
Mohon maaf, untuk Bab ke dua nanti akan langsung berbayar ya ges. Sebenarnya aku antara takut dan ragu nulis kisah ini, jadi sengaja langsung berbayar di bab ke 2. Ada yang baca ya Alhamdulillah tapi aku takut, tidak ada yang baca ya, tidak apa-apa Kisah ku dan Dia abadi di sini. Anggap ini bentuk pengakuan ku. Sebab semua yang ada di sini 99% nyata.
Terimakasih dan selamat membaca.
Pertemuan Pertama
‘Mas, aku otw ya...’
Hatiku rasanya dag dig dug tidak karuan setelah membaca pesan WhatsApp dari dia. Antara gelisah, bingung, dan ada takut takutnya juga. Mungkin ini terlalu berlebihan atau lebay, tapi memang seperti itu yang aku rasakan ketika akan bertemu dengan dia, seorang yang aku kenal dari dunia maya, walaupun sebelumnya kita sudah sangat akrab. Sering chating, telfonan sampai larut malam, bahkan video call sampai ketiduran. Dan jangan kaget, sebelum ini kita sudah sempat jadian, sempat putus, dan akhirnya jadian lagi yang kemudian berujung pada kesepakatan dia akan datang ke Cilegon untuk menemuiku. Tapi entah kenapa setelah tiba pada hari dia akan datang, yaitu hari ini, perasaanku jadi serba salah. Malah aku sampai berharap agar dia mengurungkan saja rencana itu. Karena jujur, beberapa hari sebelum hari ini tiba, aku sempat melakukan upaya-upaya agar dia ragu dan tidak jadi datang ke Cilegon.
Ya, aku memang sangat keterlaluan karena melakukan cara agar dia tidak jadi datang.
Begini ceritanya. Setelah akhirnya kami sepakat dan dia lalu memutuskan hari kapan dia mau datang, aku malah jadi kebingungan. Bisa-bisanya aku mengizinkan begitu saja orang yang cuma aku kenal di dunia maya, akan datang ke kosan ku— walaupun itu tadi, kita uda sampai pacaran secara virtual. Tapi tetap saja, pikiranku tidak tenang. Mungkin yang membuat aku gelisah tidak karuan, itu karena sebenarnya aku sudah memiliki istri dan dua orang anak. Bisa jadi statusku itulah yang membuat hati nuraniku menolak, lalu merasa tidak nyaman menerima kedatangannya yang rencananya akan menginap sampai beberapa malam. Karena alasan itu akhirnya aku berpikir keras, mencari cara supaya dia gagal datang. Setelah menemukan alasan, esok harinya aku mengirim dia pesan WhatsApp dan mengarang cerita.
Begini isi pesan keterlaluan yang aku buat-buat supaya dia malas datang ke Cilegon.
Dek, nanti kalau ke sini bawa fotokopi KTP ya, buat disetor in sama ibu kos. Soalnya uda peraturannya kalau ada tamu asing dan menginap. Kamu juga nanti siap in jawaban kalau di tanya-tanya macam-macam ya.
Dia fast respons dan langsung membalas.
Ya ampun mas, emang gak bisa apa, kamu bilang aku ini sodaramu.
Aku menjawab, tapi jawabanku yang ini jujur, tidak aku buat-buat dan memang seperti itu adanya.
Enggak bisa dek, aku di kosan ini uda bertahun-tahun. Ibu kos sama tetangga sudah kenal aku dengan baik. Istriku, anak-anakku, bapakku, juga uda pernah ke sini. Bahkan adeku juga pernah ikut aku kerja di Cilegon. Jadi mereka tahu siapa aku, teman-temanku juga pernah main ke rumahku di Lampung. Tetangga juga ada yang punya nomor istriku, kalau mereka cerita dan kasih tahu ada saudara di kosan ku, nanti aku bingung jawab apa ke istriku.
Setelah mengirim balasan itu aku berharap dia malas ke Cilegon karena mungkin menurutnya itu terlalu ribet. Tapi ternyata diluar dugaan, jawaban dia bikin aku menelan ludah dan geleng-geleng kepala.
Oh, yaudah deh mas. Nanti aku bawa fotokopi KTP nya.
Luar biasa, anak ini benar-benar nekat. Aku enggak habis pikir, apa dia juga tidak merasa takut karena ini juga baru pertama kali dia akan bertemu denganku. Apa dia tidak khawatir, mungkin saja aku ini orang jahat yang bisa membahayakan dia ‘kan. Aku hanya menghela napas dan akhirnya pasrah menerima kedatangannya. Tapi esok harinya, H - 1 sebelum dia datang, tiba-tiba temanku main ke kosan. Maksud kedatangan temanku ini, dia meminta tolong ingin dikerok punggungnya karena katanya sedang masuk angin. Walaupun sebenarnya malas, tapi karena kasihan akhirnya aku tolong dia. Akan tetapi pada saat aku sedang mengerik punggung temanku yang sekarang sudah Almarhum ini, tiba-tiba aku menemukan ide, yaitu sebuah ide untuk membuat dia agar malas datang ke Cilegon. Ya, aku masih berupaya untuk menggagalkan dia datang— dengan catatan atas kemauan dia yang membatalkan sendiri dan bukan aku yang memintanya. Karena bagaimana pun aku tidak enak hati kalau secara terang-terangan menyuruh dia menggagalkan rencananya padahal sebelumnya kita sudah sepakat. Lalu secara diam-diam aku mengambil gambar punggung temanku yang sudah aku kerik sekitar beberapa garis. Kemudian foto punggung temanku itu aku kirimkan ke dia dan aku sisipkan kalimat untuk membohonginya.
Aduh dek, gimana ini, tiba-tiba temenku datang. Dia lagi sakit dan mau numpang di sini selama beberapa hari. Soalnya dia sendirian di kosan jadi takut ada apa-apa, makanya dia mau tinggal di kosanku sampai sembuh. Gimana ya, aku bingung kalau tolak, tapi kalau gak di tolak besok kamu ke sini. Aku takut kamu nanti jadi gak nyaman.
Tidak sampai lima menit balasan dari dia muncul di layar HP ku.
Oh yaudah mas enggak apa-apa ada temenmu juga. Aku mah nyaman-nyaman aja. Kasihan juga temenmu kalau sendirian di kosan dia.
Bandel sekali anak ini. Tapi jawaban dari dia membuat aku menghela napas dan juga jadi merasa bersalah karena sudah membohonginya. Tekadnya ingin bertemu denganku ternyata sudah sangat bulat, tapi kenapa aku sampai begitu tega melakukan hal picik seperti itu. Padahal, awal mula kenapa dia memutuskan akan datang, itu karena kedekatan kami yang sudah sampai pacaran secara virtual. Malah aku yang awalnya basa-basi menawarkan dia main ke Cilegon.
Akhirnya aku pasrah membiarkan dia datang menemuiku. Dan setelah temanku yang tadi meminta tolong ingin dikerik pamit pulang karena sudah selesai, aku lalu menghubungi istri, memberi tahu dia bahwa akan ada teman pembaca yang ingin mampir dan menginap ke kosan. Itu hanya antisipasi, takut kalau-kalau tetanggaku tiba-tiba memberitahu istriku kalau aku sedang ada tamu di kosan. Walaupun tamunya itu lelaki— tapi dia pacarku, jadi tetap saja aku merasa tidak tenang. Makanya, demi kenyamanan ketika dia sudah ada di kosan, aku lebih dulu memberitahu istriku dan terpaksa membohonginya untuk pertama kali.
Bu, besok ayah mau kedatangan tamu. Temen pembaca. Katanya dia mau jalan-jalan ke anyer, jadi sekalian mampir dan pengen nginep. Soalnya kalau cari penginapan di dekat pantai anyer kan mahal bu, jadi mungkin nanti teman ayah ini otw nya dari kosan ayah. Oh iya, temen ayah ini laki-laki kok bu.
Istriku terlalu sibuk dengan pekerjaan rumah tangga yang tidak ada beresnya itu. Jadi aku harus menunggu beberapa jam kemudian dia baru membalas. Katanya; cie mau ketemu penggemar, lalu dia menambahkan emot senyum di ujung kalimatnya.
Aku tersenyum dan senyumku kecut setelah membaca balasan darinya. Enggak tahu lah, aku cuma merasa berdosa karena sudah membohongi istri.
Ayah enggak punya penggemar bu. Kayak artis aja. Ini pembaca tapi uda akreb karena sering beli pdf cerita ayah. Itu adalah kalimat balasan dariku yang kemudian istriku membalasnya lagi. Iya ayah, salam buat temen pembacanya.
Ya, memang seperti itu adanya. Ada sedikit drama yang aku buat sebelum akhirnya sampai pada hari ini, hari dimana dia baru saja mengabari ku kalau dia baru saja berangkat. Sambil melihat layar HP aku diam, menghela napas sebelum akhirnya mengetik balasan untuk dia.
Iya dek, hati-hati ya. Aku berangkat keliling dulu. Kabari aja kalau uda sampai.
Tidak menunggu lama balasan dari dia langsung muncul di layar HP ku.
Aku palingan sampai sekitar jam setengah dua mas.
Bagus deh kalau begitu. Jam segitu aku uda pulang keliling. Yaudah hati-hati ya, aku berangkat dulu.
Iya mas, kamu juga hati-hati kelilingnya. Yang semangat.
Aku cuma tersenyum membaca balasan dari dia dan sengaja tidak membalasnya karena harus segara berangkat keliling untuk berjualan. Keluar dari kosan yang hanya berukuran empat kali empat, aku berjalan mendekati motor butut ku yang di bagian boncengan sudah ada Kronjot berisi aneka camilan keripik khas Lampung.
Jadi seperti inilah pekerjaan ku sehari-hari, berjualan camilan keripik dengan mengelilingi kota Cilegon. Sedangkan menulis hanya sekedar melepas imajinasi supaya tidak menumpuk di otak. Aku juga ingin mewujudkan khayalan-khayalan yang ada di kepalaku ke dalam bentuk sebuah tulisan. Tapi, kadang aku juga sering menyisipkan unek-unek yang ada di hatiku, ke dalam cerita yang aku tulis. Emot senyum.
***
Aku uda sampai ni mas, di depan stasiun ya. Pakai celana jeans item sama jaket item.
Aku langsung terperanjat ketika baru saja merebahkan badanku di atas kasur yang hanya mengampar di lantai. Padahal setelah pulang keliling, setelah mencuci kaki tangan dan berganti pakaian, aku ingin tiduran sebentar sambil menulis salah satu ceritaku yang berjudul ‘Saingan’. Aku lagi semangat-semangatnya menulis cerita itu karena mendapat respons positif dari banyak pembaca di wattpad. Banyak juga komentar dari temen-temen pembaca yang antusias menunggu kelanjutannya. Oh iya, aku juga belum makan siang. Tapi aku sudah membeli dua ayam geprek dan rencananya akan aku makan bersama dia kalau sudah sampai.
Kedatangannya yang lebih awal, sebelum jam dua, memaksa aku langsung bangun, dan konsentrasiku yang akan menulis kelanjutan cerita Saingan buyar seketika. Tapi, bukannya langsung bergegas menjemput, aku malah bertingkah lebay, mondar-mandir tidak jelas sambil menggaruk rambutku yang tidak gatal. Aku benar-benar panik, kebingungan, dan gemetaran. Astaga dia sudah sampai.
Akhirnya setelah menghela napas berkali-kali dan tidak mungkin mengabaikan dia yang sudah datang jauh-jauh dari Jakarta, aku membalas pesannya dan menyuruhnya menunggu sebentar. Dengan membawa motor butut ku yang berwarna merah marun, dan cuma memakai sendal jepit, celana kolor, kaus oblong yang robek sedikit di bagian leher, aku berangkat menjemput dia di stasiun Cilegon. Jujur, aku tidak ada persiapan atau tidak peduli dengan penampilan untuk menjemput dia. Lagi pula aku memang tidak berniat memaksakan diri, dandan serapi mungkin meski ini adalah pertemuan pertama kami. Ya, seperti inilah aku, norak, kampungan, dan terlihat seperti gembel.
Kebetulan jarak dari kosan ke stasiun tidak terlalu jauh, bahkan bisa dibilang dekat. Sehingga tidak sampai sepuluh menit aku sudah sampai dan dari kejauhan aku sudah yakin, kalau laki-laki yang memakai celana dan jaket serba hitam itu, yang sedang berdiri di depan stasiun itu, adalah dia. Aku yakin sekali meskipun wajahnya di tutup masker.
Aku melihat dia refleks menoleh ke arahku. Mungkin karena sudah sering video call dan saling berkirim foto, jadi sepertinya dia juga sudah paham, kalau orang yang membawa motor merah dan sedang berjalan ke arahnya adalah aku, orang yang akan dia temui.
Arah pandangnya mengikuti pergerakanku sampai akhirnya aku berhenti di seberang jalan. Entah apa yang dia pikirkan setelah melihat aku dan penampilanku secara langsung. Mungkin dia berpikir, ‘ah, ternyata seperti ini orangnya, sama sekali tidak keren malah seperti gembel’. Apakah dia menyesal sudah jauh-jauh datang? Entahlah, cuma dia yang tahu dan aku tidak berpikir begitu. Tapi jujur saja, untuk aku pribadi merasa lega karena sudah melihatnya langsung. Perasaan gugup, gemetaran, dan gelisah yang masih aku rasakan saat dalam perjalanan menjemput dia di stasiun, entah mengapa semuanya lenyap setelah melihat dia di seberang jalan sana. Dan kesan pertama begitu melihatnya secara langsung, di mataku dia keren, dan lumayan tinggi walaupun tidak lebih tinggi dari aku.
Sejenak kami beradu pandang, aku tersenyum padanya sebelum akhirnya aku membawa motorku dan berhenti tepat di hadapannya yang masih berdiri persis di samping pagar stasiun.
“Haris, ya?” sapaku padanya.
Kami bersalaman dan dia mencium punggung tanganku.
“Iya, mas,” jawabnya lalu membuka masker.
Aku tersenyum dan menatap wajahnya sesaat. Cakep, dan menurutku lebih cakep dari yang sering aku lihat melalui HP.
“Lama ya nunggu nya,” ucapku kemudian.
“Enggak kok, paling berapa menit,” jawabannya sambil menyodorkan oleh-oleh yaitu roti O ke arahku.
“Yaudah yuk, naik.”
Tanpa berkata apa-apa lagi dia langsung naik dan duduk di belakangku. Aku menghela napas sebelum akhirnya membawa Haris menujuku ke kosanku.
“Eh Mas, nanti mampir di Indomaret bentar bisa?”
Sambil fokus menyetir motor aku menjawab. “Iya bisa, di depan nanti ada Indomaret.”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰