Tak Lagi Monoton #CeritadanRasaIndomie

7
0
Deskripsi

-aliviaaaa 

Pernahkah kamu bertanya, bagaimana pohon dapat hidup tanpa akar?

Pernahkah kamu pikirkan, mengapa saya dan kamu diciptakan?

Tak ada yang pernah tau bagaimana cara Tuhan mengakhiri sebuah cerita yang tanpa sadar telah dimulai sejak lama. Yang pasti, saya mulai jenuh dengan kondisi ini. Berharap ada secercah cahaya yang membuat hidup saya tak lagi monoton.

Ini aneh. Tapi nyata.

"Meski saya tau pada hakikatnya manusia memang tak pernah merasa cukup. Namun, terus terang saya mulai bosan dengan kondisi demikian. Memohon akan ada hal baru yang mampu menambah kebahagiaan.

Semacam penyempurna.

Dan untuk pertama kalinya, saya berharap hal baru itu adalah kamu. Kamu yang tak tahu siapa dan dimana.

Hidup yang saya jalani ini terlalu datar. Memulai, berusaha, dan berhasil sendirian. Fase itu terus berputar hingga akhirnya membentuk sebuah siklus yang tak dapat saya lepaskan."

Juan!

Juan!

“Juan…” 

Lelaki itu terhenyak ketika tiba-tiba sebuah tepukan mendarat di bahunya. Ia menghela napas dan mengusap gusar wajahnya. Seperti biasa, Juan melamun di tepi jendela kelas.

“Lo kenapa?” Tanya seorang gadis yang baru saja mengagetkannya, namun Juan tak menanggapi.

“Gue penasaran. Dari awal gue sekelas sama lo, lo gak pernah gabung sama yang lain. Gak bosen?” Lanjut gadis itu seraya menarik sebuah kursi ke dekat meja Juan lalu mendudukinya.

Ada sedikit perasaan canggung di hati Juan, karena ia tak terbiasa berbicara dengan seorang perempuan. Apalagi, yang modelnya seperti Andini. 

“Ternyata lo pendiem banget, ya.” Sindirnya seraya tertawa. 

“Gapapa.” Andini tersenyum manis mendengar jawaban lawan bicaranya yang terkenal dingin itu. Namun, Andini tak mau menyerah begitu saja. Ia ingin Juan bisa bergabung dengan teman-teman yang lainnya. Karena bagaimanapun, suatu saat pasti Juan membutuhkan mereka.

“Lo kerja sama gue, ya. Bu Nurita ngasih tugas, nih.” Ujar Andini sembari bangkit dari kursi dan langsung memberitakan tugas tersebut kepada rekan kelasnya.

Seorang lelaki menghampiri Andini, “Ndin, lo sama gue, 'kan?” 

“Eh, maaf, No. Gue udah sama Juan. Lo cari temen lain, ya. Gapapa 'kan?”

Seno, lelaki itu melirik Juan dengan tatapan remeh sementara Juan yang tak tau apa apa hanya bisa berdiam pasrah. Ya, mau bagaimana lagi? Mau tak mau Seno mengalah.

Antara risih dan senang, Juan tak dapat membedakan. Menurut pandangannya dulu, Andini adalah seorang perempuan yang sedikit angkuh. Nyatanya melalu kerja sama ini, Juan menyadari bahwa penilaiannya salah. 

Andini selalu tersenyum ketika berbicara. Bahkan ia menjelaskan dengan detail mengenai apapun yang kurang Juan pahami.

“Ini udah mau istirahat. Ngantin bareng, yuk! Ada menu baru, lho." Seru Andini seraya berdiri antusias mengajak kulkas 100 pintu itu. 

Sementara Juan yang agak lemot tetap dalam posisi awalnya tanpa mengatakan sepatah kata pun. Melihat itu, tanpa basa basi Andini menarik pergelangan tangan Juan.

Dalam perjalanan menuju kantin, bibir Juan masih membatu sehingga membuat Andini geram. “Lo takut ya sama gue?” Juan menggeleng ragu.

“Gue gigit, ya?" Mata Juan membelalak kaget mendengar pertanyaan konyol itu. “Haha, apaan sih? Panik banget. Gue bercanda.”

“Oh, iya. Lo mau pesen apa?” 

“Saya nggak mau.”

“Lo juga harus makan. Menu baru yang gue bilang itu Indomie Goreng with Beef Teriyaki. Udah pernah coba?”

“Belum.”

“Oke, gue pesenin 2, ya.”

Setelah hidangan siap, mereka mencari tempat duduk yang cocok. Andini memilih duduk di tempat yang sedikit terbuka di tepi kantin. Mereka disuguhi pemandangan taman sekolah yang rindang. Suasana menjadi sangat menyenangkan.

Juan memperhatikan seluruh bagian yang tertata di atas piringnya. Setiap helai mie yang berada disana nampak berkilau dihiasi dengan beberapa lembar sayuran serta potongan daging sapi berlumur saus teriyaki. Juan tak sabar ingin segera menyantapnya. Tapi, bukan Juan namanya kalau gak jaim.

“Kok diliatin doang? Cobain, dong!” Titah Andini.

Juan mengangguk semangat. Suapan pertama memasuki mulutnya. Perpaduan rasa manis, gurih, dan sedikit pedas itu memanjakan lidah Juan. Belum pernah ia memakan mie seenak ini. 

“Gimana menurut lo? Enak banget, 'kan?”

“He-em. Enak.” Untuk pertama kalinya Andini melihat Juan tersenyum lebar. Wajahnya sangat teduh dipandang dari depan. 

Ini pertama kalinya gue liat bibir lo keangkat, Juan. Syukur, deh.

Senyum Juan menular. Bahkan seorang Andini yang dikenal ‘susah baper’ pun meleleh melihatnya. Terciptalah atmosfer berbunga di hati perempuan berambut pendek sebahu itu.

“Tapi, Indomie itu mie dari mana, ya?” 

Pertanyaan itu membuat Andini tersedak. Ketampanan Juan menurun drastis seketika. Rasanya Andini mau menghilang saja.

“Lo itu manusia macam apa, sih? Lo tinggal dimana? Pluto?” Tanya Andini sambil mengunyah makanannya.

“Bumi.” Jawabnya, polos.

“Gini, gini, gini." Andini meneguk es teh manisnya, berniat meluruskan kepurbaan Juan yang sudah sangat keterlaluan.

"Indomie itu udah 50 tahun loh setia sama kita. Ini produk mie lokal yang paling ngetop se-Indonesia! Kegiatan apapun paling seru ditemenin ya cuma sama Indomie! Mereka konsisten mempertahankan rasa dan kualitasnya. Makanya bisa jadi seenak ini."

Juan hanya mengangguk-angguk mengiyakan tiap kata yang diucap Andini. Padahal ia masih asyik menikmati santapannya dalam dunia yang kaya rasa.

“Gue aja punya banyak kenangan sama Indomie. Bisa-bisanya lo nanya ini mie dari mana. Emang lo gak pernah nyobain?” Tanya Andini yang mengernyitkan keningnya.

“Sering. Saya cuma nyari topik.”

Terngangalah Andini ketika suara itu diterima terlinganya. Gak salah?

Sabar Andini. Ternyata dia pelawak berkedok es kutub.

“Kambing lo!”

Juan makan layaknya anak kecil, sangat lahap dan sedikit mengotori tepi bibirnya. Melihat kelakuan lelaki itu, Andini lagi lagi dibuat tersenyum. Dengan segera Andini mengambil selembar tisu lalu menyerahkannya kepada Juan.

“Lap tuh bibir! Belepotan.”

“Gak di lapin?” Celetuk Juan.

Bola mata Andini terpaku ke arah wajah Juan beberapa saat lalu memutar bola mata malas, “Bisa ngomong lo akhirnya! Gak ada lapin lapin. Lap sendiri!”

Pemandangan apa ini? Mengapa Andini terlihat lebih manis dengan sikap seperti itu? Juan tak dapat membohongi dirinya sendiri. Cantik, berprestasi, ramah, dan anti menye-menye. Kekurangan apa yang Andini miliki?

Ah, nampaknya ada yang jatuh hati.

BUGH!!

Pukulan keras meluncur ke arah wajah Juan tanpa aba aba. Juan meringis kesakitan sembari memegangi pipinya yang mulai memerah dan hidungnya yang mengeluarkan darah. Andini terkejut bukan main ketika mengetahui bahwa pelaku tersebut adalah…

Seno. Lelaki yang menyukainya sejak lama.

“Berani-beraninya lo deketin dia! Lo siapa, hah?” Hina Seno seraya menarik kerah baju Juan dan melempar tatapan mengancam.

“Lo manusia nolep gak usah macem macem sama Andini!!” 

“SENO! LO APA-APAAN, SIH?" Andini berusaha melepaskan cengkraman Seno dari Juan.

“Lo diem aja, Ndin! Dia gangguin lo, 'kan?" 

“Lo yang ganggu gue, No!” Tegas gadis itu sambil mendorong bahu kanan Seno.

Seno yang tersulut emosi mengambil ancang-ancang tangannya untuk menampar Andini, “CEWEK GAK PEKA!"

Sett!

Ayunan tangan Seno dihentikan seseorang di sebelahnya, "Cuma pengecut yang berani main fisik sama perempuan!” Tegas Juan tetap dengan sikap santainya menahan lengan brengsek Seno.

“Anda gak malu, pak?” Ujarnya. “Diliatin banyak orang.” Bisik Juan di telinga Seno membuat mata sang empu bergerilya dan mulai menyadari dirinya tengah menjadi pusat perhatian orang-orang disana.

“Kalo lo berani macem macem sama Andini, selesai hidup lo di tangan gue!” Ancamnya pelan seraya menunjuk tajam wajah Juan.

“Hidup saya di tangan Tuhan.”

Seno menyerah. Ia menghempas genggaman jemari Juan dari pergelangan tangannya. Mereka beradu tatap beberapa saat hingga akhirnya Seno beranjak pergi dari tempat itu dan malu atas perlakuannya sendiri.

“Galak juga.” Celetuk Juan kala matanya memotret sosok Seno yang menjauh dari belakang.

“Juan.”

“Iya?”

“Lo mimisan, tahan dulu sebentar pake tisu. Terus pipi lo, gue bantu obatin, ya. Lo duduk sini, gue minta P3K dulu ke budhe kantin." Andini bergegas mengambil kotak tersebut hingga ia kembali membawanya untuk Juan.

“Maafin gue, ya. Lo jadi babak belur gini.” Andini duduk di samping Juan dan membuka kotak putih berisi alat pertolongan pertama. Namun, Andini nampak kebingungan melihat semua benda itu.

“Kenapa?”

Dengan wajah tanpa dosa Andini mengaku, “Eee… Gue gak tau ini barang buat apaan.” Tuturnya cengingisan menampakkan deretan gigi-gigi putihnya.

Juan menggigit bibir bawahnya melihat gadis itu tersipu malu. Ingin rasanya Juan menyingkirkan beberapa helai rambut yang berantakan menutupi wajah cantik sang empu. Namun ia tau, bukan suatu tindakan yang sopan untuk dilakukan kepada orang yang baru saja dekat dengannya.

“T-tapi lo gak usah khawatir! Ada google. Gue search dulu bentar.” 

Andini buru-buru membuka ponselnya, “Ok, google. Cara mengobati memar di pipi.”

Hasil penelusuran untuk cara mengobati gemar di pipi.

“Ih! Memar, oncom! MEMAR! Bukan gemar!" Gerutu Andini seraya mengerucutkan bibir mungilnya. Hal itu tentu membuat Juan terkekeh singkat dan merebut kotak P3K itu dari tangan Andini.

Juan menjelaskan satu per satu nama-nama benda yang tersimpan disana. “Ini kapas, ini kasa. Kalo mau tau, ini gunting."

“Ish! Yang kek gitu sih gue juga tau. Tapi gue heran, bolongan guntingnya aja cuma muat satu jari. Gunting sekecil itu buat apa?”

“Buat sunat.”

Andini memukul lengan atas lelaki polos itu, “Ih, Juan! Serius!” 

“Kebayang nggak kalau gunting gede dimasukkin ke kotak sekecil ini?” Tanya Juan yang direspon dengan gelengan kepala dari Andini. “Gak muat.” Jawabnya.

“Nah. Simple nya sih gitu.” Ujar Juan. Andini kemudian membulatkan bibirnya, ber-oh ria.

“Tapi...”

"Di sini gak ada PK atau alat kompres lain. Adanya malah attapulgite."

“Nah, lo minum itu aja, Juan! Siapa tau memarnya reda."

Juan menyendarkan kepalanya ke arah senderan kursi, tertawa kecil sambil menghela napas panjang.

Ternyata ini kurangnya Andini. :)

"Ini obat diare, cantik.” Ucapnya membuat Andini sontak terkejut dan tak berani menatap mata Juan.

“Gapapa. Mimisannya udah berenti. Kalo memar gini bisa saya kompres dingin di rumah.” Jelasnya.

Keheningan menyapa mereka berdua dalam beberapa saat. Keduanya saling melempar senyuman kepada satu sama lain.

“Makasih banyak, ya. Andini.” Nama itu akhirnya terlontar dari lisan Juan yang tak pernah sama sekali menyebut nama seorang perempuan setulus barusan.

CIEEEEE !!!

Mereka berdua mengerjap kaget. Pecahlah kaca lamunan mereka mendengar sorakan kompak barusan. 

“Ada yang kasmaran, nih!"

“Laku juga lo, beruang kutub!"

“Nikahnya adat Sunda atau Jawa, nih?”

Astaga ini orang-orang kenapa, sih? Tahan Andini! Lo gak boleh kegeeran!

Juan berusaha meredam rasa malu yang Andini rasakan dengan menarik perlahan kepala gadis itu kerangkulannya. Kemudian mereka beranjak pergi dari sana membawa dua piring Indomie yang sempat tertunda karena insiden tadi.

“Mbak, mas! Bayar dulu itu makanannya!” 

“Ngutang dulu, budhe!” Seru mereka kompak kabur meninggalkan kantin.

“Ealah…"

Semenjak hari itu, Juan dan Andini tak lagi terpisahkan. Mereka menjadi sangat akrab hingga menyelesaikan pendidikannya masing-masing di perguruan tinggi. 

“Juan…"

“Hm?”

“Aku seneng, akhirnya Tuhan ngizinin kita hidup bareng.”

“Lewat Indomie, ya.”

.

Pernahkah kamu bertanya, bagaimana pohon dapat hidup tanpa akar?

Pernahkah kamu berpikir, mengapa saya dan kamu diciptakan?

Tak ada yang pernah tau bagaimana cara Tuhan mengakhiri sebuah cerita yang tanpa sadar telah kita mulai berdua. Kini kamu bersamaku.

Sekarang…

Kamu adalah secercah cahaya yang membuat hidupku tak lagi monoton. 

Terima kasih, Andini.

                                      -Selesai-

#CeritadanRasaIndomie   

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Indomie dan Dia #CeritadanRasaIndomie
2
0
Sebagian orang rela mengorbankan kebahagiaannya demi orang lain dan mencari dimana letak bahagia itu sendiri. Namun sejatinya, kebahagiaan itu dibentuk. Bukan dicari. Sama seperti Indomie dan Rin. Yang setia menemani menghadapi lika-liku dan membentuk kebahagiaan itu.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan