
FINALLY, I FOUND SOMEONE (SEQUEL OF LOVE ME, PLEASEE!!)
PROLOG SAMPAI PART 5
JANGAN SAMPAI KETINGGALAN CERITA INI. DI JAMIN KALIAN BAKALAN SUKA DENGAN KEBUCINAN JACK DAN PERJUANGANNYA UNTUK MENDAPATKAN CINTA ARABELLA
Prolog
Napas Arabella masih memburu setelah kenikmatan dahsyat yang menghantamnya. Ia menarik selimut menutupi tubuhnya berniat untuk tidur ketika pria di sampingnya menyelipkan sebelah tangan di bawah kepalanya, menarik kepalanya agar berbaring di atas dadanya seperti yang biasa mereka lakukan setelah percintaan panas mereka.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Menemanimu tidur, tentu saja. Memangnya apa lagi?"sahut Jack tidak suka. Pasalnya iniuntuk pertama kalinya Arabella menanyakan hal itu sejak mereka berbagi ranjang seminggu terakhir.
Arabella mengangkat kepalanya, "Apa maksudmu dengan menemaniku tidur, My Lord?"
Jack dengan santai mengangkat bahunya, "Kita sudah menghabiskan beberapa malam bersama, jadi apa salahnya sekarang kalau aku ingin tidur denganmu?"
"Salah, jelas itu salah," Arabella menegakkan tubuhnya hingga ia tidak lagi berbaring, "Tempatmu bukan di sini, melainkan di kamarmu sendiri. Kamar Marquess dan aku ingin menegaskan hal itu mulai malam ini padamu."
Jack ikut duduk, menatap Arabella dengan kening berkerut,
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."
"Seharusnya aku mengatakan ini sejak awal, tapi kau selalu berhasil membuatku melupakan segala hal setiap kau berada di dekatku. Tapi sekarang kau harus mendengarkan semuanya,"Arabella menghela napas sebelum kembali melanjutkan kalimat yang sejak tadi sudah dipikirkannya sebelum Jack memasuki kamarnya.
"Aku berterima kasih padamu atas semua yang kau berikan padaku. Kau membuatku tidak lagi ketakutan padamu dan itu sungguh pencapaian yang luar biasa. Jadi aku pikir, ketika kau sudah berhasil membuatku tidak lagi ketakutan padamu dan ketika kau sudah mendapatkan apa yang seharusnya kau dapatkan, maka semua sudah selesai di antara kita. Kau tidak bisa terus-menerus tidur di sini denganku. Tempatmu bukan di sini, tapi di kamar Marquess. Kamarmu yang sesungguhnya."
"Kalau begitu kau tidak memiliki pilihan lain,"Jack menatap
Arabella dengan tatapan yang tidak bisa di mengerti wanita itu.
Mata Arabella menyipit, "Apa?"
Jack tersenyum. Senyum yang sangat manis, "Kau harus bersedia menjadi istriku, dengan begitu aku tidak harus tidur lagi di sini. Bukankah itu penyelesaian yang tepat?" sahut Jack santai seolah kalimat pengusiran yang dilontarkan Arabella sebelumnya tidak pernah ada.
Arabella tertegun selama beberapa saat, mencerna maksud ucapan Jack. Sebenarnya tidak butuh waktu lama bagi Arabella untuk mengerti maksud ucapan pria itu, karena Jack sudah dengan sangat jelas mengungkapkan keinginannya. Keinginan untuk menjadikannya seorang istri.
Yang jadi pertanyaan saat ini adalah bisakah ia mempercayakan hati dan hidupnya pada pria yang duduk di hadapannya ini ataukah ia akan tetap bertahan dengan keputusan untuk tidak menikah? Pantaskah ia bahagia dan menjadi istri seorang priaterhormat seperti Jack sedangkan ia sendiri bukanlah wanita terhormat. Ia pernah tercoreng.
"Menikahlah denganku Arabella."
1. Kehidupan Baru
Senyum lebar menghiasi wajah Arabella setelah membaca surat yang dikirimkan Elena padanya. Elena menceritakan tentang kehamilannya yang kini sudah menginjak usia tujuh bulan serta sikap posesif Chris yang semakin hari semakin membatasi aktifitasnya.
Arabella bisa membayangkan betapa kesalnya Elena akan tingkah menyebalkan Chris, tapi ia juga tidak menyalahkan segala hal yang Chris lakukan pada Elena. Bagaimana pun itujuga ini adalah bayi pertama mereka dan sudah tentu mereka –terutama Chris sangat antusias untuk menyambut kehadiran buah cintanya dengan Elena.
Arabella meletakkan surat yang baru saja di terimanya ke dalam laci di mejanya, bersama dengan surat lain yang di terimanya dari Elena. Ia akan membalasnya nanti malam, tapi sekarang ia harus bergegas melakukan aktifitas yang rutin di lakukannya di pagi hari – mandi dan mencuci pakaiannya– sebelum melakukan pekerjaannya sebagai seorang Governess.
Yah, enam bulan sudah Arabella menanggalkan statusnya
sebagai seorang Lady, memakai identitas baru dan menjalani kehidupan barunya. Arabella Pevensey adalah nama yang di pilihnya. Bukan tanpa alasan Arabella memilih nama itusebagai identitas barunya saat ini. Itu adalah nama belakang ibunya. Wanita yang telah melahirkan dan merawatnya hingga ia tumbuh menjadi wanita yang cantik dan mempesona seperti saat ini.
Selain mengganti identitasnya –menanggalkan status kebangsawanan yang di sandangnya selama ini– Arabella juga bekerja sebagai seorang Governess. Mengajari anak bangsawan cantik berumur sebelas tahun yang untungnya bersikap sangat penurut kepadanya.
Arabella sangat menikmati pekerjaannya dan kehidupan baru yang kini di jalaninya. Meskipun tidak ada pelayan yang selama ini selalu membantunya mengurusi segala hal, Arabella tetap menikmati hidupnya saat ini. Hidupnya terasa jauh lebih tenang dan damai. Tidak ada lagi tatapan iri dari para wanita, serta tatapan penuh nafsu dari para pria. Di tempat ini Arabella dihargai layaknya seorang wanita pada umumnya.
Avening. Adalah tempat yang di pilihnya untuk memulai hidup barunya sebagai seorang Governess. Hidup baru yang sangat di sukainya.
Memang rencana ini sudah lama dipikirkan Arabella karena muak dengan masa lalu yang terus menghantuinya serta kehidupannya London. Meskipun itu berarti ia harus meninggalkan adik kesayangannya Hugo, tapi ia yakin Meredith akan menjaga Hugo dengan baik. Bagaimana pun juga Hugo adalah anak kandung Meredith dan wanita itu hanya membenci dirinya, bukan Hugo sang anak kandung.
Beruntung tidak lama setelah memutuskan membantu Elena mengenai cinta Chris, panggilan dari Agensi –miliknya bersama temannya– tempatnya mendaftarkan diri sebagai seorang pekerja membuat Arabella bisa meninggalkan London.
Tidak ada yang dibawanya dari London, kecuali beberapa
gaun sederhana yang dimilikinya dan serta Ada –pelayan pribadinya yang memaksa untuk ikut kemana pun ia pergi. Arabella tidak memiliki pilihan lain selain menuruti keinginan Ada yang ingin menjaganya meskipun tidak menjadi pelayannya lagi. Ada adalah orang yang menyayangi dan menemaninya selama ini. Tapi kehadiran Ada di dekatnya saat ini tidak bisa di terimanya. Apa jadinya kalau seorang Governess memiliki pelayan pribadi?
Jadi setelah perdebatan panjang yang mereka lakukan, ia
tetap membawa Ada bersamanya, tapi bukan sebagai pelayan pribadinya. Ada bekerja sebagai pelayan di kediaman bangsawan tempat Arabella bekerja dan tinggal di kastil, sementara dirinya lebih memilih tinggal di pondok yang terdapat di dekat danau.
Awalnya, kepala pelayan di kastil tidak menyetujui keinginannya, tapi karena Arabella terus mendesak dan di bantu – Jennifer anak asuhnya– pada akhirnya Grange sangkepala pelayan membiarkan Arabella tinggal di pondok, tentu saja dengan catatan ketika salju mulai turun Arabella harus tinggal di kastil seperti pegawai kastil lainnya. Arabella tentu saja menerimanya dengan senang hati. Yang terpenting ia bisa memiliki waktu untuk dirinya sendiri, setidaknya sampai salju turun.
Setelah menjemur pakaiannya, Arabella bergegas membersihkan diri dan bersiap ke kastil sebelum Jennifer atau biasa dipanggil Jane datang dan mengacaukan pondok miliknya seperti yang biasa gadis kecil itu lakukan setiap kali iaterlambat datang.
Sesampainya di pintu belakang kastil, Jane langsung berlari menuruni anak tangga satu persatu di depan pintu menyambut kedatangannya.
“Wooow... hati-hati My Lady, kau bisa jatuh jika tidak hati-hati.”
Jane tersenyum lebar ke arah Arabella, tidak menghiraukan ucapan Arabella dan melanjutkan langkahnya, "Aku memiliki kabar gembira Mrs. Pevensey."
Arabella tersenyum. Mrs. Pevensey. Begitulah dirinya di panggil. Ia memang memberitahu kalau dirinya sudah menikah dan suaminya tengah bekerja sebagai seorang tentara. Hal itu sengaja dilakukannya agar orang-orang tidak menaruh curiga mengenai kehadirannya di Avening dan tentu saja untuk menghindari godaan dari para pria yang berniat mendekatinya.
"Apa itu, Jane?" tanya Arabella yang terbiasa memanggil
Jennifer dengan nama kecil gadis itu atas permintaan Jane sendiri. "Coba tebak,"seru Jane bersemangat.
Arabella terlihat berpikir selama sesaat lalu menggeleng, "Aku menyerah. Aku benar-benar tidak tahu apa yang membuatmu sebahagia ini."
Senyum di wajah Jane tidak berkurang sedikit pun mendengar jawaban Arabella. Ia malah langsung memberitaahu apa yang membuatnya begitu gembira pagi ini, "Kakakku akan segera pulang. Sekarang ia sedang dalam perjalanan kemari."
"Itu kabar yang menyenangkan Jane, tidak heran kau begitu bersemangat seperti ini."
"Tentu saja,"Jane meraih tangan Arabella dan melompat- lompat kegirangan, "Aku merindukannya. Aku sangat ingin bertemu dengan kakakku."
Arabella tersenyum, ikut merasakan kegembiraan Jane. Ia tahu Jane sangat dekat dengan kakaknya melalui cerita yang selalu Jane ceritakan padanya. Jane juga sudah sangat menantikan saat ini, saatkakaknya akhirnya kembali. Jadi tidak heran kalau sekarang Jane sangat bersemangat menunggu kedatangan sang kakak.
"Ngomong-ngomong apa yang telah kau siapkan untuk menyambut kakakmu, Jane?"
Senyum di wajah Jane menghilang. Ia menatap Arabella dengan pandangan bingung. Ia tidak memikirkan hal itu sama sekali. Mendengar kabar kepulangan Jack membuatnya melupakan segala hal.
"Bagaimana kalau kita melanjutkan rajutan membuat sarung tangan berkuda untuk kakakmu," saran Arabella yang tahu bahwa Jane belum memikirkan hal itu ketika melihat wajah bingung Jane,
"Bukankah kau bilang kakakmu suka berkuda? Atau kau bisa menyelesaikan rajutan syalmu agar bisa dipakainya saat pergi berkuda. Udara sudah mulai dingin.”
Dua benda itu memang hampir selesai mereka buat dan sejak awal, Jane memang sengaja membuatnya untuk nanti diberikan pada Jack ketika pria itu pulang.
"Kau benar. Kalau begitu ayo. Kau harus membantuku Mrs. Pevensey. Kedua benda itu harus selesai hari ini." "Tentu saja Jane, dengan senang hati."
Arabella menerima uluran tangan Jane, mereka melangkah ke dalam. Sarapan bersama sebelum melanjutkan rajutan yang memang sudah hampir selesai mereka buat.
Hampir seharian penuh keduanya bergulat dengan benang dan jarum. Mereka berhenti ketika waktu makan tiba dan kembali melanjutkannya lagi hingga tak terasa kedua benda ituakhirnya selesai mereka buat. Dengan bantuan Arabella, Jane membungkus kedua benda itu dan menyimpannya di dalam laci.
"Terima kasih Mrs. Pevensey. Nanti begitu kakakku tiba aku akan memberikan padanya sebagai hadiah selamat datang."
"Aku yakin kakakmu pasti menyukainya,"ucap Arabella tulus.
Ia membayangkan Hugo seperti Jane yang pasti akan sangat senang ketika dirinya pulang. Tapi entah kapan itu terjadi, Arabella tidak tahu. Iabahkan ragu untuk kembali ke London. Hanya melalui surat dirinya berkomunikasi dengan Hugo yang tentu saja tanpa sepengetahuan Meredith. Hubungannya dengan Meredith memang tidak pernah baik sejak dulu.
"Apa yang sedang kau pikirkan Mrs. Pevensey?"
"Tidak, tidak ada. Aku hanya tidak sabar bertemu dengan kakakmu. Bukankah kau bilang akan mengenalkannya padaku ketika ia kembali nanti?"
Arabella berbohong. Sesungguhnya ia tidak ingin berkenalan dengan siapa pun, tapi tentu saja sejak bekerja sebagai seorang Governess, ia harus menjaga perasaan semua orang terutama sang anak didik. Ia tidak ingin membuat wanita itu kecewa terutama setelah tahu betapa memujanya gadis kecil itu pada sangkakak. Lagi pula ia memang sudah seharusnya mengenal majikannya, suka atau tidak suka.
"Tentu, aku yakin kau akan menyukai kakakku. Dia pria yang sangat tampan dan menyenangkan."
"Aku percaya dengan apa yang kau katakan, mengingat dirimu sendiri begitu manis dan menyenangkan, My Lady."
Senyum di wajah Jannifer mengembang. Ia sangat menyukai Arabella. Hanya Arabella, Governess yang sangat disukainya. Selama ini setiap Governess yang dipekerjakan untuk mengajarinya selalu tidak cocok dengan dirinya. Mereka terlalu kaku dan seringkali menuntutnya melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Tapi Arabella berbeda. Wanita itu tidak pernah menuntutnya untuk melakukan segala sesuatu, wanita itu cenderung mengikuti keinginannya. Meskipun pada akhirnya dirinyalah yang mengikuti keinginan Arabella.
"Apa kau akan makan malam disini Mrs. Pevensey?"
"Sepertinya tidak My Lady. Aku harus segera kembali ke pondok dan istirahat. Aku sedikit kurang enak badan, tapi aku akan membawa makanan dari sini untuk di makan dipondok."
"Apa kau sakit karena membantuku? Maafkan aku."
"Oh tidak, tentu saja tidak," jawab Arabella cepat. Ia tidak ingin membuat Jane merasa sedih karenanya, "Akhir-akhir ini udara sudah mulai dingin, mungkin karena sebentar lagi memasuki musim dingin. Jadi badanku sedikit meriang karena belum terbiasa dengan perubahan cuaca ini."
"Aku akan meminta Grange mengantarkan selimut tambahan untukmu nanti. Istirahatlah Mrs. Pevensey, aku harap kau tidak sakit, tapi kalau memang cuacanya semakin dingin, kau harus segera tinggal di sini seperti yang Grange katakan padamu."
"Tentu Jane," Arabella tersenyum, melihat betapa tulusnya gadis berusia sebelas tahun itu memperlakukannya, "Kalau begitu aku permisi dulu My Lady. Ingat kau harus membaca buku yang aku berikan padamu kemarin sebelum tidur."
"Tentu, tidak perlu khawatir."
Arabella kembali tersenyum dan melangkah meninggalkan kastil. Badannya memang sedikit hangat dan ia butuh beristirahat secepatnya. Tapi baru saja menuruni anak tangga di teras belakang kastil satu persatu, kaki Arabella tanpa sengaja menginjak ujung gaunnya hingga membuatnya terhuyung ke depan.
Arabella sudah bersiap merasakan rasa sakit akibat tubuhnya yang sebentar lagi akan menyentuh tanah, tapi keberuntungan tengah berpihak kepadanya. Sebuah tangan kekar sudah lebih dulu menahan bahunya dari belakang, mencegahnya hingga tidak terjatuh.
Napas Arabella memburu akibat rasa rasa takut dan terkejut. Tapi belum sempat ia menoleh untuk mengucapkan terima kasih pada sang penolong, suara priaitu yang sudah lebih dulu menanyakan keadaannya membuat tubuh Arabella kaku. Suara itu terdengar familiar, tidak terlalu familiar memang tapi suara pernah dikenalnya.
Siapa pun pemilik suara itu, Arabella tahu, bahwa si pemilik suara adalah salah satu bagian dari masa lalunya. Masa lalu yang tidak ingin diingatnya kembali.
2. Bertemu Lagi
"Apa kau baik-baik saja?"
Suara itu kembali memasuki telinga Arabella. Ia ingin menoleh dan melihat sosok pemilik suara berat itu, tapi ketakutan sudah lebih dulu menguasainya. Ia pindah ke Avening karena tidak ingin bertemu dengan orang-orang yang pernah di temuinya di masa lalu, dan orang yang kini berdiri di belakangnya sembari memegang kedua bahunya jelas adalah salah satu dari orang yang tidak ingin di temuinya. Terbukti dari suaranya yang terdengar familiar di telinganya.
"Hei nona, aku bertanya padamu apa kau baik-baik saja?" Arabella menolehkan kepalanya ke samping, mencegah pria itu melihatnya ketika merasakan gerakan di belakangnya. Ia melangkah, menuruni satu anak tangga hingga tangan yang sebelumnya memegang kedua bahunya terlepas.
"Aku baik-baik saja terima kasih. Aku permisi,"tanpa menunggu jawaban dari pria di belakangnya, Arabella meraih kedua sisi gaunnya dan melangkah lebar menuruni anak tangga. Ia harus segera pergi secepatnya. Kehadiran pria itu membuatnya tidak nyaman.
"Wanita yang aneh,"gerutu Jack yang tadi membantu Arabella ketika wanita itu terjatuh.
Jika dilihat dari penampilan fisiknya, ia yakin wanita itu adalah wanita yang cantik, tapi kenapa mesti malu memperlihatkan wajahnya? Jack tidak mengerti. Ia juga tidak ingin ambil pusing
memikirkan seseorang yang tidak dikenalnya. Jack berbalik dan melangkah masuk melalui pintu belakang kastil. Ia sengaja masuk lewat belakang karena ingin memberikan kejutan pada Jane.
"My Lord, anda sudah kembali," Grange tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika Jack tiba-tiba saja muncul di ruang tengah. Pria paruh baya itu memberi hormat pada sang majikan.
Jack tersenyum lebar, "Aku sengaja lewat belakang. Apa kamarku sudah siap?"
"Tentu My Lord. Setelah menerima surat anda saya langsung menyiapkan kamar anda."
"Bagus kalau begitu. Aku akan langsung ke kamar. Tolong siapkan air hangat, sepertinya aku butuh berendam."
"Aye, My Lord,"Grange melangkah, tapi kembali menatap Jack, "Barang-barang anda My Lord?"
"Aku tidak membawa barang-barang. Aku kemari dengan kudaku dan sudah di tangani John di istal. Barang-barangku mungkin akan tiba besok sore bersama Robert."
Grange mengangguk, "Kalau begitu saya akan menyiapkan air hangat anda dan memberitahu Mrs. Miller untuk menyiapkan tambahan makanan untuk makan malam. Apa anda ingin Brendi, My Lord?"
"Boleh. Aku akan menunggu di kamar kalau begitu dan satu lagi Grange, tolong jangan beritahu mengenai kedatanganku pada Jane. Aku akan memberinya kejutan nanti."
"Aye, My Lord."
Setelah memberitahukan apa saja yang harus dilakukan Grange, Jack melangkah menaiki kamarnya yang terletak di sayap barat. Ia akan mandi dan menunggu sampai makan malam tiba untuk menemui Jane. Ia yakin adiknya itu akan senang menerima kejutannya.
Grange bekerja dengan cepat. Tidak butuh lama bagi Jack menunggu ketika bak mandinya sudah terisi dengan air hangat. Ia langsung berendam, melemaskan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku selama perjalanan dari London ke Avening.
Setelah merasa cukup baik, Jack melangkah keluar dari bak mandi dan mengeringkan tubuhnya lalu melangkah ke kamar, memakai pakaian yang telah disiapkan Grange untuknya. Sebotol Brendi terhidang di atas meja. Jack langsung meminumnya, memberikan kehangatan pada tubuhnya setelah berpakaian lengkap.
Ketika gong makan malam terdengar, Jack melangkah keluar kamarnya menuju ruang makan. Ia langsung duduk di kepala kursi, menanti dengan sabar ketika sosok adik kesayangannya memasuki ruang makan dengan gaun malamnya yang indah.
Awalnya Jane tidak menyadari kehadirannya, tapi begitu menyadari kehadirannya gadis kecil itu langsung berlari memeluknya erat, "Kapan kau tiba? Bagaimana kabarmu? Kenapa tidak langsung menemuiku?"berondong Jane pada Jack.
"Kejutan sayang," Jack tersenyum lebar. "Kau harus menceritakan perjalananmu." "Tentu, tapi sebelum itu kita makan dulu." "Baiklah."
Jane duduk disamping kiri Jack, menikmati makan malam dengan cepat. Tidak sabar mendengar cerita Jack. Jadi begitu makan malam selesai, Jane bergelayut manja di lengan Jack ketika memasuki ruang santai. Keduanya duduk bersama, dengan Jack yang mulai menceritakan perjalanannya yang di dengarkan Jane dengan tatapan kagum. Bagi Jane, sosok Jack adalah idolanya. Kakak yang sangat di sayanginya sekaligus panutan baginya.
"Aku punya sesuatu untukmu,"Jane berdiri, berjalan ke arah meja tempatnya menyimpan rajutan yang telah di buatnya dan menyerahkannya pada Jack.
"Apa ini?"
"Hadiah selamat datang dariku," sahut Jane dengan senyum lebar mengiasi wajahnya, "Bukalah."
Jack tersenyum lalu membuka bungkusan cantik berwarna biru yang diberikan Jane padanya. Dalam hati ia bertanya-tanya sejak kapan Jane jadi bersikap begitu manis seperti ini. Jane yang selama ini dikenalnya adalah adiknya yang manja dan tidak bisa melakukan apa pun. Bukan karena Jane tidak bisa, tapi gadis kecil itu tidak mau. Jane terlalu bergantung padanya hingga membuatnya malas.
Pikiran Jack terhenti ketika melihat isi dari bungkusan yang di berikan Jane padanya. Rajutan sebuah syal dan sepasang sarung tangan berkuda berwarna hitam, "Woow,"Jack tidak bisa menyembunyikan kekagumannya melihat apa yang diberikan Jane di padanya, "Jangan bilang kalau kau membuatnya sendiri?"
Jack menatap Jane dan melihat senyum lebar di wajah adiknya membuat Jack kagum luar biasa. Bukan karena hadiah yang Jane berikan melainkan karena itu adalah hasil dari karya tangan adiknya sendiri, "Kau luar biasa Jane. Aku tidak menyangka kau bisa merajut."
"Mrs. Pevensey yang mengajariku merajut."
Jawaban Jane membuat Jack semakin tidak sabar untuk bertemu dengan Governess yang telah mengajari Jane selama hampir enam bulan ini. Ia ingin berterima kasih dan menanyakan bagaimana cara wanita itu mengajari Jane hingga Jane bisa seperti ini.
"Aku tidak sabar bertemu dengannya."
"Aku akan mengenalkanmu padanya besok."
Kening Jack berkerut, "Kenapa besok? Aku pikir sekarang pun bisa."
Jane mendesah, "Masalahnya Mrs. Pevensey tinggal di pondok.
"Kenapa bisa begitu? Setahuku semua yang bekerja di kastil tinggal disini dan aku merasa belum pernah mengubah peratutan apapun."
"Aku tidak tahu. Seharusnya ia memang tinggal di sini, tapi Mrs. Pevensey bersikeras menolaknya. Tapi aku dan Grange memintanya untuk tinggal disini kalau udara sudah semakin dingin dan itu adalah persyaratan yang kami berikan untuk mengizinkannya tinggal di pondok."
"Aneh sekali," gumam Jack yang tidak habis pikir kenapa wanita itulebih memilih tinggal di pondok dari pada tinggal di kastil yang jauh lebih nyaman.
"Sudahlah biarkan saja. Yang terpenting Mrs. Pevensey tidak pernah mengabaikan kewajibannya. Ia selalu datang pagi-pagi sekali dan menemaniku sarapan. Aku pikir di mana pun ia tinggal tidak masalah, toh sebentar lagi ia juga akan tinggal dikastil. Udara sudah semakin dingin."
"Kau benar,"Jack menyimpan hadiah pemberian Jane, "Sudah malam sebaiknya kau istirahat Jane."
"Baiklah, sampai bertemu besok Jack,"Jane mencium pipi Jack dan berjalan meninggalkan Jack menuju kamarnya.
Sementara ituJack juga langsung ke kamarnya dan beristirahat. Perjalanan yang cukup jauh membuatnya ingin istirahat
secepatnya.
Ketika pagi tiba, Jack berjalan keluar kamarnya menuju istal. Ia menyiapkan kudanya sendiri, berniat mengelilingi tanah kelahirannya yang sudah lama di tinggalkannya.
Hampir tujuh bulan di Prancis bukan waktu sebentar bagi Jack, terlebih ketika ia begitu merindukan Avening dan semua yang ada di sana. Udaranya yang segar serta orang-orangnya yang ramah dan terutama adik kecilnya yang selalu menggemaskan.
Jack melajukan kudanya dengan kecepatan tinggi, membiarkan angin segar membelai rambut panjangnya yang terikat. Ketika sampai di bukit yang bisa memperlihatkan hampir semua pemandangan di tanah miliknya, Jack turun dari kudanya dan mengedarkan pandangan ke segala arah. Mengamati hamparan tanah miliknya serta para penduduk yang bekerja padanya.
Dari tempatnya Jack bisa melihat aliran sungai yang menjadi sumber air bagi penduduk Avening, serta ratusan rumah milik penduduk, hamparan lahan pertanian serta deretan pohon apel yang kini sudah tidak lagi berbuah karena memasuki musim dingin.
Sungguh. Ia sangat merindukan tempat ini. Desa ini. Rumahnya. Tempatnya kembali.
Jack menikmati saat-saat seperti ini, merasakan angin sejuk yang membelai wajah dan tubuhnya. Puas menikmati angin segar, Jack kembali menaiki kudanya dan melajukannya ke kastil.
Grange sudah menyiapkan air hangat untuknya ketika ia memasuki kamar. Jack segera membersihkan diri dan bersiap untuk sarapan pagi sebelum memulai aktifitasnya. Rutinitas yang akan selalu dilakukannya di Avening, memastikan semua orang yang bergantung padanya mendapatkan kehidupan yang baik.
Jane menyambutnya dengan senyum lebar begitu Jack memasuki ruang makan. Gadis kecil itu duduk disamping kiri Jack, "Mrs. Pevensey akan segera datang. Bisakah kita menunggunya sebelum mulai sarapan?"
"Tentu saja. Aku tidak keberatan menunggunya."
Baru saja Jack menyelesaikan ucapannya, pintu ruang makan terbuka menampilkan sosok wanita cantik bermata biru, dengan kulit putihnya yang terlihat bersinar. Mata Jack menyipit melihat sosok wanita yang kini berjalan kearahnya. Untuk sesaat Jack tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika menyadari sosok yang kini tengah melangkah kearahnya adalah sosok yang pernah di kenalnya. Salah satu wanita yang hampir menjadi kandidat calon istrinya.
Mrs. Pevensey.
Begitulah Jane menyebutnya.
Bukankah itu berarti wanita itu sudah menikah? Tapi dengan siapa? Dan kenapa wanita itubisa menjadi seorang Governess di kediamannya?
Berbagai pertanyaan mememuhi kepala Jack, hingga akhirnya sosok wanita itu berdiri di depannya. Awalnya tersenyum lebar, tapi ketika tatapan mereka bertemu dan senyum di wajah cantik itu perlahan memudar, Jack tahu wanita itu juga sudah mengenali dirinya.
Arabella.
Jack mengingatnya. Itulah nama wanita itu. Wanita yang pernah menjadi sosok pengganggu dalam rumah tangga Chris dan Elena.
3. Rasa Penasaran
Ketika memutuskan meninggalkan London serta segala hal terkait masa lalunya untuk memulai hidup baru menjadi seorang Governess, Arabella tidak pernah bermimpi akan bertemu lagi dengan seseorang di masa lalunya. Bukan orang yang memiliki kesan berarti dalam hidupnya memang, tapi tetap saja sosok pria yang kini berdiri di depannya adalah salah satu sosok yang pernah ada di masa lalunya.
Seharusnya ia menyelidiki siapa sangMarquess di Avening, tapi saat itu ia terlalu senang dan bersemangat karena rancangan masa depan yang telah di susunnya akhirnya terwujud. Memulai hidup baru, juga bersama orang-orang yang baru dikenalnya.
Nyatanya sosok pria bermata hazel itu jelas bukan orang baru dalam dunianya. Mereka memang sempat bertemu beberapa kali, tidak lebih dari itu. Tapi aura yang pria itu tampilkan pria itu membuat Arabella takut. Tubuhnya yang tinggi besar dan menjulanglah yang pada akhirnya menjadi faktor utama ketakutan itu.
Bayangan masa lalu, di mana ia pernah mendapatkan pelecehan oleh pria yang memiliki tubuh yang hampir sama dengan Jack membuatnya tidak menyukai Jack. Berbeda dengan Chris, Chris memang bertubuh besar tapi tidak sebesar Jack. Tatapan mata Chris juga tidak semisterius tatapan Jack. Jack tampan, sangat tampan bahkan lebih tampan dari Chris, tapi hal itu tidak bisa mengubah ketakutan yang dirasakan Arabella pada sosok itu.
Jane menatap keduanya dengan bingung. Keduanya tidak berbicara, hanya saling menatap satu sama lain karenanya ia berinisiatif memecah kesunyian dengan memperkenalkan Mrs. Pevensey pada Jack seperti yang sebelumnya ia katakan, "Jack perkenalkan ini Mrs. Pevensey,"Jane lalu beralih pada Arabella yang masih diam di tempatnya, "Dan Mrs. Pevensey, ini Jack, kakak yang sering kuceritakan padamu."
Arabella mengerjap. Setelah berhasil menguasai dirinya ia menampilkan senyum profesional layaknya seorang Governess, "Selamat datang My Lord, senang bertemu dengan anda."
Jack hanya mengangguk, tidak mengatakan apapun. Ia hanya memberi isyarat agar Arabella duduk dan memulai sarapan pagi itu dengan tidak nyaman. Ada banyak pertanyaan di kepala Jack mengenai kehadiran Arabella saat ini. Kenapa wanita itu tidak menggunakan gelar bangsawannya dan kenapa ia bekerja sebagai seorang Governess adalah yang paling mendominasi pikirannya. Selama ini ia memang sangat penasaran dan tidak sabar untuk bertemu dengan Governess yang menjadi pembimbing Jane, tapi ia tidak pernah menyangka kalau Governess itu adalah sosok yang dikenalnya.
Apakah Chris tahu mengenai keberadaan Arabella di tempatnya? Haruskah ia menanyakan hal itu pada Chris Jack menggeleng. Tidak. Ia tidak akan melibatkan Chris dalam hal ini. Bagaimana pun juga Arabella dan Chris pernah memiliki hubungan dan ia tidak ingin pertanyaannya malah membuat Elena salah paham yang justru akan membuat rumah tangga keduanya kembali runyam. Jack tidak ingin merusak kebahagiaan sahabatnya sendiri hanya karena pertanyaan bodoh yang seharusnya bisa ia tanyakan langsung.
Yah, nanti ia akan menanyakannya langsung pada wanita itu. Jadi selepas sarapan, Jack meminta Arabella menemuinya di ruang kerja setelah Jane tidur siang.
Hari itu Jack merasa siang hari datang sangat lambat, karenanya ia memutuskan berkuda setelah menyelesaikan pekerjaannya. Mengelilingi tanah miliknya, mendengar keluh kesah para penyewa tanah serta melihat sapi serta domba yang mereka ternakkan.
Sejauh ini semua berjalan lancar sesuai laporan yang diperiksanya di ruang kerja. Setelah puas berkeliling dengan di temani pengurus bisnisnya ia kembali ke rumah begitu siang. Ia memilih makan di ruang kerjanya, menghindari Arabella sekaligus agar bisa menanyakan langsung mengenai sosok itu pada Grange.
"Makanan anda, My Lord," Grange memerintahkan pelayan untuk meletakkan makanan Jack di meja yang berada di tengah ruangan.
Jack berjalan dan duduk di kursinya untuk menyantap makanan ketika ia mulai bertanya pada Grange, "Ceritakan padaku mengenai Governess baru itu Grange."
"Namanya Mrs. Pevensey, tepatnya Arabella Pevensey, My Lord. Ia sebelumnya tinggal di York, pernah bekerja sebagai Governess di beberapa rumah bangsawan lainnya statusnya sudah menikah."
"Suaminya?"
"Suaminya saat ini sedang berada di tentara My Lord. James Pevensey, itu nama suami Mrs. Pevensey. Dan mereka belum memiliki anak."
"Tadi kau bilang kalau ia pernah bekerja sebagai seorang Governess di beberapa rumah bangsasan lainnya. Dari mana kau mengetahui hal itu?"
"Dari Agensi tempat saya meminta dicarikan seorang Governess, My Lord."
"Apa Agensi itu terpercaya?"
“Agensi itu adalah pemasok pelayan serta Governess paling berkualitas di London, jadi ketika mereka memberikan saya rekomendasi dan biodata Mrs. Pevensey saya tentu saja langsung menyetujuinya, apalagi Mrs. Pevensey memang cekatan seperti resumenya. Anda bisa melihat sendiri bagaimana Lady Jane sangat menyukainya. Sesuatu yang selama ini Lady Jane tidak pernah alami.”
"Kau benar,"Jack mengangguk, "Kau boleh pergi, aku akan menyelesaikan makanku. Tiga puluh menit lagi kau boleh datang lagi dan bawakan aku resume milik Mrs. Pevensey, aku ingin membacanya," Grange mengangguk, "Dan satu lagi, tolong ingatkan Mrs. Pevensey untuk menemuiku begitu ia selesai dengan Jane."
"Baik My Lord, kalau begitu saya permisi dulu."
Jack mengangguk dan mulai menyantap makanannya secara perlahan sembari menyiapkan beragam pertanyaan yang terpikirkan di dalam otaknya. Setelah selesai makan, Jack kembali duduk di belakang meja kerjanya mulai membaca resume Arabella yang dibawakan Grange dan mengabaikan laporan keuangan yang telah dibuatkan Greg. Ia ingin mencari tahu apa yang bisa di dapatkannya dari resume itu.
Jack baru membaca resume itu untuk kedua kalinya ketika pintu di ketuk dan sosok Grange datang, "Mrs. Pevensey, My Lord."
"Persilahkan iamasuk," Jack berdiri dari kursinya.
Sosok yang sejak pagi tadi mengganggu pikirannya akhirnya melangkah masuk. Wanita itu sangat cantik, luar biasa cantik. Jika Elena memiliki kecantikan yang lembut, maka Arabella sebaliknya. Kecantikan Arabella menunjukkan kekuatan wanita itudan Jack menyukainya, terlihat begitu tangguh sekaligus rapuh di saat bersamaan.
"Anda memanggil saya My Lord."
"Duduklah Arabella Pevensey..." Jack memperhatikan Arabella ketika wanita itu hendak duduk di kursi yang terdapat di depan meja kerjanya, "Atau haruskah aku memanggilmu Lady Arabella Madison Connor?"
Bokong Arabella terhenti di udara ketika Jack menyelesaikan ucapannya. Ia menatap Jack dengan tatapan tidak suka yang kali ini tidak lagi disembunyikannya. Jika memang Jack sudah tahu siapa dirinya, untuk apa lagi berpura-pura menjadi orang lain? Itulah yang ada dipikiran Arabella ketika Jack menyebut namanya. "Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?"tanya Arabella. Tidak lagi menggunakan kalimat sopan pada Jack.
Jack tersenyum, tidak menghiraukan pertanyaan Arabella dan malah kembali duduk di tempatnya. Membuka kembali selembar kertas berisi resume Arabella yang sebelumnya dibawakan Grange. Jack mengangkat wajahnya dan melihat Arabella masih berdiri di depannya, "Duduklah Mrs. Pevensey, bukankah tadi aku memintamu untuk duduk?"
Arabella menatap Jack sesaat sebelum akhirnya mengikuti perintah majikannya itu, "Aku sudah duduk, jadi apa yang ingin kau katakan?"
Jack tersenyum begitu menawan. Lagi-lagi tidak mempedulikan ucapan Arabella dan malah mulai membaca resume wanita itu, "Nama Arabella Pevensey, tinggal di York, memiliki suami bernama James Pevensey seorang tentara aktif di angkatan laut. Telah bekerja sebagai Governess selama lima bulan di beberapa rumah bangsawan sebagai berikut. Satu..."
"Cukup hentikan!!" Arabela merebut resume miliknya dan meremasnya. Ia tentu saja tahu resume itu palsu karena dirinyalah yang membuatnya di Agensi hanya untuk memudahkannya mendapatkan pekerjaan yang jauh dari London. Tentu saja Agensi itu tidak bisa melakukan apa-apa karena ia adalah salah satu pemilik dari Agensi itu, "Apa sebenarnya kau inginkan?"
Jack menyandarkan tubuhnya dengan santai di sandaran kursi, kedua tangan terlipat di depan dada, "Aku hanya sedang berpikir untuk apa kau menyamar sebagai seorang Governess di kediamanku dan membuat resume palsu itu."
"Itu bukan urusanmu."
"Tentu saja itu urusanku Mrs. Pevensey ah tidak, aku lebih
suka memanggilmu Lady Arabella karena kau bekerja padaku, ingat?" "Aku akan berhenti jika itu yang kau inginkan."
Jack melepaskan dekapan kedua tangannya dan memajukan tubuhnya "Hei, siapa yang memintamu berhenti bekerja?"
"Ucapanmu menyiratkan hal itu."
Jack terkekeh, ia berdiri dari duduknya dan memutari meja hingga kini ia menyandarkan bokongnya di atas meja di samping Arabella, "Kau terlalu cepat membuat kesimpulan My Lady. Aku hanya sedang memikirkan alasanmu melakukan semua ini.Apakah hal itu juga terlarang untukku?"
Arabella mengalihkan pandangannya ke arah lain, "Jadi apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?"
"Sebuah jawaban."
Arabella kembali menatap Jack, "Dari?"
"Pertanyaanku sebelumnya."
Arabella menghela napas, mencoba menimbang apa yang akan dikatakannya pada Jack. Jack memang tahu kalau dirinya adalah seorang Lady, tapi Jack juga tidak sepenuhnya mengetahui semua tentang dirinya, apalagi pria itu memang sudah lama tinggal di Prancis seperti yang Jane katakan. Jadi berbekal pemikiran terakhir itu Arabella mencoba peruntungannya. Ia akan kembali berbohong asalkan selamat dari pria itu.
"Aku menikah sebelum menjadi seorang Governess dengan seorang pria biasa dan karena Mamaku tidak setuju aku menikahi pria biasa akhirnya aku memutuskan untuk pergi dari London begitu mendapatkan pekerjaan ini. Saat inisuamiku sedang bertugas. Ia akan datang kemari ketika ia mendapatkan waktu liburnya."
Kening Jack berkerut, "Jadi kau benar-benar sudah menikah?" tanyanya tak percaya.
"Iya," Arabella menjawab penuh percaya diri ketika Jack mempertanyakan hal itu. Itu berarti Jack memang tidak mengetahui apa pun tentang dirinya. Artinya ia akan aman di Avening, tanpa harus dikacaukan dengan kehadiran pria itu, "James Pevensey. Itu nama suamiku."
Jack mengangguk. Sejujurnya ia berharap kalau semua resume Arabella adalah sebuah kebohongan. Bukan tanpa alasan ia berpikir seperti itu, melihat Jane yang sangat menyukai Arabella, Jack sempat berpikir untuk mendekati wanita itu. Hal yang tidak sempat dilakukannya ketika berada di London tujuh bulan lalu. Tapi apa mau dikata, Arabella sudah menikah dan itu artinya kesempatannya untuk mendekati wanita itu sudah tidak ada lagi.
"Baiklah kalau begitu. Tidak ada lagi yang ingin kutanyakan padamu. Aku rasa semua penjelasanmu sudah cukup,"Jack berjalan kembali ke belakang mejanya dan mendudukkan bokongnya di kursi kebesaran miliknya, "Kau bisa pergi Mrs. Pevensey."
"Kalau begitu aku permisi My Lord."
Tanpa sadar Arabella menghela napas penuh kelegaan seolah ia baru saja terbebas dari sesuatu yang sangat berbahaya dan sialnya, hal itu tidak luput dari pengamatan Jack. Kepercayaan yang sebelumnya Jack rasakan ketika mendengar pengakuan Arabella menghilang. Ia tahu ada sesuatu yang wanita itu sembunyikan darinya. Untuk itu ia akan mencari tahu tentang Arabella pada koleganya.
Jack memperhatikan Arabella yang berdiri dari kursinya dan melangkah ke arah pintu dengan wajah senang. Sebelum pintu itu kembali tertutup Jack mengucapkan kalimat terakhirnya, "Ajarkan Jane untuk menjadi Lady yang baik. Aku mempercayakannya padamu."
Arabella sempat kebingungan, tapi hanya sesaat setelah itu ia tersenyum begitu manis hingga membuat wajahnya terlihat bercahaya, "Tentu, aku akan mengajari Jane semua yang aku tahu. Aku permisi My Lord."
Jack tidak sanggup mengatakan apa-apa. Bahkan ketika pintu ruang kerjanya kembali tertutup ia masih menatap kosong ke tempat di mana Arabella sebelumnya berdiri menampilkan sebuah senyum yang menyilaukan bagi Jack. Apalagi ketika wanita itu menyebut nama Jane, Jack bisa melihat ketulusan dan kasih sayang yang Arabella miliki untuk Jane. Tidak heran jika Jane menyukai Arabella karena nyatanya wanita itu pun menyukai Jane.
Jika sudah begini, Jack semakin penasaran mengenai apa yang disembunyikan wanita itu darinya dan ia akan mencari tahu mulai detik ini juga.
Hal pertama yang akan dilakukannya adalah mencari tahu sosok James Pevensey pada rekannya di angkatan laut. Dan jika sosok itu memang benar ada, maka ia tidak akan mendekati Arabella. Bagaimana pun juga, ia anti mendekati seorang wanita yang telah bersuami. Tapi jika sosok itu hanyalah khayalan Arabella, maka ia pastikan wanita itu akan menyesali keputusannya karena telah berani membohonginya.
4. Antisipasi
Sama seperti kebiasaan yang sering dilakukannya saat tinggal di Avening, maka pagi itu, tepat setelah fajar terlihat Jack bangun dari tidurnya mencuci muka, berganti pakaian dengan pakaian berkuda lalu melangkah ke istal. Ia menyiapkan sendiri kuda yang ingin dipakainya kuda hitam besar miliknya yang diberinya nama Storm.
Storm meringkik ketika Jack mengeluarkannya dari kandang dan memasangkan pelana di atas punggungnya. Sebelum menaikinya Jack mengelus kepala Storm lembut lalu melompat naik. Ia melajukan Storm dengan kecepatan tinggi menuju bukit. Udara segar serta pemandangan menyejukkan membuat pikiran Jack tenang. Musim dingin sudah tiba, syukurnya salju belum turun, jadi meskipun udara cukup dingin, tapi masih bisa berkuda dengan kecepatan tinggi seperti ini.
Jack sampai di bukit favoritnya tidak lama setelahnya. Ia membimbing Storm ke dekat rerumputan dan membiarkan kuda jantan itu merumput, sedangkan dirinya melangkah menuju pinggiran bukit, memperhatikan tanah luas miliknya. Jack memang tidak bisa berkeliling setiap hari, tapi dari bukit ini ia bisa melihat hampir keseluruhan tanahnya. Setidaknya ia memiliki gambaran keadaan tanah dan penduduk sekitarnya setiap hari.
Matahari mulai mengintip di cakrawala, saatnya kembali. Jack berbalik berjalan santai ke arah Storm yang terlihat sudah cukup kenyang lalu kembali menaiki kudanya. Entah apa yang dipikirkannya ketika ia memilih kembali ke kastil melewati pondok tempat Arabella tinggal. Tubuhnya memiliki keinginan sendiri yang tidak bisa di kontrol. Ia yakin, semua ini hanya karena rasa penasarannya pada wanita itu. Instingnya mengatakan ada yang disembunyikan wanita itu darinya dan ia akan mencari tahu.
Mengenai hal itu, Jack sudah meminta Grange mengirimkan suratnya ke koleganya di pangkalan Angkatan Laut Inggris sore kemarin. Seharusnya paling cepat lusa sore nanti surat itu sudah sampai di tangan koleganya karena Jack meminta segera. Mengenai balasannya tergantung seberapa cepat informasi yang diinginkannya telah didapatkan. Jadi sampai waktunya tiba, ia harus berpuas diri dengan jawaban yang diberikan Arabella padanya.
Jack mendengus mengingat pembicaraannya dengan Arabella di ruangannya kemarin siang. Pernah mempelajari berbagai ekspresi yang ditampilkan orang lain membuat Jack tahu ada yang wanita itu sembunyikan darinya, tapi pertanyaan apa yang disembunyikannya itulah yang mengganggu Jack sejak kemarin dan apa alasan wanita itu harus berbohong, jika memang wanita itu benar berbohong.
Menurut Jack, sosok Arabella terlalu banyak menyimpan rahasia dan selama ini ia tidak terlalu menyukai wanita yang penuh dengan rahasia. Rahasia para wanita hanya membuat waktunya, tapi dengan Arabella justru sebaliknya. Ia malah merasa penasaran dengan rahasia yang wanita itu tengah coba sembunyikan dari semua orang, termasuk dirinya. Dan rasa penasaran itulah yang pada akhirnya mengirimkan surat pada koleganya di London.
Jack tiba di dekat pondok, menghentikan Storm, mengikat kuda itu pada pohon yang berada tidak jauh dari pondok ketika ia melihat Arabella keluar dari pondok sembari membawa sebuah keranjang. Arabella berjalan ke belakang pondok yang langsung diikuti oleh Jack tanpa wanita itu sadari.
Lagi-lagi apa yang dilakukan Arabella membuat Jack terkejut. Ia tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada apa yang kini tengah dilihatnya. Seorang Lady dari keluarga bangsawan yang terbiasa melakukan segala sesuatu dengan bantuan pelayan kini tengah menjemur pakaiannya sendiri. Sungguh luar biasa.
Kenyataan itu semakin membuat Jack penasaran, sosok pria seperti apa James Pevensey karena telah berhasil mengubah seorang Lady angkuh menjadi wanita biasa yang tidak segan untuk melakukan pekerjaannya sendiri.
Jack mendekat dengan langkah pelan, bersandar di depan pagar keliling pondok berupa tumpukan batu sebatas pinggang pria dewasa, mengawasi dari dekat kegiatan Arabella dengan kedua tangan terlipat di dada. "Aku sungguh tidak menyangka seorang Lady sepertimu bisa melakuka pekerjaan yang biasa dilakukan seorang pelayan."
Suara itu mengagetkan Arabella. Kain yang dipegangnya hampir terjatuh ke tanah kalau Jack tidak dengan cepat menangkapnya. Syukurlah, batin Arabella. Setidaknya ia tidak harus mencuci lagi karenanya.
"Maaf mengagetkanmu."
"Apa yang kau lakukan di sini?"Arabella mengambil kain di tangan Jack lalu menjemurnya.
"Hanya lewat dan tanpa sengaja menemukan pemandangan yang tidak biasa," sahut Jack santai, "Kau tahu, aku semakin penasaran tentang sesuatu."
"Apa?" tanya Arabella cepat. Untungnya kegiatan menjemur pakaiannya sudah hampir selesai. Jika tidak ia yakin tidak akan bisa menyelesaikan semuanya jika Jack terus berada di sampingnya seperti saat ini.
Bukan karena Arabella terpengaruh pada kehadiran pria itu. Hanya saja ia enggan berurusan dengan pria mana pun sejak memutuskan untuk pergi dari London dan itu termasuk Jack. Selain itu, ia memang kurang nyaman berada di dekat Jack, entah untuk alasan apa tapi Arabella memang tidak terlalu menyukai kehadiran pria itu terlalu dekat dengannya. Pria itu menakutkan. Aura yang di pancarkan terlalu dominan.
"Suamimu, James Pevensey."
Tangan Arabella yang hendak menjemur satu lagi pakaian miliknya terhenti di udara ketika Jack menyebut nama fiktif hasil karangannya itu. Ia menatap Jack dengan wajah tidak suka.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan?" tanya Arabella tidak suka. Ia memang tidak terlalu suka pada orang-orang yang terlalu ingin tahu mengenai dirinya, tidak terkecuali Jack.
"Santailah," Jack mengambil kain terakhir di tangan Arabella lalu menggantungnya di rangkaian tali yang dijadikan jemuran. Setelahnya Jack kembali menatap Arabella dan tersenyum. Lagi-lagi dengan senyum andalannya dan Arabella tidak menyukai fakta kalau dirinya tanpa sadar menyukai senyum pria itu. "Aku hanya penasaran ingin bertemu dengannya karena berhasil membuat wanita bangsawan sepertimu sampai rela menanggalkan kebangsawanannya, hidup sebagai rakyat biasa demi pria seperti dirinya dan sekarang bahkan mencuci pakaiannya sendiri. Bukankah ia pria yang sangat luar biasa."
"Memang. James memang pria yang sangat luar biasa," Arabella memejamkan matanya. Orang lain yang melihat apa yang dilakukannya saat ini mungkin menganggapnya sedang mengingat kenangan bersama suaminya, tapi tidak dengan Arabella. Ia justru tengah berusaha menampilkan sosok James dengan segala sifat pria baik yang diinginkannya dalam khayalannya, "James mengajariku banyak hal terutama tentang cara melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri tanpa harus mengandalkan orang lain."
"Sungguh suami yang sangat baik."
Seharusnya itu adalah pujian, tapi entah kenapa Arabella mendengarnya seperti sebuah sindiran. Entahlah mungkin cuma perasaannya saja. "Sebaiknya kau pergi, aku harus melakukan banyak hal sebelum bekerja."
"Kau mengusirku?"
"Tidak. Aku tidak mungkin mengusir pemilik tanah tempatku tinggal. Aku hanya memberitahu apa yang akan kulakukan agar kau bisa kembali ke kastil dan melakukan apapun yang seharusnya juga kau lakukan. Akuyakin ada banyak pekerjaan yang saat ini tengah menanti untuk dikerjakan olehmu."
Jack tertawa, "Kau wanita yang sangat pandai bersilat lidah."
"Aku bukan pandai bersilat lidah, tapi aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya. Karena jika kau tidak segera pergi maka aku akan terlambat ke kastil dan itu artinya Jane akan marah padaku dan aku tidak ingin Jane marah hanya karena aku terlambat."
"Sepertinya kau begitu menyayangi Jane."
"Tidak ada yang tidak menyayangi gadis semenyenangkan dirinya," sahut Arabella, "Jadi kalau kau tidak keberatan aku harap kau segera pergi karena aku harus membersihkan diri dan bersiap-siap ke kastil."
"Baiklah,"Jack menepuk celananya yang sama sekali tidak kotor, "Sampai bertemu lagi di kastil, Mrs. Pevensey."
"Tentu,"Arabella langsung berbalik memasuki pondoknya dengan cepat. Mengunci pintu di belakangnya dan langsung menghela napas berkali-kali. Entah kenapa setiap kali berada di dekat Jack, Arabella merasa selalu kesulitan bernapas. Pria itu membuatnya ketakutan karena itu ia tidak suka setiap kali Jack berada terlalu dekat dengannya seperti kali ini.
Memang tidak pernah ada kontak fisik di antara mereka dan itu cukup disyukuri Arabella sejauh ini. Mungkin karena statusnya yang sudah menikah. Dan lagi-lagi ia bersyukur karena sempat memikirkan hal itu. Membuat statusnya sudah menikah yang pada akhirnya bisa menyelamatkannya dari orang-orang yang penasaran padanya. Tapi ia tidak tahu apakah Jack akan mempercayainya begitu saja. Bagaimana pun juga ia masih bisa melihat ketidakpercayaan Jack setiap kali pria itu menatapnya. Satu hal yang bisa dipastikannya adalah Jack tidak akan pernah mengetahui kebohongan yang dilakukannya.
Setelah merasa sudah lebih baik, Arabella bergegas ke kamar mandi kecil yang berada di dekat kamarnya. Bergegas membersihkan diri dengan air yang semalam diambilnya dari danau, berganti pakaian dan setelahnya langsung menuju kastil karena memang sudah sedikit terlambat. Tepat seperti dugaannya, Jane sudah berdiri di pintu belakang kastil menantinya dengan tidak sabar.
"Kau terlambat Mrs. Pevensey. "
"Maafkan aku sayang, ada sedikit masalah. Apa kau sudah sarapan?"
"Aku menunggumu."
"Kalau begitu ayo sarapan, setelah itu kita belajar."
"Nanti saja. Aku ingin memberitahumu sesuatu."
"Apa?"
"Nanti saja ayo ikut denganku," Jane langsung menarik tangan Arabella menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamarnya dengan cepat serta menguncinya.
"Ada apa?" Jane menatap Arabella. Lalu berjalan mondar- mandir di kamarnya, "Ada apa My Lady?"
"Ini gawat Mrs. Pevensey," Arabella ingin kembali bertanya tapi urung dilakukan ketika melihat Jane kembali melangkah mondar- mandir. Ia diam, menunggu Jane untuk melanjutkan ucapannya lagi, "Salah satu dari para wanita itu akan datang."
"Siapa?" kali ini Arabella tidak menahan diri untuk bertanya maksud ucapan Jane.
"Para pencari suami yang menargetkan Jack sebagai buruan mereka akan datang."
"Tunggu," Arabella meraih tangan Jane membawanya duduk
di tepian ranjang bertiangnya, "Tenangkan dirimu dan katakan dengan benar agar aku bisa mengerti."
Jane menarik napas beberapa kali sebelum akhirnya menatap
Arabella dan memulai ceritanya, "Sejak Jack kembali ke Avening, sudah ada beberapa surat dari para wanita yang berdatangan meminta Jack mengundang mereka kemari. Tapi ada salah satu wanita yang dalam suratnya justru mengatakan kalau ia akan datang tanpa meminta persetujuan Jackdan wanita di dalam surat itujuga mengatakan kalau ia merindukan Jack. Jangan tanya darimana aku tahu karena aku diam-diam mengambil surat itu setelah Jack membacanya."
"Jannifer..."
"Aku tahu aku sudah lancang tapi aku hanya tidak ingin Jack berhubungan dengan wanita yang tidak benar," kilah Jane yang tahu kalau Arabella tidak menyukai tindakannya ketika wanita itu tidak lagi menyebut nama kecilnya.
"Kau tidak mengenal mereka Jane, jadi kau tidak berhak memberi penilaian sepihak seperti itu."
"Tapi mereka meminta untuk kemari. Bukankah hal itu sama saja mereka bukan wanita baik-baik?"
Arabella menggeleng, "Tidak selamanya apa yang kau pikirkan itu seperti kenyataannya Jane," Arabella menggenggam tangan Jane meminta agar gadis itu memperhatikan dirinya, "Dengarkan aku Jane, kakakmu sudah dewasa dan ia sudah tahu apa yang terbaik untuknya. Dan kalaupun para wanita itudatang kemari itupasti atas izin kakakmu. Kau harus ingat, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau, bagaimana pun juga kakakmu harus menikah."
"Aku tahu, tapi bukan dengan salah satu di antara mereka," ujar Jane keras kepala.
"Kalau begitu dengan siapa?"
"Denganmu. Aku mau Jack menikah denganmu, jadi ceraikan saja suamimu dan menikahlah dengan Jack."
Mulut Arabella terbuka, tapi tidak ada satupun kalimat yang bisa dikeluarkannya. Ucapan Jane mengejutkannya. Bagaimana mungkin seorang gadis berumur sebelas tahun bisa berpikir mengenai hal seperti ini?
**
Sementara itu Jack melangkah ke kamarnya sembari mengelap tubuhnya dengan handuk. Di atas ranjang sudah tersedia pakaian yang akan dikenakannya sementara Robert sang pelayan pribadi berdiri di samping ranjang.
"Pakaian anda My Lord."
Jack mengangguk, melangkah ke hadapan Robert, membiarkan pria itu membantunya mengenakan pakaian, "Apa Grange sudah menghubungi Greg untuk datang kemari?"
"Saya sudah menanyakannya pagi tadi dan Grange mengatakan kalau Greg akan datang setelah sarapan," Robert melipat cravat berbahan linen yang hari itu akan digunakan Jack, "Saya juga sudah memastikan surat yang anda kirimkan kemarin sore agar diberikan langsung pada Mr. Bresline di angkatan laut, My lord."
"Bagus. Begitu surat balasannya sampai langsung antarakan padaku."
"Aye My Lord," Robert mengikatkan simpul cravat di leher Jack, "Pakaian anda sudah rapi My Lord, dan sarapan sudah siap beberapa saat yang lalu, My Lord."
"Keluarlah dulu Rob, aku akan menyusul sebentar lagi." Robert mengangguk, berjalan meninggalkan Jack di kamarnya. Pria itu berdiri menatap pantulan dirinya di cermin, memastikan tampilannya kali ini memukau seperti biasa sebelum melangkah meninggalkan kamarnya bersiap untuk bertemu Arabella.
Arabella...
Entah kenapa ia begitu menantikan pertemuan- pertemuannya dengan wanita itu selanjutnya.
5. De Javu
Suasana di ruang makan pagi itu tidak seperti biasanya. Tidak ada celotehan Jane yang biasanya terdengar menceritakan segala aktifitas yang sudah dilakukan dan yang akan dilakukannya. Suasanya begitu hening hingga membuat Jack beberapa kali menatap Jane dengan kening berkerut.
Bukan Jack tidak pernah mencoba mengurai kesunyian yang terjadi, beberapa kali ia melakukannya, tapi Jane hanya menjawab seadanya hingga membuat Jack semakin bertanya-tanya mengenai apa yang terjadi pada adik kesayangannya itu.
Keheningan itu terus berlanjut sampai akhirnya Jane berdiri tanpa menunggu bantuan pelayan yang akan menarik kursinya, "Aku sudah selesai. Aku akan kembali ke kamar."
"Kamar? Bukankah seharusnya kau belajar Jane," tegur Jack yang semakin penasaran pada perubahan suasana hati adiknya.
"Hari ini aku ingin belajar di kamar," sahut Jane acuh, "Aku akan menunggumu di kamar Mrs. Pevensey."
"Baik My Lady."
Setelah mendengar jawaban dari Arabella, Jane berlalu meninggalkan ruang makan dengan menghentakkan kakinya. Sangat jauh dari kesan seorang Lady yang biasa di tunjukkannya.
"Apa yang terjadi padanya?" Jack beralih pada Arabella yang duduk di samping kanannya begitu pintu ruang makan kembali tertutup dan sosok Jane telah menghilang di baliknya.
Arabella menghela napas. Menimbang-nimbang apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya atau tidak. Jack berhak tahu karena Jane adalah adiknya. Meskipun begitu, mengatakan yang sebenarnya bukanlah pilihan yang tepat. Ia tidak mungkin mengatakan pada Jack kalau Jane memintanya bercerai dengan suami khayalannya agar Jack menikahinya. Hal itu memalukan, amatsangat memalukan, jadi Arabella memilih tidak mengatakan yangsebenarnya.
Jack bukan pria yang gampang untuk dijinakkan dan akan sangat merepotkan jika sudah menginginkan sesuatu. Terbukti dari apa yang terjadi pagi tadi di pondok. Arabella mengerti rasa penasaran Jack mengenai dirinyalah yang mendorong pria itu ke pondok dan ia tidak bisa membayangkan apa yang akan Jack lakukan seandainya mengetahui permintaan Jane padanya. Jadi demi keamanan dirinya sendiri lebih ia berbohong.
"Mrs. Pevensey, aku bertanya padamu."
"Ah iya, maafkan aku My Lord," Arabella tersenyum kikuk, seolah tertangkap basah tengah membicarakan pria itudengan orang lain, "Aku akan menemui Jane terlebih dulu. Nanti siang aku akan menemui anda dan menceritakan apa yang dikatakan Jane padaku."
"Baiklah. Katakan padaku secepatnya. Aku akan ada di ruang kerjaku."
"Baik My Lord, kalau begitu aku permisi,"Arabella berdiri, hendak melangkah pergi ketika ia teringat sesuatu.
"Apa ada lagi?"tanya Jack.
"Ini mengenai aku yang makan bersama kalian."
"Lalu?"
"Selama ini aku makan di ruang makan ini hanya untuk menemani Jane yang tidak ingin makan sendiri, jadi karena kau sudah kembali mungkin aku akan makan di dapur bersama yang lainnya."
Seharusnya Arabella memang makan di dapur bersama para pelayan lainnya. Tidak ada seorang Governess yang makan satu meja bersama majikannya.
"Apa Jane memintamu untuk tidak makan bersama kami lagi?"
Kening Arabella berkerut, mendengar ucapan Jack, tapi akhirnya ia menggeleng pelan.
"Kalau begitu kau tetap makan di sini sama seperti sebelum aku kembali sampai Jane sendiri yang memintamu untuk makan di dapur bersama pelayan lainnya."
"Tapi aku hanyalah seorang Governess dan sangat tidak pantas jika makan di ruang makan yang sama dengan majikannya."
"Apa kau lebih memilih memikirkan apa yang orang lain pikirkan dari pada apa yang adikku inginkan? Jika kau lebih memilih memikirkan apa yang adikku inginkan maka jawabannya kau tetap makan di sini bersama kami,"Jack berdiri dengan gaya anggun, membiarkan Robert sang pelayan pribadi menarik kursinya, "Aku akan ke ruang kerjaku dan sebaiknya kau temui Jane untuk memastikan apa yang terjadi padanya. Begitu kau tahu apa yang terjadi padanya temui aku secepatnya. Aku tidak ingin sesuatu terjadi pada adikku dan aku tidak mengetahuinya."
"Baik My Lord."
Jack berlalu meninggalkan Arabella yang kini kembali mendudukkan bokongnya di kursi yangsebelumnya ia duduki.
Jane dan Jack. Dua saudara yang membuatnya tertekan. Satu karena pikiran lugu anak kecilnya dan yang satu karena pancaran aura aneh yang membuat tubuh Arabella merasa sangat tidak nyaman setiap kali mereka berdekatan.
Jika saja Arabella tidak menyayangi Jane ia sudah pasti memilih meninggalkan Avening dan mencari pekerjaan di tempat lain. Tapi ia tidak mungkin lari dari tanggung jawabnya begitu saja. Paling tidak, ia harus memastikan Jane menjadi seorang Lady yang baik sebelum ia meninggalkan Avening. Lagi pula ia tidak ingin melarikan diri hanya karena kehadiran seorang Jonathan Hendon.
Setelah merasa cukup tenang, Arabella melangkah menuju kamar Jane. Jane berdiri menghadap jendela ketika ia membuka pintu. "My Lady… Jane, kita harus bicara."
Jane bergeming. Ia sedang marah pada Arabella, jadi untuk hari ini ia tidak ingin menuruti keinginan Arabella.
Arabella mendekat, berdiri di samping Jane dan memaksa gadis itu menghadapnya. Ia tahu Jane sedang merajuk untuk itu ia akan memberitahu Jane secara perlahan. Tidak semua yang gadis kecil itu inginkan bisa terkabul.
"Mengertilah Jane, tidak semua yang kau inginkan bisa kau dapatkan."
"Itu karena kau tidak ingin memberikan apa yang kuinginkan,"sahut Jane ketus.
"Tidak dengan perceraian Jane," jawab Arabella, "Aku seorang istri dan aku tidak mungkin menceraikan suamiku sendiri lalu mendekati kakakmu. Akan ada pendapat masyarakat yang tidak mengenakkan mengenai hal itu. Lagi pula perbedaan status antara aku dan kakakmu juga menjadi pertimbangan, selain itu belum tentu kakakmu menyukaiku. Jika punaku menceraikan suamiku aku akan menjadi janda dan kakakmu dengan statusnya saat ini tidak mungkin menikahi seorang janda apalagi dari kalangan rakyat biasa."
Arabella mencoba memberikan pengertian dan berharap ucapannya kali ini bisa dimengerti Jane.
"Lagi pula aku tidak akan pernah menceraikan suami yang kucintai apapun alasannya,"ucap Arabella ketika Jane tidak juga mengeluarkan suara.
Jane menatap Arabella lalu menghela napas. Ia menyukai Arabella, itu kenyataannya. Tapi Arabella benar, ia juga tidak bisa memaksakan Arabella menceraikan suaminya hanya karena keinginannya agar Arabella menjadi istri Jack. Sekali lagi Arabella benar. Pendapat masyarakat terkadang begitu mengekang dan menyakitkan ketika tidak diindahkan.
"Aku minta maaf untuk itu Mrs. Pevensey," bisik Jane pelan tapi karena mereka hanya berdua, Arabella bisa mendengar semuanya.
"Tidak apa-apa. Kau masih kecil dan belum mengerti tentang apa itupernikahan. Nanti ketika kau sudah dewasa kau akan mengerti," Arabella tersenyum, "Ayo kita belajar. Hari ini kau harus belajar bahasa."
"Baiklah tapi sebelum itu aku ingin meminta satu hal padamu."
"Apa itu?"
"Aku ingin mulai hari ini kau tinggal di kastil Mrs. Pevensey, tanpa bantahan," perintah Jane tegas, "Kau adalah pegawaiku dan sudah seharusnya kau menuruti keinginan majikanmu kan."
Arabella tahu, jika Jane sudah bicara dengan tegas seperti saat inimaka itu artinya gadis kecil itu tidak ingin di bantah. Khas putri bangsawan ketika menginginkan sesuatu. Sama seperti dirinya di masa lalu yang masih dipenuhi kasih sayang keluarga yang utuh.
"Baiklah. Aku akan tinggal di sini."
Jane tersenyum cerah, Arabella yang melihatnya ikut tersenyum karenanya, "Aku akan memberitahu Grange agar membawa semua barang dari pondokmu ke kemari."
"Aku mengerti. Jadi bisakah kita mulai belajar sekarang? Masalahnya sudah selesai kan?"
Kali ini Jane tersenyum lebar. Suasana hatinya semakin membaik. Setidaknya kali ini Arabella mengikuti keinginannya meskipun bukan untuk hal yang sama. Jika Arabella tidak bisa menjadi kakaknya, setidaknya ia bisa membuat wanita itu tinggal di sisinya. Menjadi Governess-nya untuk selamanya.
Di ruang kerjanya Jack menatap takjub catatan mengenai gudang penggilingan yang baru saja diberikan Greg sang pengurus bisnisnya.
Penggunaan kaca untuk memaksimalkan cahaya matahari yang masuk ketika musim dingin tiba untuk beberapa bagian penggilingan adalah hal yang baru. Ia bahkan tidak pernah memikirkannya sama sekali, tapi Greg memberikan saran yang sungguh luar biasa. Memang kaca tidak memiliki harga yang murah, tapi itu merupakan pilihan terbaik untuk penggilingan yang selama ini selalu dibiarkan terbuka untuk membiarkan sinar matahari masuk agar bagian dalam penggilingan tidak lembab. Yang menjadi masalah adalah ketika musim dingin tiba dan salju turun pasti akan ikutmasuk ke dalam gudang penggilingan yang menjadi penyebab beberapa hasil pertanian menjadi rusak karena terkena jamur.
"Ini luar biasa Greg. Aku tidak menyangka kau bisa memikirkan ide seperti ini."
Greg tersenyum. Ide itu memang luar biasa, tapi ia tidak mungkin mengakui hal yang bukan menjadi idenya. Iahanya menuliskan bukan memberikan ide.
"Awalnya saya juga berpikir seperti itu My Lord."
"Maksudmu?" Jack bertanya penuh ingin tahu.
"Itu adalah saran dari Mrs. Pevensey, My Lord."
"Mrs. Pevensey? Governess Jane?"tanya Jack yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Benar My Lord. Mrs. Pevensey memiliki ide-ide yang luar biasa."
Jack menatap takjub mendengar penjelasan Greg. Selama ini kebanyakan para wanita bangsawan tidak akan mau repot-repot memikirkan tentang penggilingan dan sebagainya. Mereka cenderung lebih suka memikirkan tentang gaun-gaun keluaran terbaru dan pesta-pesta yang akan mereka hadiri. Jadi tidak heran jika Jack sulit percaya dengan apa yang baru saja dikatakan Greg padanya.
Ia masih ingat wanita seperti apa Arabella. Wanita yang rela menyakiti Elena hanya demi keinginannya mendapatkan Chris kembali. Jadi jangan salahkan dirinya kalau pada akhirnya ia tidak bisa mempercayai semua yang diucapkan Greg begitu saja.
Jika apa yang Greg ucapkan benar, maka Arabella adalah wanita cantik dan cerdas apalagi memiliki kepedulian tinggi jelas merupakan perpaduan yang sangat jarang di temui. Kandidat istri yang sangat pantas mendampinginya, tapi sayangnya wanita itu sudah menikah dan membuatnya memiliki Arabella jelas tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Lagi pula, jika dipikirkan lagi, wanita itu terlihat sama sekali tidak tertarik padanya. Wanita itu terlihat kebal dengan setiap pesonanya. Cukup aneh bagi Jack, mengingat selama ini setiap kali ia tertarik pada seorang wanita, maka wanita itu sudah lebih dulu tertarik padanya. Tapi Arabella berbeda.
James Pevensey adalah pria yang beruntung dan Jack benar- benar penasaran apa yang dimiliki pria itu hingga membuat seorang Lady angkuh seperti Arabella pada akhirnya rela menanggalkan statusnya dan menjadi rakyat biasa yang bahkan bekerja di rumah bangsawan lainnya.
"Baiklah karena kau mengatakan ini adalah ide dari Mrs. Pevensey aku akan menanyakan hal ini langsung padanya nanti,"Jack menutup berkas laporan yang diberikan Greg, "Aku rasa pertemuan kita hari ini cukup sampai disini Greg. Apa kau akan makan siang di sini?"
"Terima kasih My Lord, tapi aku rasa aku harus kembali. Ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan."
"Baiklah tidak masalah,"Jack mengulurkan tangan pada Greg,
"Terima kasih atas bantuanmu Greg."
"Aye My Lord."
Selepas Greg pergi, Jack keluar dari ruang kerjanya. Kali iniia ingin makan di ruang makan meskipun terasa berbeda karena ruangan itu hanya diisi dirinya. Tidak ada Jane yang memang hari itu memilih untuk makan di kamarnya dan anehnya ia merindukan sosok Arabella yang duduk di sisi kanannya.
Ini gila. Bagaimana mungkin ia terus memikirkan wanita yang telah memiliki suami? Ini seperti bukan dirinya saja. Mendekati istri seseorang adalah pantangan bagi Jack, tapi untuk kali inisepertinya ia harus bekerja keras untuk mengendalikan diri di dekat Arabella.
Pintu ruang makan terbuka begitu Jack menyelesaikan makan siangnya dan sosok wanita yang sejak tadi mengisi pikirannya berdiri di sana. Menatapnya dengan mata birunya yang indah.
"Maafkan aku mengganggumu My Lord. Aku pikir kau sudah selesai makan."
"Aku memang sudah selesai. Apa yang ingin kau katakan Arabella."
Arabella terkejut mendengar Jack menyebut namanya biasanya pria itu memanggilnya Mrs. Pevensey seperti yang lainnya, sementara Jack hanya menatap datar ekspresi yang ditunjukkan Arabella. Ia memang sudah memutuskan, jika mereka hanya berdua maka ia akan memanggil Arabella dengan nama wanita itu bukan nama belakang suaminya seperti yang orang lain lakukan. Jack tidak akan melakukannya karena tidak menyukainya. Memanggil Arabella dengan nama belakang suaminya menjadi hal yang paling tidak disukainya saat ini.
Arabella berdehem, memilih mengacuhkan panggilan Jack padanya. Mungkin ia hanya salah dengar atau pria itu yang salah ucap. Tapi semua itutidak penting. Tujuannya saat ini adalah memberitahu Jack mengenai keinginan Jane yang ingin dirinya tinggal di kastil.
"Jane ingin aku tinggal di kastil mulai hari ini, itulah kenapa Jane tidak seperti biasanya pag tadi," dusta Arabella. Tapi ia tidak sepenuhnya berdusta, meskipun alasan sebenarnya kekesalan Jane tidak diberitahukannya.
"Lalu? Di mana letak masalahnya?"
"Aku hanya ingin memberitahumu. Aku pikir sebagai penanggung jawab keluarga ini dan sekaligus majikan tempatku bekerja aku harus memberitahumu sebelumnya."
Jack mengangguk, "Aku akan memberitahu Grange agar membawa semua barang-barangmu kemari," Jack tertegun ketika melihat Arabella tersenyum. Wanita itu lagi-lagi membuatnya terpesona dan sialnya ia merasakan gejolak di dalam dadanya akibat pemandangan itu.
Arabella adalah seorang istri, ingat itu, ucap Jack berkali-kali pada dirinya sendiri.
"Baiklah karena masalah tempat tinggal sudah selesai kau bisa ikut denganku. Ada beberapa hal yang harus kubicarakan denganmu."
Arabella tidak mengerti, tapi ia juga tidak bertanya. Ia memilih mengikuti Jack yang kini malah melangkah keluar kastil. Keduanya berjalan tanpa bicara dan Arabella mensyukuri hal itu.Karena setiap kali Jack mengajaknya bicara yang ia rasakan justru jantungnya berdebar tidak nyaman. Entah karena ia takut atau hal lainnya Arabella tidak tahu. Yang pasti ia memang tidak terlalu menyukai pria tinggi besar seperti Jack. Karena terlalu asyik melamun, Arabella tidak menyadari kalau Jack sudah berhenti. Ia hampir saja menambrak punggung lebar pria itu jika tidak mendengar suara Jack.
"Aku mendengar dari Greg bahwa kau yang menyarankan untuk penggunaan kaca sebagai ventilasi dan jalan masuknya sinar matahari di penggilingan ini."
Arabella mengedarkan pandangannya dan baru menyadari di mana dirinya berada saat ini. Gudang penggilingan. Ia menatap sekeliling sebelum menjawab ucapan Jack.
"Aku memang mengusulkannya tapi kebijakan akhirnya tetap ada padamu," Arabella melangkah masuk diikuti Jack di belakangnya.
Penggilingan itu luas dan lembab. Empat pintunya memang tidak pernah ditutup apalagi jika musim dingin tiba. Masalahnya ketika musim dingin dan salju sudah turun bagian dalam penggilingan akan menjadi semakin lembab jika pintu-pintunya di tutup. Tapi jika dibiarkan terbuka salju akan masuk hingga bagian dalam akan sama saja.
"Coba kau tutup pintu bagian barat dan utara itu."
Arabella mengangguk, ketika melihat Jack melangkah ke pintu bagian timur dan selatan. Jack mengamati bagian dalam penggilingan. Gelap, tapi masih ada sedikit sinar matahari yang masuk melalui celah ventilasi.
"Menurutmu berapa banyak kaca yang kita perlukan?"
"Aku pikir di setiap bagian atas pintu cukup membantu dan untuk bagian atapnya mungkin kita bisa menggunakan penutup transparan jika kaca tidak memungkinkan untuk sebagian tempat."
Jack mengangguk. Kaca memang bisa membuat sinar matahari masuk meskipun semua pintu tertutup. Tapi mungkin mereka tidak akan bisa menggunakan banyak kaca untuk tahap awal karena harganya yang memang cukup mahal.
"Aku akan mengikuti saranmu dan memastikan semua kaca yang kita perlukan terpasang sebelum salju turun. Yang terpenting proses produksi dan hasil pertanian bisa tersimpan dengan baik selama musim dingin."
Arabella menatap Jack takjub. Ia tidak menyangka priaitu akan menyetujui sarannya dengan begitu cepat.
Jack kembali membuka ketiga pintu dan menyisakan pintu bagian barat yang memang akan mereka lalui untuk kembali ke kastil, "Sebaiknya kita kembali. Aku rasa masalah gudang penggilingan sudah selesai."
Arabella melangkah lebih dulu. Terlalu takjub dengan keputusan Jack yang di dengarnya hingga membuatnya melupakan tigaanak tangga yang seharusnya ia lewati sebelum benar-benar turun kelantai penggilingan.
Arabella sudah bersiap merasakan lantai penggilingan yang lembab dan keras membentur tubuhnya ketika Jack sudah lebih dulu meraih pinggang dan bahunya, hingga Arabella kembali menapak lantai dengan kedua kakinya.
"Kau baik-baik saja?"
Bagaikan de javu, Arabella tertegun ketika mendengar pertanyaan Jack. Ia menoleh menatap Jack yang sama terkejutnya dengan dirinya ketika mengingat apa yang terjadi saat ini pernah terjadi sebelumnya.
Dan keduanya menyadari satu hal yang sama, Jack-lah yang mencegah Arabella jatuh ketika hendak menuruni tangga pintu belakang kastil dan Jack menyadari bahwa Arabella-lah wanita yang pernah di tolongnya ketika ia tiba di kastil untuk pertama kali.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
