Sheera bertemu kembali dengan mantan kekasihnya dulu.
Setelah mengambil pulpen berwarna biru dari rak yang berisi alat tulis, Sheera melangkahkan kakinya menuju kasir untuk membayar. Kedua matanya sesekali melihat ke layar ponselnya. Jemarinya mengetikkan sesuatu di sana untuk membalas pesan dari teman-temannya. Sampai gadis itu tidak menyadari ada sepasang mata yang memperhatikannya dari jauh.
“Sheera..” barulah ketika namanya disebutkan, gadis itu mendongak untuk melihat siapa yang memanggilnya. Langkahnya terhenti, kedua matanya membulat melihatnya.
“Kak.. Baron..” ucap Sheera dengan suara tertahan. Ia sangat mengenal laki-laki itu yang pernah hadir di masa lalunya. Sosok yang tidak diharapankannya muncul dihadapannya.
“Hai, Sheer..” sapa laki-laki itu sambil tersenyum tipis. Kedua mata Baron terlihat sayu dan terlihat lingkaran di bawah matanya dengan rambut yang agak berantakan. Baron masih terlihat sama seperti terakhir kali ia bertemu dengannya. Dengan postur tubuh yang lebih tinggi darinya, kulit sawo matangnya, dan jaket denim serta celana jeans robek yang melekat di tubuhnya.
Namun Sheera sudah tak melihat laki-laki itu sama seperti dulu, setelah goresan luka yang diberikan padanya bahkan sekarang ia tak bisa bereaksi apapun dengan sapaan itu. Apalagi setelah rumor kasus yang dialami laki-laki itu yang membuat label ‘brengsek’-nya semakin lekat.
“Ehem.. mbak.. Ini jadi mau dibeli?” sebuah suara mengaburkan lamunannya, Sheera menoleh ke arah suara, ia sampai tak menyadari sudah berada di depan kasir untuk membayar pulpennya.
“Eh-iya, mas, jadi. Ini..” kemudian Sheera segera membayar pulpen itu. Ia mengabaikan Baron di sampingnya. Langkahnya semakin mantap untuk keluar dari toko tersebut dan meninggalkan laki-laki itu. Ia tidak mau berurusan lagi dengan Baron.
“Sheer.. Tunggu!”
Sebuah suara memanggilnya lagi. Kedua langkahnya semakin cepat, namun Baron sudah mengejarnya. Langkahnya yang besar, membuat laki-laki itu sudah berada tepat di depannya. Sheera menghentikan langkahnya. Membuatnya tak bisa berkutik.
“Sorry, Kak, aku udah ditunggu temen-temenku.” ujar gadis itu tanpa melihat kedua mata Baron.
“Tunggu, Sheer, ada yang mau gue omongin sebentar.” Baron menunduk mencari kedua matanya Sheera hingga gadis itu melihatnya sekarang.
“Mau ngomong apa lagi, Kak, kita udah selesai setahun yang lalu.” ujar gadis itu tak sabaran. Ia ingin sekali menghindari laki-laki itu. Sudah cukup perilaku yang didapatnya tahun lalu dari laki-laki itu.
“I know, aku cuma ingin bicara sebentar. Please, can we talk?” Kedua mata laki-laki itu memohon kepadanya. Sheera menimbang-nimbang, apakah ia ingin memberikan kesempatan berbicara kepada laki-laki itu.
“Aku cuma minta waktu sebentar ajah. Kita bicara di cafe depan kampus, gak jauh ko. Please, Sheer.” kata Baron lagi meyakinkan Sheera yang penuh keraguan itu.
Kemudian gadis itu menatap ponselnya yang berbunyi, menekan-nekan tombol di sana. Setelah mengirimkan beberapa pesan, ponselnya kemudian mati, layar terakhir menunjukkan tulisan ‘low battery’. Ah, sial. Sheera tidak bisa mengabari temannya lagi.
Sheera menatap Baron kembali. Kedua mata Baron masih memohon kepadanya. Mungkin tidak ada salahnya berbicara dengannya lagi setelah kejadian tahun lalu. Ia pun ingin mendengar penjelasan darinya.
“Oke.. sebentar ajah ya, Kak. Aku udah ditunggu yang lain soalnya,” ujarnya dengan nada yang sedingin mungkin. Ia tak mau terlalu ramah kepada laki-laki itu.
“Iya, Sheer. Aku janji.”
Kemudian Sheera mengikuti Baron dan masuk ke dalam mobil laki-laki itu. Selama diperjalanan menuju cafe, Sheera hanya terdiam memandangi jendela mobil. Baron pun berusaha untuk mengajaknya berbasa-basi, namun hanya dijawab singkat oleh gadis itu.
Sesampainya di cafe, Baron mengajaknya berbicara di rooftop cafe tersebut. Mereka memilih tempat duduk yang agak jauh dari keramaian. Setelah memesan minuman dan pelayan pergi, Baron kemudian membuka suara.
“Apa kabarnya, Sheer?”
“Hmm.. baik.” Sheera menghela nafas ia tidak mau berbasa-basi lagi kemudian melanjutkan, “Kak, please, langsung ke inti ajah, kakak mau ngomong apa?”
“Oke, oke. I just wanna say sorry, I think, for what I did in the past. Aku udah nyakitin kamu dengan mutusin di depan kelas-”
“Dan selingkuh sama temen kelas aku,” potong Sheera tak sabaran. Entah mengapa melihat laki-laki dihadapannya kini membuat amarahnya naik.
“Aku gak selingkuh, Sheer, dia yang goda aku!” Baron mengelaknya. Tak habis pikir, sampai sekarang pun laki-laki itu masih tidak mengakuinya.
“Tapi, Kakak juga nanggepin dia kan? Sama ajah, kak!” tambah Sheera tak kalah sengit. Sepertinya percuma saja bicara dengan Baron. Keduanya kini malah beradu argumen.
“Oke, I’m sorry, aku sempet kegoda. Tapi itukan juga salah kamu, Sheer, karena tidak pernah memberikan apa yang aku butuhkan.”
Sialan.
Sheera menatapnya tak habis pikir. Laki-laki itu menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi. Padahal sudah jelas dirinya lah yang tersakiti dalam hubungan mereka.
“Hah? Kenapa jadi aku yang disalahin? Oh, it’s because I couldn’t give you pleasure when have sex with you, trus kakak cari orang lain dan main sama mereka, gitu kan?!”
Brengsek.
Setelah mengatakan kata break up setahun yang lalu di depan kelas tanpa alasan, ia mendapati pesan seperti itu dari ponselnya. Gadis itu menahan dirinya untuk tidak menangis di sini. Lagian percuma saja tangisannya akan sia-sia untuk masa lalu yang menyakitkan itu.
“Ya, aku akui itu adalah salah satu kebetulan insiden ajah, Sheer, after that I never do that again!”
“Kebetulan? Kebetulan yang bagaimana, even you slept with her again and again! Ah ya, bahkan setelah putus pun kakak juga ‘main’ sama adik kelas sendiri, sampai ada rumor kaya gitu!”
Brak!
Sheera tersentak, laki-laki itu baru saja menggebrak meja dihadapannya. Membuat orang-orang di sekitarnya menolehnya kini dari kejauhan. Baron sepertinya sudah habis kesabarannya mendengar hal itu lagi yang membuatnya di skors dari perkuliahannya.
“Bangsat! Gausah ngomongin itu Sheer, waktu itu aku dijebak sama temenku sendiri, sampai rumor itu kesebar luas!” desis Baron sambil menatapnya tajam.
Sheera terdiam sejenak. Gadis itu mulai merasakan suasana yang semakin dingin dari percakapannya kini. Kemudian ia buka suara kembali.
“Kayanya kita gak perlu ngomongin ini lagi, Kak. Kita juga udah selesai. So, I wanna leave this conversation!”
Kemudian Sheera bangkit, laki-laki itu kemudian berdiri dan menahan lengannya untuk tidak meninggalkannya. Baron menarik lengannya dengan kasar.
“Sheer!”
“Lepasin, Kak!” Sheera mencoba melepaskannya, namun cengkraman di lengannya semakin kuat. Kemudian Baron berdecak.
“Ck! Padahal gue cuma mau minta maaf, tapi lo malah ngajak gue berantem!” bentak Baron.
Laki-laki itu memperlihatkan wajah aslinya, menatap gadis itu tajam dengan raut yang kesal. Ia seperti orang yang berbeda dari awal pertemuannya tadi. Baron mencengkram lengan gadis itu dengan kuat.
“Aw, sakit, Kak! Please, lepasin tangan aku!”
Sheera berusaha melepaskannya namun kekuatan laki-laki itu lebih besar darinya.
“Kita belum selesai ngomong!”
“Apa lagi yang mau diomongin?! Kita udah selesai! Lepasin tanganku, Kak!” rengek Sheera sembari merintih kesakitan. Tangannya kini terasa semakin panas karena cengkaraman kuat dari laki-laki itu. Ia tak mampu melepaskannya.
Tiba-tiba seseorang datang dari belakang, melepaskan tangan mereka. Lalu..
Bug!
Sebuah pukulan melayang di pipi Baron hingga tersungkur ke bawah, membuat meja bergeser. Sheera mendongak melihat seseorang yang melayangkan pukulan itu. Jevin. Wajahnya kini dipenuhi amarah.
Bak binatang buas yang menerkam mangsanya, Jevin maju kembali menarik kerah laki-laki yang sudah berdarah di ujung bibirnya. Memukul pipi Baron berkali-kali. Baron tak mampu menghindari pukulan itu.
Namun pukulannya kemudian terhenti, Jevin merasakan lengannya ditarik oleh gadis itu.
“Stop! Udah.. udah, Jev, Please.. Jangan berantem di sini..” Sheera memohon kepadanya.
“Gak bisa, Sheer! Gue udah muak banget dengernya dari tadi! Laki-laki bangsat kaya dia gak pantes hidup!” rutuk Jevin sembari menatap Baron dengan tajam, matanya penuh kebencian melihat laki-laki brengsek dihadapannya. Ia ingin sekali menghancurkan laki-laki itu yang tega menyakiti gadisnya.
Baron hanya menatapnya, wajahnya sudah berlumuran darah bekas pukulan yang dilayangkan Jevin. Sesekali meludah untuk mengeluarkan darah dari mulutnya.
“Please.. Jev, gue mohon..” Sheera merasakan ketakutan melihat Jevin, untuk pertama kalinya ia melihat laki-laki itu marah. Kedua tangannya kini melingkar dipinggang Jevin.
Suara lemah dan memohon dari Sheera membuat Jevin akhirnya menghentikan tindakannya itu kemudian berdiri menatap laki-laki tak berdaya dihadapannya.
“Mulai sekarang, lo jangan pernah deketin Sheera lagi! Leave my girlfriend alone! Atau gue buat lo bener-bener keluar dari kampus NEO!” gertak Jevin sambil mengancam Baron.
Kemudian ia menarik gadis itu dari sana menuju mobilnya. Meninggalkan Baron yang berlumuran darah dan tatapan orang-orang di sekitar rooftop itu.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
