
“Ayahmu akan membunuhku.”
Caius menggeleng. Diantara semua alasannya untuk keberatan, alasan itu adalah yang paling menyeramkan.
Caius sangat tahu sifat Raven, ia tidak akan merelakan Freya untuk menikah dengan siapapun–meski pria itu adalah seorang pangeran.
Raven yang terlalu mencintai putrinya itu, akan menjadi mimpi buruk bagi siapapun calon suami Freya. Menurut Raven, tidak akan ada pria yang pantas menjadi suami Freya di dunia ini. Jika bisa, Raven akan memilih malaikat tampan tanpa cacat sebagai suami Freya.
“Aku yang akan meyakinkannya. Aku akan meminta bantuan Mom.”
Freya masih tidak tahu apakah ibunya akan menyetujui keinginan itu, tapi Freya tahu kelemahan ayahnya—yaitu ibunya. Saat ibunya berkata setuju, ayahnya akan sulit berkata tidak.
Caius menghela napas. Lalu menegakkan duduknya. Masalah Freya tidak bisa dibahas dengan santai.
“Apa ini ada hubungannya apa yang terjadi dengan ayah Sverre?” tanya Caius.
Ia tentu punya bayangan kenapa Freya mengambil keputusan itu. Caius tentu juga sangat tahu kejadian apa yang nyaris membuat Swedia dan Norwegia berperang jika tidak ditutupi dengan baik.
“Tentu saja. Aku tidak akan melakukan hal gila seperti ini jika bukan karena hal itu!” keluh Freya, sambil menghempaskan punggungnya dengan pandangan mata kosong penuh penyesalan.
“Tapi kau tidak perlu merasa bertanggung jawab atas apapun. Kau korban di sini.” Caius menggelengkan kepala. Ia tidak akan membiarkan Freya mengorbankan diri.
“Ya, aku mungkin memang korban, tapi aku tahu siapa yang juga menderita akibat semua masalah ini. Dan itu adalah Sverre. Dia tidak terlibat maupun tahu, tapi ikut menjadi korban. Sverre bahkan tidak tahu dirinya adalah korban. Tidakkah wajar kalau aku merasa bertanggung jawab? Keluargaku yang menyebabkannya dalam posisi seperti ini.”
Bibir Freya sedikit gemetar saat mengatakannya. Ketakutan. Freya tidak terbiasa gentar, tapi ia tahu resiko apa yang menanti akibat keputusan ini. Kehidupannya akan berubah, dan perubahan itu akan rentan terarah pada keadaan yang lebih buruk.
“Baiklah, aku tidak akan mempertanyakan alasanmu, tapi apa kau tahu kalau keadaan istana Norwegia itu bahkan lebih buruk dibanding tempatku ini? Kalau kau sudah membenci—dan tidak ingin terlibat dalam urusan istanaku, karena politiknya yang kotor dan berbelit, tempat tinggal Magnus itu bahkan lebih buruk lagi.”
Caius tidak melebih-lebihkan. Ia memang ingin mencegah Freya untuk menikah dengan Sverre, tapi tidak akan berbohong tentang keadaan buruk itu.
“Aku punya bayangan…” gumam Freya.
Ia tidak tahu pasti, tapi Freya cukup sering mengunjungi Sverre sampai saat dirinya berumur kurang lebih dua belas.
Namun, Freya tidak pernah mengunjungi istana utama. Ia hanya berkunjung ke rumah yang ditempati Sverre untuk berlibur. Freya datang ke sana untuk bersenang-senang.
Setelah itu, Freya kebanyakan bertemu Sverre di luar negeri. Tidak di Norwegia, maupun Swedia.
Tapi dalam memorinya, Freya ingat bagaimana ibunya lebih bersikap hati-hati saat berada di lingkungan kerajaan itu memang.
“Norwegia hidup di jaman modern. Mereka mengikuti perkembangan teknologi, memakai mobil dan lainnya, tapi protokoler dan budaya dalam istana itu kuno. Tidak berubah banyak semenjak ratusan tahun lalu. Mereka benar-benar menjaga tradisi peninggalan nenek moyang dengan sangat serius.”
Caius terdengar mencela, tapi ia sedang menyampaikan fakta agar menjadi bahan pertimbangan Freya.
“Aku tahu sedikit. Tant* Mette pernah mengeluh pada ibu, aku mendengarnya.”
Mette adalah ibu dari Sverre, dan sekilas Freya masih ingat saat ibunya dulu menghibur Mette yang sedih akibat tekanan di sekitarnya.
Meski Mette seorang ratu, tapi sering dihujat karena hanya bisa ‘menghasilkan’ putra mahkota yang dianggap tidak sempurna. Keji. Freya mengingat kejadian itu dengan sangat jelas, karena melihat ibunya sangat marah saat itu.
Karena itu posisi Sverre sangat riskan saat ini, karena adanya saingan yang siap merebut tahta—dan lebih sempurna.
“Tapi itu mungkin hanya bagian kecil. Aku yakin banyak sekali kebiasaan yang tidak masuk akal masih dipertahankan oleh mereka. Tidak banyak yang tahu karena mereka begitu tertutup. Terus terang saja, aku mengkhawatirkanmu.”
Caius kali ini menakuti dan sedikit melebih-lebihkan. Ia tidak ingin membuat Raven gusar. Raven yang marah bisa jadi mempengaruhi kehidupannya juga.
“Dengan kedudukan dan pengaruh yang aku bawa, seharusnya mereka akan berhati-hati bukan?”
Freya sangat jarang menganggap nama maupun kedudukannya sebagai sesuatu yang penting. Tapi ia akan membutuhkan nama itu untuk bertahan di sana.
“Ya, memang cukup lumayan. Sebagai putri dari Count dan juga Wycliff, orang akan segan. Tapi jangan berharap semua akan mendukungmu begitu saja. Kau tidak tahu lawan Sverre akan memakai cara apa. Begitu aku mengirim surat rekomendasi, mereka akan mencari cara untuk melawanmu.” Caius kembali memperingatkan. Nama Wycliff cukup menyilaukan, tapi bukan berarti tanpa lawan.
“Kalau begitu kirim surat itu nanti, saat aku sudah boleh berkunjung. Mereka tidak akan punya waktu untuk berpikir sebelum aku datang. Mereka akan menutup istana selama enam bulan bukan?”
Freya cukup tahu karena kemarin mendapat penjelasan tentang ini. Masa berkabung kematian King Haakon—Ayah Sverre, adalah enam bulan. Lama, tapi memang itu tradisinya.
Sebelum masa berkabung itu berakhir, istana Norwegia akan mati suri. Mereka tidak menerima tamu, tidak melakukan perayaan apapun, bahkan berpolitik juga dilarang. Ini berarti tidak ada penobatan dan juga persaingan atas tahta—juga pernikahan.
Sistem pemerintahan yang mengurus kepentingan umum tetap akan berjalan biasa, tapi istana utama tertutup.
“Kau punya waktu enam bulan untuk berpikir sebenarnya. Pikirkan lagi—beberapa kali dan…”
“Aku tidak akan berubah pikiran.” Freya memotong.
“CK! Kalian Wycliff susah sekali dinasehati,” keluh Caius. Mirip seperti ayahnya, Freya tidak terlihat ingin berubah pikiran dengan mudah saat sudah bertekad.
“Pokoknya buat saja, nanti aku akan memberi tahu kapan harus mengirimnya,” kata Freya.
Caius tersenyum masam saat mendengarnya. Freya baru saja menyuruhnya. Seperti anggota keluarganya yang lain, Freya tidak terdengar enggan saat menyuruh seorang raja.
“Oke, tapi… dari segi politik. Sebenarnya aku tidak ingin memihak pada siapapun pewaris tahta mereka. Dengan mengirimmu kepada Sverre atas nama kerajaan, aku khawatir mereka akan menganggap Swedia mendukung Sverre. Ini…”
“Apa kau tidak mendukung Sverre? Dia Putra Mahkota yang asli! Dia putra dari Ratu! Dia yang berhak mewarisi tahta.”
Freya meradang karena Caius baru saja mengesankan ia tidak mendukung Sverre menjadi raja.
“Tenang dulu.” Caius menggelengkan kepala, sambil mengeluh karena Freya mudah sekali marah seperti Wycliff yang lain juga.
“Aku mendukung Sverre seratus persen, tapi aku raja. Aku mewakili seluruh rakyat kerajaan ini. Aku tidak bisa menampakkan pilihan yang sejelas itu. Seumpama—hanya seandainya, Sverre kalah, kau pikir akan seperti apa hubungan Swedia dengan Norwegia nantinya? Raja yang baru akan tahu aku mendukung lawannya. Hubungan diplomatik antar dua negara akan canggung dan rentan. Ini yang aku maksud.” Caius menjelaskan perlahan.
“Kalau Sverre tidak menjadi raja, kau turun saja. Ada Dale bukan? Dengan Dale menjadi raja, sikap politikmu tidak akan menjadi masalah. Kau bukan raja lagi,” tukas Freya. Dengan enteng menyuruh Caius turun tahta.
“Ya, kau mirip sekali dengan Raven. Kau terlalu sering bersamanya. Kau keji saat memberi saran.” Caius mengeluh lagi sambil memutar bola matanya, sementara Freya berdiri.
Ia sudah menyampaikan semua keinginannya.
“Kau cobalah untuk belajar mengenai politik dan pembagian kekuasaan di kerajaan itu, agar kau tidak terlalu terkejut nanti. Pakai perpustakaan istana. Ada banyak catatan tentang kerajaan itu yang tidak terbuka untuk pengetahuan umum.”
Meski mengeluhkan sikap Freya, Caius pada akhirnya tetap membantu.
“Baik. Terima kasih… mm.. Yang Mulia.”
Freya menyebut gelar terakhir itu sebagai godaan tentu. Caius tampak tertawa, saat mengantarnya ke pintu.
“Semoga berhasil.” Caius memberi doa sambil melambai kepada Freya yang menjauh. Ia tahu Freya akan menghadapi tantangan lain yang lebih mengerikan.
Yaitu bicara dengan ibunya. Caius tentu sangat mengenal Ellie—Ibu Freta.
Wanita itu bisa terlihat seperti kucing yang lucu, tapi ada kalanya bisa menjadi kucing liar dengan kuku terhunus tajam.
Terutama saat ada anggota keluarganya yang terancam. Akan sulit bagi Freya untuk mendapatkan izin, kalau sampai Ellie menganggap rencana Freya akan membahayakan dirinya sendiri.
*Tant : Tante
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
