Enemy with Benefit (2)

4
0
Deskripsi

Carcel yang kepalanya terbawa emosi pada sang gadis mungil, musuh bebuyutannya itu, lantas tanpa ragu meraup bibir indah milik Lucy tanpa mengindahkan protes dari gadis itu. 

Bagaimana akhir dari kemarahan Carcel? Apakah ada yang terjadi di atas sofa ruang tamu Lucy?

Suara decak bibir yang saling tertaut itu memenuhi ruang tamu apartemen Lucy. Carcel baru berhenti dan memundurkan kepalanya ke belakang melepaskan ciuman liar dan basah mereka setelah ia merasa Lucy tak lagi sanggup.

Lucy yang dicium dengan begitu panas merasa kewalahan, kakinya lemas dan membuatnya hampir terjatuh ke lantai, sebelum Carcel segera merengkuhnya erat. Napas pendek dan panas mereka saling bersahutan, menandakan bahwa ciuman itu sama-sama memberi efek besar bagi keduanya.

"Jangan bicara, jangan membalas, jangan pikirkan pria-pria yang melihat fotomu. Fokus saja padaku sekarang." Carcel berbisik dengan serak, ekspresi posesif di wajah tampannya.

"Jangan begitu lagi" Carcel berkata dengan tegas, dengan lembut meletakkan kedua tangannya di leher gadis itu, memiringkan kepalanya perlahan, lalu mulai mencium bibir lembutnya dengan lembut dan manis, memastikan dia bisa merasakan cinta dan kecemburuannya di saat yang sama, dia ingin Lucy tahu bahwa dialah satu-satunya orang yang bisa ia fokuskan dalam hidupnya.

Ciuman Carcel kali ini lebih lembut terasa lambat dan manis, hampir penuh cinta dan kasih sayang serta kecemburuan. Dia ingin sang gadis merasakan cintanya tetapi dia juga sikap posesifnya, karena baginya Lucy sudah menjadi miliknya. Carcel melepaskan ciuman erat mereka, meninggalkan bibir mereka berdua yang kini basah dan bengkak, lalu perlahan memberi pelukan hangat dalam rengkuhan tubuhnya yang besar.

"Kamu itu punyaku." Carcel berkata dengan lembut sambil memeluk tubuh mungil Lucy dalam pelukannya yang besar dan kuat. Ia tidak pernah bisa melupakan betapa mungil dan imutnya musuh bebuyutannya itu di hadapan tubuhnya yang besar dan berotot.

Setelah itu, Carcel membungkuk ke telinga Lucy, memberi gigitan kecil dan berbisik lembut namun ketegasan terasa di setiap katanya. "Aku akan tinggal."

Pria itu menghela napas, mencoba mengontrol dirinya sejenak sebelum mundur sedikit untuk menatap Lucy kembali. Mata biru Carcel menatap dengan lembut dengan tatapan yang lembut namun juga sedikit posesif dan cemburu. "Ganti bajumu sekarang" ujarnya dengan tegas. Ia mengurai pelukan mereka dan menatap Lucy yang masih mengenakan pakaian yang menurutnya begitu kekurangan bahan.

Lucy menggelengkan kepalanya sembari melangkah pergi ke arah dapurnya, "Tidak mau" ujarnya dengan keras kepala. Pemikirannya masih sama, bahwa Carcel tidak berhak mengatur caranya berpakaian, lagi pula ia tak keluar dan hanya memakai pakaian itu di rumahnya sendiri.

Carcel yang kembali merasa kesal dan tak dihargai langsung melangkah mendekat, mencengkeram pinggul Lucy erat-erat dan mengangkatnya dari lantai tanpa aba-aba hingga membuat gadis itu menjerit, dibawanya tubuh mungil itu ke sofa ruang tamu dan mendudukkannya di sofa lalu menjepit tubuh Lucy, dia menjulang tinggi di atas Lucy dan menatap dengan ekspresi tegas, tampak serius seperti biasanya.

Carcel menunduk dan tentu saja ia langsung dapat melihat ke bawah dada ranum khas remaja milik Lucy yang mengintip dari crop top itu. Ia meneguk ludah kasar, 'sial' pikirnya. Pria itu lalu kembali menatap wajah Lucy dengan tatapan dingin lagi namun kini sedikit goyah.

Mata pria itu kembali turun, dan ekspresi Carcel tampak semakin kesal saat ia melihat crop top hitam itu mengekspos bagian perut Lucy yang mulus dengan sangat jelas. Carcel mencengkeram kedua pergelangan tangan Lucy di atas kepalanya dan menjepitnya di sofa lalu mengangkangi tubuh Lucy, membuatnya tak bisa bergerak, ia jelas-jelas memperlihatkan sisi dominannya dan memastikan bahwa gadis itu tidak akan melarikan diri atau menjauh.

Carcel mencondongkan tubuhnya dan mendekat, aroma maskulinnya menyentuh indera penciuman Lucy dan membuatnya sedikit bergetat, dia mencondongkan tubuhnya tepat di telinga Lucy, suaranya sedikit serak dan sedikit marah. Dia berbicara langsung dengan ekspresi serius.

"Apa yang kamu pikirkan?" Suaranya yang rendah dan napasnya yang panas membuat Lucy meremang, entah mengapa ia merasa gugup dan bersemangat di saat yang sama karena betapa dominannya Carcel.

"Carcel, aku-"

Sebelum Lucy sempat menjawabnya, bibir ranum gadis mungil itu yang bahkan masih bengkak, kembali dilahap oleh Carcel. Ciuman begitu ganas, seperti saat ia pertama marah tadi, bahkan jauh lebih ganas.

"Kau yang membuat ini terjadi sayang, jangan salahkan aku jika malam ini kumasuki lubang sempitmu itu" Ucap Carcel dengan kurang ajar, suaranya serak, menandakan ia kini sudah didominasi oleh hasrat.

Carcel terus menciumi Lucy, bermesraan dengan bibir gadis itu seolah ia tak pernah cukup dengan manisnya bibir musuhnya itu. Kini ia mulai bergerak melepas short pants yang Lucy kenakan dengan begitu tergesa dan melemparnya asal. Jemarinya secara naluriah mendekat ke inti tubuh sensitif Lucy yang ternyata sudah basah.

Carcel menggeram pelan, "Ahh, sayang.. kenapa sudah basah?" Ucap Carcel dengan suara dalam dan serak, ia melepas ciuman mereka dan menyeringai dengan napas terengah pelan yang terdengar saat ia menggerakkan dua jarinya menggoda Lucy, ia bahkan bisa merasakan betapa basahnya calon surga dunianya itu meski masih tertutup celana dalam.

Tanpa menunggu, ia singkap celana dalam itu ke samping sebelum menggoda kuncup tegang disana yang sudah menunggu untuk dimanjakan.

Lucy dibuat bak cacing kepanasan oleh musuhnya itu. Ia berusaha menutupi pahanya dan menjauh, tapi Carcel menahan kakinya dan justru melebarkannya, membuat Lucy semakin merasakan geli nikmat yang mendera inti tubuhnya itu, "Aahh, Carce- ahh! Tunggu, jangan! Kau gilaahh!" Lucy sudah meracau tak jelas, bagian bunga intinya sudah begitu basah akibat gosokan nakal jemari Carcel.

Disaat Lucy terus mendesah nikmat, Carcel tersenyum penuh kemenangan, ia bahkan belum memasukkan jemarinya ke dalam inti tubuh Lucy yang sudah begitu basah itu, tapi lihatlah, gadis itu sudah mendesah dan menggeliat kesetanan dalam gelembung kenikmatan. "Kenapa sayang? Bahkan lubang nakal ini belum terjamah jariku, tapi sudah melayang ya sayang?" Ujar Carcel dengan arogan.

"Jangan, aahh, Carcel.. enhaakk. Unghh, tunggu ahh" Lucy terus meracau, ia bimbang, hatinya tahu itu salah dan tidak benar, ia juga sedikit takut, ia bukan orang munafik dan tentu bisa tahu kemana kegiatan itu berujung, tapi tubuhnya justru berkhianat, ia ingin lebih, ia ingin terus dimanjakan oleh jemari kasar nan besar milik Carcel atau mungkin dengan hidangan utama yang masih tersembunyi rapat dibalik celana pria itu.

Jemari Carcel terus bergerak memanjakan klitoris sang gadis, ia bisa menebak dari gelagat Lucy yang begitu kewalahan bahwa gadis itu belum pernah dijamah pria sebelumnya, dan itu hanya membuat Carcel menjadi lebih bergairah.

"Sayang, kok memeknya makin basah, hm?" Tanyanya sembari memandang bagaimana area sensitif sang musuh yang kini sudah banjir dan basah oleh cairannya sendiri. Jemarinya terus menstimulus cairan kenikmatan itu untuk keluar.

Lucy yang mendengar kata kotor itu bukannya jijik, justru semakin bergairah, suara kotor becek dari gerakan jemari Carcel yang terus menggosok dan bergerak melingkari klitorisnya membuat gadis itu terus mengerang nikmat.

Carcel tertawa mendengar gadisnya itu sudah menggeliat nikmat, perlahan ia gerakkan satu jarinya menuju lubang inti yang sudah kembang kempis itu, dan perlahan menusuknya, 'sial, sempit sekali' Carcel mengutuk dalam ia, ia mengerang dalam saat merasakan ujung jarinya sudah dijepit dengan begitu erat oleh memek teman sekolahnya itu.

"Aahh! Sakit, tunggu! Aaww!" Lucy mencoba mendorong jauh tangan Carcel.


 

Segini dulu ya gais🤭, besok dilanjutin lagi.
Kira-kira jadi ga ya sesi mereka malam itu?

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Salah Masuk Lubang
3
0
FILE PDF 21+🔞10.000+ WORDS DAN 100 HALAMANDO NOT REPORTKODE PROMO 15 ORANG PERTAMA🪙ArmanagihSalahLubangContoh tampilan isi Novel  Maya dan Karla adalah dua sahabat yang sudah lama tidak bertemu sejak pernikahan Maya. Setelah sekian tahun berpisah dan menjalani hidup masing-masing, keduanya kembali bertemu dalam suasana yang ceria dan penuh nostalgia. Namun, di balik senyum dan tawa, ada rahasia yang tak terduga muncul di antara mereka. Arman, suami Maya, yang dulunya hanya mengenal Karla sebagai teman istrinya, justru terlibat tanpa sengaja dengan Karla. Sebuah pertemuan di rumah Maya yang tampaknya tak berbahaya berujung pada perselingkuhan di kamar mandi—sebuah momen yang merusak kehidupan ketiganya. Arman dan Karla terjebak dalam gairah yang terlarang, meskipun keduanya tahu bahwa mereka bermain dengan api. Setiap keputusan yang diambil semakin menjauhkan mereka dari kenyataan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan