
Part 1. Sebuah Permintaan
Part 2. Apa Yang Telah Terjadi?
Part 3. Tidak Diculik
Part 4. Pria Menyebalkan
Part 5. Rencana Yang Sempurna
1. Sebuah Permintaan
Alexander menatap hamparan laut yang luas di depannya tanpa ekspresi. Ia masih tidak menyangka akan mengambil keputusan yang pada akhirnya hanya membuatnya tidak percaya seperti ini.
Bukan bermaksud menyesali keputusan yang telah disepakatinya, tapi Alex merasa keputusannya kali ini tidak sepenuhnya benar. Bagaimana bisa ia menyetujui permintaan Phillipe untuk menjaga sang adik disaat ia sangat menghindari kebersamaan dengan seorang wanita?
Alex mendengkus. Semua ini benar-benar tidak habis dipikirnya.
Terlibat dengan seorang wanita adalah hal yang paling dihindari Alex selama ini. Para wanita hanya bisa mendatangkan masalah. Kebanyakan wanita-wanita yang pernah ditemuinya tidak pernah membuat hidupnya tenang. Mereka akan melakukan segala cara untuk menarik perhatiannya hingga membuat Alex menjadi risih.
Alex bukan sepenuhnya tidak menyukai wanita. Sebagai seorang pria Alex yang masih sangat normal, Alex sangat tahu betapa pentingnya seorang wanita bagi keberlangsungan spesies manusia itu sendiri. Alex hanya enggan terlibat dengan para wanita manja yang tidak bisa melakukan apa pun. Ia menyukai wanita mandiri, tegas dan punya pendirian. Wanita yang tidak akan tergantung pada orang lain. Wanita yang tentu saja tidak akan menyusahkannya. Tapi sekarang Alex terjebak dengan wanita manja yang selama hidupnya selalu dikelilingi para pelayan dan orang-orang yang bersedia melakukan apa pun untuknya.
Ini adalah keputusan terburuk yang pernah Alex ambil dalam hidupnya. Ia tidak berpikir matang sebelum menerima permintaan Phillipe, sang sahabat. Tapi kembali ke titik awal juga tidak bisa dilakukannya. Ia sudah berjanji untuk membantu sang sahabat dan sebagai seorang pria yang bertanggung jawab, ia tentu saja harus menjalankan apa yang telah disepakatinya.
“Ada apa kau memintaku untuk menemuimu, Yang Mulia?” tanya Alex. Ia memang bergegas ke Prancis setelah menerima surat yang Phillipe kirimkan.
Phillipe mendekat. “Aku ingin meminta bantuanmu, Alex.”
“Bantuanku? Bantuan apa yang sedang kau bicarakan?”
“Kau tentu tahu bagaimana kondisi kerajaan saat ini jadi aku tidak akan menjelaskan apa pun padamu tentang hal itu. Aku hanya ingin kau menolongku.”
“Dalam hal apa? Berperang?” Alex menggeleng. :Aku tidak bisa melakukannya karena apa yang saat ini terjadi adalah masalah internal kerajaanmu. Aku tidak ingin ada kesalahpahaman antara Inggris dan Prancis jika aku sampai ikut tangan dalam hal ini.”
“Aku tahu. Ini adalah masalah pribadiku. Aku dan papa akan menyelesaikan semua ini sendirian. Tapi aku memintamu kemari karena aku ingin kau membawa Euginea meninggalkan Prancis untuk sementara waktu sampai aku bisa mengatasi masalah yang saat ini terjadi.”
Alex tahu masalah apa yang tengah Phillipe bicarakan. Perang saudara yang diakibatkan kematian sang ratu sudah diketahuinya jauh sebelum ia datang. Namun Alex tidak bisa melakukan apa pun selain memberi dukungan untuk sang sahabat. Ia hanya akan bertindak jika kerajaan Prancis meminta bantuan kepada kerajaan Inggris.
“Jika aku membawa Euginea pergi, bagaimana denganmu?”
“Kau tahu aku lebih dari mampu menjaga diriku sendiri karena itu aku mempercayakan Euginea padamu. Aku harus berkonsentrasi menyelesaikan masalah ini secepatnya dan aku yakin kau bisa menjaga Euginea dengan baik.”
“Bagaimana jika ada yang tahu keberadaan Euginea?”
“Mereka tidak akan berani menyentuh Euginea karena mereka tahu Euginea berada dalam perlindunganmu,” Phillipe menatap Alex lekat. “Aku mohon Alex, bantulah aku. Aku harus membawa Euginea menjauh dari Prancis untuk menjaga keselamatannya dan agar aku bisa segara mengatasi permasalahan yang terjadi saat ini tanpa harus memikirkan keselamatan Euginea. Aku yakin Euginea akan sangat aman saat bersamamu.”
“Ini bukan hal yang mudah untukku, Phillipe. Aku yakin kau sangat tahu kalau aku tidak suka terlibat dengan wanita. Aku tidak suka membiarkan ada wanita yang berada di dekatku.”
“Aku tahu, tapi tidak ada yang bisa aku percaya untuk menjaga Euginea selain dirimu. Hanya kau yang bisa menjaganya.”
Alex menghela nafas. “Bagaimana dengan Yang Mulia Raja?”
“Aku sudah menyampaikan hal ini pada Papa sebelum memintamu kemari. Papa tentu saja setuju karena dia tahu bagaimana kemampuanmu. Saat ini kami juga tengah mengatur rencana untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas semua ini.”
Alex mengangguk. Ia mengerti posisi Phillipe. Phillipe hanya tidak ingin membahayakan keluarganya. Dengan menjauhkan Euginea, Phillipe dan papanya bisa berkonsentrasi dalam menyelesaikan masalah yang ada tanpa harus mengkhawatirkan keselamatan Euginea. Keduanya tentu tidak ingin apa yang terjadi pada sang ratu kembali terulang pada Euginea.
“Baiklah, aku akan membantumu. Aku akan menjaga Euginea dan membawanya ke Inggris. Aku akan menjaganya sampai kau menyelesaikan semua masalah yang tengah terjadi. Aku juga akan menempatkan orang-orang kepercayaan ku di dekatmu. Mereka tidak akan mencolok. Mereka hanya akan fokus menjagamu.”
“Terima kasih, kawan.”
Alex mengangguk. “Berjanjilah kau akan memenangkan pertarungan ini, Phillipe.”
Phillipe tersenyum. Ia memeluk Alex penuh kelegaan. “Aku berjanji padamu. Aku pasti akan menang. Aku akan menemukan pembunuh Mama dan melindungi keluargaku.”
“Aku tahu kau bisa melakukannya,” Alex menepuk pundak sang sahabat pelan. “Malam ini juga, aku akan membawa Euginea ke Inggris. Dengan dia berada disana, aku akan lebih mudah menjaganya. Kau bisa menjelaskan apa yang kau rencanakan padanya tapi jangan beritahu Euginea siapa aku yang sebenarnya.”
“Jika memang itu permintaanmu, aku akan melakukannya. Sekali lagi terima kasih atas bantuanmu.”
Alex menghela nafas mengingat bagaimana kesepakatan antara dirinya dan Phillipe akhirnya terjalin. Ia hanya berharap Phillipe bisa segera menyelesaikan apa yang terjadi di kerajaannya tanpa harus mengorbankan nyawa orang-orang yang tidak bersalah.
“Apa anda tidak beristirahat, My Lord?”
“Aku ingin berada di sini sebentar lagi, Dane. Kau bisa istirahat lebih dulu, tapi sebelum itu periksa keadaan sekitar dan pastikan kita sudah aman.”
“Baik, My Lord,” Dane hendak berbalik tapi ia mengurungkan niatnya ketika teringat belum menyampaikan informasi pada Alex. “My Lord, sejak sadar, Putri Euginea tidak berhenti menggedor pintu kamarnya. Apa saya harus melakukan sesuatu?”
“Biarkan saja. Membuka pintu dan membiarkannya keluar hanya akan membuat keributan. Begitu dia lelah, dia pasti akan berhenti. Pastikan saja tidak ada yang membukakan pintu untuknya tanpa izin dariku.”
“Baik, My Lord.”
Sepeninggal Dane, Alex tetap berdiri di depan kapal. Membiarkan angin malam menerpa tubuhnya. Manik hijaunya tetap tertuju pada hamparan laut luas yang berwarna gelap di malam hari. Satu-satunya cahaya hanya bersumber dari cahaya bulan di langit sementara seluruh lampu kapal memang sengaja dimatikan agar tidak menarik perhatian orang-orang.
Saat ini Alex tengah dalam perjalanan membawa Euginea meninggalkan Prancis. Ia harus bisa membawa Euginea keluar dari wilayah laut Prancis dengan aman dan selamat. Ia akan menyembunyikan Euginea di Inggris.
Ini keputusan terbaik yang bisa dilakukannya untuk memenuhi permintaan Phillipe. Permintaan yang tentu saja tidak akan bisa ditolaknya.
2. Apa Yang Telah Terjadi?
Euginea menatap pintu di depannya dengan tatapan marah. Begitu terbangun tadi dan menyadari jika ia tidak sedang berada di kamarnya, Euginea panik. Ia bergegas membuka pintu tapi pintu itu terkunci dari luar. Ia berteriak tapi tidak ada satupun yang membukakan pintu untuknya.
Euginea tidak tahu apa yang terjadi tapi suara deburan ombak yang terdengar serta pemandangan dari jendela kecil yang ada di kamarnya membuat Euginea tahu dimana ia berada saat ini. Ia berada di tengah laut dan kemungkinan besar tengah menjadi korban penculikan. Tapi bagaimana bisa ia berada di dalam kapal yang saat ini tengah berlayar?
Euginea ingat jika tadi malam ia memasuki kamarnya setelah makan malam bersama kakak dan papanya. Ia tidur setelah meminum air hangat yang dibawakan Ella seperti biasanya. Tidak ada yang aneh saat itu. Ia juga tidak mendengar suara berisik apa pun.
Lalu bagaimana ia bisa berada di dalam kapal? Bagaimana bisa orang-orang ini menculiknya dan membawanya keluar dari istana? Apa kakak dan papanya tahu jika ia hilang? Apa saat ini mereka tengah mencarinya? Bagaimana jika tidak ada yang menyadari ketidak beradaannya? Apa yang harus dilakukannya sekarang? Apa yang sebenarnya tengah terjadi ?
Euginea tahu keadaan istana sedang tidak baik-baik saja. Ia bukan orang bodoh yang tidak tahu apa pun. Ia diam karena tidak ingin membuat kakak dan papanya khawatir. Kakak dan papanya juga sudah memberikan penjagaan yang sangat ketat terhadapnya, memastikan ia aman dan terlindungi. Tapi bagaimana bisa ia berada di dalam kapal seperti ini? Bagaimana bisa orang-orang ini menculiknya?
Euginea menghentikan gedorannya di pintu ketika ia memahami situasi yang tengah dihadapinya saat ini. Ia tidak boleh gegabah. Ia tidak tahu apa yang tengah dihadapinya saat ini dan apa yang tengah menantinya di luar sana. Ia harus berusaha tenang sambil memikirkan langkah apa yang akan dilakukannya.
Jika saat ini ia tengah menjadi korban penculikan dan berada di tengah laut, itu artinya ia tidak akan bisa melarikan diri kemanapun. Penjahat yang tengah menculiknya pasti akan bisa menemukannya. Tidak ada tempat persembunyian yang aman di dalam kapal ini. Tapi ia tidak akan tinggal diam begitu saja. Satu-satunya cara adalah melarikan diri begitu kapal berlabuh. Namun sebelum itu, ia harus mencari sesuatu untuk melindungi diri.
Euginea menggigit bibir bawahnya, berjalan mondar-mandir di dalam kamar, lalu kembali berhenti ketika teringat sesuatu yang sangat penting. Ia melihat penampilannya, memeriksa tubuhnya dan menghela nafas lega ketika tidak menemukan satupun bekas penganiayaan ataupun pelecehan terhadap dirinya. Setidaknya para penjahat sialan ini tidak menyentuhnya dan membuatnya merasa terhina.
Siapa yang tengah menculiknya? Bagaimana bisa ia dikeluarkan dari dalam istana yang memiliki penjagaan begitu ketat? Bagaimana bisa ia tidak menyadari apa tengah menimpanya?
Euginea memegang kepalanya. Semakin ia bertanya-tanya, semakin kepalanya pusing. Terlalu banyak pertanyaan berulang yang tidak ia ketahui jawabannya. Satu-satunya yang Euginea tahu adalah saat ini ia tengah diculik dan berada di dalam kapal yang tengah berlayar entah kemana.
Euginea menatap cermin di ujung ranjang, lalu mengambil sebuah pigura kecil yang ada di atas meja lalu menghantamkannya ke cermin sehingga cermin di depannya pecah.
Dengan hati-hati Euginea mengambil pecahan cermin, menyembunyikannya di tempat aman yang bisa dijangkaunya. Ia akan menggunakannya untuk melindungi diri. Ia tidak akan menyerah begitu saja dan membiarkan siapapun yang bertanggung jawab terhadap penculikannya merasa menang.
Setelah mendapatkan senjata untuk melindungi diri, Euginea kembali berbaring di atas ranjang. Ia memejamkan mata, menarik nafas beberapa kali, berusaha setenang mungkin dan tetap waspada. Ia memang lemah tapi bukan berarti ia tidak bisa melindungi diri.
Selama ini kakak dan papa memang sangat memanjakannya. Mereka berdua selalu menjadi garda terdepan untuk menjaganya, memastikannya aman dan tidak ada yang menyentuhnya. Tapi sebagai seorang putri, Euginea tahu jika tidak selamanya ia harus mengandalkan kakak dan papanya. Ia harus bisa melindungi diri jika terjadi hal buruk padanya seperti yang saat ini tengah menimpanya.
Euginea tidak tahu apa yang terjadi pada kakak dan papanya. Ia hanya berharap keduanya dalam keadaan baik dan bisa segera menemukannya. Atau jika nanti ia bisa menyelamatkan diri, mereka bisa bertemu dan berkumpul lagi seperti sebelumnya.
Euginea merasa jauh lebih tenang ketika memikirkan kedua pria yang sangat disayanginya itu. Tubuhnya menjadi jauh lebih rileks dan tanpa Euginea sadari, ia kembali terlelap dalam tidurnya.
Euginea terlonjak ketika mendengar suara deburan ombak yang cukup kencang. Ia menatap langit-langit kapal dan bergegas ke jendela kecil di dalam kamar ketika menyadari seberkas cahaya yang memasuki kamarnya. Ia menggeleng ketika melihat langit sudah mulai terang. Kegelapan yang sebelumnya ia lihat kini perlahan sudah tergantikan dengan cahaya matahari. Itu artinya ia tidur cukup lama. Tapi bagaimana bisa ia tidur sedangkan ia tengah berada dalam bahaya? Apa yang tengah terjadi pada tubuhnya? Bagaimana bisa ia selalai ini?
Euginea segera meraih pecahan kaca yang tadi disembunyikannya dan melapisinya dengan potongan seprai yang disobeknya ketika mendengar suara pintu yang hendak dibuka. Ia segera bersembunyi di samping pintu, bersiap untuk menancapkan pecahan kaca pada siapa pun yang nanti akan muncul dari balik pintu.
Begitu pintu terbuka, Euginea melesat ke depan dan menancapkan pecahan kaca dengan sekuat tenaga. Sialnya, sosok yang muncul dari balik pintu dengan tanggap menahan tangan Euginea dan menatapnya dengan tatapan penuh kemarahan.
3. Tidak Diculik
“Apa anda akan menemui Putri Euginea sekarang, My Lord?”
“Apa sarapan sudah siap?” Alex balik bertanya setelah Dane selesai membantunya berpakaian.
“Sudah, My Lord.”
“Kalau begitu aku akan menemuinya sekarang sebelum sarapan dimulai. Perintahkan pelayan pribadinya untuk menemaniku. Dia membutuhkan pelayan pribadinya untuk membantunya membersihkan diri.”
“Baik, My Lord.”
Dane memberi hormat sebelum meninggalkan kamar Alex untuk memberitahu Ella. Tidak lama setelahnya Dane kembali bersama Ella yang telah membawa baskom berisi air hangat untuk majikannya.
“Ikut denganku. Kau harus membantu majikanmu bersiap,” perintah Alex.
Tanpa berani menatap Alex, Ella mengangguk. Ia memang sangat menghindari bertatapan langsung dengan Alex. Walaupun Alex tidak pernah bersikap tidak baik padanya tapi aura Alex terasa sangat menakutkan bagi Ella. Alex terasa jauh lebih mengintimidasi dibandingkan Phillipe sang pangeran.
“Baik, My Lord.”
Alex berjalan berjalan menuju kamar Euginea diikuti Ella dan Dane dibelakangnya. Ia membuka pintu yang sejak semalam di kuncinya lalu berjalan masuk. Tapi sambutan yang Alex terima sangat mengejutkan. Euginea hendak menikamnya dengan pecahan kaca membuat Ella berteriak histeris. Beruntung Alex memiliki kewaspadaan yang tinggi hingga ia bisa dengan sigap menahan tangan Euginea.
“Kau pikir apa yang sedang kau lakukan, Tuan Putri?” geram Alex marah.
Wajah Alex merah padam, terlihat begitu menakutkan bagi siapa saja yang melihat tapi tidak bagi Euginea. Ia jauh lebih marah karena menjadi tahanan dan dijauhkan dari orang-orang yang dicintainya.
Euginea mencoba menarik tangannya tapi tentu saja Alex jauh lebih kuat darinya. Pria itu tidak hanya menahan tangannya tapi juga mendekap punggungnya dengan sebelah tangannya yang lain agar ia tidak bisa bergerak.
“Lepaskan aku, brengsek!!”
“Aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau menjawab pertanyaanku.”
“Aku ingin membunuhmu, puas!!” teriak Euginea sambil mendongak, berniat membalas tatapan kemarahan Alex. Ia ingin Alex tahu bahwa ia juga sangat marah dan tidak takut pada siapa pun.
Sialnya apa yang Euginea lakukan justru membuatnya terpaku ketika manik coklatnya bertemu dengan manik biru secerah langit milik Alex. Kedua manik biru yang tengah menatapnya saat ini adalah manik biru paling indah yang pernah dilihatnya.
Euginea terpesona. Semua kata-kata kemarahan yang ingin diucapkannya menguap begitu saja. Ia seperti orang bisu yang tidak bisa bersuara. Pria itu, tatapannya menghipnotisnya.
Euginea menggeleng. mencoba menghentikan sihir yang pria itu pancarkan dari kedua matanya. Bukan saatnya Euginea terpesona, tapi sialnya ia tidak bisa mengabaikan keindahan yang pria itu miliki terlebih ketika ia bisa dengan leluasa melihat keseluruhan wajah dari pria itu. Pria itu tidak hanya memiliki manik biru yang indah tapi juga wajah yang sangat tampan.
Bukan jenis ketampanan yang lembut, tapi ketampanan yang pria itu miliki terlihat begitu tegas sekaligus meneduhkan. Ketampanannya menyilaukan setiap mata yang melihat. Bibirnya tipis, hidungnya mancung, badannya tinggi besar, kulitnya yang kecoklatan semakin menambah aura maskulinitas dalam diri pria itu. Ini adalah pria paling tampan yang pernah Euginea lihat. Bahkan di dalam kerajaan, ia belum pernah bertemu dengan pria seperti pria dihadapannya ini.
“Kalian tunggu di luar,” perintah Alex. Ia mendorong Euginea masuk dan menutup pintu dengan kakinya. Kini hanya ada dirinya dan Euginea di dalam kamar. Ia harus menjelaskan apa yang terjadi agar tidak ada kesalahpahaman diantara mereka. “Sebelum kau berniat membunuhku, kau harus tahu kalau aku bukan orang jahat yang berniat membahayakan nyawamu.”
Euginea memejamkan mata. Bahkan suara pria itu pun terdengar begitu indah di telinganya. Berat dan sedikit serak. Sangat seksi dan menggairahkan.
Tanpa sadar Euginea menelan air liurnya. Bayangan erotis yang tiba-tiba terlintas dalam pikirannya membuatnya dengan cepat membuka kedua mata. Ia mencoba berkonsentrasi agar pria itu tidak tahu hal kotor yang baru saja dipikirkannya.
“Namaku Alexander, aku adalah sahabat kakakmu, Phillipe.”
“Sahabat Phillipe? Kenapa aku tidak pernah melihatmu sebelumnya?”
Alex menyingkirkan pecahan kaca yang sedari tadi dipegang Euginea lalu melepaskan tangan wanita itu dari genggamannya. “Karena kami lebih sering bertemu di Inggris.”
“Lalu kenapa aku bisa berada disini? Kau mau membawaku kemana?”
“Saat ini kita sedang dalam perjalanan menuju Inggris.”
“Inggris?!” pekik Euginea histeris. “Bagaimana bisa aku berada disini tanpa aku ketahui? Kenapa tidak ada yang bertanya padaku terlebih dulu apakah aku bersedia pergi atau tidak?”
“Phillipe dan Yang Mulia raja ingin melindungimu. Mereka tahu kau pasti akan menolak jika mereka memberitahu rencana yang mereka buat untukmu. Kau tahu bagaimana keadaan kerajaan saat ini jadi mereka memintaku membawamu menjauh dari Prancis untuk sementara waktu.”
“Tapi bagaimana dengan mereka sendiri? Mereka juga pasti dalam bahaya saat ini.”
“Mereka jauh lebih bisa melindungi diri sendiri dari pada kau, Putri.”
Euginea menatap Alex kesal. “Kau pikir aku tidak bisa melindungi diriku sendiri?”
“Bukan aku yang mengatakannya tapi kakakmu, dan aku hanya melakukan apa yang kakakmu minta dariku, membawamu menjauh dari Prancis agar kau terlindungi,” Alex menyerahkan surat yang ditulis Phillipe kepala Euginea. “Ini surat dari Phillipe untukmu. Kau bisa membacanya sendiri. Sementara itu pelayan pribadimu akan membantumu bersiap. Sarapan sudah siap, kau harus makan,” kata Alex, lalu berjalan pergi meninggalkan Euginea yang langsung membuka surat yang baru saja diterimanya dari Alex.
Euginea tahu jika Alex tidak berbohong padanya ketika ia melihat tulisan tangan Phillipe. Ia tidak mungkin tidak mengenali tulisan tangan kakaknya sendiri.
Euginea sayangku…
Maaf jika membuatmu menjauh dari Prancis dengan cara seperti ini. Aku dan Papa tidak memiliki pilihan lain karena jika kami mengatakannya padamu, kau pasti tidak akan mau pergi.
Euginea sayangku…
Kau pasti sangat kaget saat menemukan dirimu tidak sedang berada dalam kamarmu tapi ini kami lakukan demi kebaikanmu dan juga kebaikan kami. Bagi kami kau adalah kekuatan sekaligus kelemahan kami. Sudah cukup kami kehilangan mama dengan cara yang mengenaskan, kami tidak ingin kehilanganmu juga. Aku dan Papa tidak ingin kau mengalami nasib yang sama dengan Mama karena itu kami meminta Alex membawamu menjauh untuk sementara waktu agar kau tetap aman.
Euginea sayangku…
Alex adalah sahabat baikku. Tidak ada orang yang paling aku percayai saat ini dibanding dirinya. Alex akan menjagamu, dia akan melindungimu dan memastikan keselamatanmu. Jika kau bersamamnya, aku bisa tenang dan bisa berkonsentrasi menyelesaikan masalah yang tengah terjadi saat ini. Begitu permasalahan ini selesai dan pelaku yang bertanggung jawab atas kematian Mama tertangkap, aku pasti akan menjemputmu lagi. Aku berjanji.
Bersikap baiklah pada Alex. Dia orang yang baik. Percayakan keselamatanmu padanya. Dia pasti akan selalu melindungimu seperti yang aku dan papa lakukan selama ini. Aku harap kau mengerti dengan keputusan yang kami buat ini.
Ttd,
Phillipe & Papa
Euginea menghela nafas. Jadi sekarang ia akan terjebak di Inggris dan tidak bisa melakukan apa pun untuk bisa membantu kedua pria yang sangat dicintainya itu? Ini sangat tidak adil baginya.
“Anda baik-baik saja Yang Mulai?”
“Bukankah seharusnya Papa dan Phillipe bertanya padaku terlebih dulu sebelum mengambil keputusan seperti ini, Ella?”
“Maaf jika saya lancang, Yang Mulia, tapi saya yakin apa yang Yang Mulia Pangeran dan Yang Mulia Raja lakukan saat ini adalah yang terbaik untuk semua orang. Jika anda tetap di istana mereka tidak akan bisa berkonsentrasi mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi atas kematian Yang Mulia Ratu. Mereka pasti akan akan terus mengkhawatirkan keselamatan anda. Yang Mulia Pangeran dan Yang Mulia Raja tahu anda adalah kekuatan sekaligus kelemahan terbesar mereka, jadi membawa anda ke tempat aman merupakan pilihan terbaik yang bisa mereka lakukan.”
Euginea terdiam. Jadi ia tidak diculik melainkan dibawa pergi untuk diselamatkan. Lebih terdengar seperti seseorang yang tengah melarikan diri.
4. Pria Menyebalkan
“Mari saya antarkan anda untuk sarapan, Yang Mulia,” kata Ella begitu ia sudah selesai membantu Euginea membersihkan diri.
“Aku tidak ingin sarapan.”
“Anda harus makan, Yang Mulia. Anda tertidur cukup lama dan anda membutuhkan tenaga. Saya tidak ingin anda sakit.”
“Itu karena kalian memberiku obat tidur,” kata Euginea ketus.
“Maafkan saya, Yang Mulia. Saya melakukannya atas perintah Yang Mulia Pangeran,” Ella menunduk. Ia tidak berani menatap Euginea karena tahu apa yang dilakukannya salah. Tapi ia juga tidak bisa menolak perintah karena ini jalan satu-satunya untuk membawa Euginea keluar dari Prancis.
Euginea menghela nafas. Tebakannya ternyata benar. Ia diberikan obat tidur agar bisa dengan leluasa dikeluarkan dari istana dan dijauhkan dari Prancis tanpa ia ketahui.
“Jadi tidak ada yang tahu mengenai kepergianku saat ini, Ella?”
“Tidak ada Yang Mulia. Hanya Yang Mulia Pangeran, Yang Mulia Raja dan beberapa orang-orang kepercayaan mereka yang tahu jika anda sudah tidak lagi berada di istana. Mereka tetap ingin merahasiakan kepergian anda untuk bisa memancing pelaku kematian Yang Mulia Ratu, karena besar kemungkinan anda akan menjadi sasaran selanjutnya.”
Euginea mengangguk. Keadaan istana memang sedang tidak baik-baik saja. Meskipun tidak dilakukan secara terang-terangan tapi Euginea tahu ada perang saudara yang tengah terjadi untuk merebutkan kekuasaan di dalam istana. Korban pertama mereka adalah sang mama yang harus meninggal karena racun.
Euginea tentu saja sedih dengan hal itu. Semua orang berduka tapi yang paling merasa kehilangan tentu saja sang papa. Dia terpaksa harus kehilangan teman hidupnya karena keserakahan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
“Siapa sebenarnya pria tadi, Ella? Aku yakin ada yang kau ketahui tentang dirinya.”
“Pria tadi bernama Alexander Jonathan Hendon, Earl of Torrington. Beliau merupakan salah satu bangsawan yang cukup disegani di Inggris. Hanya itu yang saya ketahui, Yang Mulia.”
“Jadi pria tadi seorang bangsawan? Pantas saja auranya sangat mengintimidasi,” gumam Euginea. “Apa yang harus aku lakukan sekarang, Ella?”
“Anda harus tetap berada di Inggris sampai semua permasalahan di istana selesai, Yang Mulia. Dengan cara ini anda bisa membantu Yang Mulia Pangeran dan Yang Mulia Raja untuk berkonsentrasi menemukan pelaku yang telah melakukan kejahatan terhadap Yang Mulia Ratu.”
Euginea mengangguk. Ia memang tidak menyukai situasi yang saat ini terjadi, tapi apa yang dikatakan Ella benar. Ia bisa membantu Phillipe dan papanya dengan tetap di Inggris sampai keadaan kembali seperti sedia kala. Ia yakin, cepat atau lambat Phillipe dan papanya pasti bisa menemukan orang yang bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi.
“Kalau begitu antarkan aku ke ruang makan. Kau benar, aku butuh tenaga agar aku tetap sehat dan kuat. Aku tidak boleh membuat Phillipe dan Papa mengkhawatirkanku terus-menerus.”
Ella tersenyum. Ia membukakan pintu untuk sang majikan. “Mari ikut saya, Yang Mulia.”
Euginea mengangguk. Ia mengikuti Ella menuju ruang makan dimana di sana sudah ada Alex dengan aura mengintimidasi yang sangat kuat tengah menikmati sarapannya.
Euginea tidak suka dengan situasi yang terjadi saat ini tapi ia tidak memiliki pilihan lain. Berbalik dan kembali ke kamar hanya akan membuat Alex berpikir jika pria itu bisa mengintimidasinya dengan mudah. Ia adalah seorang putri. Tidak ada yang boleh membuatnya terintimidasi.
Dengan wajah diangkat ke atas, Euginea melangkah anggun dan duduk dihadapan Alex. Ia tidak ingin duduk bersebelahan dengan pria asing menyebalkan yang mulai saat ini sangat tidak disukainya itu.
“Aku pikir kau tidak mau akan sarapan, Yang Mulia.”
“Awalnya aku berencana seperti itu, tapi setelah aku pikir-pikir aku membutuhkan makanan untuk bisa melindungi diriku sendiri.”
“Terdengar sangat menyenangkan jika kau benar-benar bisa melakukannya. Dengan begitu aku tidak harus merasa terbebani karena harus melindungimu.”
“Aku tidak pernah ingin dilindungi olehmu atau siapapun,” ketus Euginea. Ia tahu Alex tengah menyindirnya dan sialnya ia memang merasa tersindir dengan perkataan pria itu.
“Kau memang tidak meminta, tapi kenyataannya sekarang aku sedang melindungimu, bukan?”
“Apa sebenarnya inti dari pembicaraanmu ini, My Lord?”
“Aku hanya ingin kau bisa menempatkan diri dengan baik, Yang Mulia. Ingatlah saat ini kau tidak sedang berada di istanamu yang megah itu, kau berada di daerah kekuasaanku jadi belajarlah untuk bersikap sopan dan menghargai semua orang.”
“Aku pasti akan melakukannya, kau tidak perlu memintaku melakukan hal itu.”
“Baguslah kalau begitu. Sekarang sarapanlah. Aku tidak ingin semakin direpotkan dengan menjaga seorang Putri yang sakit hanya karena kelaparan.”
Euginea menggenggam kedua tangannya dengan kesal. Ia marah pada Alex tapi ia tidak mungkin melempari pria itu dengan garpu di depannya. Alex pasti akan bisa menghindar dari lemparannya. Satu-satunya cara untuk melawan Alex adalah dengan mengacuhkannya. Ia yakin pria seperti Alexander sangat tidak suka jika diacuhkan orang lain.
Dengan ketenangan yang luar biasa, Euginea mulai menyantap sarapan paginya tanpa mempedulikan kehadiran Alex. Euginea terus bertahan seperti itu bahkan saat ia tahu Alex tengah memperhatikannya dengan terang-terangan. Entah apa yang tengah pria itu rencanakan, tapi ia tidak akan terpancing. Pria seperti Alex tidak akan pernah bisa memancing kesabarannya lagi.
Nyatanya Euginea keliru. Alex jauh lebih dari mampu memancing kesabarannya. Pria itu tidak bergeming sedikitpun saat ia bersikap tidak peduli. Entah pengalaman Alex yang sudah sangat banyak menghadapi musuh-musuhnya, atau memang ia yang tidak tahan dengan aura yang pria itu miliki hingga akhirnya Euginea membanting pisau dan garpu ke atas meja. Dengan kesal ia menatap Alex yang sialnya berkali-kali lipat terlihat begitu tampan dengan wajah datar menyebalkannya itu.
Dasar pria menyebalkan. Jika bisa, Euginea pasti sudah melemparkan pisau di depannya saat ini juga.
“Kenapa lagi denganmu, Yang Mulia?”
“Kenapa lagi denganku? Seharusnya aku yang bertanya hal itu padamu. Kenapa lagi denganmu? Kenapa kau terus memperhatikanku seperti itu sejak tadi?”
“Aku memperhatikanmu? Darimana kau tahu aku memperhatikanmu sedangkan kau sedari sejak tadi hanya menunduk sambil menikmati sarapanmu? Apa jangan-jangan kau yang sejak tadi memperhatikanku, Yang Mulia?” sindir Alex.
Euginea ternganga mendengar ucapan Alex. Kenapa sekarang malah ia yang jadi tersangka? Padahal mereka sama-sama tahu jika Alex-lah yang sejak tadi memperhatikannya. Pria itu benar-benar sangat pandai bersilat lidah. Membuat seorang korban malam terlihat sebagai tersangka.
“Kenapa kau diam saja? Apa yang aku katakan benar, bukan?”
Euginea menggeram. Alex benar-benar menyebalkan.
“Kau tahu, kau adalah pria paling menyebalkan yang pernah aku temui seumur hidupku.”
Alih-alih marah, Alex justru tersenyum tipis semndengar ucapan Euginea. Ia berdiri. “Syukurlah kalau begitu. Dengan begitu aku berharap kau tidak akan jatuh cinta padaku, karena aku tidak pernah ingin terlibat dengan wanita manapun di dunia ini, apalagi dengan wanita manja yang tidak bisa melakukan apa pun seperti dirimu.”
Setelahnya Alex berjalan pergi meninggalkan ruang makan, sementara Euginea hanya bisa ternganga mendengar perkataan Alex. Pria itu sangat penuh percaya diri dan dengan berani menuduhnya seperti itu.
Benarkah Alexander merupakan sahabat baik Phillipe? Kenapa sikap mereka sangat berbanding terbalik? Dimana sebenarnya Phillipe bertemu dengan pria semenyebalkan Alexander?
5. Rencana Yang Sempurna
Euginea membanting pintu kamarnya dengan keras. Kemarahannya pada Alexander ia lampiaskan pada benda mati yang sama sekali tidak bisa mengurangi rasa marahnya atas ucapan Alexander padanya saat sarapan tadi. Ia marah bukan karena perkataan Alex benar, tapi justru karena ucapan pria itu yang sangat keliru dan sialnya tidak bisa ia bantah. Alex sudah lebih dulu pergi sebelum ia bisa meluruskan pemikiran pria itu.
Euginea tidak mengerti dengan jalan pikiran Alexander. Bisa-bisanya pria itu berpikir ia akan tertarik padanya. Ia tidak mungkin tertarik dengan pria semenyebalkan Alexander. Pria dengan mulut tajam itu tidak akan pernah masuk dalam kriteria pria idamannya.
Euginea akui Alex memang tampan dan ia terpesona dengan ketampanan pria itu, tapi hanya sebatas itu. Alex bukan pria tampan pertama yang dilihatnya. Selama ini sudah banyak pria tampan yang ditemuinya dan tertarik padanya jadi tidak seharusnya Alex merasa besar kepala seperti itu hanya karena ia pernah terpukau saat mereka pertama kali bertemu.
“Tapi hanya Alexander yang membuatmu terpesona, bukan?”
Euginea menggeram mendengar suara hatinya yang seolah tengah meledeknya. Ia akui Alex memang membuatnya terpesona, tapi bukan berarti ia akan langsung jatuh cinta pada pria itu, bukan? Toh ia wanita normal yang tentu saja menyukai pria. Jadi bukan hal yang aneh jika ia terpesona ketika melihat pria tampan.
Yang seharusnya diluruskan adalah pemikiran Alexander. Pria itu terlalu percaya diri dan angkuh. Dia Menganggap semua wanita akan jatuh cinta padanya hanya karena dia memiliki wajah yang tampan. Padahal kenyataannya tidak seperti itu. Tidak semua wanita akan jatuh cinta padanya.
“Syukurlah kalau begitu. Dengan begitu aku berharap kau tidak akan jatuh cinta padaku, karena aku tidak pernah ingin terlibat dengan wanita manapun di dunia ini, apalagi dengan wanita manja yang tidak bisa melakukan apa pun seperti dirimu.”
“Wanita manja yang tidak bisa melakukan apa pun katanya?” Euginea menggeram. “Kenapa semua orang selalu berpikir seperti itu tentangku? Apa karena aku seorang putri? Apa seorang putri memang identik dengan hal-hal seperti itu? Kenapa semua orang selalu saja meremehkanku? Sebelumnya Phillipe dan Papa yang menganggapku seolah menjadi beban bagi mereka hingga mereka menjauhkanku secara diam-diam dari Prancis, lalu sekarang Alexander. Apa aku harus membuktikan pada mereka semua kalau aku tidak selemah yang mereka tuduhkan selama ini?”
Euginea menatap dirinya di depan cermin. “Kenapa semua orang selalu berpikir aku tidak bisa melakukan apa pun?” tanyanya pelan.
Selama ini Euginea selalu bersikap lemah lembut karena tuntutannya sebagai seorang putri, tapi bukan berarti ia tidak bisa melakukan apa pun seperti yang semua orang tuduhkan. Ia bisa melindungi diri sendiri tapi tentu saja ia tidak harus membuktikan apa pun terutama pada Alexander. Pria itu bukan siapa-siapa. Pria itu tidak penting baginya. Euginea hanya harus membuktikan diri pada Phillipe dan papanya kalau ia lebih dari mampu untuk menjaga diri.
Suara ketukan di pintu kamar membuat Euginea tersadar dari lamunannya. Ia menatap kearah pintu, menunggu untuk memastikan siapa yang telah berani mengganggunya.
“Yang Mulia, anda baik-baik saja?”
Suara Ella yang terdengar khawatir membuat Euginea bergegas membuka pintu. Tadi ia berjalan cepat kembali ke kamar tanpa mempedulikan Ella, tidak heran kalau pelayan pribadinya itu menyusulnya.
“Aku baik-baik saja, Ella. Apa ada masalah?”
“Tidak ada Yang Mulia, saya hanya ingin memastikan keadaan anda saja.”
“Seperti yang kau lihat,” Euginea masuk ke kamarnya diikuti Ella. Ia bersyukur semua pelayan berada di luar saat ia dan Alex sarapan tadi jadi tidak ada yang mendengar ucapan Alex padanya. “Kapan kita akan bersandar?”
“Kemungkinan paling lambat sore nanti, Yang Mulia, tapi jika cuacanya cukup baik seperti ini kita bisa tiba lebih cepat.”
Euginea mengangguk. Ia berharap mereka bisa segera sampai agar ia tidak terjebak di tempat sempit ini semakin lama bersama pria semenyebalkan Alexander.
“Apa kau tahu kemana pria itu akan membawaku?”
“Yang saya tahu, His Lordship tinggal di Avening, jadi kemungkinan besar beliau akan membawa anda kesana.”
“Avening?” Euginea bergumam. Ia baru mendengar tempat itu. Selama ini ia hanya tahu London dan beberapa tempat di sekitar London. Ia tidak memiliki kenalan atau kerabat di daerah lain apalagi daerah yang baru saja disebutkan Ella.
“Baiklah Ella, kau bisa kembali ke kamarmu. Aku ingin beristirahat sebentar sebelum kapal bersandar.”
“Baik Yang Mulia. Saya akan datang siang nanti untuk membantu anda bersiap.”
Euginea mengangguk. Ia membiarkan Ella keluar dan kembali menutup pintu. Ia butuh sendiri untuk berpikir. Memikirkan kembali apa dan bagaimana ia akan membalas Alex nanti.
Alexander… pria itu harus diberi pelajaran agar tidak selalu memandang rendah setiap wanita, tapi bagaimana caranya?
Euginea berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya sambil terus memikirkan semua hal yang bisa dijadikan ajang balas dendam terhadap Alex.
Sebagai seorang putri, Euginea terbiasa mendapat perhatian penuh dari semua orang. Ia selalu diutamakan dan diperlakukan dengan sangat baik dan hati-hati. Tapi Alex sangat berbeda. Pria itu sama sekali tidak terlihat menghormatinya. Bahkan ucapan Alex tadi sangat menyinggungnya.
Ini untuk pertama kali ada seorang pria yang mengatakan hal itu padanya. Tentu saja Euginea tidak bisa diam begitu saja. Jika ia hanya diam, hal itu sama saja dengan membenarkan ucapan Alexander. Jadi ia harus memberi pria itu pelajaran agar tidak selalu memandang rendah dirinya, tapi bagaimana caranya? Apa yang harus dilakukannya?
Euginea menghempaskan tubuh di atas ranjang. Ia menatap langit-langit kamar yang ditempatinya sementara otaknya terus berusaha keras memikirkan semua hal yang bisa dilakukannya untuk membalas Alex.
Ada banyak ide yang terlintas dalam pikiran Euginea, tapi tidak ada satupun yang membuatnya merasa bisa membalas Alex. Hingga sebuah ide paling tidak masuk akal namun paling berpotensi untuk membalas kekesalannya pada Alex membuat Euginea terlonjak dari tidurnya.
Meskipun sebagian dalam dirinya menentang, tapi tidak ada rencana paling tepat yang bisa dilakukannya selain ini. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa dilakukannya untuk memberi Alex pelajaran.
Euginea tersenyum lebar. Ia akan membuat Alex jatuh cinta padanya lalu setelahnya ia akan mencampakkan pria itu. Bukankah itu rencana yang sangat sempurna?
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
