
Mari mengenal perubahan iklim lebih dekat,
Oleh: Anggita Puspitosari
Apa itu perubahan iklim?
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim atau United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) memberi definisi perubahan iklim sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah komposisi dari atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada periode waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya terdiri dari Karbondioksida, Metana, Nitrogen dan sebagainya.
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim berasal dari penggunaan bensin untuk mengendarai mobil atau batu bara untuk memanaskan gedung. Selain itu, pembukaan lahan dan hutan juga dapat melepaskan Karbondioksida. Tempat pembuangan sampah merupakan sumber utama emisi metana. Energi, industri, transportasi, bangunan, pertanian dan tata guna lahan termasuk di antara penghasil emisi utama.
Pada dasarnya, Gas Rumah Kaca (GRK) dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap stabil. Akan tetapi, konsentrasi Gas Rumah Kaca yang semakin meningkat membuat lapisan atmosfer semakin tebal. Penebalan lapisan atmosfer tersebut menyebabkan jumlah panas bumi yang terperangkap di atmosfer bumi semakin banyak, sehingga mengakibatkan peningkatan suhu bumi yang disebut dengan pemanasan global.
Apa yang menyebabkan perubahan iklim?
- Pembuatan Energi
Pembuatan energi listrik dan panas dengan membakar bahan bakar fosil akan menghasilkan emisi global dalam jumlah besar. Sebagian besar energi listrik masih dihasilkan dengan membakar batu bara, minyak atau gas. Pembakaran ini akan menghasilkan Karbondioksida dan Dinitrogenoksida yaitu Gas Rumah Kaca (GRK) berbahaya yang menyelimuti Bumi dan memerangkap panas matahari. Hanya sekitar seperempat dari energi listrik global yang dihasilkan dari angin, tenaga surya dan sumber daya terbarukan lainnya. Tidak seperti bahan bakar fosil, sumber daya terbarukan hanya sedikit atau tidak menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau polusi udara.
- Manufaktur Barang
Manufaktur dan industri menghasilkan emisi yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi guna membuat berbagai hal seperti semen, besi, baja, elektronik, plastik, pakaian dan barang lainnya. Pertambangan dan proses industri lainnya juga menghasilkan gas, begitu pula industri kontruksi. Mesin yang digunakan dalam proses manufaktur sering kali beroperasi dengan batu bara, minyak atau gas. Selain itu, sejumlah bahan baku seperti plastik juga terbuat dari bahan kimia yang berasal dari bahan bakar fosil. Industri manufaktur merupakan salah satu kontributor emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terbesar di seluruh dunia.
- Penebangan Hutan
Penebangan hutan untuk membuat lahan pertanian atau peternakan ataupun untuk alasan lainnya, akan menghasilkan emisi karena pohon yang ditebang akan melepaskan karbon yang tersimpan di dalamnya. Sekitar 12 juta hektar dihancurkan setiap tahunnya. Karena hutan menyerap Karbondioksida, penghancurannya juga akan membatasi kemampuan alam dalam mengurangi emisi di atmosfer. Penggundulan hutan serta pertanian dan perubahan fungsi lahan lainnya, merupakan penyumbang sekitar seperempat dari emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
- Penggunaan Transportasi
Sebagian besar truk, kapal dan pesawat beroperasi menggunakan bahan bakar fosil. Hal ini menjadikan sektor transportasi sebagai kontributor utama Gas Rumah Kaca (GRK) terutama emisi Karbondioksida. Kendaraan darat menghasilkan emisi paling banyak karena adanya pembakaran produk berbahan dasar minyak bumi seperti bensin. Namun, emisi dari kapal dan pesawat terus meningkat. Transportasi menyumbang hampir seperempat dari emisi Karbondioksida global terkait energi. Selain itu, tren menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan signifikan dalam penggunaan energi untuk transportasi pada tahun-tahun mendatang.
- Produksi Makanan
Produksi makanan menghasilkan emisi Karbondioksida, metana dan Gas Rumah Kaca (GRK) lainnya dengan berbagai cara termasuk melalui penggundulan hutan dan pembersihan lahan untuk pertanian dan penggembalaan, gas dari sapi dan domba, produksi dan penggunaan pupuk dan pupuk kandang untuk bercocok tanam, serta penggunaan energi untuk menjalankan peralatan pertanian atau perahu nelayan yang biasanya menggunakan bahan bakar fosil. Semua hal tersebut menjadikan produksi makanan sebagai kontributor utama bagi perubahan iklim. Selain itu, pengemasan dan pendistribusian makanan juga menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
- Penyuplaian Energi untuk Bangunan
Bangunan tempat tinggal dan komersial memakai lebih dari setengah energi listrik global. Seiring dengan berlanjutnya penggunaan batu bara, minyak dan gas alam untuk sistem penghangat dan pendingin, bangunan tempat tinggal dan komersial menghasilkan jumlah emisi GRK yang signifikan. Naiknya permintaan energi untuk sistem penghangat dan pendingin dengan bertambahnya jumlah orang yang memiliki AC, serta meningkatnya pemakaian energi listrik untuk penerangan, peralatan dan perangkat terhubung, telah berkontribusi pada peningkatan emisi Karbondioksida terkait energi dari bangunan dalam beberapa tahun terakhir.
Rumah dan penggunaan energi kita, cara kita berpergian, apa yang kita makan serta jumlah makanan yang kita buang, semuanya berkontribusi pada emisi GRK. Begitu pula pemakaian barang-barang seperti pakaian, elektronik dan plastik. Sejumlah besar emisi GRK global terkait dengan pekerjaan rumah tangga. Gaya hidup kita berdampak besar terhadap planet kita. Yang terkaya memiliki tanggung jawab terbesar, 1% orang terkaya di seluruh dunia menyumbang lebih banyak emisi GRK dibandingkan dengan 50% orang termiskin.
Bagaimana efek perubahan iklim?
Peningkatan suhu dari waktu ke waktu mengubah pola cuaca dan mengganggu keseimbangan alam. Hal ini menimbulkan banyak risiko bagi manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya di Bumi.
- Suhu yang lebih panas
Seiring dengan meningkatnya konsentrasi GRK, suhu permukaan global juga meningkat. Dekade terakhir, 2011-2020 adalah dekade terpanas yang pernah tercatat. Sejak 1980-an, setiap dekade menjadi lebih banyka hari-hari panas dan gelombang panas. Suhu yang lebih tinggi meningkatkan jumlah kasus penyakit terkait panas dan mempersulit pekerjaan luar ruangan. Kebakaran hutan lebih mudah terjadi dan lebih cepat menyebar saat kondisi lebih panas. Suhu di Arktik telah meningkat setidaknya dua kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global.
- Badai yang lebih parah
Badai destruktif menjadi lebih kuat dan lebih sering terjadi di banyak wilayah. Seiring dengan meningkatnya suhu, semakin banyak air yang menguap. Hal ini memperburuk curah hujan ekstrem dan banjir sehingga menimbulkan lebih banyak badai destruktif. Frekuensi dan luasnya badai tropis juga dipengaruhi oleh peningkatan suhu lautan. Siklon, hurikan dan taifun menjadi lebih kuat dengan air yang hangat di permukaan laut. Badai tersebut sering kali menghancurkan rumah dan komunitas, sehingga menyebabkan kematian dan kerugian ekonomi yang besar.
- Peningkatan kekeringan
Perubahan iklim mengubah ketersediaan air, sehingga menjadikannya semakin langka di lebih banyak wilayah. Pemanasan global memperburuk kekurangan air di wilayah yang sudah mengalami kesulitan air. Pemanasan global juga menyebabkan peningkatan risiko kekeringan pertanian yang akan mempengaruhi tanaman serta kekeringan ekologis yang akan meningkatkan kerentanan ekosistem. Kekeringan juga dapat memicu badai pasir dan debu destruktif yang dapat memindahkan miliaran ton pasir melintasi benua. Gurun menjadi semakin luas sehingga lahan untuk bercocok tanam berkurang. Kini banyak orang menghadapi ancaman kekurangan air secara berkala.
- Peningkatan volume dan suhu lautan
Lautan menyerap sebagian besar panas dari pemanasan global. Peningkatan suhu lautan terjadi jauh lebih cepat selama dua dekade terakhir, di seluruh kedalaman laut. Seiring dengan meningkatnya suhu lautan, volumenya bertambah karena air memuai saat menjadi lebih hangat. Mencairnya lapisan es juga menyebabkan kenaikan permukaan laut, sehingga mengancam komunitas pesisir dan pulau. Selain itu, lautan juga menyerap Karbondioksida, sehingga mengurangi jumlahnya di atmosfer. Namun, semakin banyaknya Karbondioksida membuat lautan menjadi lebih asam, sehingga membahayakan biota laut dan terumbu karang.
- Kepunahan spesies
Perubahan iklim menimbulkan risiko bagi kelangsungan hidup spesies di darat dan di laut. Risiko ini meningkat seiring dengan peningkatan suhu. Dengan diperburuk oleh perubahan iklim, dunia kehilangan spesies 1.000 kali lebih cepat dibandingkan sebelumnya dalam sejarah manusia. Satu juta spesies terancam akan punah dalam beberapa dekade mendatang. Perubahan iklim menimbulkan banyak ancaman, antara lain kebakaran hutan, cuaca ekstrem serta hama dan penyakit yang invasif. Spesies tertentu akan dapat berpindah tempat dan bertahan hidup, tetapi yang lainnya tidak akan dapat bertahan.
- Kekurangan makanan
Perubahan iklim dan peningkatan frekuensi peristiwa cuaca ekstrem merupakan dua alasan di balik meningkatnya kelaparan dan gizi buruk secara global. Sektor perikanan, pertanian dan peternakan dapat hancur atau menjadi kurang produktif. Karena lautan menjadi semakin asam, sumber daya laut yang dikonsumsi miliaran orang terancam. Perubahan pada lapisan salju dan es di banyak wilayah Arktik telah mengganggu suplai makanan dari menggembala, berburu dan memancing. Tekanan panas dapat membuat sumber air dan padang rumput untuk penggembalaan berkurang, sehingga menyebabkan penurunan hasil panen dan memengaruhi hewan ternak.
- Peningkatan risiko kesehatan
Perubahan iklim merupakan ancaman kesehatan terbesar yang dihadapi manusia. Dampak iklim telah membahayakan kesehatan melalui polusi udara, penyakit, peristiwa cuaca ekstrem meningkatkan jumlah kematian serta menyulitkan sistem pelayanan kesehatan dalam menanganinya.
- Kemiskinan dan pemindahan
Perubahan iklim menambah faktor yang membuat orang berada dan tetap dalam kemiskinan. Banjir dapat menyapu kawasan kumuh, menghancurkan rumah dan merusak mata pencaharian. Panas dapat mempersulit pekerjaan di luar ruangan. Kelangkaan air dapat memengaruhi tanaman. Pada dekade sebelumnya (2010-2019), peristiwa terkait cuaca membuat rata-rata sekitar 23,1 juta orang terpaksa pindah setiap tahunnya, sehingga semakin banyak yang menjadi rentan terhadap kemiskinan. Sebagian besar pengungsi berasal dari negara yang paling rentan dan paling tidak siap untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim.
Sumber:
https://ditjenppi.menlhk.go.id
Cover:
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
