Cerita ini pernah dipublish di platform UCNews, tapi sekarang layanannya sudah tutup.
Dan sekarang aku upload ulang di sini.
Semangat membaca & semoga terhibur!
Tidak pernah aku duga, walau sekali saja. Awal kali aku berjumpa denganmu. Kali ini, aku temukan cinta. Dalam hatiku berbicara, mungkinkah kau pun merasakannya?
Awalnya, memang aku tidak terpikirkan untuk mengungkapkan perasaan itu. Karena, aku ingin hati ini benar-benar siap untuk mencintaimu. Dan ketika kau tawarkan pertemanan, aku ulurkan tangan menyambutmu. Dengan senang hati aku menerimanya.
Seiring dengan berjalannya waktu, dan setiap kali aku memperhatikanmu. Rasa dihatiku ini semakin kuat. Kau seperti membasuh dahagaku yang kehausan. Menyiram benih cinta yang sudah tertanam di hati. Untuk tumbuh dan berbunga. Dan, aku melihatmu bagaikan bidadari.
Aku mengerjapkan mata dan pandanganku berpaling darimu. Ketika kau menyadari tatapanku. Aku selalu berusaha berpura-pura tidak terjadi apa-apa ketika berhadapan denganmu. Entah kenapa, aku selalu ingin menyembunyikan hal itu darimu.
Mungkin aku memang pengecut, karena nyaliku selalu ciut. Untuk mengatakan hal yang sebenarnya padamu. Aku lebih memilih untuk membohongi diriku sendiri. Dan berpaling ke lain hati. Tapi, itu tak pernah berhasil aku lakukan.
Perasaan ini semakin menggila. Bayangmu terus menghantui mimpiku. Rangkaian kata yang aku tulis selalu tentang dirimu. Ribuan puisi telah tercipta untukmu. Tapi, hanya bisa aku simpan saja dalam lembaran kertas bergaris.
Kau pernah bilang, kau menyukai seseorang. Dan jujur, hatiku menjerit ketika aku tahu itu adalah sahabatku sendiri. Tapi, aku tidak ingin hatiku hancur begitu saja. Aku terus berusaha untuk menunjukkan bahwa aku mencintaimu. Hanya saja, kau tak pernah mau mendengarkanku.
Kau lebih percaya pada sahabatku, jika yang aku lakukan adalah untuk menarik simpatimu saja. Aku marah padanya. Aku tidak habis pikir, kenapa dia bisa-bisanya menghasut dirimu agar tidak mempercayaiku. Bukannya aku berburuk sangka, tapi setelah aku telusuri. Ternyata dia juga suka padamu. Mungkin karena itulah dia melakukan hal itu.
Tapi, kau berbalik marah padaku dan bilang “kalau lo gak ingin pertemanan kita hancur. Lo buang jauh-jauh perasaan itu.” Dengan nada keras kau katakan itu padaku. Apa aku salah mencintaimu? Dia juga sahabatmu, kan? Tapi, kenapa kau tolak aku dengan alasan itu?
Aku tahu itu hanya akal-akalan kau saja. Biar kau bisa berdua bersamanya, tanpa terganggu olehku. Tapi, kau membela diri dengan mengatakan “gue memang suka padanya. Tapi, gue gak ada hubungan apa pun dengannya.” Aku terima itu, dan aku mengiyakan untuk melupakan perasaan itu. Karena, aku pikir itu pilihan terbaik. Dan aku masih bisa bersamamu.
Hanya saja, setelah kejadian itu. Aku merasakan perubahan sikap darimu. Kau yang bilang tidak ingin aku jauh darimu. Tapi, kau sendiri yang menghianatiku. Bersamanya, kau perlahan menjauh dariku. Membuat jarak yang jauh denganku. Dan di situ aku merasa bodoh, bisa-bisanya aku dipermainkan oleh kalian berdua.
Ketika aku sudah bisa berpaling darimu. Dan jarak di antara kita sudah benar-benar jauh. Kau baru sadar, kalau kau membutuhkanku. Tapi, kau tidak mau mengakui kesalahanmu sendiri. Dengan egoisnya, kau menyalahkan aku. Atas apa yang sudah terjadi padamu.
Kau merasa tidak didukung olehku, ketika banyak bibir yang mencibir kedekatan kalian berdua. Tapi, ketika aku memberimu solusi untuk masalahmu itu. Untuk tidak terlalu dekat dengannya. Kau malah tidak mau menerimanya. Karena, kau menganggapku sama saja dengan mereka. Yang benci dengan kedekatan kalian berdua.
Kau bilang “lo sahabat macam apa? Bukannya ngedukung, malah misahin gue sama dia.” Lantas aku berpikir, kalau kau benar-benar tidak mau mengerti. Pemikiranmu hanya ingin dihargai oleh orang lain. Olehku, yang pura-pura kau anggap sahabatmu. Yang sebenarnya tak pernah kau hargai.
“Oh, jadi gitu. Lo berdua beneran pacaran.” Sejenak aku tertawa meledek. “Hebat bener, taktik lo berdua. Nganggap gue sahabat, biar gue bisa menolong lo berdua. Egois banget, lo jadi orang.” Seketika aku menerima tamparan keras di pipi kiriku, setelah aku berbicara seperti itu. Itu memberiku tanda kalau kau benar-benar egois.
“Lo berani-beraninya bilang gue egois. Tapi, lo sendiri masih aja gak percaya. Kalo gue gak ada hubungan apa pun sama dia.” Lagi-lagi kau katakan itu untuk membela dirimu. Sudah basi, tidak akan berhasil membuatku percaya lagi. Aku sudah tahu semuanya. Semua yang kau sembunyikan.
Aku menatap balik tatapan matanya yang tajam itu. Aku berusaha setenang mungkin, sekarang. Lalu, mengatakan “baiklah, kalo seperti ini sikap lo. Hancur sudah pertemanan kita, sekarang.” Dan aku memperingatinya “tapi, jangan salahkan gue. Karena ini ulah lo sendiri, yang gak mau mengerti gue.”
“Mungkin gue salah, tapi gue bukan kalah dari lo.” Lucu sekali, aku masih mendengar keangkuhan darimu. Setelah apa yang sudah terjadi. Dan itu membuatku tambah yakin, untuk mundur dari pertemanan ini. Daripada aku terus terjebak dalam permainanmu.
“Terserah. Yang penting, gue mundur dari pertemanan ini.” Lalu, aku pergi dari hadapannya. Menyudahi perdebatanku dengannya. Dan meninggalkan semuanya, demi kebaikanku sendiri. Jika ini takdir, maka sudah seharusnya terjadi.
Mulai sekarang, aku akan melakukannya lebih baik. Lebih berani lagi mengungkapkan perasaan. Lebih memahami lagi arti pertemanan. Lebih tahu lagi mana yang hanya memanfaatkanku. Dan lebih peduli lagi kepada diriku sendiri. Demi terciptanya keharmonisan yang indah dalam hidupku.
=================================
Terima kasih sudah membaca cerita ini sampai selesai!
Instagram @ainksarjang
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰