Andai Aku Datang Lebih Awal (Part 1)

7
11
Deskripsi

Remaja sekarang menamainya ‘ghosting’ mungkin karena pasangannya 'menghilang'. Tapi bagi Faris malah seperti ‘dihantui’ rasa penasaran. Bodohnya dia mempertahankan hubungan yang telah ditinggalkan bertahun-tahun tanpa jejak. Namun, Faris meyakini ada pengorbanan yang Rena sembunyikan sehingga tidak terucap satu pun alasan.

Kenangan mulai usang dan memudar. Semakin hari semakin sulit untuk Faris mengatasi perasaannya. Namun, Tiara yang menyukainya rela memendam perasaan dan selalu mendukungnya.

“Tak apa jika dia menghilang dari hadapanku, asal dia tidak pergi dari ingatanku."

"Itu cukup membuatku bahagia.”

KALO ADA MASUKAN SARAN LANGSUNG TULIS DI KOLOM KOMENTAR

SELAMAT MEMBACA

 

PART 1 : GLOW UP!


Di kegelapan Tiara yang duduk di sebelahku tiba-tiba bersender di bahuku lalu berkata, “Bolehkah aku yang menjadi penggantinya?” Saat itu jantungku berdegup tidak karuan. Otakku susah mencerna keadaan. Rasa kaget, penasaran, takut, aneh menjadi suatu kebingungan. Apa sebenarnya yang terjadi?

Tertegun. Tubuhku seolah enggan untuk bergerak. Kereta melewati lorong gelap menuju cahaya dan hijau persawahan yang luas, seluas mata memandang. Bola mataku perlahan menoleh hingga aku melihat wajah Tiara berkelap-kelip tersorot sinar matahari senja dari balik kaca jendela. Wajahnya merah merona sambil tersenyum. Ia melihat ke luar dengan kepala yang tak beranjak di bahuku. Mataku terbelalak dan mulai berpikir bahwa Tiara adalah orang yang selama ini menjaga kehangatan di hatiku.

***

Beruntungnya Aku, meski menjadi remaja pinggir kota yang tanggung dalam segala hal, tapi aku berhasil menggaet wanita modern yang cantik lagi putih. Yang membuat aku bangga memiliki Rena adalah dia benar-benar type-ku, mungkin type bagi banyak pria.

Rambutnya panjang, hitam berkilau. Setiap kali menoleh saat aku memanggilnya, itu seperti aku melihat iklan sampo secara langsung. Cahaya matahari terpantul hingga mataku silau dibuatnya. Postur badannya ideal yang menjadi dambaan setiap wanita remaja seusianya.

Bukan hanya menang dalam soal fisik, SMP tempat Rena sekolah pun terkenal dengan piala yang berjejer sepanjang lorong masuk. Di sana seperti surga tempat bidadari bersemayam. Sekolah bergengsi yang tentunya kebanyakan mereka adalah anak dari konglomerat, namun bagiku latar belakang itu tidak begitu membuatku senang. Malah sebaliknya, aku sering kali minder dan merasa hanya keberuntungan terus menerus yang membuatku tetap bersamanya, sekalinya sial mungkin dia sadar siapa aku, kemudian memutuskan hubungan ini.

***

Bel pulang sekolah terdengar, guru mata pelajaran terakhir tidak masuk. Anak-anak lain sibuk dengan urusannya. Sebagian membentuk aliansi gibah, sebagian tidur di kursi yang di jejerkan, sebagian selonjoran di lantai, sisanya anak rajin yang belajar matematika. Aku? bergegas keluar kelas.

“Faris! Tunggu!” Teriak Alex melambaikan tangan dari belakang.

“Buruan lo, jangan lama!” gerutuku yang kemudian duduk menunggu.

Alex menyimpan tong sampah lalu mencuci tangannya di wastafel depan kelas.

“Ayo!” ucap Alex berjalan ke arahku mencipratkan tangannya.

“Kebiasaan ya kalian kalo piket cuma buang sampah.” Potong Putri bertolak pinggang.

“Jangan banyak protes Put, kamu mau di buang juga? Ayo Lex.” Balasku meninggalkan Putri yang mengerutkan alis.

Saat aku mengeluarkan motor, “Sejak lo sama si Rena. Uang jajan gue jadi lebih irit.” celetuk Alex sambil tertawa

Ya. Sebenarnya arah rumahku berlawanan, tapi rumah Alex searah dengan SMP tempat Rena sekolah. Mau bagai mana lagi. Aku pun sedikit tidaknya terbantu jika Alex kesambet buat patungan uang bensin.

Kebetulan juga aku memang ingin menjemput Rena karena kemarin malam Rena kasih pesan di LINE

chat sama Rena :)

Aku pun meninggal dari dalam.

Kesempatan untuk bersama Rena sangat kecil, dia memang seperti Ratu.

“Apaaaa!!” Notifikasi pesan LINE dari Rena tiba-tiba seolah bisa membaca pikiranku.

Maksudku dia seperti mempunyai jabatan Ratu di Kerajaan. Ya salah satunya kerajaan kisah cintaku. Kegiatannya banyak, selain sekolah, dia masuk band musik, pengurus Osis, les Kumon, les Inggris, les kumon di Inggris, yang itu bercanda, dan banyak lagi. Aku bagai pelayan paruh waktu yang menjamunya sepulang sekolah di hari tertentu jika di butuhkan. Mau bagaimana lagi. Rena bilang orang tuanya belum membolehkan dia keluar sendiri, apalagi acara di luar sekolah.

Tatkala di perjalanan aku menancap gas agar Rena tidak lama menunggu.

“Jangan masuk gang. Turun di pinggir jalan aja. Kamu kan lagi buru-buru” ujar Alex menepuk bahuku.

“Hah? Kamu bilang sesuatu!?” Tanyaku sambil membuka kaca helm.

Alex pun teriak “TURUN DI PINGGIR JA—”

“Jedaakkkk!!” motorku melintasi jalan berlubang memotong teriakan Alex.

“Skrrlluuup!!” Kaca helmku jatuh tertutup lagi.

“APAAAA LEXX!?” Teriakku sambil menaikkan kaca helm lagi.

“...@#%@#!…”

Aku tidak mendengar jawaban apa pun dari Alex.

Alex pun turun di depan rumahnya.

Sudah dekat dari tujuan utama yaitu SMP Rena, aku melihat banyak orang keluar dari sekolah. Dari sekian banyak wanita cantik yang berjalan, mataku hanya fokus membaca tulisan di gerobak. Mencari di mana gerangan tukang tahu berada. Sudah agak jauh melewati gerbang sekolah, akhirnya aku menemukan satu abang tahu yang sedang sibuk melayani banyak orang. Cukup lama aku mengamati, memilah, dan memilih, tetapi aku tidak bisa menemukan Rena.

“Plaakkk!” Kepalaku berguncang. “Skrrlluuup” Kaca helmku tertutup.

“Lama banget si.” Ujar Rena setelah memukul helm oversize ku dengan dompet panjangnya.

“Lah dari tadi aku nyariin kamu di sini. Kamu yang kemana?” Tanyaku memandang heran.

“Baca ini apa!?” Tanya Rena menunjuk gerobak.

“Ta-hu Ge-jrot?” Jawabku polos mengeja.

“Sudah paham?” Tanya Rena lagi.

“Apaan juga, memangnya salah?” Ujarku bingung dan takut Rena curiga, kalo aku jarang baca.

Rena kemudian membuka dompetnya dan mengeluarkan HP lalu memperlihatkan kumpulan senjata mematikannya di dalam album ‘screenshoot’. Bulu kudukku seketika berdiri. Keringat dingin keluar dari pori-pori. menggunduk lalu mengucur.

Panic Mode On. Aku spontan bilang “Aku beneran kok gak pernah seli—”

“Nih liat! isi pesanku ‘Tahu Pocong’, bukan ‘Tahu Gejrot’.” Potong Rena memperlihatkan isi pesannya.

“Ehe” kataku spontan, merasa lega.

“Plaakkkk!”

Helm ku makin longgar.

Di waktu yang sama aku meninggalkan jadwal remidial matematika yang memang di adakan di luar jam pelajaran. Aku merasa pengorbanan itu sepadan. Rena yang sulit untuk keluar denganku—pun rela berbohong kepada ayahnya agar di jemput lebih sore karena dia bilang akan berlatih dengan band musiknya.

2 jam waktu berlalu. Tapi hanya terasa seperti 20 menit bagiku ketika bersama Rena. Hatiku merasa, jika terus-menerus seperti ini, mungkin salah satu dari kami akan tersisihkan oleh orang yang lebih lama dan sering bertemu apalagi yang selalu ada. Banyak kasus seperti itu dan Alex salah satunya, yang pernah punya gebetan satu sekolah dengan Rena, kemudian putus karena Siti memilih orang lain dengan bilang kepada Alex ‘Kita putus! Aku punya yang baru. Dia selalu ada untukku. Gak seperti kamu lex yang ngajak hang out cuma pas car free day doang buat jalan-jalan gajelas di trotoar terus ngajak pulang tiap aku bilang mau jajan.’

Dan banyak kejadian serupa yang aku tahu. Tapi Rena berhasil meyakinkanku jika dia pun mau berjuang untukku.

“Eh, itu seperti mobil jemputanku deh Ris. Sampai sini dulu ya. Dah!” Potong Rena di tengah perbincangan

“Ren, terima kasih ya.” Ucapku sembari memegang tangan Rena yang hendak pergi

Rena tersenyum sambil berkata “Nanti kita lanjut di LINE ya.”

Aku pun melepaskan genggaman.

***

Semuanya baik-baik saja hingga saat dia membalas pesan dengan singkatan inggris yang aku tidak tahu apa artinya kecuali setelah melihat Google, isi pesannya “BRB” dan percakapan berhenti di  sana. Aku tidak pernah curiga dan membiarkan pesannya begitu saja.

4 Tahun berlalu, hampir setiap hari aku mengirim pesan di LINE yang tak kunjung dia baca. Mencarinya sana-sini dan tidak ada satu pun petunjuk yang membuatku bisa bertemu dengan Rena. Hanya informasi dari teman-temannya yang bilang bahwa Rena pindah sekolah ke luar kota.

“Kak Faris, Selamat Hari Valentine!” ucap Mika sembari memberikan hadiah

“Oh. Ya. Terima kasih” balasku.

`Andai Rena masih di sini, ada banyak hal yang ingin aku ungkapkan kepadanya` dalam benakku sembari melihat cokelat yang disampul pita dari Mika.

Setelah pelajaran hari ini selesai aku bergegas pergi ke ruang Osis, di perjalanan terlihat Tiara sedang menunggu berdiri di samping tangga

“Nih. Aku bayar utang taruhan.” satu tangannya menjulur ke arahku sembari memalingkan wajah.

“Hah? Utang apaan dah? Kenapa jadi kaku begitu?” balasku heran.

“Taruhan kalo kamu bakal kalah di pemilihan minggu lalu. Gak ada yang sangka loh.” ucap Tiara.

“Niatnya setengah iseng. Tapi ya mau bagaimana lagi. Tambah pengalaman. Ini kenapa aku jadi mirip juara kaligrafi gini si dikasih hadiah segala? Bukannya cuman taruhan jajanan di kantin” tanyaku curiga.

“Sudah terima saja. Bye!” jawab Tiara, beranjak.

“Makasih” ujarku.

Masuk dan menjadi populer di salah satu SMA terbaik di kotaku tak pernah terbayangkan sebelumnya. Hal ini bermula sejak aku masuk di keanggotaan OSIS dan menjadi Ketua seminggu lalu. ‘Banyak juga yang memberi hadiah’ ungkapku dalam hati. Tiara adalah temanku dari Osis, walau berbeda kelas tapi kita lebih banyak menghabiskan waktu bersama dalam banyak kegiatan.

***

Reputasiku di sekolah melonjak naik setelah penerimaan siswa baru. Banyak dari mereka yang mencariku di media sosial.

“Terkenal doang, pacar gaada” bisik Alex mengejek.

“Enggalah. Emang elo Lex, suka mencari kesempatan dalam kesempitan. Sudahlah, perasaan bahas itu melulu.” balasku sambil melanjutkan menulis.

 “Halah! Jangan munafik gitu deh. Kita sudah 5 tahun sebangku masa lo masih saja berharap si Rena, dia kan—”

“Alex! Sudah bicaranya?” Potong Bu Desi dari meja guru.

.

.

== PART 1 SELESAI ==

Bersambung ke PART 2

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Andai Aku Datang Lebih Awal (Part 2)
2
0
Seiring dengan kepopuleran Faris yang terus naik sebagai ketua osis, semakin banyak juga orang yang mulai menjadi penggemar. Mereka berpikir bahwa Faris masih masih masuk akal untuk di raih.Mereka mulai bergerak mendekati Faris dan menyatakan rasa cintanya tanpa ragu. Meski sebagian mereka merasa malu.Lalu bagaimana aku menghadapi mereka semua?Langsung ke ceritanya…
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan