
Setelah banyak berita miring tersebar tentang Faris. Alex sebagai teman dekatnya merasa tidak bisa tinggal diam. Mereka menyusun rencana agar mengembalikan nama harum Faris sebagai ketua osis.
PART 3 : BIMBANG
Kau yang namanya aku pin di beranda pesan, yang selalu ingin aku lihat pertama kali, agar aku selalu ingat. Ketika menerima banyak pesan, ku pastikan yang pertama ku buka dan ku balas adalah pesan darimu.
Hampir 5 tahun belakangan ini tidak ada pesan datang. Pin yang ku pasang layaknya paku di dinding tanpa pajang, tanpa lukisan atau pun jam. Tidak menghalangi, tapi tidak juga berguna. Jika begitu, mungkin lebih baik aku cabut saja.
Seiring waktu, kontak baru, pesan baru, membuat namamu di ponselku hilang tenggelam. Salah satu kenapa aku masih selalu ingat denganmu adalah karena paku itu. Lockscreen yang terpasang masih wajahmu 5 tahun lalu. Aku rindu, ingin tau sekarang seperti apa rupa mu.
Kamu yang masih aku cari hingga saat ini. Tolong berhenti bersembunyi. Atau paling tidak beri tahu jika ingin kau akhiri. Rasa yakin ini telah ternoda rasa ragu yang tidak seharusnya ada walau sedikit. Sepertinya tidak ada orang yang lebih bodoh dariku untuk cukup sabar dengan kenyataan.
***
Disisi lain Aku sibuk mengharumkan kembali nama yang tercemar. Ide ini saran dari Alex.
“Ris, gue sepertinya punya cara biar aib lo yang tersebar rapi seketika” bisik Alex dengan wajah mendekat.
“Gimana?” Jawabku acuh penuh curiga.
“Pake Rapika! Masalah Rapi Seketika! HAHAHA” Jawab Alex sambil tertawa.
Shhhhiiiiuuuuu…. Duaaarrr… Penghapus melayang mengenai kepala Alex
“Alex! Bisa diam!” Ibu Desi dengan suara lantang.
“Rasain!!!” Ucapku dengan puas.
Setelah itu bel istirahat berbunyi, kami berdua ke kantin belakang sekolah, terlihat Maya yang sendirian duduk di meja makan tukang ayam geprek.
“May, si Faris minta saran biar aibnya cepet ilang” Tegur Alex tanpa basa-basi
“Gaada. Pikir aja sendiri!" Acuh Maya.
“Gimana misal kalo si Faris suruh pindah sekolah aja.” Sahut Alex memancing Maya.
“Gabisa! Lu bodoh dari lahir apa gimana? Kan tau beritanya udah kemana-mana sampe hampir tiap sekolah di kota ada yang tau. Mirip MLM.” Maya terpancing.
“Bentar, ini bukan aib woiii, tapi fitnah. Hoax. Kalo aib berarti beneran kejadian.” Sangkalku menepuk meja.
“Kalo enggak, gimana kalo kita sebar juga berita baik. Pencitraan gitu biar lu beneran kek pejabat sekolah.” Lanjut Alex mengacungkan telunjuk.
“Sebetulnya gampang aja sih Ris. Kamu cukup punya pacar aja nanti mereka sadar diri. Tapi dengan catatan lu harus punya pacar yang punya dampak, misalnya Aku. Dijamin mereka semua terbungkam. Gimana? Gimana? Gimana?” sela Maya tersenyum jahat mengangguk-anggukan kepala.
“Brilian! Kalo Faris gamau biar gue gantiin May!” Sahut Alex berdiri.
Ppletaakkk… Suara kepala Alex dipukul Maya
“Masuk akal sih. Boleh dicoba.” Ujarku.
“Tapi menurutku jangan kamu deh May, soalnya yang ada nanti malah nambah masalah. Ini rahasia kita ber tiga aja, Rudi itu suka sama kamu.” Lanjutku.
Setelah lama berdiskusi, kami pun sampai pada kesimpulan bahwa yang dijadikan pacar samaran adalah Tiara. Dianggap sebagai kepribadian yang sempurna, karena dia cermat, ditambah seisi sekolah memang melihat Tiara sebagai dewi kebijaksanaan. Hal ini bisa menangkal anggapan kalo Aku hanya memanfaatkan Tiara sebagai tameng.
***
Sepulang sekolah kami bertiga menemui Tiara. Maya menjelaskan hasil diskusi siang tadi.
“Haaahhh? Gamau!" Tolak Tiara dengan wajah kaget.
“Tolong dong Ra, kita kan udah jadi temen deket.” Aku memohon.
“Tidak akan pernah, aku sudah janji—”
“Hah, janji apa Ra?” Tanyaku
“Sudah gausah hirau, ini kan cuman gimmick doang ko.” Potong Maya.
Setelah negosiasi panjang, kemampuan Maya memang tidak bisa di remehkan.
“Oke cuma 1 bulan. Setelah itu kita kembali normal lagi dan gaada drama lagi.” Ucap Tiara pasrah.
Setelah itu kita pergi ke taman di pinggir kota, untuk membuat foto seolah Aku dan Tiara hangout berdua dan disana tempat kami jadian.
Masing-masing membuat post di media sosialnya dan tidak sampai 1 jam total 2k orang sudah melihat foto itu.
***
Keesokan harinya Aku dan Tiara bersamaan datang ke sekolah bergandengan tangan. Tiara terlihat sangat kaku dan mukanya merah karena malu.
Pagi itu seisi sekolah seperti melihat parade, mereka mengosongkan lorong untuk kami berdua jalan. Orang-orang seakan tak mempercayai mata mereka.
Sesuai dengan rencana.
Istirahat pertama. Kelas tiara berada di sebrang kelasku. Tidak terlalu jauh. Aku keluar dan melihat Tiara sedang di kerumuni wanita lain. Tanpa ragu, aku menghampiri dan membawanya pergi dari kerumunan seperti pangeran yang menyelamatkan puteri dari gerombolan bandit.
Setelah jalan menjauhi kerumunan, Tiara tiba-tiba berhenti. Lalu dia berkata “Aku ke perpus dulu ya." Kemudian pergi. Tanpa menaruh curiga akupun berbelok ke gedung ekstra.
Saat aku melangkah memasuki ruangan.
“Berhenti disana!” Teriak Eka
Aku panik melihatnya menggenggam cutter dengan tangan kanannya dan menaruh lengan kirinya tepat di bawah pisau cutter.
“Oke oke oke… A-ada apa ini?” Tanyaku gugup.
“Mana Tiara? Bawa kesini sekarang!” Gertak tiara sambil meninggikan kedua tangannya.
“Tenang dulu Ka, coba jel—”
“Bawa kesini sekarang! Atau aku—” Tiara menempelkan mata pisau cutter ke lengannya.
“Oke oke”
Aku melirik ke bawah dari balkon dan melihat Alex berjalan. Dengan muka panik ku suaraku tertahan di kerongkongan ingin teriak memanggilnya. Ajaibnya Alex tiba tiba menoleh dan melihat wajahku dan dia tanpa bertanya masuk ke gedung dan naik ke lantai 2, dia melirik dari jendela dan melihat apa yang terjadi.
“Lex panggilkan Tiara ke sini sekarang. Dia ada di perpus, jangan banyak tanya. Bawa Tiara, sekarang!" Ucapku panik.
“Eka tolong tenang dulu ya, kita bicarakan ini baik-baik. Ya?” Lanjutku coba menenangkan Eka.
“Nanti jelaskan! Jaga dia Ris, kalo sampai Eka bunuh diri, gue bunuh juga lu.” Alex berlari menuruni tangga.
***
5 Menit menunggu kedatangan Alex berasa seperti seumur hidupku.
“Ini Tiara.” Ucap Alex terengah-engah.
“Eka dengerin dulu. Ini salah paham.” Sahut Tiara kelelahan memegang kedua lututnya.
“Kenapa kak? kenapa kakak ingkar janji?” Eka mulai menangis.
“Kakak lupa kasih tahu kamu, karena semuanya terjadi mendadak.”
Ternyata Tiara dan Eka bertetangga dekat, mereka merupakan teman sejak kecil. Di sekolah memang Aku sering melihat mereka bersama. Fakta terungkap, bahwa Eka sudah menyukaiku sejak awal masuk SMA, saat itu aku masih pengurus osis yang bantu dalam masa orientasi. Aku baru ingat bahwa Eka adalah salah satu siswa yang kelasnya Aku bina. Eka sangat pendiam hingga Aku tidak menyadari keberadaannya.
Dan Tiara sudah tahu itu sejak awal dan berjanji untuk menjadi mak comblang Aku dan Eka. Banyak kejadian yang aku tidak begitu ingat, tapi sepertinya hadiah yang aku terima kebanyakan dari Eka.
“Kenapa kak Tiara melakukan ini kak?” Tiarapun jatuh ke lantai dan pingsan.
Saat terjatuh lengan tiara tergores cutter dan darah mengucur ke lantai. Kami pun membawanya ke rumah sakit.
“Untung yang tergores bukan bagian vitalnya, jadi nak Eka hanya kehilangan kesadaran. Darahnya pun masih normal. Tidak perlu rawat inap, saat sadar kalian bisa bawa pulang.” ungkap dokter.
“Terima kasih dok.” Ucap kami bertiga.
“Kenapa kamu gak bilang dari awal sih Ra!?" Tanyaku kesal.
“Aku sudah coba bilang, tapi kaliannya aja yang gaada niatan mendengarkan penjelasanku” Jawab Tiara sambil mengusap air mata.
“Kalo udah gini kejadiannya, Aku harus bagaimana?” Tanyaku lagi.
“Lu sabar dulu napa!” Sela Alex. “Udah Ra, sini Aku anter keluar cari udara segar.” Lanjut Alex membawa tiara.
Aku terduduk di lorong, menyender lemas ke dinding dengan rasa sesal dan kesal menjadi satu. Tak pernah terpikirkan keadaannya akan menjadi serumit ini. "Apakah aku terlalu egois mempertahankan Rena yang bahkan tidak tahu apa pun yang aku alami. Haruskah Aku melepaskan Rena dan membuka hati untuk wanita lain?" hatiku bercambuk dengan akal dan kenyataan.
***
“Kak Tiara? Kak Tiara?” Terdengar suara dari dalam ruangan.
Aku pun bergegas berdiri dan memasuki ruangan. Terlihat eka yang mencoba mengangkat kepala berusaha untuk duduk. Aku menghampiri dan merangkul membantunya untuk duduk. Lalu aku memberikan air minum.
“Ini Ka, minum dulu.” Aku memegang Eka sambil memberinya minum.
“Jadi ingat, lusa kamu yang merawatku saat kelelahan, tapi aku malah menyuruhmu pergi.” Sambungku dengan mata berkaca.
Eka pun memelukku dan menangis membasahi pundakku.
.
.
TBC.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
