
01. Awal
"Dia.. Alkahfi Pratama." –Syila.
01. Awal
Pagi hari, Syila sudah bersiap-siap untuk melaksanakan pembekalan KKN. Perempuan itu mematut dirinya di depan cermin, merapikan jilbabnya, lalu mengambil tas bahu berukuran sedang yang terletak di pinggir ranjang.
Ting!
Notifikasi ponsel membuat Syila mengalihkan atensinya pada benda pipih yang terletak di atas nakas. Ia segera mengambil ponselnya, barangkali ada informasi penting mengenai pembekalan KKN.
Dahi Syila berkerut usai membaca sebuah pesan masuk dari direct message instagram-nya. Lelaki dengan username instagram @kafipratama07 baru saja membalas pesannya.
@kafipratama27 :
Waalaikumsalam, Nasyila. Maaf baru balas, Nasyila.
Ini nomor whatsapp saya : 082391xxxxxx
Menghela napas, Syila langsung menyalin nomor ponsel lelaki itu untuk dimasukkan ke dalam grup. Lelaki itu adalah Alkahfi Pratama, teman satu kelompok KKN-nya. Padahal Syila sudah mengirim pesan itu beberapa hari yang lalu. Ia dipaksa oleh teman-temannya untuk meminta nomor ponsel Alkahfi, karena hanya satu orang itu yang belum masuk ke dalam grup yang telah mereka buat. Lalu lelaki bernama Alkahfi itu baru membalas pesannya pagi ini. Apakah dia tipe mahasiswa yang sangat santai, bahkan tidak peduli tentang KKN yang akan dilaksanakannya?
"Syila! Kenapa belum sarapan? Mama udah masak dari tadi." Sebuah suara yang sudah sangat Syila hafal membuyarkan lamunannya tentang lelaki bernama Alkahfi itu.
"Iya, Ma. Ini Syila mau sarapan." Perempuan itu setengah berlari keluar dari kamarnya.
"Kok muka kamu kayak lesu gitu?" tanya Nira, ibunda Syila.
Syila yang sedang sarapan sembari melamun, mendongak menatap Nira. "Nggak apa-apa kok, Ma." jawabnya singkat.
"Kenapa? Kamu kok kayak nggak semangat gitu mau KKN?"
"Kamu masih takut?" tebak Nira yang dijawab anggukan oleh Syila.
Perempuan berusia 40-an itu terkekeh, lalu tangannya terulur untuk mengusap punggung anak sulungnya itu. "Udah, nggak usah takut. Siapa tahu nanti kamu bisa cinlok di KKN, 'kan?" godanya.
Cinlok atau cinta lokasi. Satu hal yang kerap terjadi kepada mahasiswa yang melaksanakan KKN. Tinggal bersama dan melakukan banyak hal bersama, tak jarang membuat para mahasiswa terjerat percintaan, baik dengan anggota kelompoknya maupun dengan anggota kelompok lain.
Syila mendengkus, ia bertekad tidak akan terjerat drama percintaan KKN semacam itu. "Nggak mungkin lah, Ma. Aku nggak mau cinlok, lagian cowok di kelompokku nggak ada yang ganteng kayaknya," ujarnya.
Nira menggelengkan kepalanya, "Emang harus yang ganteng?" tanyanya heran.
Syila mengangguk, "Yang ganteng 'kan menarik perhatian, Ma."
"Nggak harus ganteng untuk menarik perhatian, Syil. Bisa aja kamu nanti tertarik karena sifatnya, 'kan?"
Syila menghela napas, "Iya sih, Ma. Tapi poin utamanya harus ganteng dulu nggak, sih? Soalnya kalau dia jahat nanti, setidaknya dia cuma nyakitin hati aja, nggak nyakitin mata karena dia ganteng."
Nira tertawa seraya menggelengkan kepalanya, ia tidak habis pikir dengan pemikiran anaknya. "Ya sudah, buruan kamu habiskan sarapannya, mama mau ke kamar mandi dulu," ujarnya kemudian berlalu meninggalkan Syila.
Sepuluh menit kemudian, Syila sudah menghabiskan sarapannya. Kemudian ia bergegas untuk mencuci piring, baru setelah itu berpamitan pada Nira untuk berangkat ke kampus.
"Berangkat dulu, Ma. Assalamualaikum." Syila mencium punggung tangan Nira, lalu berjalan menuju motornya.
"Waalaikumsalam, hati-hati!" jawab Nira.
Syila memakai helm, lalu menghidupkan mesin motornya dan berlalu meninggalkan halaman rumahnya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 15 menit, Syila sudah sampai di area parkir auditorium kampusnya. Perempuan itu segera memarkir motor, lalu duduk di sebuah kursi yang ada di bawah pohon besar.
Syila mengambil ponsel dari dalam tasnya dan membuka aplikasi WhatsApp yang ternyata sudah ramai notifikasinya.
KKN Hutan Mekarsari :
Giska : Teman-teman, udah ada yang datang?
Liviana : Belum, baru mau otw.
Amanda : Baru sampai nih, kita ngumpul di mana?
Giska : Coba tanya sama yang udah sampai, soalnya aku masih di kos😂
Amanda : Yah, Giska😂 Kirain kamu udah sampai.
Giska : Lagi sarapan, sebentar lagi otw kok.
Amanda : Oke. Manda di kantin samping audit ya.
Nasyila : Aku di bawah pohon dekat kantin.
__________
Setelah mengirim pesan di grup, Syila hendak menyusul Amanda yang berada di kantin. Namun ponselnya berdering, ada panggilan masuk dari Nafiza.
"Assalamualaikum, Nasyila. Aku juga di bawah pohon dekat kantin, kamu yang mana?" tanya seseorang di seberang sana begitu Syila menjawab panggilan teleponnya.
Syila memang belum bertemu dengan keenam teman kelompoknya. Saat pertemuan di sebuah kafe beberapa hari yang lalu, ia memilih tidak hadir dengan alasan sakit. Alhasil, ia belum mengenal teman-teman barunya itu.
"Waalaikumsalam, aku lagi duduk di kursi. Pakai jilbab abu-abu," jawab Syila seraya celingukan mencari keberadaan Nafiza.
"Oh iya, aku pakai jilbab hitam," sahut Nafiza lagi.
Syila mengedarkan pandangannya hingga ekor matanya menangkap seorang perempuan berjilbab hitam yang sedang berjalan ke arahnya.
"Nasyila, ya?" tanya perempuan itu saat sudah berada di depan Nasyila.
Syila tersenyum, "Iya, panggil Syila aja. Kamu Nafiza?" tanyanya yang dijawab anggukan oleh Nafiza.
***
Semua mahasiswa yang akan mengikuti pembekalan KKN sudah berada di auditorium kampus. Termasuk Syila dan teman-teman sekelompoknya.
"Ini daftar hadirnya." Nafiza seraya menyerahkan selembar kertas kepada Syila.
Syila menerima kertas tersebut, kemudian menandatangani daftar hadir mahasiswa. Matanya meneliti nama-nama teman sekelompoknya yang sudah hadir hingga ia melihat satu nama yang belum ada tanda tangannya. Alkahfi Pratama, lagi-lagi nama lelaki itu.
"Ini siapa yang mau jadi ketua kelompok? Cowok di kelompok kita cuma dua orang, 'kan?" tanya Giska seraya melihat lembar daftar hadir yang diserahkan oleh Syila kepadanya.
"Iya, cuma dua orang. Alkahfi itu yang mana, sih? Bentar lagi mau mulai pembekalan, tapi belum datang juga. Udah gitu nggak ngabarin apa-apa di grup, 'kan?" Perempuan yang duduk di sebelah Giska ikut mengomentari mengenai lelaki bernama Alkahfi itu. Ia adalah Liviana Putri, namun orang-orang biasa memanggilnya Ana.
"Iya, pas pertemuan kemarin nggak datang, terus sekarang pun nggak ngabarin apa-apa pula," sahut Septian.
"Gimana mau datang, orang dia aja baru masuk grup tadi pagi," sahut Giska.
"Nggak niat ikut KKN kali." Syila mengedikkan bahunya seraya memutar bola matanya.
"Huss, nggak boleh gitu!" seru Amanda yang terkekeh mendengar jawaban Syila.
"Ya udah, kalau gitu aku aja yang jadi ketuanya," ucap Septian, satu-satunya laki-laki di kelompok KKN Hutan Mekarsari yang sudah hadir.
"Gimana? Kalian setuju?" tanya Ana.
"Aku sih setuju-setuju aja," sahut Giska.
"Nafiza gimana? Kayaknya diam aja dari tadi?"
Nafiza yang disebut namanya oleh Septian, mendongak menatap lelaki itu. Ia menyunggingkan senyum tipis. "Aku setuju juga," jawabnya singkat.
Semua anggota pun setuju jika Septian yang menjadi ketua kelompok, setelah itu mereka pun berunding untuk memilih bendahara dan sekretaris.
"Siapa yang mau jadi bendahara?" tanya Septian seraya menatap temannya satu per satu.
Tidak ada yang menjawab, mungkin mereka berpikir menjadi bendahara lebih besar tanggung jawabnya.
"Manda aja deh," jawab Amanda akhirnya. Semua anggota pun setuju jika Amanda yang akan menjadi bendahara.
"Sekretaris? Siapa yang mau?" tanya Septian lagi.
"Syila aja," sahut Amanda yang membuat Syila melotot.
"Nggak mau aku!" tolak Syila.
"Kenapa?" tanya Septian dengan kerutan tipis di dahinya.
"Udah, nggak apa-apa, Syila. Nanti Manda bantuin juga, daripada nggak ada sekretaris di kelompok kita," ucap Amanda lagi, berusaha meyakinkan Syila.
Syila mengangguk pasrah, mau bagaimana lagi? Pasti teman-temannya yang lain tidak ada yang bersedia untuk menjadi sekretaris. Buktinya sedari tadi mereka hanya diam saja.
Suara para mahasiswa yang terdengar riuh sejak tadi langsung menjadi hening ketika beberapa Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) memasuki auditorium. Pembekalan KKN akan segera dimulai.
"Permisi, ini kelompok KKN Hutan Mekarsari, ya?" tanya seorang laki-laki yang baru memasuki auditorium dan berdiri di pinggir tembok, tepat di samping tempat duduk Septian.
"Saya Alkahfi Pratama. Teman-teman bisa memanggil saya Kafi," sambung lelaki itu lagi ketika melihat teman-temannya hanya diam mematung memandangnya.
Syila memandang lelaki bernama Alkahfi Pratama itu beberapa saat, penampilannya cenderung rapi dengan potongan rambut yang tidak berlebihan. Syila dapat melihat senyuman tulus dan sepasang mata yang teduh itu kala tatapan mereka berserobok.
Syila yakin bahwa Kafi adalah lelaki yang baik, hal itu terlihat dari caranya berbicara. Lelaki itu memiliki sopan santun. Namun, kenapa dia terlihat ogah-ogahan mengikuti KKN?
***
Hari menjelang sore, pembekalan KKN baru saja selesai dilaksanakan. Kini semua mahasiswa sudah mulai meninggalkan auditorium.
Syila setengah berlari menghampiri seorang perempuan yang mengenakan jas almamater berwarna hijau sepertinya. "Ris, tunggu!" teriaknya.
"Mau pulang?" tanya Syila begitu tiba di depan perempuan yang dipanggilnya tadi. Perempuan itu adalah Riska, teman satu jurusannya sejak semester satu.
"Iya, kamu juga?" tanya Riska.
Syila mengangguk, "Pulang bareng aku aja, tapi kita ke super market dulu ya, ada yang mau aku beli."
"Oke, boleh. Eh, gimana teman sekelompok kamu? Seru-seru nggak?" tanya Riska lagi, kemudian lanjut berjalan menuju area parkir.
Syila ikut berjalan bersisian bersama perempuan bernama Riska itu. "Kayaknya sih mereka seru-seru ya, rata-rata banyak ngomong juga. Tapi ada yang pendiam sih, mungkin baru kenal kali, ya."
Riska hanya manggut-manggut, "Kalau cowoknya gimana? Ada yang ganteng?"
Syila mencubit pinggang Riska, "Yang ganteng mulu ditanyain."
Riska terkekeh, "Kayak kamu nggak aja! Aku serius, ada yang ganteng nggak?"
"Biasa aja sih, cuma ada nih satu cowok yang kayak nggak niat ikut KKN."
Riska menoleh ke arah Syila dengan kerutan di dahinya, "Nggak niat gimana?"
Menghela napas, Syila duduk di atas motor Beat hitamnya begitu tiba di area parkir. "Bayangin ya, saat pembagian kelompok itu aku 'kan langsung nyari anggota tuh di ig, sampai akhirnya ketemu ig-nya Giska, terus tukaran nomor WhatsApp, lalu dia bikin grup. Udah gitu dia masukin aku dan anggota lainnya, tapi ada satu cowok itu yang susah banget nyari ig-nya. Akhirnya si Ana ketemu ig-nya karena kebetulan dia punya teman yang satu fakultas sama cowok itu." Syila menjeda sejenak ucapannya.
"Terus nih, Ris. Si Ana suruh aku yang dm cowok itu, awalnya sih aku nggak mau. Tapi karena aku mikir yang lain pasti nggak ada yang mau dm, ya udah akhirnya aku dm. Terus tahu nggak? Dia baru balas tadi pagi. Nggak niat banget, kan? Udah gitu tadi juga dia telat datang," cerocos Syila panjang lebar.
"Sibuk kali dia," jawab Riska singkat, lalu ia duduk di atas motor Vario putih yang berada tepat di sebelah motor Beat Syila.
"Nggak tahu deh, kelihatannya kayak nggak niat aja gitu."
Riska mengedikkan bahunya, "Namanya siapa?" tanyanya.
"Al.."
"Permisi.." Suara bariton yang berasal dari belakang Syila dan Riska membuat mereka kompak menoleh ke belakang. Ada dua laki-laki yang sedang menatap bingung ke arah mereka.
"Itu motor saya," ucap lelaki yang mengenakan topi hitam seraya menunjuk ke arah motor Vario putih yang diduduki oleh Riska.
Dia.. Alkahfi Pratama.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
