KOMITMEN CHAPTER 36

3
0
Deskripsi

PENDEKATAN 

Seorang jurnalis berstatus freelance yang berada di ujung tanduk setelah ditinggal nikah oleh sang mantan. 
Ivana Nabila yang malang, bertemu dengan salah satu mantannya saat SMA, bernama Aditya.

Perpisahan tak mengenakan mereka membuat perasaan dulu yang menggantung, kini kembali muncul. Meskipun Aditya seorang duda, Ivana tak bisa membohongi kalau ia kembali terjebak dalam perasaan masa lalunya.
Dan Ivana tahu, ia akan kembali pada hubungan yang rumit jika bersama Aditya.

"Pak, kira-kira, Aditya serius ga ya dengan Ivana?" tanya Bu Rahma memecah keheningan malam minggu di rumah mereka yang hanya ditemani oleh acara TV biasa.

"Hubungan mereka kan baru, Bu. Anak jaman sekarang itu pasti pikirannya masih jauh ke arah itu. Tenang saja," jawab Pak Rudhi tanpa mengalihkan fokusnya pada pertunjukkan acara konser musik lawas di TV.

"Tenang gimana, Pak? Aditya itu sudah dewasa lho. Bukan waktunya main-main lagi sama hubungan begitu lho," ucap Bu Rahma gusar. Namun ia belum puas karena suaminya itu terlihat hanya tertawa pelan menanggapi ucapannya barusan.

"Pak, Aditya itu anak kita satu-satunya lho. Pokoknya kalau memang Ivana belum mau serius, lebih baik putus saja. Gimanapun, Clarissa kelihatan lebih siap lho Pak," sahut Bu Rahma dengan cepat.

"Lah, Adit-nya mau gak sama Clarissa?" tanya Pak Rudhi dengan gemas. Dan kali ini, Bu Rahma akhirnya diam. Ia pun ragu akan hal itu. Karena sudah didekatkan bertahun-tahun pun, mereka berdua tidak pernah maju ke dalam sebuah hubungan.

"Ya ampun, Adit. Kenapa lho pada basah begitu? Memang diluar hujan?" tanya Ibu Rahma segera menghampiri Aditya yang baru saja masuk sambil melepaskan jaketnya.

"Engga," jawab Aditya singkat. Namun wajahnya terlihat lebih berseri-seri hingga Bu Rahma sempat tertegun heran.

"Terus ini, kenapa kemeja kamu kotor begini aduh, Adit. Kamu abis ngapain sih?" tanya Bu Rahma baru menyadari noda hitam di sekitar lengan kemeja Aditya.

"Tadi abis benerin keran air di dapurnya Ivana," jawab Aditya tersenyum. Hal itu cukup membuat Rudhi menatap putranya itu sambil menahan tawa.

"Hah? Kok bisa kamu yang benerin kerannya? Kok mereka nyuruh kamu yang benerin keran??" tanya Bu Rahma dengan nada protes sehingga senyum Aditya luntur saat itu juga.

"Mereka ga nyuruh. Adit yang ngajuin diri. Daripada buang-buang uang, ngebetulin kaya gitu doang mah gampang Bu," sahut Aditya sambil melepaskan sepatunya. "Adit ke kamar ya..."

"Tapi, sejak kapan Adit bisa benerin keran bocor?" gumam Bu Rahma heran. "Adit! Lain kali jangan mau kamu disuruh-"

"Bu," panggil Pak Rudhi sambil menahan istrinya yang sudah hampir menyusul Aditya ke kamarnya.

"Sudahlah Bu..."

"Gimana sih pak? Dia anak satu-satunya kita lho. Di rumah kita sendiri aja, Jbu ga pernah biarin dia benerin keran. Ini dia di rumah orang malah mau-maunya," protes Bu Rahma membuat Pak Rudhi tertawa.

"Bapak juga dulu anak bungsu lho, ga pernah disuruh jagain sawah. Tapi karena keluarga Ibu yang nyuruh, ya Bapak turuti," sahut Pak Rudhi berharap istrinya mengerti tentang apa yang ia maksud.

Saat itu, Bu Rahma terdiam sejenak. Ia memikirkan hal lain saat mendengar ucapan suaminya itu. Kemudian, tiba-tiba ia menepuk tangannya sekali dengan kedua mata terbelalak hingga Pak Rudhi terkejut.

"Berarti... Berarti Adit serius ya? Dia lagi cari perhatian orang tuanya Ivana, gitu?" tanya Bu Rahma seolah menyimpulkan pendapatnya sendiri.

"Kalau sudah tahu ya sudah. Jangan diledek anaknya. Malu nanti dia," jawab Pak Rudhi kembali berjalan ke sofa seolah enggan ketinggalan acara favoritnya di TV.

"Aih... Pak. Ga nyangka anak kita bisa begini juga lho," ucap Bu Rahma dengan antusias menyusul suaminya.

"Tapi gimana kalau Ivana-nya belum siap menikah ya, Pak? Dia kan lebih muda dari Adit..."

"Hush, sudah Bu. Itu urusan mereka. Kita cuma bisa mendukung. Ibu juga ga usah bahas-bahas Clarissa lagi toh kalau di depan Ivana," ujar Pak Rudhi gemas.

Dan lagi-lagi Bu Rahma terdiam merasa bersalah untuk beberapa detik. Sebelum ia kembali tersenyum antusias mengingat perilaku putranya yang tak pernah ia bayangkan hari ini.

Jadi, Bu Rahma segera berjalan ke dapur untuk membuatkan teh hangat dan menyemangati Aditya dalam hal mengambil perhatian orang tua pacarnya itu.

Tak berbeda jauh dengan Bu Rahma, senyum Aditya pun masih terus terukir di wajahnya yang terlihat lebih segar setelah mandi.

"Wah sudah berenti bocornya nih!"

"Wah iya dong, sini-sini nak Adit... Sampe basah begitu. Iva nih kasih handuk buat nak Adit, biar ibu bikinin teh hangat dulu."

"Bapak ga nyangka kamu ini serba bisa lho, Dit."

Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Aditya kembali tersenyum lebar mengingat kerusuhan yang terjadi di rumah Ivana. Kerusuhan orang-orang yang memujinya hanya karena bisa membetulkan keran air. Meskipun sebenarnya, hal itu cukup sulit dilakukan oleh Aditya yang tak pernah membetulkan keran.

Ketika baru saja duduk di atas tempat tidur, Aditya dikagetkan dengan suara notifikasi pesan masuk dari Ivana.

From: Ivana
Kamu udah sampe rumah? Langsung ganti baju ya, Dit. Tadi kamu udah bersin-bersin soalnya. Terus langsung istirahat, hari ini pasti capek banget gara-gara 'dating' sama keluarga aku. Goodnight~

Senyum Aditya semakin lebar ketika membaca pesan tersebut. Dengan cepat, Aditya segera menekan nomor Ivana dan melakukan panggilan telepon.

Seperti dugaannya, tak memerlukan waktu lama, panggilan teleponnya sudah diangkat oleh gadis itu.

"Ya?" tanya Ivana dengan suara yang sangat pelan, bahkan seperti berbisik.

"Gimana? Keran airnya aman kan?" tanya Aditya membuat Ivana tertawa pelan dari seberang telepon.

"Iya-iya... Kerannya aman berkat kamu. Uhh, bapak sampe terus-terusan muji kamu. Mama juga... Aku ga pernah dipuji kaya begitu padahal," sahut Ivana dengan suara pelan.

"Masa sih? Mereka ga ngeledek aku kan? Tadi sempet salah ngambil obeng," ucap Aditya menahan senyumnya sementara ia kembali bangkit dan berjalan-jalan di kamarnya sendiri.

"Engga. Mereka bilang... Mereka suka sama laki-laki yang bisa apa aja kaya gitu. Jadi bapak ga khawatir lagi, katanya kemungkinan kamu bisa nyelesain masalah dengan bijak..." jawab Ivana kembali membuat senyum Aditya mengembang di wajahnya.

Aditya berdehem pelan, berusaha menetralkan suaranya.
"Besok... Mau ga nonton film?"

"Besok... Hmm... Besok aku ada urusan lain sih. Nanti aku kabarin kalau sempet, gimana?" tanya Ivana sempat membuat senyum Aditya sedikit luntur.

"Oh, oke... Ya udah-" Aditya kembali bersin sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Tuh kan, udah sana istirahat..."

"Oke-oke..."

"Adit..." panggil Ivana sebelum Aditya menutup teleponnya.

"Hmm?"

"Love you..." ucap Ivana membuat Aditya tertegun sejenak. Ia kembali berdehem.

"Love you-" Lagi-lagi Aditya tak melanjutkan kalimatnya ketika tiba-tiba pintu kamarnya terbuka oleh ibunya yang membawa nampan berisi cangkir teh hangat juga makanan. Alhasil, Aditya pun segera menutup teleponnya dengan Ivana.

Melihat raut wajah putranya yang sangat terkejut itu, Bu Rahma terdiam heran untuk beberapa saat.

"Bu... Adit udah makan kok tadi." Aditya terlihat gelagapan.

"Ck, kamu nih Dit... Kaya anak SMA baru pacaran aja. Udah sana lanjutin teleponnya," ledek Bu Rahma yang sudah sejak tadi ia berusaha tahan. Namun melihat kegugupan putranya itu, akhirnya membuatnya tak bisa untuk tak meledeknya.

Sambil tertawa, Bu Rahma pun menaruh nampan tadi di meja Aditya kemudian berjalan untuk keluar.

"Oh iya, jadi kapan kamu mau ngelamar Ivana?" tanya Bu Rahma ketika Aditya baru saja menyeruput teh-nya, hingga anak tunggalnya itu hampir tersedak karena kaget.

"Kenapa reaksi kamu begitu?" tanya Bu Rahma heran. "Jangan-jangan Ivana emang belum siap nikah kan? Adit, jangan sampai kamu digantung lho..."

Aditya menghela napas panjang kemudian menaruh kembali handuknya di gantungan.

"Justru Adit yang selama ini ngegantung Ivana, Bu," jawab Aditya singkat.

"Yah, Adit... Gimana sih kamu!"

"Engga sekarang bu... Adit kan harus punya jaminan untuk nikahin anak orang," sahut Aditya gemas.

"Gaji kamu kan UMK, Dit. Kamu juga punya tabungan, saham, apalagi?"

Aditya kembali menghela napas panjang. 
"Ga cukup, Bu... Itu semua ga cukup-"

"Memangnya Ivana nuntut kamu kaya Andini?" tanya Bu Rahma tiba-tiba membuat Aditya tertegun sejenak.

"Engga. Ivana ga pernah minta apa-apa Bu. Tapi berkat Andini, seenggaknya Adit paham apa yang Ivana butuhin," jawab Aditya dengan nada suara yang memelan, seolah berkata pada dirinya sendiri.

"Yah... Ya sudahlah. Terserah kamu, Dit," ucap Bu Rahma kemudian berjalan keluar kamar Aditya, menyerah untuk menasehati putranya yang keras kepala ini.

***
 


Minggu pagi di kota Bogor terasa sangat sejuk setelah dini hari diguyur hujan selama berjam-jam.

Anya berdiri di beranda kamarnya dengan ponsel yang ia dekatkan di telinga kirinya.

"Malu-maluin gue banget sih si Adit. Norak tahu. Gue jadi ga enak sama Arya," ucap Anya di telepon.

"Ya lo juga yang salah. Udah tahu si Adit pacarnya Ivana. Ngapain juga lo mau deketin Arya ke Ivana? Ngaco!" sahut Dinda kesal.

Anya menahan napasnya gemas kemudian melihat kuku-kukunya yang berkilau.

"Gue ngerasa Adit itu ga cocok sama Ivana. Dia tuh kasar, posesif. Lo liat kan sekarang, Ivana bener-bener ga ada waktu buat hang out sama kita. Beda sama Arya, dia orangnya fleksible ga kaku kaya Adit. Iya kan?"

"Tapi Ivana suka Adit, Nya... Kalau lo ngerasa Arya baik kenapa ga lo aja yang jadian sama Arya?" tanya Dinda.

"Gue cuma ga mau Ivana berakhir kaya gue kok..."

"Anya, jujur ya... Arya itu kan satu circle sama Reva. Dan gue punya firasat yang sama ke Arya. Jadi gue harap lo juga jangan terlalu deket sama dia, paham?" sahut Dinda dengan gemas.

Anya menghela napas panjang kemudian melirik ponselnya yang berbunyi tanda pesan masuk dari Arya.

"Ya udah, deh. Kalau kalian ada waktu, bilang gue," ucap Anya kemudian menutup sambungan teleponnya untuk melihat pesan dari Arya.

From: Arya
Udahlah, Nya. Gue udah ga tertarik sama Ivana...

Anya menggigit bibirnya pelan kemudian membalas pesan singkat tersebut.

To: Arya
Masa lo nyerah? Serius deh, Ar... Pacarnya Ivana tuh posesif banget, lo liat sendiri kan waktu di cafe? Gue yakin deh lo bisa dapetin Ivana.

From: Arya
Itu urusan mereka... Lagian banyak kali cewek yang lebih cantik dari Ivana...

Anya berdecak kesal kemudian menaruh ponselnya di atas meja.

***
 


Bu Rahma tak menyangka kalau pagi ini rumahnya kedatangan tamu yang sebenarnya sudah ia tunggu-tunggu sebelumnya.

"Nak, Iva. Ayo sini-sini masuk," ajak Bu Rahma dengan ramah kepada Ivana yang berdiri di depan pintu rumahnya.

"Aduh, Adit masih tidur jam segini. Biar ibu bangunin dulu ya..."

"Bu. Ga usah ga apa-apa, kasian Adit kayanya kecapean gara-gara semalem bantuin Ivana," jawab Ivana menahan Bu Rahma untuk pergi ke kemar Aditya.

"Ivana ke sini pagi-pagi, bukan mau ketemu Adit kok. Tapi mau ketemu Ibu sama Bapak," jawab Ivana tersenyum simpul.

"Ketemu... Ibu?"

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Komitmen
Selanjutnya WHEN THE RAIN COMES: 9
0
0
Nirmala hanya memiliki hati yang patah setelah perpisahannya dengan Aksa tiga tahun lalu. Meskipun hatinya masih untuk Aksa, ia berusaha untuk tetap tegar.Davian, mahasiswa jurusan arsitektur yang amburadul mencoba mendekatinya. Padahal, Nirmala tahu jelas tipe laki-laki seperti apa anak muda yang tertunda kelulusannya karena sering bolos itu.Tapi Nirmala juga tahu, Davian tak seberantakan itu. Davian memiliki sebuah mimpi yang ternyata hanya diceritakan padanya.Di sisi lain, ia kembali dipertemukan dengan Aksa. Segala pertemuan yang tak disengaja itu tak bisa ditampik oleh Nirmala, kembali membangkitkan rasa yang telah lama pupus.Sampai suatu hari, Mala melihat Davian dan Aksa bertengkar hebat. Tapi apa yang membuat Aksa, laki-laki paling tenang dan tak suka keributan itu sampai sebrutal itu? Rahasia apa yang dimiliki Davian?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan