Puisi-Puisi Maret-April 2023

0
0
Deskripsi

Menampilkan karya dari 16 penulis puisi dari berbagai Indonesia 

  • Agus Yulianto
  • Andi Jamaluddin AR. AK.
  • Fiana Winata
  • Bambang Widiatmoko
  • Aufa Al Hana
  • Yuliani Kumudaswar
  • Aris Setiyanto
  • Edy Priyatna
  • Winar Ramelan
  • Jei Sobary Buitenzorg
  • Tino Watowuan
  • Dewi Pramanas
  • Nagakan Made Kasub Sidan
  • Piet Yuliakhansa
  • Sri Sudarwati Umsi
  • Fajrul Alam

 Selamat membaca

PUISI-PUISI AGUS YULIANTO

 

 

RINDU

 

Memasuki kepekatan malam

aku mencari dan terus mencari

 rindu 

dalam balutan tangis

untuk memecah pilu

 

Malam begitu pahit

ketakutan mencekikku

lari dari cengkeraman

 

Aku memandang diri dalam tatapan ruang

bertengadah tegak 

teriakkan  rindu

pada Sang Maha Perindu Keadilan.

 

Karanganyar, 21 Juli 2021

 

 

 

RINTIHAN MALAM

 

Malam 

kau tidak sudi menjadi teman tidurku

setiap kali mimpi-mimpiku basah 

di atas bantal dan guling

kau selalu saja mengelak

menjauhi tubuhku yang penuh luka 

sengaja kau biarkan tubuh ini larut bersama kunang-kunang

 

Malam

Sungguh!, 

leherku berkalung  rantai-rantai tak bernyawa

mengadu peluh pada jagad raya

akan kegundahan kegetiran suara suara 

penunggu jeda bala bantuan sejuta 

 

Malam 

Sungguh!, 

bodohnya aku

mengharap bantuanmu

yang tak  pasti dan terus berganti

seperti sepasang kekasih yang ingkar janji.

 

Karanganyar, 21 Juli 2021.

 

 

AGUS YULIANTO. Penulis bermukim di Karanganyar yang terkenal dengan keindahan gunung lawunya. Tulisan cerpen, puisi, esai, dan cerita anak tersiar di media cetak maupun online. Buku Terbarunya Kumpulan Cerita Pendek Secangkir Cinta Cappucino (2019) Penerbit Surya Pustaka Ilmu, Buku kumpulan Puisi Lelaki, Hujan, dan Sepotong Kisah (2019) Penerbit Bitread, dan Antologi Cerita Pendek Amygdala (2020) IMP Indiva Media Kreasi, Kumpulan Cerita Anak Pelangi di Kemuning (2021) Penerbit Era Intermedia.  Email: [email protected], IG; agusbcakpacker. 

 

 

 

PUISI-PUISI ANDI JAMALUDDIN, AR. AK.

 

 

 AKU TETAP DI SINI SAJA

Bolehkah aku katakan bahwa tubuh ini adalah renta mengering tulang dalam lunglai, bermata rabun dan jauh di raga, menyimpan ratusan bahkan ribuan lebih bara, tak berhenti membakar  kata-kata, biarpun kelak cuma menjadi sesendok sisa nasi goreng yang hangit )*  dalam rinjing )* sisa hari ?

Aku akan tetap di sini saja

menyulut sebatang rokok

di samping cinta-Nya

ada hadiah, 

aku simpan dalam kenangan

 

//ajarak/22.09.22/10.58/pgt.tanbu//

 

)* hangit  (Bahasa Banjar)  = hangus

)* rinjing  (Bahasa Banjar)  = sejenis kuali (tempat menggoreng)

 

 

 

PIALING YANG SINGGAH MEMBACA AYAT-AYAT RUH MALAM

 

Pialing yang terbang malam

mencari wajah terindit

melintasi serat

dan sekat semesta

yang menghilang

terbawa deras arus

 

Ia pun singgah sebentar

di ranting aksara

membaca ayat-ayat ruh

sebelum hujan datang

merinai rindu

 

Kemudian ia terbang lagi

kepakkan sayapnya

yang berbulu coklat

dan terus mengingat

bait ayat-ayat ruh malam

tetapi tak hapal sekata

pukul berapa

ia akan tiba

di rumahnya sendiri

 

//ajarak/17.09.22/17.58/pgt.tanbu//

 

 

 

LANGIT DAN BUMI

 

Luasnya

tiada berbatas

tiada berujung

segalanya

Kau,  penentu

 

Lantas,

di mana aku dank au

menjangka

mengukur batas

jiwa dan ragaku

hanya ruh

yang singgah

sementara 

 

//ajarak/05.02.23/07.54/pgt.tanbu// 

 

 

ANDI JAMALUDDIN, AR. AK. Aktif menulis sejak awal 80an, juga di berbagai forum sastra, khususnya di Kalimantan Selatan. Berkali-kali menjadi pemenang sayembara penulisan naskah buku yang diselenggarakan Pusbuk Nasional, baik di tingkat provinsi maupun nasional. Kumpulan puisi tunggal maupun antologi bersama sudah puluhan judul, diantaranya : Tarian Burung-Burung Laut, Ije Jela, Kopi 1.550 mdpl, Puisi Negeri Awan, Masih Ada Kapal-Kapal, Akulah Gelombang, Lelaplah Wahai Kesuma, Ada Laut di Matamu, Dermaga Cinta dan Menanti Kemerdekaan Sungai. Beberapa kali pula menjadi pemenang lomba cipta puisi. Puisinya “Indonesiaku Menuju Perubahan” menjadi materi wajib Lomba Dramatisasi Puisi di Padang (Sumbar). Menerima hadiah seni dari Gubernur Kalsel Tahun 2012 dan Anugerah Astaprana Tahun 2016 oleh Kesultanan Banjar. Tinggal di Desa Batuah Kec. Kusan Hilir, Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. Email: [email protected]. Fb: Jarak Fajar (Andi Jamaluddin, AR.AK). 

 

 

PUISI-PUISI FIANA WINATA

 

 

BERLALU DAN RAPUH

 

Masih berjalan pada jalan yang berliku

Kisahnya terbingkai pilu

Warnanya masih abu-abu

Bertarung di langit yang biru

 

Jika ini sendu

Kuatkan langkah untuk berlalu

Merawat luka yang menyisakan sendu

Menerima takdir penuh haru

 

Datang membuat riuh

Tertunduk memohon agar kali ini berlabuh

Melangitkan asa dengan bersimpuh

Tapi waktu berkata jalanku masih jauh

 

Berulang kali mengaduh

Mengobati agar sembuh

Hati yang kini mulai rapuh

Terhuyung pada kaki yang lumpuh

 

Bukittinggi, 20 Februari 2023

 

 

 

MEMAKNAI SUNYI

 

Masihkah indah warna pelangi

Datang setelah sabar menggunung tinggi

Akankah kudapati

Pelita semesta yang selalu berjanji

Merindukan tenang dalam hiruknya elegi

Memaknai sunyi memeluk sepi

Menebar seri yang tersembunyi

Hingga waktu terhenti

 

Bukittinggi, 20 Februari 2023

 

 

FIANA WINATA. Wanita kelahiran Cirebon, Jawa Barat saat ini berdomisili di Bukittinggi. Menyukai menulis sejak usia remaja. Menulis merupakan cara yang terbaik untuk menghargai setiap kisah yang telah Allah tetapkan dalam kehidupan. Menulis enam buku tunggal puisi dan tiga puluh enam antologi. Beberapa tulisan sudah dimuat dalam surat kabar dan media online Indonesia dan Malaysia. Silakan sapa penulis ig.ofie_gw atau fb.Fiana Winata. 

 

 

 

PUISI-PUISI BAMBANG WIDIATMOKO

 

 

RISALAH DALAM PAGAR

 

Sungai Martapura yang meluap tak menyurutkan langkah

Untuk melihat manuskrip yang tersimpan di desa Dalam Pagar

Senyum Tuan Guru Muhammad Irsyad Zein menyambut kedatangan

Dengan takjub kami membuka satu per satu manuskrip yang tersimpan

Dan berdiskusi tentang risalah ilmu falak, membuka rahasia

tentang gerhana matahari dan bulan

Aku merasakan aura yang luar biasa di rumah panggung

Melalui sorot mata lukisan Syekh Aryad Al-Banjari di ruang tengah

Namun lukisan itu menghilang dalam lensa kamera karena karomahnya

“Bacalah Al Fatihah 7 kali untuk meminta izin,” jelas Tuan Guru

dan dengan khusuk aku bersimpuh membaca Al Fatihah

lantas lukisan Syekh Arsyad Al-Banjari menjelma penuh kharisma.

 

Sebagai ulama yang cerdas Datu Kalampayan

Telah menguasai berbagai ilmu diniyah dan ‘ashriyah

Mengajar di Masjidil Haram dan mendapat sebutan Syekh

Lalu di Kalampayan aku ingin mencoba menyerapnya

Saat membuka halaman judul manuskrip Lughat al-‘ajlan tercatat:

Haza al-Kitabu Lugatu ‘ajlan fi Bayani hazihi wa istiadati

wa nafsihi ta’lif al-iman al-fadil al-kamil sayidina wa maulana

as Syeikh Muh. Arsyad al-Jawi al-Banjari.

 

2022

 

 

 

JAKARTA TAK HILANG JIWA 

 

Jakarta tentu tak akan kehilangan jati diri

Meski tubuhnya telah dibawa jauh pergi

Sebagai bekas Ibu Kota Negara tetaplah menjadi ibu

Sebab anak kandungnya meski telah tumbuh dewasa

Tetap membutuhkan ibu sebagai pengayom kehidupannya.

 

“Biarlah adikmu pergi jauh untuk membangun kehidupan baru,”

kata ibu ketika melepaskan kepergian adikku yang bungsu

Lalu aku teringat ketika ibu diam-diam membawa anak-anaknya

ke Yogyakarta sebagai Ibu Kota Negara yang sementara

Dan kembali ke Jakarta sebagai sebuah kisah dalam catatan sejarah.

 

Jakarta tak perlu mempertahankan kedudukan sebagai Ibu Kota Negara

Jakarta tak mampu lagi menampung anak-anaknya yang beranjak tua

Biarlah mereka membangun dan memiliki rumah bernama Ibu Kota Nusantara

Sebab tanah tak mampu lagi menampung - sebab pertumbuhan sulit dibendung

Jakarta tetaplah seutuhnya jiwa - sebab yang hilang hanya sebagian raganya.

 

2023

 

 

 

SAJAK ENTAH

 

Adakah rasa kehilangan yang begitu besar ketika Ibu Kota Negara

Dipindahkan ke tanah yang begitu membutuhkan bagi kehidupannya?

Tentulah tak berarti bagi gedung-gedung yang menjulang tinggi

Tentulah tak berarti bagi masyarakat Betawi yang sejatinya pemilik tanah ini

Biarlah Jakarta ditinggalkan pergi, sebab Ibukota Nusantara harus tetap berdiri.

 

2023

 

 

BAMBANG WIDIATMOKO, penyair berasal dari Yogyakarta. Kumpulan puisinya al. Mubeng Beteng (2020),  Kirab (2021), Liat Pulaggajat (2022). Puisinya terhimpun dalam antologi puisi bersama al. Wasiat Botinglangi (2022), Luka Manakarra (2022), Tarian Laut (2022). Kumpulan esainya Jalan Cahaya (KKK, 2022). Ikut menulis esai di buku al. Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan (ATL, 2021), Esai dan Kritik Sastra NTT (KKK, 2021), Mencecap Tanda Mendedah Makna (FIB UI, 2021), Sastra, Pariwisata, Lokalitas (HISKI Bali, 2021), Antologi Kritik Sastra dan Esai (KKK. 2021), Jalan Sastra Lampung (2022).  Di Antara Gudang, Rumah Tua, pada Cerita (Gramedia, 2022).  Selain sebagai dosen dia berkompentesi sebagai pengelola tradisi lisan tingkat dasar oleh Kemdikbudristek. Email [email protected] 

 

 

 

 

PUISI-PUISI AUFA AL HANA

 

 

KUPIKIR AKU 

 

Kupikir aku si fakir 

ternyata kikir 

yang jarang dzikir. 

 

Mulut teramat hemat 

berucap kata 

takut entah 

tidak di

antah berantah 

apakah? 

 

Apa tidak berani bisa 

diammu tafakuri diri 

yang pongah ini? 

 

Hidup untuk apa 

diciptakan hanya oleh siapa 

bukankah kautahu 

pernah diberi ilmu? 

 

Apakah kau berpura melupa 

ataukah kau tak ingat rupa? 

 

Bukan siapa. 

 

2021

 

 

 

TUBUHKU DISANDERA SORE 

 

Tubuhku disandera sore 

dipukul tiap detik 

tubuhku yang kurus ini 

minta supaya mati 

cepat datang menghampiri 

sedang dalam hati 

kekasihku jauh dari 

penglihatan mata 

sungguh dekat 

tak tersekat 

ah, aku sekarat. 

 

Mampus sudah aku 

tinggallah aku 

dalam dirimu. 

 

Sekarang, aku tenang 

di rumahMu. 

 

2021

 

 

AUFA AL HANA. Putra pertama dari sepuluh saudara yang lahir pada tanggal 19 September di Batang, Jawa Tengah. Seorang penyuka puisi yang hobinya mendengarkan musik dan memiliki keinginan untuk menjelajahi nusantara. Ia pernah menimba ilmu di Pon-Pes TPI Al Hidayah Plumbon, Batang dan di Pon-Pes Fathul Ulum Kwagean, Kediri. Puisi-puisinya dimuat di beberapa antologi puisi bersama. 

 

 

 

 

PUISI-PUISI YULIANI KUMUDASWARI

 

   

DI BANJIR KANAL BARAT 

 

matahari serupa terberai pecah berkeping

semburat jingga, belau dan nila berpantulan

di wajah sungai yang tenang mengalun

dua tiga pemancing mengadu nasib untung

 

"Tunggulah hingga langit gelap" kau berujar

bantaran berseka cahaya sewarna dadu

jembatan bagak berkilauan seribu lampu

dua tiga pemancing pulang joran tersampir 

 

bagai dongeng orang di negeri seberang

tentang sungai jernih yang membelah kota 

pun kanal yang menyodet Kali Semarang 

 

barangkali kelak sebiduk gondola berlayar

membawa mereka para pecinta senja 

menikmati  bias padu cahaya berpendar 

 

Semarang, 2022

 

 

 

DI TEPI RAWA PENING

 

sepasang perahu berayun terikat pasak

buritan merah, buritan biru dayung kayu

lelaki bercaping turun ke air beserta bubu

jala koyak tersampir sembarang tercagak 

 

di dasar perahu ikan perak berlompatan

mujair, nila moncong pipih hasil menjaring

"Sekilo rong puluh ewu" tawarnya nyaring

lelaki  bercaping sibuk merapikan joran

 

wajah rawa tak lagi sebening dulu

eceng gondok lasak menjalar rapat

perahu-perahu itu  memilih mendarat

 

barangkali esok ketika langit cerah

kau dan aku berkeliling Rawa Pening

berdua saja serupa dulu di buritan merah 

 

Semarang, 2022 

 

 

 

NOKTAH ABU

 

di timur jauh  itu semestinya Merbabu 

mengintip dari balik menara kaca 

yang memantulkan langit gelap semata 

seakan bumi dilukis hanya dengan krayon abu 

 

berdiri di jendela mengamati bayang diri

dan wajah hujan yang kian dewasa 

bukan lagi gerimis yang tempias di kaca

bayangmu menyelinap selembab gigil sepi 

 

di luar segalanya ditelan kabut 

batas langit dan bumi terarsir bias 

melukiskan kenangan yang kusut 

 

sungguh adalah sesuatu yang tak terbantah

semata engkau sumber segala warna

yang membuatku menjadi tak sekedar noktah

 

Semarang, 2022

 

 

YULIANI KUMUDASWARI, penulis tinggal di Jogjakarta,  per Maret 2023 bersama suami dan dua orang anak. Antologi terbaru Tunjung Hati, Tonggak Pustaka, 2023. Email: [email protected] 

 

 

 

PUISI-PUISI ARIS SETIYANTO

 

 

YANG MAHA MENDENGAR

 

dengarlah jeritan hatiku

aku ingin badai menetap di tempat ini

dengan demikian,

aku akan kehilangan banyak waktu

untuk menujumu

bersandar pada dinding randu

sebentar saja.

 

Maguwo, 23 Januari 2023 

 

 

 

TEH HANGAT

 

belakangan ini

aku karib pada teh hangat

kopi dan keretek

sudah lama kutinggalkan

ingin hidup

lebih lama lagi.

 

Maguwo, 01 Februari 2023

 

 

ARIS SETIYANTO. menyukai NMIXX. Menulis puisi dan review drama Korea. Tinggal di Temanggung,  Jawa Tengah. 

 

 

 

 

 PUISI-PUISI EDY PRIYATNA

 

 

MEMBIARKAN SEMANGAT HIDUP

 

Aku terhempas pada kerikil. Nan terpecahkan oleh keadaan. Sedang baru kemarin pendulang kembali pulang. Sesudah desa dilanda gempa. Deru suara pujian pun. Tengah sayup terdengar. Merupakan hiasan batang-batang pohon. Berkebul wangi-wangian balak. 

 

Serdak butiran arang melekat pada sandang lusuh. Matahari menyoroti sinarnya nan jauh. Menilai noktah titik demi titik. Sebatas menyerap rasa panas. Sebab kejauhan kembali terlihat. Tengah petani mulai membersihkan lahan. Di hadapan sawah-sawah kering. Igal rentak dengan cangkul-cangkulnya 

 

Diportal halaman masjid seorang sesepuh bergurau. Umbar angin membasuh dirinya. Serupa selingkar sinar cahaya. Sesudah ia menyapanya dengan zikir. Tampil langkah menuju ke arah kiblat. Menurunkan selonggok batu hitam. Berwajah kecil-kecil mengkilat jernih. Serta ujungnya tajam seperti belati. 

 

Akupun menguruk malam setiap hari. Sekepal-sekepal kusimpan dalam diri. Lampion kerap menerangi hatiku kelam. Setakat dapat kuintai ujung rembulan. Selanjutnya juga kutatap bintang-bintang. Ungkap tirai hijab nan gaib. Membiarkan semangat hidup. Menumbuhkan jiwa untuk melangkah di fajar hari. 

 

Pondok Petir, 29 Januari 2023

 

 

 

MENGELAKKAN SEMU KERAGUAN

 

Waktu ini biarkanlah aku terbang. Beserta burung-burung malam. Kendati medannya cukup sulit. Serta menelan segala energi. Semasa waktu masih terus berjalan. Demi kembali turun pada pagi hari. Pergi ke kampung halamanku. 

 

Pahit lidah ada kasih nan hilang. Demi sayap-sayap retak. Benar ada cinta putus. Bagi ekor terpatuk lawan. Teruji ada rasa rindu dalam. Dengan tembolok merambat ke paruh. Menarik dirimu kemimpi tidurku. 

 

Saat ini biarkanlah aku sendiri beralih. Menguraikan lelah perjalanan. Diatas pembaringan putih. Berjarak membentang harapan. Sesaat melupakan segala rasa. Mengelakkan semua keraguan. Demi senantiasa selamanya bersamamu.

 

Pondok Petir, 28 Januari 2023

 

 

 

IBUKU


Jalan kakimu masih selalu kuingat. Warta pilu dan mengharukan. Terapku tegar dan senantiasa mengagumimu. Sementara dinding kalbu nan putih. Kusediakan ruang untuk merindumu. Meski waktu telah merebut kebesaranmu. Sangat masa indah nan kurasakan bersamamu. Sekarang biarlah aku nan meracik semua kegembiraan untukmu. Kalau mengembalikan kebahagiaan nan dulu tersimpan. Aku hanya dapat berdoa kepada Sang Pencipta. Mudah selalu terukir senyum manis dari bibirmu.

 

Pondok Petir, 20 Januari 2023

 

 

EDY PRIYATNA. Pekerja swasta dibidang teknik sipil, tinggal di daerah Depok. Lahir di Jakarta 27 Oktober 1960. Menulis sejak tahun 1979 saat aktif di ‘Teater Bersama’ Bulungan Jakarta Selatan. Tulisannya, Cerpen dan Puisi pernah dimuat di beberapa surat kabar Ibukota pada tahun 1980. Pada tahun 2001 tulisannya masuk dalam buku kumpulan Cerpen dan Puisi karya sendiri “Gempa” cetakan pertama Februari 2012, “Buku Petama di Desa Rangkat” Januari 2015. Kini pernah aktif di Kompasiana sejak 08 Maret 2011 kemudian hingga saat ini telah menulis sebanyak lebih kurang 5.500 tulisan. Karya terbarunya 05 Desember 2022 Antologi Puisi Religi II “Sang Musafir” penyusun Buya Al Banjari dan Bayu Win, dan Antologi Puisi Pegiat Literasi Nusantara “Tenunan Kata Penuh Makna 2” Lia Yuflihah dan buku telah diterbitkan pada tanggal 25 Desember 2022. Tinggal di Pondok Petir, Bojongsari, Depok. Email: [email protected] 

 

 

 

 

PUISI-PUISI WINAR RAMELAN

 

 

DERMAGA BIRU 

 

Mungkin hanya takdir yang paham, ke mana ujung dari perjalanan ini setelah melintasi rentang waktu, dan musim yang silih berganti menjadi saksi,  lalu mencatatnya seluruh yang terlalui. 

 

Ingatan,  menjadi bundel catatan tentang suka cinta dan luka duka, memar dan tangis,  rindu dan senyap, yang kadang menjadi tanya ini fakta atau fiksi. 

 

Namun, selalu diciptakan dermaga baru untuk tempat menuju, membuka pintunya dan menjejakkan kaki pada lambungnya, menghirup wanginya udara yang diberikan, sebagai tanda mula sebuah perjalanan. 

 

Denpasar 2023 

 

 

 

PEREMPUAN DENGAN GARBA SUCI

 

Bukan angan semata

Atau sekejap menjadi pesulap

Dengan mantra serta tongkat

Digerakkan memutar "bimsalabim, jadilah!" 

 

Perjalanan adalah meniti anak tangga

Ada tanjakan, kelok ular, jurang curam, deras jeram 

Kaki tangan, hati  dan nalar harus bersinergi

Naluri dan tabah tak terbatasi 

Menjadi adonan  yang ditaburi  doa 

Bukan sebagai pengembang, namun sebagai penyeimbang 

 

Perempuan itu adalah dirimu 

Yang mungkin titisan Drupadi atau Kunti

Shinta atau Gandari 

Dalam dirimu diselubungi kasih setia

Hingga memancar laksana mahkota bhaskara

 

Pada rahimmu, garba suci itu diciptakan 

Seperti sepetak tanah

Tempat tumbuh tunas - tunas muda

Yang kelak akan menjaga tradisi

Serta keberlangsungan sebuah negri 

 

Denpasar 2023 

 

 

WINAR RAMELAN lahir di Malang pada tanggal 5 Juni dan kini tinggal di Denpasar Bali. Puisi-puisinya terangkum dalam antologi tunggalnya Narasi Sepasang Kaos Kaki (2017) dan Mengening (2020). Puisi-puisinya juga dimuat di beberapa antologi bersama dan beberapa media cetak baik daerah maupun nasional. Email: [email protected] Menetap di Denpasar, Bali.

 

 

 

 

PUISI-PUISI JEI SOBARRY BUITENZORG

 

 

SOLILOKUI MILEY CYRUS (11)

 

Dia benar. Siapapun yang melangkah pada titian kehidupan. Kapanpun dimanapun punya kemungkinan untuk terjatuh. 

Tapi pribadi yang bersangkutan yang menentukan apakah mau bangkit atau tidak. 

Terimakasih Tuhan, atas cindera matamu. Seorang teman yang telah hampir menempuh semua jalan pemikiran. Segala gunung duka cita sudah disentuh kakinya. Sampai akhirnya dia layak sebenarnya. Menjelaskan kepada siapapun yang baru mengawali pengembaraan. 

Dia Penyair  setiap membacakan sajak-sajaknya sambil berjalan

di atas tali. Tak ada satupun kagum disertai rasa khawatir apakah dia akan terjatuh atau tidak. 

Dan aku peduli padanya

seperti halnya dia peduli

Pada kesepianku. Dan menyarankanku agar sepi aku jadikan kekasih dan rela di sepanjang waktu sepi menyetubuhiku hingga aku mengandung benih kreatifitas dan melahirkan karya-karya yang tak hanya sebatas fenomenal tapi juga spekta. 

Aku pernah ikutan menangis ketika melihat dia menangis 

aku tak bertanya padanya kenapa dia menangis. Dan dia tak menanyakan itu padaku. Hanya tanpa terencana mata kami sama-sama tertuju kepada wanita negro renta pengamen jalanan dan sama-sama bergerak menghampirinya dan serentak merogoh saku mengambil sisa uang kembalian dan memasukkannya ke wadah uang mengamennya. 

Sambil saling menggenggam tangan kami sejenak menikmati lagu yang dinyanyikan (In The Ghettonya Elvis Presley) 

 

Seperti salju terbang

Di Chicago dingin dan abu-abu 

Anak kecil yang malang lahir

Di ghetto

 

Dan mamanya menangis

Karena ada satu hal yang tidak dia butuhkan

Ini adalah mulut lapar yang lain untuk diberi makan

Di ghetto

 

Orang, tidakkah kamu mengerti

Anak butuh uluran tangan

atau dia akan tumbuh menjadi pemuda yang marah pada suatu hari nanti

Lihatlah dirimu dan aku,

apakah kita terlalu buta untuk melihat,

apakah kita hanya memutar kepala kita

dan lihat ke arah lain

 

Nah dunia berubah

dan seorang anak kecil yang lapar dengan hidung meler

bermain di jalan sebagai angin dingin berhembus 

Di ghetto

 

Dan rasa laparnya terbakar

Jadi dia mulai berkeliaran di jalanan pada malam hari

dan dia belajar bagaimana mencuri

dan dia belajar bagaimana bertengkar

Di ghetto

 

Jakarta 13 Februari 2019

 

 

JEI SOBARRY BUITENZORG. Aktor Teater dan Teraphis kelahiran Jakarta ini coba menjadikan puisinya sebagai pedang dan pedangnya adalah puisi. Tahun 2022 puisi dan cerpennya banyak mengisi buku Antologi bersama di berbagai komunitas sastra. Beroleh beragam kategori juara dalam perlombaan. Dalam waktu dekat ini akan menghadirkan buku kumpulan puisi dan cerpen tunggal perdananya. 

 

 

 

 

PUISI-PUISI TINO WATUWUAN

 

 

KONTEMPLASI

 

Sayap pekat terbang menuju rembang

detak detik terus bertanggalan 

sambil mengemas setumpuk almanak 

 

Gelombang pasang di dalam diri 

menggulung ombak dari masa yang jauh 

di sana aku menyelam dan tenggelam 

kendati masih di pinggiran 

 

Sungguh, lebih tubir di lubuk waktu 

adalah birunya lautan sesal: 

serpihan pertengkaran 

antara batin dan harapan yang patah

 

Hari itu kulayarkan hati seluas lautan 

ikan-ikan menari di terumbu karang 

yang tenang mencumbu segala rahasia 

tetap kukuh walau di gigir badai 

 

Adalah alegori yang dilukis semesta: 

suatu ketika nanti yang entah 

tawa lebih sedih dari pada air mata 

bila mengapung di langit kenang 

dan luka jadi kembang dan wewangian

 

Kb, 2022

 

 

 

PESAWAT TERBANG TANPA TIKET

 

Tatkala mata sunyi datang berkunjung

dan memilih rebah di atas ranjang

puisi adalah pesawat terbang tanpa tiket

membawaku ke tempat-tempat ramai

di dalam ruang pikiran yang raung

 

Bila mulut dunia mengunyah bising kata

atas hidup yang compang-camping

ia mengantarku menyusuri sunyi-sunyi

dalam ruang kedap suara: di tengah dada

 

Di sana kujumpai diriku sendiri

yang sedang melukis peta perjalanan

sembari merias rencana dan siasat

dan ayat riwayat sebagai cermin

 

Tentu saja, aku juga jalan-jalan ke surga

yang kuciptakan sendiri

sambil merayu Tuhan dengan mesra

 

Aku menyadari, setiap kaki ini melangkah

mesti mendarat ke dalam bilik mungil

di dalam diriku yang bandara

sebelum kembali melanjutkan kembara

 

Kb, 2022

 

 

TINO WATOWUAN, pria kelahiran 13 Juni. Ia menetap di Pulau Adonara, Flores Timur, NTT. Karya sastranya berupa puisi dan prosa pernah tayang di media daring dan cetak. SMS untuk Tu(h)an (Laditri Karya, 2021) adalah buku kumpulan puisinya yang pertama. 

 

 

 

 

 

PUISI-PUISI DEWIS PRAMANAS

 

 

MONOLOG  

 

Bertegur dengan bayangan 

Mengabu 

Terjebak ilusi dunia 

Menyilaukan jiwa yang tersulut amarah 

Tentang dinamika

Ke mana tempat bernaung?

Taman yang lapang kini beralih fungsi 

Di mana kita berpijak?

Sedang kerontang bekal di perjalanan 

 

Lewat layar kaca 

Disana sudah menunggu

Orang-orang berparas rupawan 

Memamerkan barang-barang paling langit 

Menawarkan silau duniawi

 

Sementara;

Di tengah-tengah fenomena kemewahan 

Luka si miskin semakin menganga 

Serba-serbi prahara bervariasi 

Pandemi belum usai,

Gersang ladang kebutuhan,

Alam demikian gencar bersafari 

Meluapkan kemurkaan

 

Ah, Ambigu …

Bersemedi 

Baiknya berpuisi 

Menampung segala rasa yang menggumpal 

 

Subang, 29 Maret 2022

 

 

 

 

RETORIKA MALAM 

 

Kala terbangun tengah malam 

Ada segumpal memoar hitam mendera benak

Penuh riak membuyarkan nalar 

Terlihat di layar-layar masa depan 

Ambigu terdistorsi fantasi memabukkan 

Dijejali manisnya regukan janji 

 

Suara-suara binatang bersahutan 

Disusul lengkingan tangis bayi 

Membentuk partitur irama musik 

Rupanya perut tidak terisi cukup 

Sang ibu dengan cekatan menyusui 

Ia menahan rasa kantuk tiada kira 

 

Malam membunuh harapan esok hari 

Menyuguhkan retorika sandiwara paling drama

Gelap pekat membenam cahaya rembulan 

Hujan pun datang menyapa 

Menyisakan genangan tanya

 

Subang, 27 Januari 2023

 

 

DEWIS PRAMANAS, adalah nama penanya, seorang guru di SD Negeri Ciberes, Kabupaten Subang, lahir di Subang, 1 Maret 1987, aktif menulis sejak tahun 2020 hingga sekarang, kini tergabung dalam Komunitas Menulis Daring (KMD) elipsis. Beberapa karyanya dimuat di beberapa buku antologi puisi di antaranya antologi puisi Narasi Anak Negeri (2020), Jendela Kata Prasasti Sejarah Dalam Genggaman Sang Guru (2021) bisa ditemui jejaknya di medsos pribadinya, FB. Dewis Pramanas, Youtube. Dewis Pramanas 

 

 

 

 

 

PUISI-PUISI NGAKAN MADE KASUB SIDAN

 

 

NARASI DIALOG PADA SUNYI

 

Kasih, betapa sunyi itu berkali-kali menyapa angan yang melintas di batas asa, mengiringi titian waktu perjalanan kita. Kita selalu mencoba berguru pada bayang-bayang untuk mengurai cahaya bulan yang jatuh pada cermin yang tak retak, agar pesona pelangi yang menghias asa kita tetap dalam kesetiaan butir-butir embum di pucuk dedaunan. Mari kita kembali dalam narasi doa semesta, untuk menjaga sunyi yang kini samar ditelan lelah usia. 

 

Kasih, jangan pernah merobek luka kita dengan serpihan karang, karena tetes darahnya akan membeku dalam nadi dan dialog kita menjadi kehilangan narasi. Jangan lakukan itu, kasih! Mari kita semai biji-biji aksara sunyi untuk merawat luka-luka itu dengan dialog berbingkai asa. Kita jangan pernah lelap pada mimpi yang memabukkan, karena perjalanan masih panjang, tanpa batas, apalagi berhenti.

 

Kasih, jika nanti berkas mentari mulai redup di batas kaki langit barat, maka biarkan  bulan menitipkan cahayanya pada angin agar pengembaraan kita memburu satu titik mata angin tak lagi terhalang pergantian musim. Kita masih bisa menjaga narasi dialog pada sunyi sampai pada tapal batas akhir nanti, walau kita tak pernah tahu kapan itu terjadi. 

 

Kasih, jangan pernah berdialog sendirian pada sunyi, atau mengakhiri dialog ini! Bukankah kita telah sepakat meniti titian bersama dalam jabat tangan. Jangan pedulikan permainan dadu kalah menang yang menjebak kita! Mari  kita jadi pemenang tanpa ada yang merasa terkalahkan!

 

Kasih, mari kita kuatkan tancapan dupa dan doa-doa purba, untuk menjaga malam yang kian larut ini dalam dialog narasi sunyi. Bersama.

 

Klungkung Bali_medio Februari 2023

  

 

 

 

DI PANTAI SANUR, KULUKIS SILUET FAJAR

 

Dalam bias cahya yang menyapa pagi permukaan laut

kulukis siluet fajar di atas butiran pasir putih

mengantar buih ombak yang mencumbui kaki telanjang pengelana

melintasi berpuluh angan dalam deret cerita

; tentang lalu lalang wisatawan beraut suka cita tanpa sapa

; tentang sebidang papan selancar merangkai kehidupan

; tentang lelaki petulang ombak bertelanjang dada

setia menjaga:

: hamparan pasir putih sepanjang bibir pantai

: buih-buih lidah ombak yang mengempas landai

: pesona sunrise tepian pantai  Sanur

: penyatuan tradisi dan modern dalam bingkai kehidupan

kesetiaan pada diri adalah kesetiaan tanah tua

kesetiaan yang diwarisi dari leluhur berabad silam

 

Jika fajar rebah di balik selimut langit berawan tebal

siluet pagi terbingkai sunyi, jejak wisatawan kelu

lelaki petulang ombak bertelanjang dada berpapan selancar

terhempas dalam lena di atas butiran pasir 

melepas tatapan kosong  di balik sunyi menerpa

menemani sejuta asa menepi, dalam kesendirian

 

Ke mana para pemburu pantai bersembunyi?

Mengapa kau biarkan pantai terlena dalam sunyi?

 

Langit terdiam bisu, ombak tak lagi riuh

lelaki petulang ombak bertelanjang dada berpapan selancar

tetap saja setia pada diri, menanti jejak sang petualang

menyapa mentari yang setia menjaga  tanah tua

tetap dengan rona senyum, tanpa jeda!

 

Pantai Sanur, Bali_ Mei 2022

 

 

 

TRADISI MAGERET PANDAN

 

Bu, setelah sesajen di gelar pemuka adat berkeliling

pada Purnama Sasih Kasa , rangkaian Usaba Sambah

tradisi Mageret Pandan digelar di halaman balai Desa Tenganan

sebagai yadnya kepada Dewa Indra, sang dewa perang

 

Jelas kulihat, Bu! dua lelaki bertelanjang dada berhadap-hadapan 

bersenjatakan pandan berduri dan tameng 

bergulat berusaha untuk ‘menggeretkan’ pandan ke tubuh lawan 

melukai punggung lawan namun tak pernah melukai hati

mereka bertarung dengan senyum lepas

di sela-sela sorai para daha berbusana khas, Kain Gringsing

 

Darah di punggung mereka menetes, tergores puluhan duri pandan

namun terlihat tak ada dendam pada mereka,sungguh, Bu!

mereka malah tersenyum berpelukan usai bertarung

tetua dengan adonan kunir dan daun sirih

melumuri luka mereka, penyembuh katanya

mereka juga  saling melumuri luka lawan

simbol kejantanan dan persaudaraan di titian adat

 

Ketika kucoba mengambil sisa pandan berduri, 

aku tertusuk satu duri saja, ya... satu duri, 

tapi perihnya luar biasa

perih itu akan menyimpan kenangan

tentang kesetiaan Desa Tenganan menjaga tradisi leluhur 

 

Klungkung_Bali_2022

 

 

Catatan:

Sasih Kasa = bulan pertama dalam kalender Bali

Usaba Sambah =  upacara persembahan (yadnya) terbesar yang dilaksanakan setahun sekali

menggeretkan = menorehkan

Kain Gringsing = kain yang memiliki motif  khas dari Desa Tenganan, yang dikerjakan secara tradisional, dengan tangan. 

 

 

 

NGAKAN MADE KASUB SIDAN, S.Pd., M.Pd. Pensiunan pengawas, kelahiran Klungkung Bali tahun 1959, di samping telah mengahasilkan 5 antologi tunggal juga ikut terlibat pada puluhan antologi bersama penulis se-Indonesia. Peraih Kepala Sekolah Berprestasi Nasional tahun 2009, pada tahun 2011 memperoleh augerah “Widya Kusuma” (Tokoh Pendidikan Bali) dari Gubernur Bali, dan tahun 2022 meraih anugerah “Gerip Maurip” atas kumpulan puisi Bali Nguber Lawat Ring Kalangan Wayah.  Kini berdomisili di Semarapura , Klungkung BaliFB, IG: Ngakan Made Kasub Sidan. 

 

 

 

 

 

PUISI-PUISI PIET YULIAKHANSA

 

    

EKOR MATA SENJA

 

Seperti tak ingin terlewat, matanya yang kaca selalu singgah di beranda sosial media. Entah untuk sekedar menyapa atau memberi tanda keberadaan diri. Ada yang ingin dikenali dari setiap unggahan. Serupa tanya, hari ini takdir berkabar apa.

Sambaran mata mengekor mulai setahun lalu. Sebenarnya tak kalah menarik dengan sketsa yang ia punya. Tapi boleh jadi perbandingan serupa tujuan. Senyata kisah, dirinya merekam ujaran semesta. Menggapai tema yang sama.

Ingin marah? Percuma. Setiap kita memiliki alur cerita. Sebuah perjalanan romantisme hidup. Tak peduli berapa banyak kerikil tajam melukai. Kaki tetap rela melangkah.  Bila hati lelah maka ijinkan menjadi jeda. 

 

140223

 

 

 

 

DENTING KERANDA

 

Memasuki musim semi, lajur penalaran sepi menusuk dada. Beberapa bayang terlempar berkelebat dari pandang mata. Hitam dan putih. Erang kegaduhan, rasa sakit, dan amarah menguasai jiwa.

Tumpuan berbaris duka. Langit kelam menghitam. Sabit merantai lara. Jendela aksara terkunci, kabut menimang kebenaran. Bulir kerinduan merunduk. Sesal menerobos sunyi. 

Pena patah dalam diam. Berbulan mengaji makna, tingkah enggan memilih kebaikan. Sementara mencecarnya, hanya berbuah prasangka. 

 

22:10, 16 Feb 23 

 

 

 

 

GEMERISIK HATI YANG BARA

 

Di hari yang hujan, perempuan mengemas air mata. Nestapa memalung senyapkan aksara. Di benaknya, sejumput kasih menggumam. Bayang mengetuk dinding hati.

Kali ini rindu tak lagi sembunyi. Riap renjana menjamu pertemuan sepi. Selapis puisi, serupa guratan waktu pemantik rasa. Heningnya berbisik, lantingkan duka sedalam malam.

 

20-02-23

 

 

PIET YULIAKHANSA, penikmat puisi, musik, dan teater. Lahir di Jakarta, 1 Juli. Puisinya terhimpun dalam beberapa buku antologi puisi bersama. Pegiat teater dan senantiasa kubaca kau dalam puisi.  Email : [email protected] FB : Piet Yuliakhansa 

 

 

 

 

 

PUISI-PUISI SRI SUDARWATI UMSI

 

 

KOTA RENJANA

 

Beribu retak cerminku

Di sudut kotamu kurekatkan hatiku

Pada bayang mimpi yang kutanam

Tiap denting luka kulalui

 

Seribu akar mimang menjeratku

Pada jiwamu tertambat

Tak akan ada kata terlambat

Bening telaga rindu kusauh

Resah jiwamu kubasuh

 

Daun-daun cintaku tak kan gugur

Pada padang tandus tanpa sumur

Karena tunas rinduku

Hanya menanti embun pagimu

 

Desau angin di kotamu

Meniupkan buhul-buhul mantramu

Menjerat gersang jiwaku

Bersandar di rimbun senyummu

 

Di kota renjana 

Prasasti hati kita bentang

Satu masa pulang terkenang

 

Cilacap 20 Februari 2023

 

 

 

 

ASMARADANA GADIS DESA

 

Nyanyian bulir padi bersama simphoni sriti

Menorehkan kuas romansa

Romantisme gadis desa

Yang melenggok kasmaran di pematang

Gerai indah surai sutranya

Menebar harum melati yang dipetiknya tadi pagi

Terbang melintas pandangan

Seekor pipit menari seirama angin senja

Hamparan padi sejauh mata

Terantuk ujung cakrawala harapan

Sendu tatapnya seindah kemilau embun pagi

Merekah senyumnya sehangat mawar di awal hujan

Sepoi angin membisik sejuta kata

Melayangkan asa yang hampir purna

Tarian selendangnya 

Gemulai seirama degupan matahari

Berarak kepelukan malam

Aaah.....

Nyanyiannya menjadi rindu yang membuai

Mencipta siluet panjang kehidupan

 

Mungkinkan ini abadi?

Meniti zaman kian berlari

Aroma lumpur dan desir padi 

Tenggelam di telan modernisasi

Gadis itu kan pernah kembali

 

Cilacap 20 Februari 2023

 

 

SRI SUDARWATI UMSI, ibu rumah tangga pencinta sastra dan wastra berdomisili di kota  Bercahaya

 

 

 

 

 

PUISI-PUISI FAJRUL ALAM 

 

 

NASI JAMBLANG

 

Dibingkisnya kecil-kecil dengan daun jati

Ditemaninya dengan sejumlah lauk-pauk

yang sabar dan rendah hati

meski kadang sesekali masih tinggi hati

karena lebih diminati

 

Pembeli kerap bingung dan limbung

akan menjodohkan nasi jamblang

dengan rendang atau sate usus

atau barangkali ikan pindang

atau hanya cukup dengan mendoan

 

Namun, konon katanya:

“Selezat-lezatnya lauk-pauk adalah lapar”

Walhasi, pembeli mengambil

tiga bungkus nasi jamblang

yang imut dan lucu

serta menggelarnya lebar-lebar

pada sepiring kebahagiaan

 

Cirebon, Desember 2022

 

 

 

 

PISCOK

 

“Piscok sedang dalam pengiriman.

Mohon bersabar.

Semoga gairah makan anda belum habis dan tidak hambar.”

Notifikasi itu mengambang

Sementara aku, tenggelam dalam kekosongan perut dan mental

 

Sembilan menit kemudian…

Muncul pemberitahuan:

“Maaf, dalam perjalanannya, kurir tersendat macet.

Besar kemungkinan paket terlambat.

Seribu maaf kami kirimkan.”

 

Lantas saya balas:

“Dimaafkan dan terimakasih.

Namun kemungkinan yang lebih besarnya lagi,

“maaf” anda juga pasti datang terlambat.”

 

Purwokerto, 1 September 2022 

 

 

 

 

CILOK KUAH

 

Saya sedikit tercengang

Faktanya penikmat cilok bukan anak kecil semata

Seusia kakek-nenek juga layak berbahagia

Meskipun dengan cilok beserta kehangatannya

 

Di tangan kanannya

Dibawanya susu hangat dalam sebingkis plastik dengan sedotan merahnya

Di tangan kirinya

Dipegangnya cilok kuah dalam sebungkus cup dengan sendok plastiknya

 

Binar matanya seakan hendak menghentak mengatakan:

“Sebagaimana seharusnya, kehangatan cilok bagi setiap penikmatnya.”

 

Magelang, 27 Agustus 2022

 

 

FAJRUL ALAM, lahir di Kebumen, 15 Februari 2001. Karya-karyanya pernah termaktub dibeberapa buku antologi puisi, seperti Khatulistiwa (Kosa Kata Kita, 2021), Reminisensi (SIP Publishing, 2020), dan Senja di Pelabuhan Kecil (Penerbit Kertasentuh, 2021) serta majalah dan media publish lainnya. Semoga senantiasa diberikan umur dan ilmu yang bermanfaat, serta diberkati gairah berkarya yang menggelora. Dapat dihubungi via IG: fajrulalam_ 

 

 

Sampai jumpa pada edisi Mei-Juni 2023 dan ikuti akun Apajake Media untuk mendapatkan update terbaru.

Kamu dapat mengirim karyamu ke email [email protected]

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
#Apajake
Selanjutnya Cerpen & Cernak Januari-Februari 2023
1
2
Majalah Apajake edisi Jan-Feb 2023 memuat 8 cerpen dan 1 cernak dari penulis Indonesia dan Singapura, yaitu:Chie Setiawati, Preman yang memutuskan hidup bahagia Jauza Imani, Sebelum Menjadi Kota KenanganVito Prasetyo, Dokter Mario Curtez dan Perang Masa LaluRiki Utomi, BuayaSri Lima Ratna Ndari, Melukis KenanganMahrus Prihany, Batik Baru pada Hari PernikahanGilang Teguh Pambudi, Hari AyahNazneen, Ruang Kedap Suara di Hati MamakRaflis Chaniago, Sang Kancil dan Burung Keladi Badok Selamat membaca
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan