
Aryanaga adalah keturunan raja Naga Primadigda dan Ratu Es Angraring Asmara Dewi. Namun, akibat sebuah peristiwa besar membuatnya harus dihukum keluar dari Dunia Bawah. Asri adalah seorang anak bangsawan yang lari dari rumah. Karena tempat kosnya sudah ketahuan makanya dia pun tinggal di tempat kos yang dimiliki oleh Aryanaga. Kebersamaan mereka tiap hari akhirnya menjadikan mereka semakin dekat, hingga akhirnya diketahui kalau ada misteri tanda punggung yang dimiliki oleh Asri. Tanda punggung tersebut...
Burung-burung mulai kembali ke sarangnya. Suara-suara binatang malam bersahutan menyambut kedatangan senja. Seseorang pemuda bersembunyi di antara semak belukar. Di kepalanya ada sepasang tanduk kecil, kulit tangannya bersisik, seluruh jemarinya memiliki cakar-cakar tajam dan di punggungnya sepasang sayap kecil seperti sayap kelelawar bergerak-gerak mengikuti pergerakan tubuhnya. Tubuhnya memang aneh, manusia tetapi nyaris semua badannya seperti binatang. Lelaki ini bernama Aryanaga.
Hidungnya aktif mengendus, tapi bukan untuk mencari makanan, melainkan mencium bahaya. Insting dan nalurinya lebih tajam dari manusia biasa, matanya mampu melihat dalam kegelapan, telinganya mampu mendengar suara-suara yang nyaris tidak didengar manusia biasa.
Kumpulan burung-burung terusir dari tempatnya berdiam diri, menandakan adanya bahaya.. Seketika itu Aryanaga berlari seperti kijang. Gesit. Cepat. Tak hanya itu, tubuhnya yang ringan membuatnya bisa melompat dari satu dahan ke dahan pohon yang lain. Lebih lincah dari monyet.
Telinganya menangkap suara patahan ranting. Sesuatu mengejarnya dari kejauhan. Mathari sempurna menghilang dari langit, menyisakan warna jingga. Kabut mulai turun dan kegelapan mulai menyapa.
Dalam kegelapan Aryanaga mendengar suara air terjun. Dengan instingnya dia bergegas untuk menuju ke tempat tersebut. Sebenarnya di bawah sana ada Danau Ranu Kumbolo. Bisa saja dia minum di sana tadi, tapi tempatnya terlalu terbuka. Sangat berbahaya, karena musuh bisa menemukannya. Aryanaga menghampiri air terjun tersebut.
Air terjun tersembunyi di Lereng Semeru. Mungkin sedikit yang tahu, tapi pemuda ini menemukannya. Air terjun ini keluar dari celah bebatuan tebing, alirannya tertampung, lalu turun dengan deras. Di bawah sana binatang-binatang amfibi bersenandung menemani Aryanga yang sudah mulai meneguk air di air terjun ini untuk menghilangkan dahaga.
Setelah dahaganya sirna, telinganya dikejutkan oleh bunyi yang mencurigakan. Ternyata tak jauh dari tempat dia berdiri ada seekor harimau. Sang raja rimba menjilati air sungai, tak menghiraukan keberadaan Aryanaga di tempat itu.
Tiba-tiba telinganya mendengar derap langkah kaki. Suara ranting-ranting patah kembali terdengar dan juga terdengar gaduh suara gesekan dedaunan. Sepasang sayap kecil di punggungnya bergerak-gerak, memberitahukan kalau ada bahaya.
“Serius? Tak ada istirahat?” gerutunya. Aryanaga melompati bebatuan kemudian berlari lagi.
Aryanaga berlari mengambil jalan mendaki. Kedua tangan dan kakinya mencengkeram bebatuan untuk bisa membantunya mempercepat pergerakannya. Dia berhenti ketika menemukan bagian hutan yang lain di Lereng Semeru. Sisi hutan yang ini tidak pernah dia temui sebelumnya. Dia merasa sudah tersesat.
Iris matanya bergerak-gerak melihat kegelapan yang asing. Terlihat makhluk-makhluk halus, hewan-hewan melata yang tidak pernah ada di buku biologi manapun, sebagian di antara mereka lebih cenderung menghindari bertatapan mata dengannya. Seolah-olah tatapan mata pemuda ini bisa membakar mereka.
Aryanaga adalah keturunan makhluk mistis, tentu saja ia bisa melihat makhluk-makhluk astral tersebut, bahkan sering kali sebagian di antara mereka menyukainya. Namun, ia lebih menyukai kesendirian. Aryanaga lebih suka bergaul dengan manusia, tak aneh karena di dalam tubuhnya mengalir darah manusia yang berasal dari sang ibu.
Tahu dia tersesat, Aryanaga lebih mengandalkan instingnya, merasakan desiran angin. Jauh di kegelapan sisik-sisik di tubuhnya serempak bergetar merasakan sesuatu yang ada jauh di sana. Itu artinya Aryanaga harus masuk lebih dalam lagi ke dalam hutan.
Embusan angin menderu di langit. Angin kencang tersebut diiringi bayangan hitam besar bergerak melintas. Insting bahaya di tubuh Aryanaga kembali menyalakan alarm tanda bahaya. Tanpa banyak pikir panjang, Aryanga segera melesat pergi masuk ke dalam hutan.
Semakin dalam masuk ke dalam hutan, udara makin menjadi dingin. Salju pun turun. Bagaimana mungkin di negara tropis ada salju?
Hutan makin terasa aneh. Matanya melihat rerumputan membeku, pepohonan kering tertutup tumpukan salju. Suara binatang malam tak terdengar lagi, seolah-olah Aryanaga memasuki dunia yang sama sekali berbeda dengan dunia sebelumnya.
Bayangan di langit tadi ternyata mengikutinya. Aryanga pun memekik saat bayangan hitam tersebut menukik, lalu melewatinya. Keseimbangan Aryanga goyah, lalu ia berguling-guling di atas tanah. Sesosok cakar raksasa mencengkeram tubuh kecilnya. Tubuh pemuda itu dihantamkan ke beberapa pohon kering, hingga pepohonan itu tak berbentuk lagi.
Dada Aryanaga terasa sesak, sementara cakar raksasa itu masuk menimpanya. Mata Aryanaga menatap nanar sosok berleher panjang, bermoncong dengan sulur-sulur di kepalanya, sementara mata itu menyala merah. Sosok ini adalah sosok naga dengan sayap lebar, siap untuk menerkam Aryanga dalam sekali terkam.
“Kau harusnya tidak ceroboh, Pangeran. Masuk ke dalam hutan yang tidak pernah kau masuki sebelumnya,” ucap naga tersebut dengan suara beratnya.
“Uhuk-uhuk!! Bandi, lepaskan. Aku bisa mati kalau kau cengkeram seperti ini,” pinta Aryanaga.
Naga itu melepaskan cengkeramannya. Wujud raksasanya cukup mengerikan dengan kulit sisik dominan berwarna hijau, serta di sekitar lengan dan kaki sisiknya berwarna cokelat. Kepalanya bertanduk runcing, dengan rambut putih di sekitar kepala hingga lehernya. Siapapun yang baru pertama kali melihatnya pasti ketakutan. Memang Bandi bukan naga biasa. Dia adalah orang kepercayaan Raja Primadigda dan siapapun yang menjadi kepercayaan Primadigda maka sudah pastilah mereka bukanlah orang-orang biasa.
Aryanaga perlahan-lahan berdiri sambil memijat-mijat dadanya yang sakit akibat cengkeraman Bandi. Dia melihat bagaimana Bandi perlahan-lahan menjadi wujud manusia. Tubuhnya menyusut, lehernya, kepalanya pun seperti terhisap ke satu titik hingga menjadi wujud manusia bertanduk, setelah itu perlahan-lahan wujud setengah manusianya lenyap menjadi manusia seutuhnya dengan rambut berwarna keperakan. Wajah Bandi adalah seperti pria paruh baya berjenggot tipis dengan rambut berwarna keperakan, iris matanya berwarna hijau, sebagaimana iris matanya ketika menjadi naga. Aryanaga masih takjub dengan perubahan wujud tersebut. Dia menyesalkan karena sayapnya tak bisa dia gunakan untuk terbang karena terlalu kecil.
“Kau masih perlu banyak berlatih,” ucap Bandi dengan suara berat. Meskipun sudah menjadi wujud manusia, suaranya masih berat di dengar.
“Ya, ya, ya. Aku tahu. Tapi melawan wujud nagamu itu susah. Kau selalu mengetahui gerak-gerikku. Kau ada di atas sana terbang ke sana-kemari, sedangkan aku di tanah bersembunyi dari semak ke semak seperti kelinci,” gerutu Aryanaga sambil mengerucutkan bibirnya.
Bandi mengamati anak didiknya yang perlahan-lahan mulai menyembunyikan tanduk naganya. Tanduk kecil itu masuk lagi ke dalam kepalanya, menyisakan wajah seorang pria tampan umur dua puluhan. Kedua sayap di punggung pemuda itu pun menyusut, bersembunyi di punggungnya.
“Pangeran itu istimewa, berbeda seperti kami yang memiliki tubuh avatar. Semenjak Kebijaksanaan Tertinggi menolong kami untuk bersembunyi dari manusia dengan tubuh ini, kita bisa berbaur dengan manusia, tetapi kau berbeda. Kau lahir dari rahim seorang manusia. Makanya itu tubuhmu sekarang sedang berada di antara dua sisi. Kau memilih jalan naga atau jalan manusia,” ujar Bandi menjelaskan tentang apa sejatinya diri mereka.
“Ya, ya, ya. Kau sudah menjelaskannya berkali-kali. Aku campuran manusia dan naga,” ucap Aryanaga yang sudah bosan dinasihati berkali-kali oleh Bandi.
Bandi memang bukan saja sebagai gurunya, tetapi juga sebagai walinya. Dia sangat menghormati orang itu tentunya setelah ayahnya. Meskipun hanya beberapa kali bertemu dengan sang ayah, tetapi Aryanaga tak pernah lupa dengan Primadigda.
Mereka kemudian berjalan membelah hutan, melewati rumput-rumput liar serta tanaman-tanaman tinggi. Beberapa penghuni hutan seperti roh-roh, makhluk-makhluk astral tak kasat mata, serta hewan-hewan yang mendiami kegelapan menyambut mereka. Naga memang makhluk yang paling dihormati di hutan ini. Mereka menjadi penghubung antara Dunia Atas dan Dunia Bawah. Keduanya berhenti saat mendapati dua makhluk dengan tubuhnya yang menyala seperti api.
Kedua makhluk ini berwajah cukup menyeramkan. Kedua matanya menyala, tubuhnya terbakar api, hanya saja api tersebut tidak membakar apapun yang ada di sekitarnya. Tubuhnya tidak begitu jelas, apakah mereka laki-laki atau perempuan karena api menutupinya. Cahaya api itu cukup terang untuk menerangi kegelapan di hutan itu.
“Salam kepada Pangeran,” ucap kedua makhluk tersebut. Mereka adalah dua Banaspati yang menjaga tempat itu. Di belakang Banaspati itu ada sebuah lorong gelap dengan dinding terbuat dari akar-akar pohon raksasa. Jauh di kegelapan sana ada sesuatu yang sangat dilindungi oleh keduanya.
Aryanaga dan Bandi membalas salam mereka dengan menyatukan telapak tangan. Bandi merogoh sakunya, kemudian memberikan dua keping emas kepada keduanya. Setelah menerima dua keping emas tersebut, kedua Banaspati menyingkir. Mereka mempersilakan kedua naga ini masuk ke dalam lorong hutan.
“Aku heran, kenapa ayah tidak mencairkan saja balok es itu?” tanya Aryanaga.
Bandi tidak menjawab. Dia tetap terus berjalan hingga suasana mulai berubah. Hutan menjadi lebih dingin daripada biasanya. Kaki mereka mulai merasakan sesuatu yang lembut seperti kasur busa, kaki mereka juga merasakan dingin yang tidak biasa. Suhu menjadi turun dengan sangat drastis. Aryanaga mendengkus, membuat hidung dan mulutnya mengeluarkan uap air tebal. Keduanya berhenti di depan mulut gua setelah berjalan beberapa puluh meter ke dalam kegelapan.
Aryanaga menoleh ke arah Bandi. Orang tua ini masih terdiam tanpa bicara. Namun, seperti biasa ia akan tetap berada di tempat ia berdiri sementara Aryanaga akan masuk ke dalam mulut gua.
“Aku heran, kenapa kau tak ikut saja masuk ke dalam?” tanya Aryanaga lagi.
“Aku tidak pernah diizinkan oleh ratu untuk masuk ke dalam. Perintah itu masih tetap aku patuhi sampai sekarang,” jawab Bandi.
“Meskipun aku yang memintanya?”
Bandi mengendik. Dia menatap Aryanaga seolah berkata “kau terlalu banyak bicara”. Aryanaga mengangkat bahunya. Setelah itu ia masuk ke dalam mulut gua.
Gua tersebut merupakan hasil bentukan alam secara natural dari lahar Gunung Semeru. Letaknya sangat tersembunyi karena dijaga oleh makhluk-makhluk gaib. Stalagmit dan stalagtit menjadikan gua ini sangat indah, ditambah lagi bebatuan unik warna-warni yang menempel di dinding-dindingnya. Di dalam gua ini hawa dinginnya lebih menusuk daripada di luar, sama sekali bukan tempat untuk menghangatkan diri.
Aryanaga sampai juga di tengah gua. Dia tepat berdiri di depan balok es raksasa. Bukan balok es biasa, karena di dalamnya ada wanita dengan gaun berwarna putih serta mahkota di kepalanya membeku. Matanya terpejam, rambutnya panjang selutut, di kedua lengannya ada gelang emas serta kalung di lehernya. Wajahnya yang cantik tak akan ada satupun wanita di dunia ini yang bisa mengalahkan kencantikannya. Saat menatap balok es tersebut ada perasaan bahagia pada diri pemuda naga ini.
“Ibu, anakmu datang,” ucap Aryanaga.
Dia lalu menyentuhkan telapak tangannya ke balok es tersebut. Dari sana ia bisa merasakan hawa dingin yang kemudian merambat ke telapak tangan, lalu lengannya hingga seluruh tubuhnya. Namun, Aryanaga dengan mudah bisa menyingkirkan hawa dingin tersebut dengan panas yang ada di tubuhnya. Panas itu menjadikan hawa dingin tersebut menjadi netral.
Aryanaga menghela napas. Dia kemudian duduk bersandar di balok es tersebut. Kepalanya disandarkan ke benda dingin itu. Sudah belasan tahun ibunya terkurung di dalam balok es ini atas kehendaknya sendiri. Aryanaga tak mengerti kenapa dan bagaimana semuanya bisa terjadi. Sang putra naga hanya bisa berharap suatu saat ia yang akan mencairkan balok es abadi ini. Ia tak bisa mengharapkan ayahnya lagi, maka dari itulah ia terus berlatih untuk menjadi kuat setiap hari, setiap saat. Agar Dewi Es—sang ibundanya bisa terbebas dari kurungan ini.
“Aku pasti akan membebaskanmu, ibu. Aku berjanji. Napasku api, jiwaku api. Dengan api ini pula siatu saat nanti aku akan mencairkan es abadimu.”
* * *
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
