
Menampilkan karya dari 16 penulis puisi dari berbagai Indonesia
- Agus Yulianto
- Andi Jamaluddin AR. AK.
- Fiana Winata
- Bambang Widiatmoko
- Aufa Al Hana
- Yuliani Kumudaswar
- Aris Setiyanto
- Edy Priyatna
- Winar Ramelan
- Jei Sobary Buitenzorg
- Tino Watowuan
- Dewi Pramanas
- Nagakan Made Kasub Sidan
- Piet Yuliakhansa
- Sri Sudarwati Umsi
- Fajrul Alam
Selamat membaca
PUISI-PUISI AGUS YULIANTO

RINDU
Memasuki kepekatan malam
aku mencari dan terus mencari
rindu
dalam balutan tangis
untuk memecah pilu
Malam begitu pahit
ketakutan mencekikku
lari dari cengkeraman
Aku memandang diri dalam tatapan ruang
bertengadah tegak
teriakkan rindu
pada Sang Maha Perindu Keadilan.
Karanganyar, 21 Juli 2021
RINTIHAN MALAM
Malam
kau tidak sudi menjadi teman tidurku
setiap kali mimpi-mimpiku basah
di atas bantal dan guling
kau selalu saja mengelak
menjauhi tubuhku yang penuh luka
sengaja kau biarkan tubuh ini larut bersama kunang-kunang
Malam
Sungguh!,
leherku berkalung rantai-rantai tak bernyawa
mengadu peluh pada jagad raya
akan kegundahan kegetiran suara suara
penunggu jeda bala bantuan sejuta
Malam
Sungguh!,
bodohnya aku
mengharap bantuanmu
yang tak pasti dan terus berganti
seperti sepasang kekasih yang ingkar janji.
Karanganyar, 21 Juli 2021.
AGUS YULIANTO. Penulis bermukim di Karanganyar yang terkenal dengan keindahan gunung lawunya. Tulisan cerpen, puisi, esai, dan cerita anak tersiar di media cetak maupun online. Buku Terbarunya Kumpulan Cerita Pendek Secangkir Cinta Cappucino (2019) Penerbit Surya Pustaka Ilmu, Buku kumpulan Puisi Lelaki, Hujan, dan Sepotong Kisah (2019) Penerbit Bitread, dan Antologi Cerita Pendek Amygdala (2020) IMP Indiva Media Kreasi, Kumpulan Cerita Anak Pelangi di Kemuning (2021) Penerbit Era Intermedia. Email: [email protected], IG; agusbcakpacker.
PUISI-PUISI ANDI JAMALUDDIN, AR. AK.

AKU TETAP DI SINI SAJA
Bolehkah aku katakan bahwa tubuh ini adalah renta mengering tulang dalam lunglai, bermata rabun dan jauh di raga, menyimpan ratusan bahkan ribuan lebih bara, tak berhenti membakar kata-kata, biarpun kelak cuma menjadi sesendok sisa nasi goreng yang hangit )* dalam rinjing )* sisa hari ?
Aku akan tetap di sini saja
menyulut sebatang rokok
di samping cinta-Nya
ada hadiah,
aku simpan dalam kenangan
//ajarak/22.09.22/10.58/pgt.tanbu//
)* hangit (Bahasa Banjar) = hangus
)* rinjing (Bahasa Banjar) = sejenis kuali (tempat menggoreng)
PIALING YANG SINGGAH MEMBACA AYAT-AYAT RUH MALAM
Pialing yang terbang malam
mencari wajah terindit
melintasi serat
dan sekat semesta
yang menghilang
terbawa deras arus
Ia pun singgah sebentar
di ranting aksara
membaca ayat-ayat ruh
sebelum hujan datang
merinai rindu
Kemudian ia terbang lagi
kepakkan sayapnya
yang berbulu coklat
dan terus mengingat
bait ayat-ayat ruh malam
tetapi tak hapal sekata
pukul berapa
ia akan tiba
di rumahnya sendiri
//ajarak/17.09.22/17.58/pgt.tanbu//
LANGIT DAN BUMI
Luasnya
tiada berbatas
tiada berujung
segalanya
Kau, penentu
Lantas,
di mana aku dank au
menjangka
mengukur batas
jiwa dan ragaku
hanya ruh
yang singgah
sementara
//ajarak/05.02.23/07.54/pgt.tanbu//
ANDI JAMALUDDIN, AR. AK. Aktif menulis sejak awal 80an, juga di berbagai forum sastra, khususnya di Kalimantan Selatan. Berkali-kali menjadi pemenang sayembara penulisan naskah buku yang diselenggarakan Pusbuk Nasional, baik di tingkat provinsi maupun nasional. Kumpulan puisi tunggal maupun antologi bersama sudah puluhan judul, diantaranya : Tarian Burung-Burung Laut, Ije Jela, Kopi 1.550 mdpl, Puisi Negeri Awan, Masih Ada Kapal-Kapal, Akulah Gelombang, Lelaplah Wahai Kesuma, Ada Laut di Matamu, Dermaga Cinta dan Menanti Kemerdekaan Sungai. Beberapa kali pula menjadi pemenang lomba cipta puisi. Puisinya “Indonesiaku Menuju Perubahan” menjadi materi wajib Lomba Dramatisasi Puisi di Padang (Sumbar). Menerima hadiah seni dari Gubernur Kalsel Tahun 2012 dan Anugerah Astaprana Tahun 2016 oleh Kesultanan Banjar. Tinggal di Desa Batuah Kec. Kusan Hilir, Pagatan, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. Email: [email protected]. Fb: Jarak Fajar (Andi Jamaluddin, AR.AK).
PUISI-PUISI FIANA WINATA

BERLALU DAN RAPUH
Masih berjalan pada jalan yang berliku
Kisahnya terbingkai pilu
Warnanya masih abu-abu
Bertarung di langit yang biru
Jika ini sendu
Kuatkan langkah untuk berlalu
Merawat luka yang menyisakan sendu
Menerima takdir penuh haru
Datang membuat riuh
Tertunduk memohon agar kali ini berlabuh
Melangitkan asa dengan bersimpuh
Tapi waktu berkata jalanku masih jauh
Berulang kali mengaduh
Mengobati agar sembuh
Hati yang kini mulai rapuh
Terhuyung pada kaki yang lumpuh
Bukittinggi, 20 Februari 2023
MEMAKNAI SUNYI
Masihkah indah warna pelangi
Datang setelah sabar menggunung tinggi
Akankah kudapati
Pelita semesta yang selalu berjanji
Merindukan tenang dalam hiruknya elegi
Memaknai sunyi memeluk sepi
Menebar seri yang tersembunyi
Hingga waktu terhenti
Bukittinggi, 20 Februari 2023
FIANA WINATA. Wanita kelahiran Cirebon, Jawa Barat saat ini berdomisili di Bukittinggi. Menyukai menulis sejak usia remaja. Menulis merupakan cara yang terbaik untuk menghargai setiap kisah yang telah Allah tetapkan dalam kehidupan. Menulis enam buku tunggal puisi dan tiga puluh enam antologi. Beberapa tulisan sudah dimuat dalam surat kabar dan media online Indonesia dan Malaysia. Silakan sapa penulis ig.ofie_gw atau fb.Fiana Winata.
PUISI-PUISI BAMBANG WIDIATMOKO
RISALAH DALAM PAGAR
Sungai Martapura yang meluap tak menyurutkan langkah
Untuk melihat manuskrip yang tersimpan di desa Dalam Pagar
Senyum Tuan Guru Muhammad Irsyad Zein menyambut kedatangan
Dengan takjub kami membuka satu per satu manuskrip yang tersimpan
Dan berdiskusi tentang risalah ilmu falak, membuka rahasia
tentang gerhana matahari dan bulan
Aku merasakan aura yang luar biasa di rumah panggung
Melalui sorot mata lukisan Syekh Aryad Al-Banjari di ruang tengah
Namun lukisan itu menghilang dalam lensa kamera karena karomahnya
“Bacalah Al Fatihah 7 kali untuk meminta izin,” jelas Tuan Guru
dan dengan khusuk aku bersimpuh membaca Al Fatihah
lantas lukisan Syekh Arsyad Al-Banjari menjelma penuh kharisma.
Sebagai ulama yang cerdas Datu Kalampayan
Telah menguasai berbagai ilmu diniyah dan ‘ashriyah
Mengajar di Masjidil Haram dan mendapat sebutan Syekh
Lalu di Kalampayan aku ingin mencoba menyerapnya
Saat membuka halaman judul manuskrip Lughat al-‘ajlan tercatat:
Haza al-Kitabu Lugatu ‘ajlan fi Bayani hazihi wa istiadati
wa nafsihi ta’lif al-iman al-fadil al-kamil sayidina wa maulana
as Syeikh Muh. Arsyad al-Jawi al-Banjari.
2022
JAKARTA TAK HILANG JIWA
Jakarta tentu tak akan kehilangan jati diri
Meski tubuhnya telah dibawa jauh pergi
Sebagai bekas Ibu Kota Negara tetaplah menjadi ibu
Sebab anak kandungnya meski telah tumbuh dewasa
Tetap membutuhkan ibu sebagai pengayom kehidupannya.
“Biarlah adikmu pergi jauh untuk membangun kehidupan baru,”
kata ibu ketika melepaskan kepergian adikku yang bungsu
Lalu aku teringat ketika ibu diam-diam membawa anak-anaknya
ke Yogyakarta sebagai Ibu Kota Negara yang sementara
Dan kembali ke Jakarta sebagai sebuah kisah dalam catatan sejarah.
Jakarta tak perlu mempertahankan kedudukan sebagai Ibu Kota Negara
Jakarta tak mampu lagi menampung anak-anaknya yang beranjak tua
Biarlah mereka membangun dan memiliki rumah bernama Ibu Kota Nusantara
Sebab tanah tak mampu lagi menampung - sebab pertumbuhan sulit dibendung
Jakarta tetaplah seutuhnya jiwa - sebab yang hilang hanya sebagian raganya.
2023
SAJAK ENTAH
Adakah rasa kehilangan yang begitu besar ketika Ibu Kota Negara
Dipindahkan ke tanah yang begitu membutuhkan bagi kehidupannya?
Tentulah tak berarti bagi gedung-gedung yang menjulang tinggi
Tentulah tak berarti bagi masyarakat Betawi yang sejatinya pemilik tanah ini
Biarlah Jakarta ditinggalkan pergi, sebab Ibukota Nusantara harus tetap berdiri.
2023
BAMBANG WIDIATMOKO, penyair berasal dari Yogyakarta. Kumpulan puisinya al. Mubeng Beteng (2020), Kirab (2021), Liat Pulaggajat (2022). Puisinya terhimpun dalam antologi puisi bersama al. Wasiat Botinglangi (2022), Luka Manakarra (2022), Tarian Laut (2022). Kumpulan esainya Jalan Cahaya (KKK, 2022). Ikut menulis esai di buku al. Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan (ATL, 2021), Esai dan Kritik Sastra NTT (KKK, 2021), Mencecap Tanda Mendedah Makna (FIB UI, 2021), Sastra, Pariwisata, Lokalitas (HISKI Bali, 2021), Antologi Kritik Sastra dan Esai (KKK. 2021), Jalan Sastra Lampung (2022). Di Antara Gudang, Rumah Tua, pada Cerita (Gramedia, 2022). Selain sebagai dosen dia berkompentesi sebagai pengelola tradisi lisan tingkat dasar oleh Kemdikbudristek. Email [email protected]
PUISI-PUISI AUFA AL HANA

KUPIKIR AKU
Kupikir aku si fakir
ternyata kikir
yang jarang dzikir.
Mulut teramat hemat
berucap kata
takut entah
tidak di
antah berantah
apakah?
Apa tidak berani bisa
diammu tafakuri diri
yang pongah ini?
Hidup untuk apa
diciptakan hanya oleh siapa
bukankah kautahu
pernah diberi ilmu?
Apakah kau berpura melupa
ataukah kau tak ingat rupa?
Bukan siapa.
2021
TUBUHKU DISANDERA SORE
Tubuhku disandera sore
dipukul tiap detik
tubuhku yang kurus ini
minta supaya mati
cepat datang menghampiri
sedang dalam hati
kekasihku jauh dari
penglihatan mata
sungguh dekat
tak tersekat
ah, aku sekarat.
Mampus sudah aku
tinggallah aku
dalam dirimu.
Sekarang, aku tenang
di rumahMu.
2021
AUFA AL HANA. Putra pertama dari sepuluh saudara yang lahir pada tanggal 19 September di Batang, Jawa Tengah. Seorang penyuka puisi yang hobinya mendengarkan musik dan memiliki keinginan untuk menjelajahi nusantara. Ia pernah menimba ilmu di Pon-Pes TPI Al Hidayah Plumbon, Batang dan di Pon-Pes Fathul Ulum Kwagean, Kediri. Puisi-puisinya dimuat di beberapa antologi puisi bersama.
PUISI-PUISI YULIANI KUMUDASWARI

DI BANJIR KANAL BARAT
matahari serupa terberai pecah berkeping
semburat jingga, belau dan nila berpantulan
di wajah sungai yang tenang mengalun
dua tiga pemancing mengadu nasib untung
"Tunggulah hingga langit gelap" kau berujar
bantaran berseka cahaya sewarna dadu
jembatan bagak berkilauan seribu lampu
dua tiga pemancing pulang joran tersampir
bagai dongeng orang di negeri seberang
tentang sungai jernih yang membelah kota
pun kanal yang menyodet Kali Semarang
barangkali kelak sebiduk gondola berlayar
membawa mereka para pecinta senja
menikmati bias padu cahaya berpendar
Semarang, 2022
DI TEPI RAWA PENING
sepasang perahu berayun terikat pasak
buritan merah, buritan biru dayung kayu
lelaki bercaping turun ke air beserta bubu
jala koyak tersampir sembarang tercagak
di dasar perahu ikan perak berlompatan
mujair, nila moncong pipih hasil menjaring
"Sekilo rong puluh ewu" tawarnya nyaring
lelaki bercaping sibuk merapikan joran
wajah rawa tak lagi sebening dulu
eceng gondok lasak menjalar rapat
perahu-perahu itu memilih mendarat
barangkali esok ketika langit cerah
kau dan aku berkeliling Rawa Pening
berdua saja serupa dulu di buritan merah
Semarang, 2022
NOKTAH ABU
di timur jauh itu semestinya Merbabu
mengintip dari balik menara kaca
yang memantulkan langit gelap semata
seakan bumi dilukis hanya dengan krayon abu
berdiri di jendela mengamati bayang diri
dan wajah hujan yang kian dewasa
bukan lagi gerimis yang tempias di kaca
bayangmu menyelinap selembab gigil sepi
di luar segalanya ditelan kabut
batas langit dan bumi terarsir bias
melukiskan kenangan yang kusut
sungguh adalah sesuatu yang tak terbantah
semata engkau sumber segala warna
yang membuatku menjadi tak sekedar noktah
Semarang, 2022
YULIANI KUMUDASWARI, penulis tinggal di Jogjakarta, per Maret 2023 bersama suami dan dua orang anak. Antologi terbaru Tunjung Hati, Tonggak Pustaka, 2023. Email: [email protected]
PUISI-PUISI ARIS SETIYANTO

YANG MAHA MENDENGAR
dengarlah jeritan hatiku
aku ingin badai menetap di tempat ini
dengan demikian,
aku akan kehilangan banyak waktu
untuk menujumu
bersandar pada dinding randu
sebentar saja.
Maguwo, 23 Januari 2023
TEH HANGAT
belakangan ini
aku karib pada teh hangat
kopi dan keretek
sudah lama kutinggalkan
ingin hidup
lebih lama lagi.
Maguwo, 01 Februari 2023
ARIS SETIYANTO. menyukai NMIXX. Menulis puisi dan review drama Korea. Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah.
PUISI-PUISI EDY PRIYATNA

MEMBIARKAN SEMANGAT HIDUP
Aku terhempas pada kerikil. Nan terpecahkan oleh keadaan. Sedang baru kemarin pendulang kembali pulang. Sesudah desa dilanda gempa. Deru suara pujian pun. Tengah sayup terdengar. Merupakan hiasan batang-batang pohon. Berkebul wangi-wangian balak.
Serdak butiran arang melekat pada sandang lusuh. Matahari menyoroti sinarnya nan jauh. Menilai noktah titik demi titik. Sebatas menyerap rasa panas. Sebab kejauhan kembali terlihat. Tengah petani mulai membersihkan lahan. Di hadapan sawah-sawah kering. Igal rentak dengan cangkul-cangkulnya
Diportal halaman masjid seorang sesepuh bergurau. Umbar angin membasuh dirinya. Serupa selingkar sinar cahaya. Sesudah ia menyapanya dengan zikir. Tampil langkah menuju ke arah kiblat. Menurunkan selonggok batu hitam. Berwajah kecil-kecil mengkilat jernih. Serta ujungnya tajam seperti belati.
Akupun menguruk malam setiap hari. Sekepal-sekepal kusimpan dalam diri. Lampion kerap menerangi hatiku kelam. Setakat dapat kuintai ujung rembulan. Selanjutnya juga kutatap bintang-bintang. Ungkap tirai hijab nan gaib. Membiarkan semangat hidup. Menumbuhkan jiwa untuk melangkah di fajar hari.
Pondok Petir, 29 Januari 2023
MENGELAKKAN SEMU KERAGUAN
Waktu ini biarkanlah aku terbang. Beserta burung-burung malam. Kendati medannya cukup sulit. Serta menelan segala energi. Semasa waktu masih terus berjalan. Demi kembali turun pada pagi hari. Pergi ke kampung halamanku.
Pahit lidah ada kasih nan hilang. Demi sayap-sayap retak. Benar ada cinta putus. Bagi ekor terpatuk lawan. Teruji ada rasa rindu dalam. Dengan tembolok merambat ke paruh. Menarik dirimu kemimpi tidurku.
Saat ini biarkanlah aku sendiri beralih. Menguraikan lelah perjalanan. Diatas pembaringan putih. Berjarak membentang harapan. Sesaat melupakan segala rasa. Mengelakkan semua keraguan. Demi senantiasa selamanya bersamamu.
Pondok Petir, 28 Januari 2023
IBUKU
Jalan kakimu masih selalu kuingat. Warta pilu dan mengharukan. Terapku tegar dan senantiasa mengagumimu. Sementara dinding kalbu nan putih. Kusediakan ruang untuk merindumu. Meski waktu telah merebut kebesaranmu. Sangat masa indah nan kurasakan bersamamu. Sekarang biarlah aku nan meracik semua kegembiraan untukmu. Kalau mengembalikan kebahagiaan nan dulu tersimpan. Aku hanya dapat berdoa kepada Sang Pencipta. Mudah selalu terukir senyum manis dari bibirmu.
Pondok Petir, 20 Januari 2023
EDY PRIYATNA. Pekerja swasta dibidang teknik sipil, tinggal di daerah Depok. Lahir di Jakarta 27 Oktober 1960. Menulis sejak tahun 1979 saat aktif di ‘Teater Bersama’ Bulungan Jakarta Selatan. Tulisannya, Cerpen dan Puisi pernah dimuat di beberapa surat kabar Ibukota pada tahun 1980. Pada tahun 2001 tulisannya masuk dalam buku kumpulan Cerpen dan Puisi karya sendiri “Gempa” cetakan pertama Februari 2012, “Buku Petama di Desa Rangkat” Januari 2015. Kini pernah aktif di Kompasiana sejak 08 Maret 2011 kemudian hingga saat ini telah menulis sebanyak lebih kurang 5.500 tulisan. Karya terbarunya 05 Desember 2022 Antologi Puisi Religi II “Sang Musafir” penyusun Buya Al Banjari dan Bayu Win, dan Antologi Puisi Pegiat Literasi Nusantara “Tenunan Kata Penuh Makna 2” Lia Yuflihah dan buku telah diterbitkan pada tanggal 25 Desember 2022. Tinggal di Pondok Petir, Bojongsari, Depok. Email: [email protected]
PUISI-PUISI WINAR RAMELAN

DERMAGA BIRU
Mungkin hanya takdir yang paham, ke mana ujung dari perjalanan ini setelah melintasi rentang waktu, dan musim yang silih berganti menjadi saksi, lalu mencatatnya seluruh yang terlalui.
Ingatan, menjadi bundel catatan tentang suka cinta dan luka duka, memar dan tangis, rindu dan senyap, yang kadang menjadi tanya ini fakta atau fiksi.
Namun, selalu diciptakan dermaga baru untuk tempat menuju, membuka pintunya dan menjejakkan kaki pada lambungnya, menghirup wanginya udara yang diberikan, sebagai tanda mula sebuah perjalanan.
Denpasar 2023
PEREMPUAN DENGAN GARBA SUCI
Bukan angan semata
Atau sekejap menjadi pesulap
Dengan mantra serta tongkat
Digerakkan memutar "bimsalabim, jadilah!"
Perjalanan adalah meniti anak tangga
Ada tanjakan, kelok ular, jurang curam, deras jeram
Kaki tangan, hati dan nalar harus bersinergi
Naluri dan tabah tak terbatasi
Menjadi adonan yang ditaburi doa
Bukan sebagai pengembang, namun sebagai penyeimbang
Perempuan itu adalah dirimu
Yang mungkin titisan Drupadi atau Kunti
Shinta atau Gandari
Dalam dirimu diselubungi kasih setia
Hingga memancar laksana mahkota bhaskara
Pada rahimmu, garba suci itu diciptakan
Seperti sepetak tanah
Tempat tumbuh tunas - tunas muda
Yang kelak akan menjaga tradisi
Serta keberlangsungan sebuah negri
Denpasar 2023
WINAR RAMELAN lahir di Malang pada tanggal 5 Juni dan kini tinggal di Denpasar Bali. Puisi-puisinya terangkum dalam antologi tunggalnya Narasi Sepasang Kaos Kaki (2017) dan Mengening (2020). Puisi-puisinya juga dimuat di beberapa antologi bersama dan beberapa media cetak baik daerah maupun nasional. Email: [email protected] Menetap di Denpasar, Bali.
PUISI-PUISI JEI SOBARRY BUITENZORG

SOLILOKUI MILEY CYRUS (11)
Dia benar. Siapapun yang melangkah pada titian kehidupan. Kapanpun dimanapun punya kemungkinan untuk terjatuh.
Tapi pribadi yang bersangkutan yang menentukan apakah mau bangkit atau tidak.
Terimakasih Tuhan, atas cindera matamu. Seorang teman yang telah hampir menempuh semua jalan pemikiran. Segala gunung duka cita sudah disentuh kakinya. Sampai akhirnya dia layak sebenarnya. Menjelaskan kepada siapapun yang baru mengawali pengembaraan.
Dia Penyair setiap membacakan sajak-sajaknya sambil berjalan
di atas tali. Tak ada satupun kagum disertai rasa khawatir apakah dia akan terjatuh atau tidak.
Dan aku peduli padanya
seperti halnya dia peduli
Pada kesepianku. Dan menyarankanku agar sepi aku jadikan kekasih dan rela di sepanjang waktu sepi menyetubuhiku hingga aku mengandung benih kreatifitas dan melahirkan karya-karya yang tak hanya sebatas fenomenal tapi juga spekta.
Aku pernah ikutan menangis ketika melihat dia menangis
aku tak bertanya padanya kenapa dia menangis. Dan dia tak menanyakan itu padaku. Hanya tanpa terencana mata kami sama-sama tertuju kepada wanita negro renta pengamen jalanan dan sama-sama bergerak menghampirinya dan serentak merogoh saku mengambil sisa uang kembalian dan memasukkannya ke wadah uang mengamennya.
Sambil saling menggenggam tangan kami sejenak menikmati lagu yang dinyanyikan (In The Ghettonya Elvis Presley)
Seperti salju terbang
Di Chicago dingin dan abu-abu
Anak kecil yang malang lahir
Di ghetto
Dan mamanya menangis
Karena ada satu hal yang tidak dia butuhkan
Ini adalah mulut lapar yang lain untuk diberi makan
Di ghetto
Orang, tidakkah kamu mengerti
Anak butuh uluran tangan
atau dia akan tumbuh menjadi pemuda yang marah pada suatu hari nanti
Lihatlah dirimu dan aku,
apakah kita terlalu buta untuk melihat,
apakah kita hanya memutar kepala kita
dan lihat ke arah lain
Nah dunia berubah
dan seorang anak kecil yang lapar dengan hidung meler
bermain di jalan sebagai angin dingin berhembus
Di ghetto
Dan rasa laparnya terbakar
Jadi dia mulai berkeliaran di jalanan pada malam hari
dan dia belajar bagaimana mencuri
dan dia belajar bagaimana bertengkar
Di ghetto
Jakarta 13 Februari 2019
JEI SOBARRY BUITENZORG. Aktor Teater dan Teraphis kelahiran Jakarta ini coba menjadikan puisinya sebagai pedang dan pedangnya adalah puisi. Tahun 2022 puisi dan cerpennya banyak mengisi buku Antologi bersama di berbagai komunitas sastra. Beroleh beragam kategori juara dalam perlombaan. Dalam waktu dekat ini akan menghadirkan buku kumpulan puisi dan cerpen tunggal perdananya.
PUISI-PUISI TINO WATUWUAN

KONTEMPLASI
Sayap pekat terbang menuju rembang
detak detik terus bertanggalan
sambil mengemas setumpuk almanak
Gelombang pasang di dalam diri
menggulung ombak dari masa yang jauh
di sana aku menyelam dan tenggelam
kendati masih di pinggiran
Sungguh, lebih tubir di lubuk waktu
adalah birunya lautan sesal:
serpihan pertengkaran
antara batin dan harapan yang patah
Hari itu kulayarkan hati seluas lautan
ikan-ikan menari di terumbu karang
yang tenang mencumbu segala rahasia
tetap kukuh walau di gigir badai
Adalah alegori yang dilukis semesta:
suatu ketika nanti yang entah
tawa lebih sedih dari pada air mata
bila mengapung di langit kenang
dan luka jadi kembang dan wewangian
Kb, 2022
PESAWAT TERBANG TANPA TIKET
Tatkala mata sunyi datang berkunjung
dan memilih rebah di atas ranjang
puisi adalah pesawat terbang tanpa tiket
membawaku ke tempat-tempat ramai
di dalam ruang pikiran yang raung
Bila mulut dunia mengunyah bising kata
atas hidup yang compang-camping
ia mengantarku menyusuri sunyi-sunyi
dalam ruang kedap suara: di tengah dada
Di sana kujumpai diriku sendiri
yang sedang melukis peta perjalanan
sembari merias rencana dan siasat
dan ayat riwayat sebagai cermin
Tentu saja, aku juga jalan-jalan ke surga
yang kuciptakan sendiri
sambil merayu Tuhan dengan mesra
Aku menyadari, setiap kaki ini melangkah
mesti mendarat ke dalam bilik mungil
di dalam diriku yang bandara
sebelum kembali melanjutkan kembara
Kb, 2022
TINO WATOWUAN, pria kelahiran 13 Juni. Ia menetap di Pulau Adonara, Flores Timur, NTT. Karya sastranya berupa puisi dan prosa pernah tayang di media daring dan cetak. SMS untuk Tu(h)an (Laditri Karya, 2021) adalah buku kumpulan puisinya yang pertama.
PUISI-PUISI DEWIS PRAMANAS

MONOLOG
Bertegur dengan bayangan
Mengabu
Terjebak ilusi dunia
Menyilaukan jiwa yang tersulut amarah
Tentang dinamika
Ke mana tempat bernaung?
Taman yang lapang kini beralih fungsi
Di mana kita berpijak?
Sedang kerontang bekal di perjalanan
Lewat layar kaca
Disana sudah menunggu
Orang-orang berparas rupawan
Memamerkan barang-barang paling langit
Menawarkan silau duniawi
Sementara;
Di tengah-tengah fenomena kemewahan
Luka si miskin semakin menganga
Serba-serbi prahara bervariasi
Pandemi belum usai,
Gersang ladang kebutuhan,
Alam demikian gencar bersafari
Meluapkan kemurkaan
Ah, Ambigu …
Bersemedi
Baiknya berpuisi
Menampung segala rasa yang menggumpal
Subang, 29 Maret 2022
RETORIKA MALAM
Kala terbangun tengah malam
Ada segumpal memoar hitam mendera benak
Penuh riak membuyarkan nalar
Terlihat di layar-layar masa depan
Ambigu terdistorsi fantasi memabukkan
Dijejali manisnya regukan janji
Suara-suara binatang bersahutan
Disusul lengkingan tangis bayi
Membentuk partitur irama musik
Rupanya perut tidak terisi cukup
Sang ibu dengan cekatan menyusui
Ia menahan rasa kantuk tiada kira
Malam membunuh harapan esok hari
Menyuguhkan retorika sandiwara paling drama
Gelap pekat membenam cahaya rembulan
Hujan pun datang menyapa
Menyisakan genangan tanya
Subang, 27 Januari 2023
DEWIS PRAMANAS, adalah nama penanya, seorang guru di SD Negeri Ciberes, Kabupaten Subang, lahir di Subang, 1 Maret 1987, aktif menulis sejak tahun 2020 hingga sekarang, kini tergabung dalam Komunitas Menulis Daring (KMD) elipsis. Beberapa karyanya dimuat di beberapa buku antologi puisi di antaranya antologi puisi Narasi Anak Negeri (2020), Jendela Kata Prasasti Sejarah Dalam Genggaman Sang Guru (2021) bisa ditemui jejaknya di medsos pribadinya, FB. Dewis Pramanas, Youtube. Dewis Pramanas
PUISI-PUISI NGAKAN MADE KASUB SIDAN

NARASI DIALOG PADA SUNYI
Kasih, betapa sunyi itu berkali-kali menyapa angan yang melintas di batas asa, mengiringi titian waktu perjalanan kita. Kita selalu mencoba berguru pada bayang-bayang untuk mengurai cahaya bulan yang jatuh pada cermin yang tak retak, agar pesona pelangi yang menghias asa kita tetap dalam kesetiaan butir-butir embum di pucuk dedaunan. Mari kita kembali dalam narasi doa semesta, untuk menjaga sunyi yang kini samar ditelan lelah usia.
Kasih, jangan pernah merobek luka kita dengan serpihan karang, karena tetes darahnya akan membeku dalam nadi dan dialog kita menjadi kehilangan narasi. Jangan lakukan itu, kasih! Mari kita semai biji-biji aksara sunyi untuk merawat luka-luka itu dengan dialog berbingkai asa. Kita jangan pernah lelap pada mimpi yang memabukkan, karena perjalanan masih panjang, tanpa batas, apalagi berhenti.
Kasih, jika nanti berkas mentari mulai redup di batas kaki langit barat, maka biarkan bulan menitipkan cahayanya pada angin agar pengembaraan kita memburu satu titik mata angin tak lagi terhalang pergantian musim. Kita masih bisa menjaga narasi dialog pada sunyi sampai pada tapal batas akhir nanti, walau kita tak pernah tahu kapan itu terjadi.
Kasih, jangan pernah berdialog sendirian pada sunyi, atau mengakhiri dialog ini! Bukankah kita telah sepakat meniti titian bersama dalam jabat tangan. Jangan pedulikan permainan dadu kalah menang yang menjebak kita! Mari kita jadi pemenang tanpa ada yang merasa terkalahkan!
Kasih, mari kita kuatkan tancapan dupa dan doa-doa purba, untuk menjaga malam yang kian larut ini dalam dialog narasi sunyi. Bersama.
Klungkung Bali_medio Februari 2023
DI PANTAI SANUR, KULUKIS SILUET FAJAR
Dalam bias cahya yang menyapa pagi permukaan laut
kulukis siluet fajar di atas butiran pasir putih
mengantar buih ombak yang mencumbui kaki telanjang pengelana
melintasi berpuluh angan dalam deret cerita
; tentang lalu lalang wisatawan beraut suka cita tanpa sapa
; tentang sebidang papan selancar merangkai kehidupan
; tentang lelaki petulang ombak bertelanjang dada
setia menjaga:
: hamparan pasir putih sepanjang bibir pantai
: buih-buih lidah ombak yang mengempas landai
: pesona sunrise tepian pantai Sanur
: penyatuan tradisi dan modern dalam bingkai kehidupan
kesetiaan pada diri adalah kesetiaan tanah tua
kesetiaan yang diwarisi dari leluhur berabad silam
Jika fajar rebah di balik selimut langit berawan tebal
siluet pagi terbingkai sunyi, jejak wisatawan kelu
lelaki petulang ombak bertelanjang dada berpapan selancar
terhempas dalam lena di atas butiran pasir
melepas tatapan kosong di balik sunyi menerpa
menemani sejuta asa menepi, dalam kesendirian
Ke mana para pemburu pantai bersembunyi?
Mengapa kau biarkan pantai terlena dalam sunyi?
Langit terdiam bisu, ombak tak lagi riuh
lelaki petulang ombak bertelanjang dada berpapan selancar
tetap saja setia pada diri, menanti jejak sang petualang
menyapa mentari yang setia menjaga tanah tua
tetap dengan rona senyum, tanpa jeda!
Pantai Sanur, Bali_ Mei 2022
TRADISI MAGERET PANDAN
Bu, setelah sesajen di gelar pemuka adat berkeliling
pada Purnama Sasih Kasa , rangkaian Usaba Sambah
tradisi Mageret Pandan digelar di halaman balai Desa Tenganan
sebagai yadnya kepada Dewa Indra, sang dewa perang
Jelas kulihat, Bu! dua lelaki bertelanjang dada berhadap-hadapan
bersenjatakan pandan berduri dan tameng
bergulat berusaha untuk ‘menggeretkan’ pandan ke tubuh lawan
melukai punggung lawan namun tak pernah melukai hati
mereka bertarung dengan senyum lepas
di sela-sela sorai para daha berbusana khas, Kain Gringsing
Darah di punggung mereka menetes, tergores puluhan duri pandan
namun terlihat tak ada dendam pada mereka,sungguh, Bu!
mereka malah tersenyum berpelukan usai bertarung
tetua dengan adonan kunir dan daun sirih
melumuri luka mereka, penyembuh katanya
mereka juga saling melumuri luka lawan
simbol kejantanan dan persaudaraan di titian adat
Ketika kucoba mengambil sisa pandan berduri,
aku tertusuk satu duri saja, ya... satu duri,
tapi perihnya luar biasa
perih itu akan menyimpan kenangan
tentang kesetiaan Desa Tenganan menjaga tradisi leluhur
Klungkung_Bali_2022
Catatan:
Sasih Kasa = bulan pertama dalam kalender Bali
Usaba Sambah = upacara persembahan (yadnya) terbesar yang dilaksanakan setahun sekali
menggeretkan = menorehkan
Kain Gringsing = kain yang memiliki motif khas dari Desa Tenganan, yang dikerjakan secara tradisional, dengan tangan.
NGAKAN MADE KASUB SIDAN, S.Pd., M.Pd. Pensiunan pengawas, kelahiran Klungkung Bali tahun 1959, di samping telah mengahasilkan 5 antologi tunggal juga ikut terlibat pada puluhan antologi bersama penulis se-Indonesia. Peraih Kepala Sekolah Berprestasi Nasional tahun 2009, pada tahun 2011 memperoleh augerah “Widya Kusuma” (Tokoh Pendidikan Bali) dari Gubernur Bali, dan tahun 2022 meraih anugerah “Gerip Maurip” atas kumpulan puisi Bali Nguber Lawat Ring Kalangan Wayah. Kini berdomisili di Semarapura , Klungkung BaliFB, IG: Ngakan Made Kasub Sidan.
PUISI-PUISI PIET YULIAKHANSA

EKOR MATA SENJA
Seperti tak ingin terlewat, matanya yang kaca selalu singgah di beranda sosial media. Entah untuk sekedar menyapa atau memberi tanda keberadaan diri. Ada yang ingin dikenali dari setiap unggahan. Serupa tanya, hari ini takdir berkabar apa.
Sambaran mata mengekor mulai setahun lalu. Sebenarnya tak kalah menarik dengan sketsa yang ia punya. Tapi boleh jadi perbandingan serupa tujuan. Senyata kisah, dirinya merekam ujaran semesta. Menggapai tema yang sama.
Ingin marah? Percuma. Setiap kita memiliki alur cerita. Sebuah perjalanan romantisme hidup. Tak peduli berapa banyak kerikil tajam melukai. Kaki tetap rela melangkah. Bila hati lelah maka ijinkan menjadi jeda.
140223
DENTING KERANDA
Memasuki musim semi, lajur penalaran sepi menusuk dada. Beberapa bayang terlempar berkelebat dari pandang mata. Hitam dan putih. Erang kegaduhan, rasa sakit, dan amarah menguasai jiwa.
Tumpuan berbaris duka. Langit kelam menghitam. Sabit merantai lara. Jendela aksara terkunci, kabut menimang kebenaran. Bulir kerinduan merunduk. Sesal menerobos sunyi.
Pena patah dalam diam. Berbulan mengaji makna, tingkah enggan memilih kebaikan. Sementara mencecarnya, hanya berbuah prasangka.
22:10, 16 Feb 23
GEMERISIK HATI YANG BARA
Di hari yang hujan, perempuan mengemas air mata. Nestapa memalung senyapkan aksara. Di benaknya, sejumput kasih menggumam. Bayang mengetuk dinding hati.
Kali ini rindu tak lagi sembunyi. Riap renjana menjamu pertemuan sepi. Selapis puisi, serupa guratan waktu pemantik rasa. Heningnya berbisik, lantingkan duka sedalam malam.
20-02-23
PIET YULIAKHANSA, penikmat puisi, musik, dan teater. Lahir di Jakarta, 1 Juli. Puisinya terhimpun dalam beberapa buku antologi puisi bersama. Pegiat teater dan senantiasa kubaca kau dalam puisi. Email : [email protected] FB : Piet Yuliakhansa
PUISI-PUISI SRI SUDARWATI UMSI

KOTA RENJANA
Beribu retak cerminku
Di sudut kotamu kurekatkan hatiku
Pada bayang mimpi yang kutanam
Tiap denting luka kulalui
Seribu akar mimang menjeratku
Pada jiwamu tertambat
Tak akan ada kata terlambat
Bening telaga rindu kusauh
Resah jiwamu kubasuh
Daun-daun cintaku tak kan gugur
Pada padang tandus tanpa sumur
Karena tunas rinduku
Hanya menanti embun pagimu
Desau angin di kotamu
Meniupkan buhul-buhul mantramu
Menjerat gersang jiwaku
Bersandar di rimbun senyummu
Di kota renjana
Prasasti hati kita bentang
Satu masa pulang terkenang
Cilacap 20 Februari 2023
ASMARADANA GADIS DESA
Nyanyian bulir padi bersama simphoni sriti
Menorehkan kuas romansa
Romantisme gadis desa
Yang melenggok kasmaran di pematang
Gerai indah surai sutranya
Menebar harum melati yang dipetiknya tadi pagi
Terbang melintas pandangan
Seekor pipit menari seirama angin senja
Hamparan padi sejauh mata
Terantuk ujung cakrawala harapan
Sendu tatapnya seindah kemilau embun pagi
Merekah senyumnya sehangat mawar di awal hujan
Sepoi angin membisik sejuta kata
Melayangkan asa yang hampir purna
Tarian selendangnya
Gemulai seirama degupan matahari
Berarak kepelukan malam
Aaah.....
Nyanyiannya menjadi rindu yang membuai
Mencipta siluet panjang kehidupan
Mungkinkan ini abadi?
Meniti zaman kian berlari
Aroma lumpur dan desir padi
Tenggelam di telan modernisasi
Gadis itu kan pernah kembali
Cilacap 20 Februari 2023
SRI SUDARWATI UMSI, ibu rumah tangga pencinta sastra dan wastra berdomisili di kota Bercahaya
PUISI-PUISI FAJRUL ALAM

NASI JAMBLANG
Dibingkisnya kecil-kecil dengan daun jati
Ditemaninya dengan sejumlah lauk-pauk
yang sabar dan rendah hati
meski kadang sesekali masih tinggi hati
karena lebih diminati
Pembeli kerap bingung dan limbung
akan menjodohkan nasi jamblang
dengan rendang atau sate usus
atau barangkali ikan pindang
atau hanya cukup dengan mendoan
Namun, konon katanya:
“Selezat-lezatnya lauk-pauk adalah lapar”
Walhasi, pembeli mengambil
tiga bungkus nasi jamblang
yang imut dan lucu
serta menggelarnya lebar-lebar
pada sepiring kebahagiaan
Cirebon, Desember 2022
PISCOK
“Piscok sedang dalam pengiriman.
Mohon bersabar.
Semoga gairah makan anda belum habis dan tidak hambar.”
Notifikasi itu mengambang
Sementara aku, tenggelam dalam kekosongan perut dan mental
Sembilan menit kemudian…
Muncul pemberitahuan:
“Maaf, dalam perjalanannya, kurir tersendat macet.
Besar kemungkinan paket terlambat.
Seribu maaf kami kirimkan.”
Lantas saya balas:
“Dimaafkan dan terimakasih.
Namun kemungkinan yang lebih besarnya lagi,
“maaf” anda juga pasti datang terlambat.”
Purwokerto, 1 September 2022
CILOK KUAH
Saya sedikit tercengang
Faktanya penikmat cilok bukan anak kecil semata
Seusia kakek-nenek juga layak berbahagia
Meskipun dengan cilok beserta kehangatannya
Di tangan kanannya
Dibawanya susu hangat dalam sebingkis plastik dengan sedotan merahnya
Di tangan kirinya
Dipegangnya cilok kuah dalam sebungkus cup dengan sendok plastiknya
Binar matanya seakan hendak menghentak mengatakan:
“Sebagaimana seharusnya, kehangatan cilok bagi setiap penikmatnya.”
Magelang, 27 Agustus 2022
FAJRUL ALAM, lahir di Kebumen, 15 Februari 2001. Karya-karyanya pernah termaktub dibeberapa buku antologi puisi, seperti Khatulistiwa (Kosa Kata Kita, 2021), Reminisensi (SIP Publishing, 2020), dan Senja di Pelabuhan Kecil (Penerbit Kertasentuh, 2021) serta majalah dan media publish lainnya. Semoga senantiasa diberikan umur dan ilmu yang bermanfaat, serta diberkati gairah berkarya yang menggelora. Dapat dihubungi via IG: fajrulalam_
Sampai jumpa pada edisi Mei-Juni 2023 dan ikuti akun Apajake Media untuk mendapatkan update terbaru.
Kamu dapat mengirim karyamu ke email [email protected]

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
