POISON 1

65
11
Deskripsi

🔞🔞🔞

(Beli Paket sudah terbuka semua sampai tamat, jauh lebih murah)

Narasya terpaksa menyerahkan diri untuk menjadi jaminan atas hutang yang sang kakak buat pada Mahesa Darma Salim—seorang putra konglomerat yang sangat berkuasa. Narasya dijadikan tawanan, dikurung berhari-hari di dalam rumah itu sampai Narendra—abangnya, satu-satunya sosok yang tersisa dari keluarganya—bisa melunasi hutang itu.

Harusnya Narasya cukup mengikuti perintah Mahesa untuk berdiam diri di dalam rumah itu sampai sang kakak...

POISON 1

 

Narasya mungkin salah satu dari banyaknya gadis yang kurang beruntung di dunia, kedua orang tuanya meninggal saat usianya baru menginjak sepuluh tahun. Meninggalkan hutang yang cukup banyak hingga mengharuskannya dan sang kakak menjual rumah satu-satunya peninggalan orang tua mereka untuk membayar hutang. Kehidupan Narasya yang indah dan sempurna mendadak berubah berantakan.

Kini ia hanya hidup berdua dengan sang kakak yang menjadi tulang punggung keluarga, pindah dari satu tempat ke tempat lain karena tidak memiliki uang untuk menyewa kontrakan. Bahkan di saat umurnya yang masih mudah, Narasya terpaksa harus ikut mencari uang agar bisa membantu sang kakak membiayai kehidupan mereka.

Narendra, lelaki yang usianya terpaut tujuh tahun dengan Narasya, terpaksa putus sekolah dan harus bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan mereka. Kini, tepat delapan tahun kedua orang tua mereka pergi, di saat yang bersamaan juga Narasya lulus dari Sekolah Menengah Atas. Delapan belas tahun usianya saat ini.

Sejak hidup berdua dengan sang kakak, Narasya sudah bertekat setelah lulus SMA nanti, Narasya akan langsung mencari pekerjaan. Ia ingin membantu sang kakak. Yang Narasya tahu, Narendra bekerja di salah satu bengkel yang lumayan besar, gajinya bahkan berada jauh di bawah UMR, karena itu Narasya bertekat mencari pekerjaan yang lebih baik.

Sudah seminggu setelah Narasya mendapatkan ijazah SMA-nya, kini gadis yang memiliki nama lengkap Narasya Andriani Setiawan itu sedang sibuk kesana kemari untuk mencari pekerjaan. Tak jarang ia ditolak karena status pendidikannya yang rendah, tapi Narasya bukan gadis yang mudah menyerah. Ia bahkan terkenal sangat gigih dan ceria di kalangan tentangga.

Setiap pukul lima sore, sama seperti hari-hari sebelumnya, dan sudah hampir seminggu Narasya akan pulang di waktu yang sama setelah surat lamaran yang ia buat tak lagi tersisa, semua habis ia titipkan ke beberapa perusahaan. Narasya berharap sekali lamarannya bisa diterima di salah satu perusahan, berharap mendapat gaji lebih baik dari buruh cuci.

Sejak usia lima belas tahun, sejak ia bisa mengurus dirinya sendiri, Narasya sengaja menawarkan diri dari satu rumah ke rumah lainnya untuk mencucikan baju mereka, dan dari sana lah ia bisa membantu Narendra membiayai sekolahnya. Melihat sang kakak yang bekerja dari pagi hingga malam membuatnya tak tega, maka itu ia ikut membantu bekerja.

Narasya juga menyisihkan uang hasil mencucinya untuk menabung agar bisa membeli rumah, meski kini tabungannya baru cukup untuk membeli satu ekor kambing, tapi Narasya tidak putus asa, ia akan terus bersemangat mencari uang untuk bisa mewujudkan harapannya. Apa pun selama halal, Narasya akan mencoba melakukannya.

Hari itu langit sudah berwarna keemasan saat Narasya baru saja turun dari angkutan umum yang membawanya pulang dari berkeliling seharian melamar kerja di beberapa tempat. Begitu kakinya menapaki aspal, mata Narasya langsung tertuju pada kumpulan orang-orang yang ada di depan rumah kontrakannya. Mobil-mobil mewah berjejer rapi di sisi jalan.

Dengan perasaan cemas, Narasya mendekat. "Ada apa ya, Bu?" tanyanya pada salah satu tetangga.

Ibu Juju namanya, pemilik warung kelontong yang sering Narasya hutangi. Wanita itu menoleh saat Narasya menyapanya, Bu Juju sontak menatap Narasya panik. "Abang kamu tuh, Neng," ujarnya.

Narasya yang mendengar nama abangnya disebut mendadak cemas. Dadanya bergemuruh dan wajahnya berubah pias. "Abang aku kenapa, Bu?"

"Dipukulin orang."

Membeliak, tentu Narasya terkejut, lebih dari itu ia merasa cemas dan takut. Ia sampai menahan napasnya sesaat setelah mendengar informasi dari Bu Juju barusan.

"Serem-serem, Neng, orangnya. Kamu di sini aja, Ibu mah takut kamu diapa-apain."

Narasya menggeleng, oh ia tidak mungkin membiarkan abangnya dipukuli, lagi pula, siapa yang memukuli Narendra? Setahu Narasya abangnya itu tidak memiliki musuh, pun tak pernah berbuat ulah. Lantas mereka siapa?

Lalu tanpa pikir panjang Narasya berlari dan menerobos kerumunan itu dengan napas terengah. Benar saja, di sana, Narendra sedang terkapar di atas tanah setelah satu orang berpakaian serba hitam memukulnya hingga menimbulkan luka di pipi dan ujung bibirnya. Orang itu melepaskan pukulan bertubi-tubi di pipi sebelah kanan Narendra, membuat abang Narasya itu mengerang sakit.

"Abang?!" Narasya berteriak dengan kaki berlari. Laki-laki berotot itu sontak menghentikan pukulannya pada Narendra. Dengan kekuatan penuh, Narasya langsung mendorong laki-laki itu hingga menjauh dari tubuh sang kakak. Ia memeluk abangnya dan membantu lelaki itu terduduk. "Abang kenapa gini? Kenapa mereka pukulin Abang? Siapa mereka?"

Tangis Narasya pecah. Ia belum pernah mendapati sang kakak babak belur seperti ini. Pun, siapa yang akan terima anggota keluarganya dipukuli hingga penuh dengan darah. "Abang ...."

"Sya ..." Meski kesakitan, Narendra masih berusaha untuk melindungi adiknya. Ia tentu tahu siapa yang sedang berhadapan dengannya saat ini. "Pergi, Sya ... jangan di sini, bahaya."

Narasya menggeleng, masih dengan tangis yang membanjiri wajah. "Enggak, Abang luka. Asya gak mungkin ninggalin Abang."

"Di sini bahaya." Dengan terbata Narendra berbisik. "Dengerin Abang, pergi."

Narasya masih kekeuh dengan keputusannya yang tidak akan meninggalkan Narendra sendirian. Ia lalu menoleh ke belakang, menatap kesal pada satu orang yang tampak paling berkuasa di antara yang lain.

Seorang laki-laki dengan jas hitam mewah dan dasi bercorak emas yang melekat di tubuh, jam tangan mahal dengan merek terkenal melingkar di pergelangan tangannya. Lelaki itu duduk di kursi yang ada di teras rumah kontrakan mereka, kakinya terlipat menunjukan kekuasaan.

"Kamu siapa?!" teriak Narasya tanpa takut, wajahnya memerah marah dan air mata membasahi pipi mulusnya. "Kenapa kamu pukulin Bang Naren?!"

Yang ditanya sontak tersenyum angkuh, duduknya berubah. Kakinya yang terlipat dilepas, ia lalu mencondongkan tubuh menatap Narasya dengan seringai di wajah. Mengibaskan tangan ke udara, sosok itu memberi kode pada kesepuluh anak buahnya untuk membubarkan kerumunan yang terjadi di sana.

Hanya dalam hitungan detik perintahnya langsung terwujud. Mendadak keramaian itu berubah hening. Memang pada dasarnya mereka semua orang kampung, hanya sekali diancam langsung tutup mulut dan kabur.

"Lo adeknya Naren?" tanya sosok itu yang kemudian bangkit, kedua tangannya di masukan ke dalam saku celana. Ia melangkah mendekati sepasang adik kakak yang tampak tak berdaya.

"Hes, tolong lepasin Narasya, masalah lo cuma sama gue." Narendra berujar sambil sesekali meringis, Narasya tak tega melihat sang abang seperti itu. "Tolong jangan libatin dia. Narasya nggak tau apa-apa."

"Abang ...."

Mahesa, anak salah seorang konglomerat kaya di Indonesia. Dia berkuasa, memiliki banyak uang, siapa pun tidak akan berani padanya. Lelaki itu tersenyum menyeringai menatap Narasya. "Oh ... jadi namanya Narasya?"

"Hes, gue minta tolong."

Mahesa tergelak kencang, membelah keheningan di sore hari itu. "Waktu lo pinjem uang sama gue, elo juga mohon-mohon kayak gini, kan?" Lalu berdecih. "Tapi apa? Bukannya bayar hutang, lo malah kabur," decaknya sinis, sudut bibirnya berkedut menunjukan kemarahan. "Emang ya, sekali pecundang akan tetap jadi pecundang."

Narendra menunduk saat Narasya menatapnya kaget. Ia tak pernah mengatakan pada sang adik tentang hutangnya itu, tentu Narasya pasti terkejut.

Sebut saja kesialan, Mahesa adalah teman satu sekolah Narendra saat mereka SMA. Mereka pernah dekat, bahkan dulu sering ke satu tongkrongan yang sama. Lalu hanya karena gadis yang disukai Mahesa malah memilih Narendra, mereka berubah menjadi musuh.

Lima tahun setelah putus sekolah, Narendra tidak sengaja bertemu lagi dengan Mahesa, karena kesulitan ekonomi untuk membayar hutang ayah mereka yang masih banyak, Narendra terpaksa meminjam uang pada lelaki itu. Tentu tak mudah karena masa lalu mereka yang buruk, tapi Mahesa akhirnya memberikan secara cuma-cuma setelah Narendra bersujud di kakinya.

Narendra tahu tidak seharusnya ia merendahkan diri pada Mahesa, tapi ia juga butuh uang untuk membayar hutang ayah. Lalu karena tidak sanggup membayar, Narendra terpaksa memilih kabur dan membawa Narasya untuk bersembunyi dari lelaki itu.

Memang takdir baik tidak pernah berpihak padanya, dua tahun setelah berhasil menghilang dari Mahesa, Narendra kembali bertemu dengan lelaki itu di bengkel tempatnya bekerja. Hingga kemudian berakhir di sini, dengan keadaan seperti ini.

"Abang? Kenapa Abang gak cerita sama Asya?" Tangis Narasya semakin kencang terdengar. "Kenapa?"

"Maaf, Sya ... maafin Abang."

Air mata itu terus mengalir, menganak sungai di pipinya. "Kalo Abang cerita kita bisa cari jalan keluarnya sama-sama. Asya punya tabungan kok, Bang."

"Uang kamu gak akan cukup, Sya."

Mahesa mendecih, menatap jijik adegan tali kasih di depannya itu. Sungguh, ia sama sekali tidak iba pada mereka, rasa kesal dan bencinya pada Narendra membuat ia menutupi semua itu. Lalu berjongkok, Mahesa menarik dagu Narasya hingga membuat telaga bening gadis itu yang sudah digenangi air mata bertubrukan dengan matanya.

Untuk beberapa saat Mahesa terpaku, mengamati dua bola mata gelap yang menatapnya dengan sorot marah, tapi juga terasa teduh. Sial, mengapa ia baru tahu kalau Narendra memiliki adik secantik ini. Wajahnya yang oval dengan hidung bangir yang mungil dan mata hitam bulat membuatnya tampak sangat polos. Waktu sekolah, sepertinya Narendra tidak pernah bercerita tentang adik kecil ini.

Tanpa memutus tatapannya, Mahesa berujar pada Narendra, "gue bakalan bawa Narasya sebagai jaminan sampe lo bisa bayar utang lo beserta bunganya." Lalu melempar wajah manis itu ke samping dan berdiri. "Gue kasih waktu selama dua bulan."

"Apa maksud kamu?!" Narasya tak terima, ia bersungut kesal. "Aku bakalan bayar hutang Abang, kamu gak perlu takut."

Mahesa menatap Narasya dari atas, senyumnya tertarik remeh. "Yakin lo bisa bayar utang Abang lo yang banyak itu?" Lalu tergelak kencang. "Mau lo jual diri sama gue juga gak akan bisa nutupin utang Abang lo!"

Narendra dengan wajah babak belur seketika panik, ia bergerak untuk menyentuh kaki Mahesa dan memohon di sana. "Hes, tolong, jangan Narasya ... gue pasti bayar tapi tolong jangan libatin dia," pelasnya dengan mata berkaca-kaca.

Mahesa tak peduli, ia menarik paksa kakinya yang Narendra genggam lalu menggerakan kepala ke arah anak buahnya untuk membawa Narasya dari sana. Dua orang lelaki berotot itu lantas menghampiri Narasya, menarik paksa gadis yang masih memeluk abangnya itu dengan erat.

"Hes ... tolong, Hes ...," pelas Narendra seraya menahan tangan adiknya. "Tolong ... jangan Narasya, gue rela jadi babu lo seumur hidup, tapi jangan adik gue."

Mahesa tergelak lagi, seringai itu tertarik semakin tinggi. "Gue gak sudi punya babu kayak lo, lebih seru punya pecun kayak adek lo, kan?" decihnya mengejek.

Narenda murka, rahangnya mengeras. Ia tentu tahu seperti apa Mahesa itu. Bahkan setelah lulus sekolah, Mahesa masih menjadi lelaki yang gemar bermain wanita. "Nggak!" sungutnya. "Jangan sentuh adek gue!"

Mahesa tak membalas, ia kembali meminta anak buahnya untuk segera membawa Narasya.

Ditariknya tangan Narasya hingga terlepas dari ganggaman Narendra. Gadis itu terkejut, memberontak sekuat mungkin meski tenaganya tidak akan sebanding dengan dua orang lelaki berbadan besar itu. "Lepas!" pekiknya nyaring. "Lepas, sialan!" Meski mengumpat, tapi Narasya tetap tak bisa menahan air matanya.

Narendra mencoba bangkit tapi ia kesulitan berdiri, sekujur tubuhnya terasa sakit, pun salah satu anak buah Mahesa masih menahannya. "Sya ... Sya."

"Abang!" Tubuh Narasya diseret paksa menuju ke sebuah mobil. Narasya terus berontak sambil memanggil Narendra. "Abang! Asya gak mau!"

"Sya ... maafin Abang."

"Abang, Asya mau sama Abang."

Narendra benar-benar merasa bersalah, tangisnya tumpah melihat sang adik diseret paksa seperti itu. Apalagi ia tahu, Narasya akan dibawa oleh Mahesa, lelaki kejam yang tak memiliki hati.

"Sya, bertahan sebentar ya, Abang pasti akan bawa uangnya. Abang pasti akan jemput Asya."

"Abang, Asya gak mau. Asya takut." Tangisnya kian deras, apalagi saat ia dipaksa masuk ke dalam mobil dan pintunya ditutup. "Abaannggg!" Ia gedor jendela kaca itu sambil terus menangis. "Abang!"

Mahesa lagi-lagi tak merasa iba melihat tangisan Narasya, ia malah tergelak dan berjalan santai setelah melepas satu pukulan di wajah Narendra. "Dua bulan, bayar hutang lo kalo lo gak mau adek lo yang cantik itu jadi pemuas nafsu gue," ejeknya.

Narendra menggeram, tangannya mengepal erat dan giginya bergemeletuk. "Bangsat!" umpatnya penuh emosi. "Gue bakalan habisin lo kalo lo sampe nyentuh Narasya!"

Namun gertakan itu tidak akan pernah bisa membuat seorang Mahesa takut. Ia malah tertawa puas, melempar puntung rokok yang sisa sedikit di tangannya ke bawah, tepat di sebelah Narendra yang tersungkur di tanah.

"Gak usah banyak bacot, bawa aja uang 500 juta yang lo bawa kabur itu."

Lalu Mahesa melangkah meninggalkan pekarangan rumah kontrakan lusuh yang biaya sewa perbualannya bahkan tidak lebih dari harga sepatu yang ia pakai. Mahesa kemudian masuk ke dalam mobil yang berbeda dengan Narasya dengan senyum puas.

 

♧♧♧♧


Kata Anna :

Ini apalagi woiiii 😂😂😂

Ini kayaknya bakalan short story deh (mungkin) 😁 nulis ini tiba-tiba aja ada di otak aku, jadi belum aku bikin kerangka cerita. Tapi, biasanya aku kalo nulis gak pake kerangka cerita bakalan bagus 😂 (pede banget gilaaaa)

Semoga suka yaa, jangan lupa yukk tekan tanda ❤️ biar aku seneng gitu, jadi semangat ngelanjutinnya. Yukk ahh, komen juga yuuk, kalian nunggin ini gak kira-kira????

Maachii udah buka cerita ini, dan ini bakalan 21+ yawww 🙊🙊🙊

Siapa yang sukaaa??? 😂😂

Komen yaakk, sama tekan tanda ❤️

BTW, VISUAL REQUEST DARI SAHABAT AKYUUU, SEMOGA KALIAN SUKA YAAA

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Poison
Selanjutnya POISON 2
50
7
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan