[BLOG] Jojo Bizzare, Corona, dan Kisah anak Betawi Di Novel Tiga Puluh Hari Tanpa Bunda.

POV : Yupi Bedebah! Aku sungguh lelah hidup di dunia ini — curahan hati Yupi pada Bentala. Meong, meong, daze.Namaku Sarimin, dan aing adalah kucing broken home. Dari kecil aku sudah tinggal di pasar Suryalaya — sebuah pasar traditional yang letaknya dekat statiun Warudoyong. Di sana ada banyak sekali manusia, curut-curut, dan manusia curut. Manusia adalah mahluk membingungkan, setiap hari aku melihat mereka berhamburan di sini, cuap-cuap seperti soang kepanasan. Mereka memajang aneka rupa makanan di atas lapaknya. Ada yang menyimpan sayur, daging-daging segar, dan benda-benda yang terbuat dari plastik. Oh iya, mereka punya benda ajaib yang bentuknya pipih dan terbut dari kertas. Adapula, benda bulat yang kalo digigit keras banget cuy. Si Panjul giginya retak karena coba mengunyahnya. Goblok banget emang! Sudah seperti sampah, aku di buang oleh pemilikku sendiri. Katanya, dirumahnya terlalu banyak kucing, dia tak sanggup mengurusku. Padahal dia cuma pengen ngurus kucing persia.  Adik-adikku sudah pada almarhum.  Ada yang kelindes truk ayam, mati dibuang ke kali, dan berkelana ke Isekai. Di sini aku kesepian. Yah, walau banyak ibu-ibu bahenol yang sering ngasih tulang, tapi tiada yang bisa mengalahkan rasa kesepian di dunia ini. Pengen deh cepat gede, supaya bisa cepat kawin. Sebagai kucing dengan ekor kontet hal itu sulit terealisaisi.Tapi…