilanjutkan dengan kalimat-kalimat Bahasa Mandarin yang diucapkan dengan cepat sehingga aku hampir tak bisa menangkap maksudnya.

Ini adalah tanda bahaya.

“Ya, sampai kamu mau bikin ayah sama ibu berantem.”

Rupanya Ayah juga mengetahui taktik yang sering kueksekusi. Aku memang sengaja membuat mereka berkelahi karena dalam keadaan konflik, mereka akan berusaha untuk mendapatkan dukunganku. Di situlah aku akan meminta berbagai hal sebagai timbal balik.

Kali ini tidak. Kali ini akulah yang terjebak di posisi tidak menguntungkan. Di saat mulut dan kedua tanganku penuh makanan yang belum tertelan, aku tidak menemukan cara untuk melarikan diri.

Untungnya telepon genggamku memecah kesunyian di ruang makan. Sebuah panggilan dari teman sekolah. Langsung saja aku menjawab panggilan itu sambil berbicara kencang. Kugunakan kesempatan ini juga untuk berlalu menuju pintu depan dan keluar rumah.

Kali ini aku selamat. Namun rasa penghinaan ini akan tetap dalam ingatan. Kelak nanti aku akan kembali untuk membalas dendam.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Sebelumnya Kakak
0
0
Bayi kecil itu menghadapi babak baru dalam hidupnya. Secara usia, memang dia sudah jauh dari kata bayi. Namun bagiku, dia tetaplah seorang peri kecil yang selalu membutuhkan perlindunganku.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan