UPAYA KONSERVASI HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT INDONESIA GUNA MEMPERSIAPKAN PROYEK REDD+

1
1
Deskripsi

Melalui REDD+ membuka peluang terciptanya masyarakat lokal mandiri di pelosok Indonesia. Dengan menjaga keberadaan hutan yang mereka miliki, masyarakat juga bisa terus menggunakan jasa lingkungan hutan disamping menjadi tambahan pendapatan baru dari pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Dengan demikian, melibatkan masyarakat lokal ambil peran dalam konservasi hutan nasional sangat penting, mempertimbangkan masyarakat lokal mempunyai pengetahuan tentang “struktur kehidupan” dari hutan tersebut yang dapat dijadikan acuan untuk membuat suatu kebijakan atau keputusan.

Oleh: Anggita Puspitosari

Pemahaman terhadap perubahan iklim dapat dibangun apabila individu mengetahui perbedaan antara iklim dan cuaca. Kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lain, dimana keadaan cuaca di suatu wilayah dapat mempengaruhi iklim di wilayah itu sendiri. Sedangkan perbedaan diantara kedua hal tersebut adalah mengenai jangka waktu dan cakupan wilayah. Cuaca adalah kondisi sehari-hari yang terjadi di atmosfer dengan cakupan wilayah tertentu, sementara iklim digambarkan sebagai “cuaca rata-rata” atau kondisi cuaca yang terjadi selama periode waktu yang panjang, seperti beberapa dekade atau abad dengan cakupan wilayah yang lebih luas.

Dalam membahas perubahan iklim, kita membahas mengenai perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia selama periode waktu yang panjang, seperti beberapa dekade atau abad. Adanya perubahan iklim tersebut dikarenakan parahnya kondisi cuaca yang ada di bumi sebagai akibat dari pemanasan global, dimana suhu rata-rata bumi mengalami peningkatan selama 100 tahun terakhir dan mengakibatkan bumi semakin hangat. Tanda-tanda utama perubahan iklim global adalah: (1) meningkatnya suhu global sekitar 0.740C atau 1.30F; (2) perubahan curah hujan; (3) tutupan salju dan mencairnya lapisan es di kutub; (4) kejadian cuaca yang tidak biasa atau ekstrem berlangsung lebih sering; dan (5) perubahan tinggi permukaan air laut.

Sebagian besar meningkatnya suhu rata-rata global disebabkan oleh kenaikan gas tertentu di atmosfer. Gas yang membantu mengatur suhu bumi disebut dengan “Gas Rumah Kaca” (yang selanjutnya disebut efek rumah kaca). Efek rumah kaca adalah proses alami bagaimana atmosfer menjaga bumi agar tetap hangat. Salah satu gas rumah kaca yang berperan penting dalam perubahan iklim adalah CO2 yang dihasilkan dari zat karbon bergabung dengan O2 di udara. Zat karbon berperan penting dalam pembentukan CO2, dimana karbon merupakan salah satu unsur terbesar di alam semesta yang dapat ditemukan di dalam makhluk hidup atau benda mati. Salah satu penyimpan karbon terbesar di alam ini adalah hutan, dimana hutan di seluruh dunia beserta tanah yang dibawahnya diperkirakan menyimpan lebih dari satu triliun ton karbon.

Hutan dan area alami memainkan peran penting dalam mempertahankan proses alami. Hutan merupakan salah satu penampung karbon terbesar sehingga membantu menjaga daur ulang karbon dan proses alami lainnya. Namun, hutan juga dapat menjadi salah satu sumber emisi CO2 terbesar karena hutan dan tumbuhan lainnya juga menyerap CO2 yang ada di atmosfer. Hal ini terjadi apabila keberadaan hutan dihilangkan atau terjadi alih fungsi lahan. Menurut studi ilmiah, 12-17% dari semua CO2 yang dikirim ke atmosfer oleh kegiatan manusia berasal dari deforestasi yang terjadi di berbagai belahan dunia.

Sekarang ini meningkatkan keberadaan hutan sangat diperlukan karena semakin banyak jumlah hutan maka semakin banyak pula CO2 yang dapat diserap oleh hutan sehingga mampu mengurangi dampak perubahan iklim. Hutan mampu menyerap CO2 yang ada di atmosfer untuk proses fotosintesis dan menyimpan karbon di dalam tumbuhan maupun tanah serta hutan juga mengirim O2 ke atmosfer yang dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya. Fungsi hutan ini tidak berjalan lancar apabila terdapat gangguan seperti proses mengurangi jumlah hutan dengan cara menebang atau membakar hutan. Hal ini mengakibatkan tempat penyimpanan karbon dan penyerap CO2 hilang.

Dewasa ini banyak terdapat kegiatan manusia melepaskan CO2 ke udara terutama di negara Indonesia yang merupakan salah satu negara yang memiliki hutan hujan tropis. Di wilayah Indonesia banyak terjadi kasus deforestasi dan degradasi hutan seperti membakar hutan guna membuka lahan permukiman atau industri, penebangan liar dan lain sebagainya. Hal ini mengakibatkan meledaknya jumlah CO2 di atmosfer karena tempat penyimpanan dan penyerapnya hilang sehingga berdampak terhadap pemanasan global yang berlanjut mempengaruhi perubahan iklim. Kebakaran hutan di pulau Kalimantan dan Sumatra pada tahun 2015 merupakan salah satu kebakaran hutan di Indonesia yang dampaknya sampai di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Banyaknya permasalahan yang memicu perubahan iklim diperlukan aksi nyata untuk mencegah atau cara beradaptasi terhadap perubahan iklim tersebut.

UNFCCC adalah salah satu badan PBB yang berfungsi mengatur tentang perubahan iklim. Aksi paling penting yang sedang dilakukan UNFCCC pada saat ini adalah kebijakan membantu negara-negara untuk menghentikan atau mengurangi perubahan iklim, dan melakukan penyesuaian terhadap efek perubahan iklim yang sedang terjadi. Salah satu cara menilai peran hutan untuk menanggulangi perubahan iklim adalah REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation).

Para pembuat kebijakan internasional mengakui bahwa mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan adalah bagian penting rencana internasional dan nasional untuk menanggulangi atau mengurangi perubahan iklim. REDD+ diuraikan sebagai pendekatan kebijakan dan insentif positif terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pengurangan emisi dan deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang; dan peran konservasi, pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan persediaan karbon hutan di negara berkembang (Keputusan 2 UNFCCC/CP.13-). Para pembuat kebijakan internasional juga membahas mengenai cara mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan dan peran penyimpanan karbon di hutan negara berkembang sebagai bagian dari proses untuk menanggulangi perubahan iklim. REDD+ itu sendiri masih menjadi bahasan khusus di tingkat internasional untuk salah satu tema SDGs yaitu Climate Action.

Dalam melakukan konservasi hutan guna mendukung persiapan pelaksanaan REDD+ diperlukan peran dari masyarakat lokal yang memiliki ketergantungan hidup terhadap hasil hutan. Melalui pengetahuan tradisional terhadap hutan yang dimiliki oleh masyarakat lokal dapat membantu pemerintah untuk menetapkan kebijakan konservasi seperti apa yang dapat dilakukan. Pengetahuan tradisional ialah kearifan, pengetahuan, dan praktik masyarakat setempat yang diraih seiring dengan waktu melalui pengalaman dan diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi (dalam Susan Stone, dkk., 2011). Perlibatan masyarakat lokal terhadap pelestarian hutan adalah suatu hal yang mendasar dan positif, dimana pengetahuan tradisional yang dimiliki masyarakat lokal dapat dikembangkan sehingga masyarakat lokal memiliki kontrol sepenuhnya terhadap pengelolaan dan pelestarian sumberdaya hutan. Apabila masyarakat lokal tidak sepenuhnya terlibat, hutan akan menjadi lebih rentan terhadap perusakan, seperti perambahan dan penebangan liar. Namun, jika masyarakat terlibat dalam perlindungan dan pengelolaan hutan yang ada di sekitar mereka, berbagai penyebab kerusakan hutan dapat diatasi yang dapat membantu mengurangi emisi CO2 ke atmosfer.

Masyarakat lokal memiliki konsep konservasi atas lingkungan sendiri yang memungkinkan dilakukan langkah-langkah pemeliharaan hutan sejalan dengan, atau bahkan mendukung upaya konservasi hutan yang digalakkan oleh pemerintah. Keterlibatan masyarakat lokal dalam melestarikan hutan berdasarkan pada nilai-nilai kultural yang hidup dan diakui sebagai pedoman dalam waktu lama di masyarakat sehingga upaya konservasi yang dilakukan berbasis pada kearifan lokal masyarakat lokal tersebut. Umumnya, kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga hutan masih sangat rendah. Oleh karena itu, kearifan lokal yang ada dimanfaatkan untuk menyelaraskan pengetahuan tradisional masyarakat dengan program konservasi yang digalakkan oleh pemerintah. Salah satu konservasi hutan berbasis kearifan lokal yang ada di Indonesia adalah konservasi Hutan di provinsi Sulawesi Tengah oleh masyarakat Tau Taa Wana Bulang. Salah satu wujud kearifan lokal yang diterapkan oleh masyarakat Wana dalam praktik penggunaan produk hutan sebagai sumber kehidupan dan upaya mereka dalam melestarikannya yaitu melalui tingkah laku sosial berbasis adat. Terdapat berbagai ritual adat masyarakat Wana, salah satunya adalah praktik ritual Manziman Tana, yaitu sebuah ritual permohonan izin pada Sang Penguasa Tanah (Lamba Jadi), Sang Penguasa Mata Air (Malindu Maya), dan Sang Penguasa Muara (Malindu Oyo) apabila masyarakat ingin membuka lahan baru supaya lahan yang ditanami dapat memberikan hasil yang baik sesuai dengan harapan. Mereka beranggapan apabila pembukaan lahan tidak melakukan ritual permohonan izin akan menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan hutan atau bencana bagi masyarakat Wana sendiri.

Konservasi hutan berbasis kearifan lokal atau pengetahuan tradisional masyarakat sangat diperlukan karena masyarakat merupakan sekelompok orang yang merasakan dampak atau manfaat pertama kali jika lingkungan sekitarnya mengalami perubahan. Dengan memaksimalkan peran masyarakat lokal diharapkan mampu mendorong kebijakan lingkungan yang dibuat oleh pemerintah atau stakeholder sehingga dapat meminimalisirkan permasalahan terkait perubahan iklim dengan menjaga hutan yang dimiliki.

Konservasi hutan berbasis kearifan lokal masyarakat juga sejalan dengan konsep REDD+ yang ditawarkan oleh UNFCC dimana organisasi masyarakat adat dari seluruh dunia mengirim wakil-wakilnya ke UNFCC dan pertemuan iklim lainnya guna mempengaruhi keputusan. Mereka berupaya memastikan bahwa hak-hak masyarakat adat sebagaimana yang tercantum dalam Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakt Adat (UNDRIP) dan perjanjian internasional lainnya dihormati sementara para pemerintah membuat keputusan tentang aksi perubahan iklim. Peran masyarakat adat dan masyarakat lokal dalam memberikan sumbangan kepada kebijakan-kebijakan perubahan iklim di tingkat nasional dan lokal sangat penting. Praktik tradisional dan pengetahuan mereka tentang daratan, hutan dan proses alami merupakan sumbangan penting bagi perencanaan lokal dan nasional untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Mereka juga berperan penting sebagai pengelola hutan berkelanjutan (dalam Susan Stone, dkk., 2011)

Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki hutan hujan tropis sudah seharusnya mengambil peran penting dalam mencegah perubahan iklim melalui konservasi hutan berbasis kearifan lokal atau pengetahuan tradisional masyarakat setempat. Salah satu bentuk konservasi hutan yang dicetuskan secara internasional adalah REDD+ dimana sasaran dari proyek ini adalah negara berkembang. Salah satu elemen penting dalam REDD+ adalah mekanisme keuangan, yang terdiri atas sumber dan metode pemberian insentif pada negara untuk melindungi hutan yang dimilikinya (dalam RECOFTC, 2012). Hal ini sangat bermanfaat bagi masyarakat lokal di Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari produk hutan karena adanya REDD+ masyarakat lokal memiliki kesempatan untuk mendapat kompensasi melalui proses pasar karbon. Dampaknya, tingkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat lokal akan meningkat.

Melalui REDD+ membuka peluang terciptanya masyarakat lokal mandiri di pelosok Indonesia. Dengan menjaga keberadaan hutan yang mereka miliki, masyarakat juga bisa terus menggunakan jasa lingkungan hutan disamping menjadi tambahan pendapatan baru dari pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Dengan demikian, melibatkan masyarakat lokal ambil peran dalam konservasi hutan nasional sangat penting, mempertimbangkan masyarakat lokal mempunyai pengetahuan tentang “struktur kehidupan” dari hutan tersebut yang dapat dijadikan acuan untuk membuat suatu kebijakan atau keputusan.

REFERENSI:

Alfitri. Model Perhutanan Sosial Berbasis Partisipasi Masyarakat pada Program Konservasi Hutan Taman Nasional Kerinci Seblat. Indonesian Journal for Suistainable Future. Vol.1, No.2, Hal. 29-42.

P, Rospita O., Situmorang., Simanjuntak, Elvina R. 2015. Kearifan Lokal Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike, Sumatra Utara. Widyariset. Vol. 18, No. 1, Hal. 145-154.

Sahlan. 2012. Kearifan Lokal Masyarakat Tau Taa Wana Bulang dalam Mengkonservasi Hutan di Propinsi Sulawesi Tengah. Mimbar. Vol. 24, No. 2, Hal 187-375.

Stone, Susan., León, M.C., Fredericks, P. 2011. Perubahan Iklim & Peran Hutan (Manual Pelatih). Conservation International.

RECOFTC-The Center for People and Forest. Kita, Hutan dan Perubahan Iklim (Peningkatan Kapasitas Akar Rumput untuk REDD+ di Kawasan Asia Pasifik Maret 2012). Bogor: Pusdiklat Kehutanan.

Cover:

https://www.mongabay.co.id/

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Artikel
Selanjutnya CHINA: WORLD LEADER IN THE FUTURE (Implementation of One Belt One Road “OBOR”)
4
1
Potensi China dan sejumlah negara pada jalur sutra modern memberikan peluang bagi peningkatan transaksi perdagangan ekspor impor negara-negara di sepanjang jalur sutra modern, termasuk Indonesia pada jalur sutra maritim. Pada tahun 2016, nilai ekspor nonmigas Indonesia ke China pun menunjukkan pertumbuhan sebesar 13,97% dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar USD 13.3 miliar pada tahun 2015 dan USD 15,1 miliar pada tahun 2016. Selain ekspor, Indonesia berpeluang menarik investasi ke Indonesia melalui OBOR. Indonesia adalah negara ketiga yang menjadi target investasi setelah India dan Rusia, dengan estimasi nilai investasi  sebesar USD 35-52 miliar. Sejak tahun 2013, tawaran investasi satu-persatu mulai masuk ke Indonesia, salah satunya adalah proyek pembangunan jaringan sarana dan prasarana kereta api cepat Jakarta-Bandung.Dari paparan di atas dapat ditarik benang merah bahwa jalur sutra modern merupakan rencana pengembangan perdagangan bebas China yang mempunyai potensi unggul, sehingga apabila OBOR berhasil diimplementasikan, bukan mustahil China akan menjadi kekuatan dunia, seperti halnya Inggris dan Amerika Serikat. Hal ini didukung dengan bargaining tool berupa AIIB guna menjadi alat penawar bagi negara lain untuk memperoleh “numerical support” dari negara yang bergabung di AIIB. Dengan demikian melalui konsep OBOR ini mampu menempatkan China sebagai pusat dunia di jalur perdagangan internasional. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan