Mendesain Puisi

2
0
Deskripsi

Catatan tentang keisengan saya beberapa tahun silam saat mengawinkan desain dengan puisi. Terdapat dua contoh hasil desain beserta puisinya.

Bagi yang mengikuti akun Instagram saya: ketikyoga, mungkin kamu pernah beberapa kali melihat saya mengunggah gambar bernuansa desain. Saya sadar, hasil desain yang sayang pamerkan itu masih biasa-biasa saja, bahkan jauh dari kata bagus. Sejujurnya, saya juga enggak memiliki ketertarikan khusus dalam bidang desain. Alasan saya belajar desain pun karena ingin mencoba hal-hal baru selain dunia tulis-menulis—yang saat itu menjadi fokus utama saya dan ajaibnya bisa bertahan sampai sekarang.

Bermula pada awal 2015, tepatnya ketika saya baru saja menganggur alias nekat resign tanpa persiapan yang betul-betul matang, saya merasa mati kutu lantaran tak punya kegiatan yang produktif. Kala itulah saya iseng membuka aplikasi Photoshop CS5 di laptop. Omong-omong, aplikasi itu saya dapatkan secara cuma-cuma dari penjualnya—langsung terpasang begitu saja di laptop—sejak pertama kali membelinya di pertengahan 2013 dan tak pernah digunakan sekali pun. Bisa dibilang status aplikasi Photoshop itu masih perawan setelah dua tahun berlalu. Sementara itu, saya sebagai perjaka alias pengguna baru juga cukup bingung dengan berbagai peralatan desain sekaligus fungsinya di perangkat tersebut.

Saya lantas mempelajari dasar-dasar Photoshop selama seharian di Youtube, dan mencoba praktik beberapa teknik yang telah saya pelajari di artikel maupun video tutorial hingga seminggu setelahnya. Hasilnya: hancur lebur. Saya malu dan seketika itu rasanya langsung pengin berhenti sekaligus berpikir bahwa saya tak punya bakat. Namun, saya teringat dengan ujaran seorang tokoh terkait butuh 10.000 jam terbang untuk menjadi mahir. Singkat kata, tak ada proses yang instan dan saya mesti lebih bersabar lagi demi menghasilkan desain yang mendingan atau membuat hati saya sreg.

Sekitar tiga bulanan berkutat dengan desain ternyata telah membantu saya dalam membunuh waktu. Kegiatan saya dalam sehari-hari yang mulanya terasa ampas, kini jadi sedikit lebih berfaedah berkatnya. Lebih-lebih saat itu saya juga nekat membuka jasa desain double exposure serta foto polaroid lantaran butuh uang tambahan untuk membeli pulsa ataupun kuota. Syukurnya, kenekatan itu membawa berkah. Ternyata ada yang mau memakai jasa saya dengan membayar 25-40 ribu, padahal saya sendiri teramat yakin desain itu masih ala kadarnya.

 

Terlepas dari mencari pemasukan tambahan lewat jasa desain, melarikan diri dari dunia baca dan tulis dengan mendesain benar-benar mengasyikkan. Saya begitu menikmati proses berpikir yang lebih membutuhkan perenungan lama ketika menentukan konsep desainnya. Meskipun dalam pembuatan tulisan saya terkadang merenung sebagaimana mendesain, setidaknya jika menulis saya pasti menampilkan cerita secara jelas dan sering berpanjang lebar. Sedangkan selama mendesain saya betul-betul merasa kesulitan saat menentukan apa yang ingin saya sampaikan dalam bentuk gambar/logo simpel, begitu pula pesan tersembunyi apa yang bisa saya masukkan ke dalam sebuah gambar sederhana itu? Bisakah gambar itu saya bikin ambigu, sehingga orang yang melihat gambarnya dapat menafsirkan yang berbeda dengan saya?

Pemikiran tentang makna ganda membuat saya teringat dengan puisi atau sajak yang multitafsir. Jika saya pikir-pikir lagi, proses membuat konsep desain dan menyusun puisi rupanya enggak jauh berbeda. Saya pasti selalu memikirkan tentang keindahannya, baik dalam bentuk puisi maupun desain. Hingga datanglah suatu gagasan cemerlang untuk membuat proyek iseng, yakni mendesain puisi. Keesokan harinya saya pun langsung melihat-lihat daftar puisi yang pernah saya ciptakan untuk difilter sekaligus merenung bagaimana cara mendesainnya.

Saya berniat mengerjakan proyek ini selama sebulan dengan hasil 10-15 gambar—berarti per desainnya membutuhkan waktu 2-3 hari, tetapi proyek itu berhenti di tengah jalan lantaran saya lagi-lagi merasa terlalu cemen dalam bidang desain. Mungkin juga saya mandek karena faktor sedang UTS/UAS kuliah, ataupun rasa malas lagi akut-akutnya. Saya sadar kalau proyek itu tak selesai, tapi yang sangat disayangkan ialah sebagian dari proyek mendesain puisi sepertinya sudah lenyap akibat saya hapus, sebab kala itu saya sungguh enggak puas dengan hasilnya. Saya kini tak mampu menemukannya di folder laptop, dan hanya dua inilah yang tersisa:

Salam Perpisahan

Apakah ada? Apakah tidak ada?

Kemanisan dusta yang kauselipkan

di antara pahitnya jujur dan setia.

Kalaupun ada, mengapa kaubunuh

harapan itu dengan tega?

Jika tak ada, mengapa rasa

dan bentuknya tak lagi sama?


Aku hanya bisa meneguk segala perubahan

yang kausajikan dalam segelas teh tawar.

Aku hanya bisa menggenggam tangkai

penuh duri dari eloknya bunga mawar.

Mungkin peluk kini telah

bertumbuh menjadi peluka.

 

Payung

 

Kau boleh menghapus kesedihan,

tapi ia pasti bisa dan selalu

menemukan dirinya kembali.

 

Saat musim hujan,

biasanya ia akan menjelma

dalam bentuk payung.

 

Kesedihan yang kaucoba lupakan

ketika rintik-rintik itu turun

justru malah terluapkan

lewat sebuah gambar payung

bermata sayu.

 

Lalu, payung itu berkata kepadamu,

“Haruskah aku menjadi tameng

dari setiap peluru yang cengeng?

Mengapa kau gelisah dan resah

hanya karena takut basah?

Sedangkan aku cuma bisa pasrah.

Menanti hujan agar berhenti melasah.”

 

Payung itu berkata lagi,

“Tahukah kau rasanya menampung

triliunan air mata yang menetes?

Paling-paling, baru sampai ratusan

atau puluhan, kau akan langsung protes.

‘Nanti kepala pusing, batuk, pilek,

kedinginan, dan masuk angin.’

Padahal, katamu hujan itu romantis dan puitis.

Tapi bagiku, itu tak lebih dari resep praktis.

Sebagaimana kau tinggal memakaiku

di saat butuh,

tanpa pernah mencoba paham

bahwa tindakanmu itu

juga bisa melukaiku.

Jadi, masihkah kau percaya

hujan memiliki makna?

Meskipun ia sewaktu-waktu

Melahirkan bencana?”

 

--

Nama aktor/aktris yang muncul di contoh desain double exposure serta foto polaroid ialah Jennifer Lawrence, Leonardo DiCaprio, dan Tsubasa Honda.

Gambar sepasang kekasih (Watanabe dan Midori) berpelukan pada desain puisi Salam Perpisahan saya ambil dari adegan film Norwegian Wood, sementara desain payung itu sempat saya gunakan buat kover depan buku digital Fragmen Penghancur Diri Sendiri.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori karya
Puisi
Selanjutnya Ngamen Puisi, Hujan Awal Maret, dan Harapan Kosong
1
0
Tulisan ini tadinya diniatkan hanya menampilkan dua buah puisi tanpa perlu berbasa-basi, tapi hasil akhirnya ternyata melenceng dari harapan. Entah kenapa saya spontan mengisi kolom yang fungsinya buat menjelaskan karya ini menjadi tempat curhat seenak jidat.Seperti salah satu puisi yang saya beri judul harapan kosong, saya jadi ingin melantur sedikit atau membicarakan omong kosong. Akhir-akhir ini, saya tengah berusaha mengomersialkan puisi saya dengan metode ngamen 1-2 puisi sebagaimana pengamen-pengamen jalanan yang pernah saya temui, baik itu di tempat umum ataupun angkutan umum. Sepertinya asyik juga, ya, pikir saya, setiap kali melihat mereka cukup membawakan 1-2 lagu dan langsung memperoleh uang receh, lantas turun dari bus atau pindah ke bus lain tanpa pernah peduli apa komentar orang-orang yang mendengarkannya—apakah suaranya merdu atau sumbang?Saya kira, dalam urusan menulis, saya sudah kehabisan energi maupun tenaga buat bersabar sekaligus menunggu hingga puisi-puisi terkumpul menjadi satu buku, kemudian barulah menjualnya seperti yang pernah saya terapkan di proyek Disforia Pengusik Kenangan (ini malah sempat saya gratiskan pada mulanya) dan Merayakan Puisi.Selayaknya seorang musisi, saya pikir adakalanya mereka tak bisa merilis satu album, baik itu karena faktor ekonomi, ide lagi mampet, atau hal lain, dan terpaksa mengeluarkan single terlebih dahulu demi mempertahankan eksistensinya, atau bahkan itu metode ampuh demi bertahan hidup di dunia musik. Kala merenungi hal tersebut, saya selalu sadar diri bahwa keberadaan saya sebagai seorang penulis ini mirip pengamen numpang lewat yang sempat mampir di depan rumah warga dan cuma menyanyikan potongan-potongan lagu. Jika saya ingat-ingat lagi, menemukan pengamen yang rela menyanyikan satu lagu penuh untuk setiap rumah, khususnya di Jakarta, itu terhitung langka. Seandainya mereka bernyanyi satu lagu sampai selesai, waktu mereka mungkin akan terbuang banyak dan uang yang mereka dapatkan jadi tak sepadan dengan rasa capeknya. Namun, pemikiran barusan hanyalah dugaan awal. Saya tak pernah menjajal hidup sebagai pengamen ataupun riset secara mendalam.Setidaknya, saya kian sadar kalau banyak dari mereka yang terabaikan setiap kali berusaha mengamen dari rumah ke rumah. Tanpa perlu bersikap sok, saya sendiri juga bukan orang dermawan yang selalu rela memberikan uang kepada setiap pengamen yang mampir ke rumah. Jika di kantong saya tak ada uang 500-2.000 rupiah, saya dengan tegas akan bilang maaf kepada mereka. Pada lain waktu, kadang-kadang pintu maupun jendela yang tadinya terbuka pun bakalan saya tutup kalau lagi makan atau baca buku atau menonton film, sebab saya terlalu malas untuk mencari receh ataupun bilang maaf.Terlepas dari hal itu, dalam satu tahun terakhir setiap kali mengisi waktu dengan menerbitkan tulisan di blog, saya mulai terbiasa dengan kolom komentar kosong. Yah, terus terang saja, adakalanya saya malas dikomentari oleh pembaca. Soalnya saya sendiri belakangan ini juga lebih senang menyimak tulisan mereka tanpa perlu meninggalkan jejak. Dalam situasi pandemi yang semakin lama terasa menghancurkan semangat hidup, saya sering cuma kepengin menulis dan bersikap bodo amat dengan tanggapan orang lain. Begitu pun sewaktu saya menulis untuk mencari uang sembari menunggu kabar dari perusahaan yang saya kirimkan lamaran. Rasanya saya mirip seorang pengamen yang hanya ingin menyanyi saja tanpa berharap apa-apa lagi lantaran sudah terlalu sering kecewa. Seumpama ada penumpang bus atau pemilik rumah atau siapa pun yang saya temui mau berbaik hati memberikan uang alias mengapresiasi lagu yang saya nyanyikan, saya akan bilang alhamdulillah. Kalaupun enggak, ya santai aja, sebab bernyanyi itu sendiri sudah meringankan beban hidup.Berhubung saya tak pandai menyanyi, dan mampunya menulis puisi/racauan, maka inilah metode yang saya coba lakukan di platform KaryaKarsa untuk mencari uang sekaligus bersenang-senang.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan