
“Pokoknya jadi antagonis,”
PROLOG
Di sebuah taman kecil yang dihiasi bunga-bunga musim semi, seorang gadis tengah mendorong sebuah kursi roda. Di atas kursi roda itu duduklah seseorang dengan bibir pucat, seolah sisa warna di wajahnya telah sirna. Gadis itu, Sela, melangkah dengan perlahan. Angin sore yang lembut berhembus, menyentuh pipinya yang lembab, menyamarkan air mata yang ia tahan. Matanya merah, menahan tangis yang nyaris pecah.
"Sel, setelah novel terakhir lo terbit, lo ada rencana mau nulis lagi?" suara Milkayla, gadis yang duduk di kursi roda, memecah keheningan. Suaranya terdengar lemah tapi penuh perhatian.
Sela menghentikan langkahnya. Ia memandang taman di depannya, tempat beberapa anak kecil bermain dengan riang. Kontras sekali dengan suasana hatinya. "Ada sih, tapi gue lagi bingung. Gue gak tau harus buat cerita apa lagi. Lo punya ide gak?" tanya Sela, mencoba menyembunyikan kegundahannya.
"Gue ada sih Sel, tapi..." Milkayla menggantungkan kalimatnya, menatap sahabatnya dengan ragu.
Sela berjalan ke depan kursi roda sahabatnya, lalu berjongkok. Ia memandang Milkayla dengan penuh perhatian. "Tapi apa? Bilang aja semua yang ada di kepala lo, Kay. Gue usahain bakal ngabulin semuanya."
Milkayla tertawa kecil, meski senyumnya terlihat dipaksakan. "Kalau gue minta lo jadi pacar gue, emang lo mau?" canda Milkayla sambil memainkan jarum infus di tangannya.
"Ya enggak lah, lo kira gue belok?" balas Sela dengan nada kesal, tapi senyum simpul tetap terlihat di wajahnya.
Milkayla kembali tertawa, tapi kali ini tawa itu lebih hangat. "Sok lo. Tapi serius, gue punya permintaan lain. Bisa gak lo buatin karakter yang gue banget di novel lo selanjutnya?"
Sela menghela napas lega. "Itu mah gampang, kecil banget permintaan lo. Tokohnya mau jadi apa? Tukang kebun? Kepala sekolah? Atau tokoh utama ceweknya?" goda Sela.
Milkayla memutar matanya. "Gue mau jadi tokoh utama cewek, tapi jangan yang menye-menye. Dan gue harus punya semua yang Milkayla gak punya."
Sela termenung. "Apa yang lo gak punya, Kay?" pikirnya dalam hati. Dia tahu Milkayla punya keluarga yang menyayanginya, meski orang tua kandungnya bercerai. Milkayla juga selalu terlihat tegar di depan semua orang. Tapi mungkin, ada sisi lain dari sahabatnya yang tak pernah ia ketahui.
"Gue mau karakter gue jadi anak tunggal kaya raya, tapi jangan protagonis. Gue mau jadi antagonis aja, biar lebih keren," tambah Milkayla dengan mata berbinar. "Oh, dan jangan lupa, gue harus cantik banget!"
"Antagonis kaya raya, cantik, tapi gak menye-menye. Oke, gue catat. Apalagi?" tanya Sela sambil tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.
"Satu lagi, buat karakter gue itu sehat. Jangan ada penyakit apa pun. Gue pengen ngerasain hidup tanpa rasa sakit, walau cuma di cerita lo," ucap Milkayla pelan.
Sela terpaku. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia cepat-cepat menghapus air matanya. "Kay, jangan ngomong gitu. Lo pasti sembuh kok," katanya, mencoba menyemangati sahabatnya meski hatinya sendiri berat.
Milkayla hanya tersenyum tipis. Dalam hatinya, ia tahu bahwa waktunya di dunia ini tak lama lagi.
Beberapa bulan kemudian, Sela berlari tergesa-gesa ke arah ruang rawat Milkayla. Sebuah senyum lebar menghiasi wajahnya. "Kay! Gue punya kabar bagus buat lo!" serunya sambil membuka pintu.
Namun, langkahnya terhenti. Ruangan itu terasa penuh, tapi anehnya sunyi. Ibu kandung dan ibu sambung Milkayla sedang menangis di sudut ruangan. Ayahnya berdiri bersandar di tembok, matanya merah menahan tangis. Seorang dokter dan perawat berdiri di dekat brankar tempat Milkayla berbaring.
"Om, ini ada apa?" tanya Sela dengan suara bergetar.
Ayah Milkayla menatapnya, mencoba tersenyum meski air mata mulai jatuh. "Milkayla sudah bebas, Sel. Dia sudah gak merasakan sakit lagi."
Deg. Dunia Sela seolah berhenti. Dengan langkah berat, ia mendekat ke brankar. Tangannya gemetar saat menyentuh tangan Milkayla yang kini dingin.
"Kay, bangun, dong. Jangan tinggalin gue," isaknya. Namun, sahabatnya tetap diam. Tubuhnya tak lagi bergerak.
Sela mengambil novel yang tergeletak di samping Milkayla. "Lo tahu gak, Mil? Di novel ini, pembaca gue lebih suka sama karakter lo daripada tokoh utamanya. Gue mau minta pendapat lo, tapi kenapa lo tinggalin gue?"
Air matanya jatuh tanpa henti. Di tengah tangisnya, ia memeluk sahabatnya erat. "Kenapa lo tinggalin gue, Kay? Lo jahat..."
Sela menangis sejadi-jadinya, menyadari bahwa Milkayla telah pergi untuk selamanya. Tapi di dalam hatinya, ia berjanji, permintaan terakhir Milkayla akan ia penuhi. Karakter yang Milkayla inginkan akan menjadi hidup di novelnya, seperti harapan sahabatnya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
