Saingan Bab 44 dan 45 (semi 18+)

51
2
Terkunci
Deskripsi

Halo ges, maaf lama apdet soalnya lagi agak sibuk ini.

3,971 kata

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Karya
1 konten
Akses seumur hidup
20
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Kategori
Ri-Val
Selanjutnya Anak kota masuk kampung {Versi Lengkap}
3
0
Cinta segi tiga     1. Pindah kampung  Tiga suara pintu mobil Fortuner, terdengar ditutup secara bersamaan oleh penumpangnya. Dari bagian depan turun dua pasangan muda suami dan istri, sementara di bagian tengah keluar seorang anak remaja berusia sekitar delapan belasan tahun.   Kehadiran mereka sontak menjadi pusat perhatian para ibu-ibu di kampung, yang sedang asyik ngerumpi di pagi hari menjelang siang. Terdengar dari kejauhan kicauan para Ibu-ibu sedang memuji tetangga baru mereka.  “Wah sopo kae ganteng tenan..”  “Iyo putih...”  “Lha iyo orang kota...”  “Itu anaknya pasti! Koyo artis...”  “Walah jan bening sekali itu anak...”  “Iya bapak ibunya juga cakep... Masih muda ya...”  Wajah Alvaro datar cenderung sangat malas. Ia merasa risih, tidak nyaman diperhatikan seperti itu oleh ibu-ibu rumpi, yang sedang berkumpul di halaman rumah. Salah satu tetangga barunya.  “Varo.. Alvaro...”  Alvaro  tersentak dari  lamunannya  saat  sedang menebarkan penglihatannya pada lingkungan barunya dimana Ia akan tinggal.   Alvaro memberikan senyum yang dipaksa, sambil menganggukkan kepala pada ibu-ibu yang sedang memperhatikannya. Namun senyum Alvaro membuat remaja-remaja putri yang sedang ikut ngerumpi menjadi salah tingkah, lantas tertawa cekikikan.  Alvaro, remaja pemilik bibir merah itu merasa sepetinya tidak akan kerasan tinggal di lingkungan barunya itu.   Sebuah perkampungan kecil, sepi, kemudian para tetangga yang sepertinya aneh menurut Alvaro. Jauh dari kota, tidak ada mall dan Cafe dimana Ia biasa nongkrong bersama teman-temannya. Butuh penyesuaian diri yang cukup lama untuk bisa betah tinggal di lingkungan baru itu. Satu lagi ia tidak bisa membayangkan, bagaimana ia bisa bergaul dengan remaja seusianya di kampung itu.   “Gue pingin balik ke kota lagi...” Kayaknya Gue nggak akan betah... gumam Alvaro di dalam hatinya.  “Sayang.... Kamu kenapa masih berdiri di situ? Ayo bantu angkat barang-barang kamu sendiri.” Perintah Ibu nya yang sudah berada di depan gerbang.  Alvaro menghela napas kasar, lalu dengan langka malas Ia berjalan ke arah pintu di bagian belakang mobilnya, lantas mengambil barang-barangnya.  Brugh.  Alvaro menutup kembali pintu mobil, setelah dengan susah payah Ia mengambil koper yang berisi semua pakaiannya. Lalu Ia berjalan ke arah gerbang sambil menarik Travel back berisi pakaian, dan barang-barang pribadinya.   “Ngapain sih Ma... kita ikut papa pindah kesini?” ucap Alvaro dengan suara yang malas.   “Masih tanya itu lagi, Bukannya udah dikasih tau papa dipindah tugaskan sama kantornya.” Jawab Ibunya “Mana bisa kita tinggal di kota berdua, sementara papamu di sini sendiri. Jangan ngawur. Nurut.” Imbuhnya menjelaskan.  “Papa ke mana tadi?” Tanya Varo yang tidak melihat keberadaan papanya. Mungkin papanya pergi saat Ia sedang melamun sambil melihat lingkungan sekitar.  “Lagi ngambil kunci, di rumah pak RT,” Jawab ibunya.  “Huft!” Alvaro mendengkus lalu Ia menyandarkan tubuhnya pada tembok pagar, dekat ibunya.  Tidak lama setelah itu, datang tiga orang pria menghampiri Alvaro dan Ibunya. Salah satu dari pria itu sudah sangat famillyar bagi Alvaro. Bagaimana tidak Ia adalah pria tangguh yang sudah memberikan nafkah, dan menuruti segala permintaannya, seorang pria yang sudah Ia panggil papa. Ayah kandung Alvaro. Sedangkan dua pria lagi belum Ia kenal, mungkin tetangga barunya.   “Lama amat Pa...” ucap Alvaro dengan nada kesal. “Panas ni.” Imbuhnya dengan mulut nyengir karena terkena panas matahari.   Alvaro menoleh dan tersenyum paksa pada pria yang usianya mungkin jauh di atas papanya. Dilihat dari rambutnya yang sudah mempunyai dua warna, dan kulit yang sedikit keriput.   “Ma.. kenalan dulu sama Pak RT,” ucap Pak Andrean- ayah Alvaro.   Pria paruh baya itu berjabatan tangan dengan Ibu-nya, kemudian Alvaro pun bersalaman dengan orang yang dimaksud pak RT oleh ayahnya itu.  “Alvaro Pak,’’ ucap Alvaro saat bersalaman dengan Pak RT, sambil matanya melirik pada remaja yang sedang berdiri di samping pria yang sudah beruban itu.  Seorang remaja yang usianya diperkirakan seumuran dengannya, namun memiliki tubuh kekar, dengan warna kulit agak sedikit gelap. Lengannya menampilkan otot karena Ia hanya memakai kaus tanpa lengan.  “Oh iya, kenalin ini anak bapak,” ucap Pak RT sambil telapak tangannya mengulur pada Zidan.   “Zidan.” Suaranya terdengar Maskulin. Laki-laki itu meremas telapak tangan Alvaro dengan kuat.  Alvaro tersenyum nyengir saat bersalaman laki-laki itu. Wajahnya yang ganteng, membuat remaja itu tidak ingin berkedip.  “Varo... Alvaro...” Balas Alvaro.  Wajah Zidan membuat Alvaro terpaku untuk beberapa saat, dan sepertinya Ia melupakan kata-katanya bahwa Ia tidak akan betah tinggal di kampung itu.   Zidan hanya tersenyum simpul saat melihat Alvaro tak kunjung melepaskan jabatan tangannya.  Namun suara HP dari saku Alvaro membuatnya tersadar dengan hal memalukan yang Ia lakukan. Untung saja Pak RT dan kedua orang tuanya sudah masuk ke dalam rumah sehingga tidak melihat tingkah konyol Alvaro.   “Sebentar.” Ucap Varo dengan wajah salah tingkah.  Zidan hanya nyengir sambil menganggukkan kepalanya.   Alvaro mengambil HP disakunya, kemudian Ia melihat di layar HP itu tertera.  Rangga..  Is caling....  ***  Dua hari yang lalu...  Tempat tidur itu sudah tidak terlihat rapi lagi. Seprei menggulung jadi satu dan selimut jatuh entah ke mana.   Dengan beringas Rangga menciumi seluruh permukaan leher Alvaro, sementara Mister P-nya masih menancap di dalam lubang anus Alvaro. Dengan nafas yang memburu Rangga menggoyangkan bokong, sambil menekan lebih dalam lagi Mister P-nya pada lubang anus milik Alvaro.   Menggunakan kedua kakinya Alvaro memeluk bagian pinggang laki-laki yang sedang menindihnya. Bibirnya meringis karena menahan rasa yang sedikit sakit, kedua tangannya meremas rambut Rangga.  “Ahh..” Rangga mendesah sambil mempercepat gerakan bokongnya. “Ahh...” Ia kembali mengeluarkan desahan, ditengah ia menekan sambil menggoyang pinggul.  Alvaro mencium bibir Rangga, meraih lidahnya hingga lidah mereka pun bersatu. Kedua kakinya Alvaro memper erat pelukannya pada tubuh Rangga, Ia memejamkan mata merasakan benda berbentuk lonjong memenuhi lubang anusnya.  Tubuh keduanya sudah basah karena keringat dingin. Gairah semakin bergelora, Rangga semakin agresif menggerakkan bokongnya, hingga akhirnya “Aaaahh..!” Rangga mendesah panjang saat air kental keluar dari alat vitalnya, dan Ia biarkan mengenang di dalam lubang anus Alvaro.   Alvaro meluruskan kakinya, merasa lelah, sementara Rangga melemaskan tubuhnya sambil memeluk mesra Alvaro yang masih di bawah kukungannya.  Sesaat kemudian, terlihat Rangga sudah menyandarkan punggungnya di pada kepala dipan tampak sambil mengisap sebatang rokok. Manik matanya melirik pada remaja yang masih tidur tengkurap sambil memeluk guling.  “Varo....” Rangga memanggil.  “Hem....”  “Lu jadi pindah keluar kota?” Tanya Rangga.  “Jadi.” Balasnya tanpa menoleh. Wajahnya terlihat datar.  “Kok lu gitu,” ucap Rangga lalu menidurkan kepalanya pada kepala dipan, tatapan matanya kosong menatap langit-langit.  “Gimana lagi?” jawab Alvaro yang masih nyaman dengan posisinya.  “Gue kan ikut bokap.” Imbuhnya.  “Gue kan masih sayang-sayangnya sama elu. Ntar kalo gue kangen gimana?”   “Gombal.”  “Kok, Gombal?”  Alvaro bangkit dari posisinya, duduk menyadar di kepala dipan. Berdampingan dengan Rangga.  “Lu jangan macem-macem, awas kalau gue denger lu buntingin anak gadis orang,” pesan Alvaro seraya menyadarkan kepalnya pada pundak mantan ketua geng motor itu.  “Gue udah tobat, semenjak gue suka ama elu,” Jawabnya jujur.  “Gak yakin gue,” balas Alvaro pelan, wajahnya masih terlihat datar.  “Liat aja ntar,” tegas Rangga. “Kapan lu berangkat?” Imbuhnya bertanya.  “Lusa.” Jawab Alvaro singkat.  “Eh.. Lu juga awas ya kalo disana macam-macam,” ucap Rangga dengan nada yang dinaikkan.   “Gak akan,” Jawab Alvaro yakin. “Gue kan di kampung, gak akan macam-macam” imbuhnya meyakinkan.  “Awas kalau macem-macem ama cowok-cowok kampung, Gue gorok lehernya” ancam Rangga, lalu ia memukul bokong bagian samping milik Alvaro seraya berkata, “Jaga itu baik-baik... Cuma milik gue.”   Alvaro menoleh ke arah Rangga, tangannya terulur menarik hidung mantan play boy sekolah itu. “Lu kira pantat gue WC umum bisa seenaknya orang masuk...” ucap Alvaro kesal.  “Ha.. ha..!” Rangga tergelak. “Eh.. empat kali yuk.” Ucap Rangga meminta lagi mengulang adegan panas barusan. “Perpisahan harus puas-puas in.”   “Gila! Lu mau pantat gue robek,” jawab Alvaro sambil mengambil selimut, lantas tidur menutupi tubuhnya.  “Ayo dong, Masih pingin lagi ni.” Bujuk Rangga dengan menarik selimut Alvaro.  “Ogaaaaa....!” Tolak Alvaro dari dalam selimut.  2. Sekolah Baru  Lengan bajunya selalu Ia gulung pendek, baju seragam sekolahpun tidak pernah Ia masukan ke dalam celana. Di lehernya melingkar kalung aksesoris berwarna hitam terbuat dari tali. Dan rambutnya acak-acakan. Namun meski begitu banyak wanita yang tergila-gila padanya.   “Rangga...”   Suara lembut dari remaja putri memaksa laki-laki itu menoleh kepada si pemanggil. Setalah mengetahui siapa yang memanggil, Ia kembali memalingkan wajah, sambil menghembuskan asap rokok yang baru saja Ia hisap. Kedua kakinya masih nyaman berada di atas meja kantin. Tidak akan ada yang berani menegurnya. Karena Ia adalah Rangga mantan ketua geng motor.  “Elu kenapa si Nga? Akhir-akhir ini gue liat murung melu?” ucap Maya, seorang siswi yang rela memberikan kegadisannya hanya untuk mendapatkan cinta si Rangga. “Lu beda, Sejak deket sama Alvaro,” imbuhnya seraya mendudukkan bokongnya di samping Rangga.  Rangga sama sekali tidak menghiraukan perkataan dara cantik itu. Pandangannya kosong, jari-jarinya memutar-mutar sebatang rokok yang tinggal setengah itu.   “HEY...!”   Maya berteriak, sambil memukul lengannya sehingga rokok yang Ia selipkan di jari terjatuh ke lantai.  “Gue nggak suka ya Elu cuekin!” Maya terlihat sangat kesal bibirnya mannyun, Ia melipat kedua tangannya di atas perut. “Gue curiga lo ada apa-apa sama Varo.”  Kehadiran Maya membuat Rangga terganggu, laki-laki itu menurunkan kakinya, lantas berdiri. Tanpa bersuara Rangga pergi meninggalkan Maya tanpa memedulikannya. Sepertinya Rangga memang benar-benar kehilangan Alvaro. Seorang remaja yang dahulu sangat dibencinya. Namun kini sangat dicintainya. Seorang remaja yang mampu membuat Rangga yang tadinya menyandang julukan play boy, namun kini seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh Alvaro.   “Kenapa sih itu anak?” Gumam Maya dengan wajah ditekuk.  “Kenapa Mbak...? Muka kusut gitu. Kaya baju belum disetrika.” Tiba-tiba suara laki-laki namun terdengar seperti suara wanita mengagetkan Maya. Entah sejak kapan makhluk pria jadi-jadian berada di situ, Maya tidak menyadarinya.  “Eh..Elu cong, Ngagetin gue aja,” ucap Maya dengan nada suara yang datar. “Lu kaya siluman, nongol tiba-tiba.”  “Kenapa lu dicampakkan Rangga.” Tanya lelaki gemulai yang bernama Arif. Tapi Maya lebih nyaman memanggilnya cong. Karena Meski Arif seorang pria, tapi Ia selalu merasa lebih cantik dari seorang putri Indonesia. “Jangan-jangan Rangga pindah haluan lagi!” Imbuh Arif menduga-duga.  “Maksud lu..?” Maya mengerutkan kening.  “Rangga itu kan playboy, Dia udah banyak main ama cewek, kali aja dia udah bosan ama lubang depan, terus pingin nyobain deh lubang belakang.” Ucap Arif menggoda Maya. “Sekarang dia deket kan sama Alvaro.”  Meski Arif hanya menggoda dan bercanda namun karena melihat kenyataan yang ada, membuat Maya berpikir keras. “Gue emang curiga kenapa dia deket sama Alvaro. Tapi gue gak yakin dia bakal doyan sama beginian!” ucap Maya sambil tangannya memukul bokong Arif.   “AOU monyong.” Arif terkejut dan latahnya keluar saat Maya memukul bokongnya. “Jangan salah May, meski ini palsu, Tapi lebih legit tau. Lu tau lubang palsu ini selalu elastis, mudah kembali ke bentuk semula. Jadi tetep perawan meski dicoblos berulang kali.” Imbuhnya bangga, sambil tangannya memukul-mukul bokongnya sendiri.  Wajah Maya semakin datar dan murung. “Lu jangan bikin gue takut cong,” ucapnya yang mulai khawatir.  “Tar gue selidiki deh,” ucap Arif si lelaki kurus nan gemulai itu. “Gue penasaran itu Rangga beneran doyan lubang belakang enggak,” imbuh nya sambil menggigit bibir bagian bawah, lantas menyipitkan matanya.  “Maksud lu?” Tanya Maya.  “Kalo Rangga berubah haluan, Ah kesempatan buat gue dong, upss!” jawab Arif sambil menutup mulutnya, karena keceplosan.  “Eh.. enak aja, Kalo sampe lu sentuh laki gue, bakal gue potong lu punya burung.” Jawab Maya kesal.   “Ha..ha..!” Arif terbahak. “Lagian bencong mana sih yang nggak mau sama Rangga uuggghft...!”   “Jangan gila, Udah akh yuk masuk kelas, bete gue,” ucap Maya, lalu menarik pergelangan tangan Arif. “Tapi tetep ya lu bantu gue selidiki  Rangga.”  “Beres chyint...”   Tidak Cuma Maya dan Arif yang merasa heran dengan perubahan Rangga. Teman-teman satu geng-nya juga merasa aneh dengan sikap lelaki itu akhir-akhir ini.  Selain dari Rangga adalah sosok remaja yang playboy dan brutal, ia sangat suka mengerjai dan usil menggoda Alvaro. Bahkan membencinya. Itu sebabnya kenapa semua teman merasa heran.  Ceritanya begini dan sangat simpel kenapa Rangga bisa sampai bertekuk lutut sama Alvaro.   Kebencian yang berlebihan membuat Rangga terlihat seperti perhatian pada Alvaro. Tiada hari tanpa Rangga berbuat usil sama Alvaro. Hingga suatu hari, pada saat Rangga sedang terluka karena berkelahi di sebuah Discotik, saat perayaan ulang tahun sala satu temannya. Lukanya lumayan parah dan hampir tidak bisa berjalan karena mabok berat. Pada saat itu teman-teman gengnya justru acuh, malah meninggalkannya. Dan suatu kebetulan ada Alvaro yang melihatnya sedang terkapar di pinggir jalan, karena Alvaro juga hadir di acara ulang tahun itu. Meski sebenarnya Alvaro sangat membenci Rangga, tapi ia tidak sampai hati meninggalkannya. Jadi terpaksa Alvaro yang menolong lantas membawa pulang, juga merawatnya selama beberapa hari. Dan itu membuat Rangga sadar, lalu meruba sikapnya terhadap Alvaro. Dari situ Rangga bisa menilai mana teman yang benar-benar tulus, dan mana teman yang hanya ingin bersenang-senang saja.   Dengan begitu Rangga bisa mengambil kesimpulan, teman yang tulus itu adalah Dia yang akan datang pada saat yang lain menjauhi kita.   Semenjak saat itu, Rangga lebih nyaman berdua dengan Alvaro. Yang tadinya usil mengerjainya sekarang jadi menjaganya. Yang tadinya membenci dan akhirnya berubah menjadi mencintai. Ya cinta memang bisa datang kapan saja dan dimana saja. Dan Rangga juga tidak peduli jika Alvaro memiliki kelamin yang sama dengannya. Cinta memang buta.  Kepindahan Alvaro keluar kota tentu saja membuat Rangga jadi merasa kehilangan.  ***  Bell tanda masuk sudah berbunyi, Zidan mendudukkan bokong pada bangku nya. Suasana kelas masih ramai karena guru pelajar belum masuk. Zidan yang duduk sendiri di barisan kursi paling pojok di belakang, terlihat sedang menyiapkan mata pelajaran untuk jam pertama.   “Selamat pagi anak-anak.” Suara pak Wayu guru olahraga terdengar menggelegar.   “Selamat pagi pak!”   Sura serempak para murid membalas sapaan Pak Wahyu yang juga sebagai wali kelas mereka.   “Sekarang kan bukan jam olahraga pak.” Ucap salah satu murid yang duduk di bagian paling depan.  “Iya sekarang bukan jam pelajaran olahraga tapi bapak ingin menyampaikan kabar baik buat kalian semua,” ucap Pak Wahyu yang terlihat segar dengan seragam olahraganya.   Kata-kata Pak Wahyu membuat semua murid penasaran, kabar baik apakah gerangan yang akan disampaikan Pak Wahyu guru ganteng dan masih betah melajang itu. Semua tidak sabar dan ingin segera mengetahuinya.   Tapi berbeda dengan Zidan yang nampak cuek, dan lebih asyik membuka dan membaca buku pelajarannya.  “Masuk!” perintah Pak Wahyu pada seorang yang masih bersembunyi di balik pintu kelas.  Tiba-tiba saja suasana kelas mendadak ramai seperti terminal.  “Suit.. suit.. suit...”  “Ehem...emmh.. ughuk.. ughuuk...”  Selain bersuit, berdehem dan batuk yang dibuat-buat ada juga yang memukul-mukul meja.   Susana kelas yang ramai mengundang perhatian Zidan, Ia menoleh ke kanan dan ke kiri lalu pandangnya berhenti di depan kelas, dimana Pak Wahyu sedang berdiri dan di sampingnya ada seorang yang sudah Ia kenal sebelumnya.   “Varo...” ucap Zidan di dalam hatinya.   “Diam anak-anak!” ucap Pak Wahyu, dan semua murid pun terdiam.  Zidan menyunggingkan senyumnya, menatap dalam-dalam tetangga barunya itu. Namun Alvaro sendiri belum mengetahui keberadaan  Zidan di kelas itu.   “Kabar baiknya, hari ini kelas kita akan kedatangan murid baru pindahan dari kota.”  “Oh... murit baru.”  “Dari kota.. pantes bening...”  “Kincloong.. licin kaya lantai baru dipel.”  “Sapa namanya..”  “Suara para siswi kembali meramaikan suasana kelas.”  “Huuuuu...huu....huuuu..”  Dan suara gumam para siswa yang cemburu, menambah ramai suasana kelas.  Sementara Zidan hanya tersenyum nyengir memamerkan giginya yang putih, terawat.   “Ssst!” Pak Wahyu mengheningkan suasana kelas. “Varo.. silakan perkenalkan diri sama teman-teman.” Ucap Pak Wahyu kemudian.  Ulah teman-teman baru membuat Alvaro grogi dan salah tingkah. Untuk itu Ia menarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkan secara perlahan untuk menenangkan dirinya. “Huft”  “Hai teman-teman.” Ucap Alvaro dengan suara gugup. Belum sempat Alvaro meneruskan, suasana kelas kembali ramai.  “Haaaiii.......!”  Suara serempak para siswi membuat Varo kembali grogi. Ia menoleh pada Pak Wahyu dan kembali lagi menatap ke depan saat Pak Wahyu menyuruhnya melanjutkan.  “Nama saya Alvaro, kalian bisa panggil saya Varo! Saya pindahan dari SMA 1 Harapan,” ucap Varo dengan nada cepat, karena Ia sudah tidak tahan dengan berbagai macam ledekan.  “Ohh.. dari kota pantes..”  Ucap salah satu siswi.   “Sudah anak-anak! Varo kamu boleh duduk di sana!” ucap Pak Wahyu sambil tangnya menunjuk pada kursi dimana Zidan sedang duduk.  Pada saat Varo melihat arah bangku yang ditunjuk Pak Wahyu, Ia terkejut. Namun tiba-tiba Ia mengulas senyum saat melihat Zidan melambaikan tangan padanya.  “Zidan,” ucap Varo di dalam hatinya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan