
Chapter 1 : Kisah Lama, Teman Lama
Kisah tentang sebuah Band yang dibentuk kembali oleh 3 teman lama Dipo, Bismo dan Jony setelah 3 tahun vakum karena kejadian yang memilukan saat mereka di SMA, kala itu nama Band mereka adalah “The Four Roses” dengan Gitarist mereka Jerry yang sudah tiada karena pertikaian dengan Anak Borju Pimpinan Bram Cs (kayak orkes melayu :D).
Saat ini mereka telah memasuki bangku kuliah, Dipo dan Bismo berusaha mengumpulkan lagi hasrat mereka untuk kembali merajai dari panggung...
Chapter 1 : Kisah Lama, Teman Lama
Pagi ini sangat cerah, matahari bersinar seakan mengiringi langkah semua orang yang akan memulai aktivitasnya hari ini. Hiruk pikuk lalu lintas di Ibukota sangat padat, apalagi pada hari Senin seakan semua orang berlomba keluar rumah yang menyebabkan kepadatan lalu lintas disana-sini. Denyut kehidupan di kota Jakarta memang begitu kencang, ini mungkin dikarenakan Jakarta adalah pusat bisnis dan kota metropolitan dengan segala macam persoalan yang tak mungkin ditemui kota-kota lain di Indonesia. Salah satu persoalan yang sampai hari ini belum terselesaikan adalah Kemacetan Lalu Lintas selalu saja terjadi dimana-mana yang menyebabkan banyak waktu terbuang percuma di jalanan.
“I don’t like Monday“ kata Dipo kepada dua temannya Samy dan Beny yang duduk disampingnya, bis yang mereka tumpangi terjebak dalam kemacetan dan lumayan penuh sesak berjalan lambat menuju kampusnya.
“Kalo gue, I like Monday karena cewe-cewe kampus pasti fresh semua setelah weekend” jawab Beny enteng.
“Kalo Eike, semua hari suka. Monday, Tuesday, Wednesday….., apalagi Friday, udah mau weekend. Tapi pagi ini Eike sebel deh! Dan Ihhh…kenapa sih kita naik bis??, Please deh!! Eike kan ga biasa, coba kalo mami Eike tau Samy naik bis, pasti Eike udah dimandiin air kembang!” kata Samy dengan tingkahnya yang kemayu dan jadi pusat perhatian semua orang didalam bis.
“Hei bences, mendingan elo jangan ngomong bikin malu kita aja, dikira kita bawa personilnya Party Doll” hardik Beny kepada Samy.
“Lagunya Mick Jagger kali Party Doll!, Fantastic Doll kale!” jawab Samy yang gak rela disamain dengan group para bences.
“Udah, udah elo berdua jangan ribut melulu. Sekali-kali elo berdua bareng gue merakyat, ke kampus naik bis” Dipo coba menengahi.
“Kampanye kali merakyat” sela Samy enteng.
“Tau nih bences, sekali-kali merakyat! Kaya gue dong biarpun bercucuran keringat tapi tetap enjoy!” kata Beny sambil menyeka keringat di dahinya pakai sapu tangan. Biasanya Samy dan Beny kalau pergi ke kampus selalu berbarengan naik mobilnya Beny. Tapi kali ini mereka berdua naik bis bareng Dipo karena mobilnya Beny masuk bengkel ganti oli dan kanvas rem. Samy dan Beny telah berteman lama sejak TK, sedangkan dengan Dipo mereka berdua akrab sejak SMA. Begitu juga dengan orang tua Samy dan Beny sudah begitu akrab seperti saudara. Ini dikarenakan rumahnya Samy dan Beny satu kompleks dan berdekatan. Maminya Samy selalu menitipkan pesan kepada Beny untuk menjaga Samy supaya tidak terjerumus menjadi Banci yang ngamen bawa kecrekan disetiap perempatan lampu merah. Dan maminya minta kepada Beny untuk mengajarkan Samy menjadi lelaki sejati tidak kemayu seperti saat ini. Tapi usaha Beny menyadarkan Samy dari tingkah polahnya tidak begitu mudah, pernah suatu waktu dia minta bantuan Dipo. Tapi Dipo menolaknya karena sama saja dia mengajarkan orang yang sedang hilang ingatan alias gokil.
“Iya tau, tapi Eike kan ga pernah naik bis dan ihh.. panas!, kalo panas begini biasanya penyakit Eike kambuh.” rengek Samy kepada dua sahabatnya. Memang Samy tidak pernah naik angkutan umum, dia dari TK hingga SMA selalu diantar oleh papinya. Dan sekarang semenjak kuliah dia selalu nebeng dengan Beny yang bawa mobil. Beda dengan Dipo yang sudah dari dulu ngejar-ngejar bis untuk ke sekolah.
“Sam, Samy jangan di sini! Penuh sesak nih gue bisa pingsan” larang Dipo yang udah hapal banget penyakitnya Samy kalo kepanasan.
“Tuh..kan, Eike ga bisa nahan!” kata Samy tanpa dosa. Seketika bunyi “prepet..pet..pet, pess!!” suara yang merdu keluar dari pantat Samy. Kontan penumpang bagian belakang bis yang berdekatan dengan mereka bertiga pada sibuk berusaha untuk nutup hidung, ada yang ngibas-ngibasin tangannya dan ada yang sibuk nyari sapu tangan sambil melihat kesal kearah Samy.
“Dip! Buka jendelanya cepet!” suruh Beny kepada Dipo yang duduk dekat jendela bis sambil menutup hidungnya dengan sapu tangan.
“Baunya lebih parah dari tikus mati neh!, elo tadi pagi makan bangke tikus ya Sam?” kata Dipo kesal.
“Kan Eike udah bilang sebelum naik bis, kalo kepanasan penyakit Eike pasti kambuh. Tadi Eike usul naik taksi Mas Dipo ga mau” kata Samy coba membela diri.
“Pantat elo aja ga pernah disekolahin!!. Gak kepanasan, gak kedinginan pantat elo buang gas melulu!, gue tambal pake lem pantat elo baru tau rasa!” Beny sewot yang sudah sering mencium aroma pantatnya Samy.
“Ban kali pantat Eike mau ditambal!!” sela Samy sambil memonyongkan bibirnya.
“Huuh, Muke elo gue garuk neh!. Malu dong ama penumpang yang lain!” Beny tambah mangkel dibales Samy dengan juluran lidah, sedangkan penumpang bis yang berdekatan dengan mereka bertiga pada sewot dengan semburan gas dari Samy. Dipo sendiri berusaha untuk buka jendela bis selebar-lebarnya. Memang sebelum naik bis Samy sudah kasih usul untuk naik taksi tapi Dipo mengelak dan membujuk kedua sahabatnya itu untuk naik bis saja, dan uangnya mendingan buat traktir Dipo makan siang.
Dipo melihat ke arlojinya yang sudah menunjukkan jam 08.35, “Telat gue, mana ada kuis lagi” maki Dipo sambil menghela napas. Memang bis yang mereka tumpangi jalannya sangat lambat karena lalu lintas padat sekali.
“Kuis apa Dip?, gue juga telat neh! Mata kuliah Arsitektur 3!” tanya Beny.
“Matematika 3, mana kuis terakhir sebelum midtest!. Masalahnya ini dosen ga pernah kasih toleransi waktu, harus jam 09.00 teng! Kalo lewat 1 menit aja ga boleh masuk” Dipo coba menjelaskan kepada dua sahabatnya.
“Eike juga telat neh, mata kuliah Akuntansi! Eh mas Dip, kalo ga boleh ikut kuis Matematika 3, ikut kuis ‘Berpacu dalam Melodi’ aja!” kata Samy ngelantur.
“Nih bences tambah lama, tambah lucu dan ngeselin lagi” jawab Dipo.
“Tau nih!, gue pacul muke elo” sahut Beny ke Samy yang mesem-mesem.
“Sawah kali muka Eike mau dipacul” jawab Samy enteng sambil memonyongkan lagi bibirnya. Perlahan tapi pasti bis yang mereka tumpangi mulai berjalan agak cepat tidak merambat seperti 5 menit yang lalu, rupanya ada kecelakaan antara mobil sedan MERCEDEZ dengan mobil sedan BMW. Terlihat keduanya beradu mulut untuk mencari pembelaan diri, ini jadi tontonan bagi para pengendara mobil yang lewat disebelahnya dan menyebabkan kemacetan sekitar 5 km. si pengendara sedan Mercedez begitu gigih dalam beragumentasi dengan si pengendara sedan BMW, meskipun dia yang menabrak dari belakang. Untung ada Pak Polisi yang menengahi kejadian tersebut dan sekalian mengatur arus lalu lintas yang macet.
“Ohh..pantas, ada tabrakan toh” kata salah satu penumpang di bis. Samy yang secara tidak sengaja melihat ada yang ganjil dengan si pengendara mobil sedan mercedez yang tidak begitu jauh dari bisnya sontak berteriak “Heeyy!! Oom garasinya terbuka tuh!” seketika perselisihan antara pengendara mobil yang coba ditengahi Pak Polisi terhenti. Pengendara mobil mercedez bingung ada teriakan dalam bis yang ditujukan kepadanya, “Iya.. resletingnya belum ditutup” teriak Samy lagi sambil menunjuk ke arah resleting yang terbuka. Kontan si pengendara mercedez cepat-cepat membenahi resletingnya yang terbuka. Semua penumpang dalam bis yang melihat kejadian itu pada tertawa lepas, begitu juga dengan Pak Polisi dan si pengendara mobil BMW yang ditabrak hanya tersenyum kecut.
“Wah…mungkin, dia kebelet pipis!, jadi pipis di botol aqua sambil nyetir dan ga ngelihat mobil di depannya!” kata Dipo sambil coba me-rekonstruksi kejadian tabrakan tersebut.
“Mungkin juga bukan pipis, tapi yang lain!. Yang mendatangkan kenikmatan….” sahut Beny yang mengarahkan kejadian tersebut ke arah yang rada-rada parno.
“Ah.. elo pikirannya jorok melulu!” sergah Dipo.
“Tong Sampah kali jorok!, tapi dia nyetir sendirian, Bo! Gak ada ceweknya” sahut Samy
“Self Service kali!, udah ga tahan!!!” sahut Beny yang dibarengi dengan tawa mereka bertiga. Dalam tertawanya, Beny memperhatikan Dipo yang dikenalnya sejak SMA dan baru kali ini dia melihat Dipo tertawa lepas. Semenjak kejadian 3 tahun yang lalu tidak pernah Beny melihat Dipo tertawa seperti ini. Kejadian yang membuat grup musiknya bubar, sohibnya Jery sang gitaris meninggal dalam kecelakaan adu balap motor dengan musuh besarnya Bram dari Genk Borju dan lebih menyakitkan lagi ditinggalin Nadya yang membuat hatinya hancur luluh lantak. Beny dan Samy adalah dua orang sahabat dari SMA yang paham sepak terjang “The Four Roses” grup musik bentukan Dipo dengan Jery, Jony dan Bismo. Mereka berempat adalah musuh besar Genk Borju (Bram, Adi, Beno dan Dony). Sebenarnya Beny saat ini ingin mengutarakan kedatangan Jony dari Surabaya yang akan masuk kuliah di kampus mereka. Tapi niat itu dia urungkan, biar Bismo saja yang akan menyampaikannya. Beny mengerti hubungan Dipo dengan Jony retak setelah mereka berdua merasa bertanggung jawab atas penyebab kematian Jery. Sementara itu, Samy yang melihat Beny memperhatikan tawanya Dipo dan paham apa yang ada dipikiran Beny langsung melayangkan cubitan kemayunya ke pinggang Beny.
“Aduh, bences! Apa-apaan sih lo!, nyubit gue!” teriak Beny sambil miting lehernya Samy.
“Ampuuun, Aa Beny! Make up Eike luntur neh!” kata Samy manja sambil berusaha melepaskan tangannya Beny dari lehernya. Dipo melihat kelakuan dua sahabatnya hanya geleng-geleng kepala.
“Heh! Cumi-cumi! Malu ama penumpang yang lain!, kalo lagi mesraan jangan disini nanti aja di kantin!” Dipo coba menengahi. Samy dan Beny langsung bersikap manis.
“Sam, kita berdua dibilang Cumi-cumi ama Dipo!, iya deh ikan julung-julung sekarang kita bersikap yang manis!” sahut Beny ke Dipo yang tidak rela disebut Cumi-cumi.
“Hmm… ikan sapu-sapu!” ledek Dipo lagi ke Beny dan Samy.
“Berang-berang Air!” jawab Beny ga mau kalah.
“Ikan Sotong!” Dipo juga ga mau kalah cela-celaan ama Beny, sedangkan Samy bingung lihat Beny dan Dipo sahut-sahutan.
“Eit, Stop!, ike nih Ikan Fauzi yang bisa nyanyi…, Pak si pak..pak Preman, preman.. Ohhuohh, Pak si pak..pak Metropolitan.” Samy bergaya ala rocker banci kaleng yang membuat Dipo dan Beny serta seisi bis tertawa dengan tingkahnya. Dari awal naik bis ini mereka bertiga sudah menjadi pusat perhatian seisi bis, terutama dengan tingkahnya Samy yang kemayu seperti Putri Indonesia tahun jebot.
Bis yang mereka tumpangi melaju cepat Dipo agak sedikit lega karena sekitar 1 Km lagi mereka sampai di Kampus yang tercinta yaitu Universitas Nasional Indonesia. Dilihatnya arloji menunjukkan jam 08.50 “Hmm…masih ada sepuluh menit nih, gue bisa ikut kuis Matematika 3” pikir Dipo dalam hati. Tidak lama setelah itu sang kenek memberitahukan kepada penumpang yang sebagian besar mahasiswa, untuk bersiap-siap turun di Halte UNSI.
“Kampus, Kampus…ada Kampus?” teriak Kenek bis.
Dipo, Beny dan Samy serta mahasiswa yang lainnya siap-siap menuju pintu bis bagian belakang, pas sampai di halte kampus Dipo langsung meninggalkan kedua sahabatnya itu menuju kelasnya di lantai 5 gedung Fakultas Teknologi Industri.
“Gue duluan ye!, kalo mau cari gue di warung kopi aja!” teriak Dipo yang langsung lari tanpa menoleh kepada Beny dan Samy. Beny juga langsung kabur ke kelasnya “Bences gue ke kelas dulu!, nanti ketemu di kantin aja!” kata Beny sambil berjalan menuju Gedung Fakultas Teknik Sipil & Arsitektur yang ada dibelakang Gedung FISIP.
“Otree….Bo!” jawab Samy yang berbelok ke kiri dari pintu gerbang menuju Gedung Fakultas Ekonomi.
Kampus Dipo dan teman-temannya merupakan Universitas terbaik di Jakarta, mungkin juga di Indonesia. Kualitasnya tidak kalah dengan Universitas Negeri bahkan bisa dibilang lebih. Banyak orang tua mahasiswa yang ingin anaknya kuliah di kampus yang terkenal dengan singkatan UNSI tersebut. Selain itu pihak Universitas juga membuka jalur beasiswa bagi calon mahasiswa baru yang lulus dengan angka terbaik, beasiswa akan diberikan selamanya jika mampu mempertahankan Indeks prestasinya sampai akhir kuliah. Sebagai contoh ada mahasiswa tingkat 3 dari Jurusan Teknik Mesin (seniornya Dipo) namanya Mustafa Kemal, selama kuliah disini dia tidak pernah bayar uang kuliah malah dibayarin kampus. Ini dikarenakan dari awal masuk dia selalu memperoleh nilai tertinggi, sampai semester 5 ini IP nya selalu 3.85. Dipo geleng-geleng kepala kalo mendengar cerita Mustafa Kemal, sudah ganteng, Ketua HIMA Teknik Mesin, pendiam dan lebih gilanya lagi jenius! makanya si Kemal merupakan salah satu cowo favorit di kampus.
“Hey…Dipo, My man!!” Panggil Bismo yang lagi ngumpul dengan temannya anak-anak Elektro di salah satu bangku koridor kampus dan coba menahan laju larinya Dipo kearah tangga. Bismo adalah sahabat kental Dipo sejak SD bersama Jony dan Jery mereka berempat terkenal dengan “The Four Roses” yang mulai membentuk Band pada kelas 6 SD.
“Nanti Mo!, gue ada kuis!” jawab Dipo sambil berlari menaiki anak tangga.
“Setelah kuis gue punya kabar bagus neh!, gue tunggu di warkop ya!” kata Bismo yang mencoba mengejar Dipo kearah tangga.
“Siap bos!” jawab Dipo lagi yang sudah menaiki tangga lantai 2. Bismo tidak berusaha ngejar Dipo dan kembali ke tempat tongkrongan anak-anak Elektro yang tidak jauh dari tangga.
“Lumayan pagi-pagi olah raga, naik tangga” pikir Dipo, dia lihat jam 8.55 berarti Mr. Torik sudah ada didepan pintu. Sampai jam 9.00 teng dia akan menutup pintu kelas dan akan dibuka sesudah kuis.
“Dip! Tunggu!” Dipo menoleh ada suara yang dia kenalnya memanggil.
“Sep!, elo telat juga?, buruan Sep! si Mr. Torik pasti udah jaga di depan pintu!”
“Gue bangun kesiangan Dip!, semalam gue abis belajar mati-matian ho..hoo..ho” Asep terengah-engah naik tangga.
Dan sesampainya di depan pintu kelas, Dipo dan Asep menghela napas karena Mr. Torik masih menunggu anak-anak Teknik Mesin yang akan mengikuti kuis Matematika 3. Dia senyam-senyum melihat dua mahasiswanya ngos-ngosan.
“Ayo Dipo, Asep silakan masuk, kamu berdua bangun kesiangan?” sapa Mr. Torik
“Jalanan macet Pak, ada tabrakan beruntun” jawab Asep enteng, Dipo kaget juga dengar jawabannya Asep.
“Huuuu… boong pak!” teriak anak-anak yang sudah didalam kelas.
“Jangan mau di boongin Pak! Si Asep paling bokis!” Sindhu ikutan memprovokasi Mr. Torik.
“Yang benar?, kamu memang pintar mencari alasan saja!” kata Mr. Torik lagi sambil melihat jam tangannya sudah menunjukkan pas jam 9.00, sudah saatnya dia menutup pintu untuk memulai kuis.
“Bener Pak! tadi korbannya parah, kepala sama badannya misah!” Dipo menambahi agak membubuhi berlebihan.
“Wah!! Boong tuh Pak! Dimana-mana kepala ama badan misah!” Sindhu masih terus memprovokasi Mr. Torik. Sedang Dipo dan Asep melotot sewot ke Sindhu sambil berjalan menuju bangku yang kosong. Kebetulan Dedy melambaikan tangan menunjukkan bangku yang ada didepannya.
“Oke, semua diam. Sekarang kita mulai Kuis Matematika 3 yang terakhir sebelum midtest. Saya menghimbau kepada rekan-rekan, mengerjakan dengan baik dan benar, karena nilai kuis ini akan membantu nilai kalian di akhir semester nanti.” Mr. Torik mulai serius dan memberikan prolog sebelum memulai kuis. Semua anak-anak Teknik Mesin seangkatannya Dipo yang ngambil mata kuliah ini sudah lengkap dan pada sibuk lihat buku Matematika 3, ada juga beberapa senior yang ngulang mata kuliah tersebut. Sesaat kemudian Kuis dimulai, semua anak-anak konsentrasi pada kuis kali ini.
Sebenarnya Dipo keki juga dengan Mr. Torik, dia salah satu dosen yang tidak memberikan toleransi waktu sekitar 10 menit bagi mahasiswanya jika terlambat, alasannya “Kita Harus Disiplin waktu, kapan kita mau maju jika setiap mahasiswa tidak tepat waktu” jadilah banyak mahasiswa seniornya Dipo yang kebiasaan telat ngulang mata kuliah Mr. Torik. Seperti Ivan seniornya diatas satu tingkat. Dia ngulang mata kuliah Mr. Torik karena sering telat tahun lalu dan tidak lulus. Kata teman-teman seangkatannya, Ivan tidak lulus mata kuliah Mr. Torik karena kebanyakan Job main band di café. Memang Ivan adalah seorang player musik, dia adalah seorang guitarist yang permainannya nyontek abis Nuno Bettencourt nya Extreme dan Eet Syahranie nya Edane. Si Ivan tipe orang yang pendiam dan terobsesi sekali untuk bermain musik yang serius, maksudnya punya band yang solid dan bisa buat demo untuk bikin album. Pernah suatu kali Dipo berpikiran untuk “Come Back” lagi main musik dan mengajak Ivan sebagai gitaris nya, tapi setelah mengingat lagi kenangan 2.5 tahun yang lalu sangat menyakitkan bersama The Four Roses dia urungkan niatnya sampai saat ini.
****
The Four Roses adalah grup band yang dibentuk Dipo sebagai sang Vocalist bersama Bismo (Bassists), Jony (Drummer) dan Jery (Gitarist) pada saat mereka masih kelas 6 SD. Cukup unik memang mereka berempat yang masih SD sudah mahir memainkan alat musik. Ini tidak terlepas dari keluarga mereka berempat yang sudah mengajari anak-anaknya memainkan alat musik pada umur 10 tahun. Seperti Bismo dan Jery sudah diajari gitar klasik oleh ayah mereka yang memang mantan guru gitar klasik di salah satu kursus music terbesar di Jakarta. Kalo Jony sahabat mereka yang rada bengal datang dari keluarga yang ekonominnya sangat berlebih alias tajir. Di rumahnya alat musik lengkap ada drum, gitar elektrik, bas dan keyboard. Rumah Jony dijadikan markas dan tempat latihan mereka berempat. Sejak kelas 5 SD Jony sudah dimasukan kursus drum oleh papa dan mamanya. Lain dengan Dipo yang latar belakang keluarganya sangat sederhana. Ayahnya Cuma pegawai negeri sipil dan tidak ada bakat seni yang turun dari ayahnya. Tapi bakat nyanyi diturunkan neneknya dari Ibu Dipo. Selain menyanyi neneknya juga mahir memainkan alat musik Accordion serta memiliki suara merdu menyanyikan lagu-lagu melayu. Dan yang sangat mempengaruhi Dipo untuk jadi vocalis adalah Oom Dino adik Ibunya, seorang pemusik sekaligus penyanyi rock khusus di café-café yang menyanyikan lagu-lagu rock era 70, 80 dan 90an. Memang Oom Dino pernah buat satu album dengan grupnya tapi entah kenapa penjualan albumnya tidak laku dan sampai saat ini untuk hidupnya Oom Dino hanya main dari café ke café baik di Indonesia maupun di Negara tetangga seperti Singapura, Thailand dan Phillipina. Dan saat ini Oom Dino sedang berada di Manila, dikontrak oleh salah satu café terbesar di kota tersebut selama 3 tahun. Dipo sangat mengidolakan Oom Dino dan ingin sepertinya, dia banyak belajar darinya cara menyanyikan lagu rock yang benar tanpa ngos-ngosan serta kehilangan napas dan suara di tengah lagu. Dan yang terpenting nasehat dari Oom Dino selalu diingatnya sampai sekarang, yaitu :
“Dip, kalo kamu mau jadi penyanyi minimal kamu bisa mainin satu alat musik. Misalnya gitar, biar kamu tahu suara kamu tidak fals saat menyanyi dan bisa mengukur suara kamu main dikunci apa!”, makanya Dipo waktu kecil umur 10 tahun merengek hanya minta dibelikan gitar akustik oleh ayah dan ibunya bukan mainan lainnya seperti mobil-mobilan atau robot-robotan. Tapi sebenarnya hobi Dipo ini tidak didukung penuh oleh ibunya. Dipo diharapkan ibunya untuk menjadi seorang Insinyur Teknik bukan seorang penyanyi atau pemusik. Seperti Mas Wahid kakaknya yang pertama, sekarang ia sedang menyusun skripsi untuk meraih gelar Insinyur Teknik Perminyakan di salah satu Institut Teknik di Bandung. Ibunya pernah bilang ke Dipo begini:
“Dipo, jadi pemusik dan penyanyi belum bisa dijadikan jaminan untuk masa depan. Contohnya seperti Oom Dino, sampai saat ini penghasilannya tidak menentu. Kalo kontraknya habis pasti dia tidak ada kerjaan lagi. Buat album juga tidak laku, sampai-sampai dia bercerai dengan istrinya yang tidak tahan dengan kehidupan perekonomiannya seperti itu”
Dipo hanya cuek bebek mendengar nasehat dari ibunya sewaktu dia kelas 1 SMA, pokoknya obsesi dan cita-citanya hanya di musik, musik dan musik. Apalagi dia punya teman-teman yang satu visi dan satu impian untuk menjadikan “The Four Roses” grup band yang terkenal seperti band-band idolanya Guns N’ Roses, Bon Jovi, Mr. Big dan lain lain. Memang dia tidak memungkiri kehidupan Oom nya sangat bertolak belakang dengan apa yang dia impikan. Dipo memberikan pembelaan bahwa tidak semua nasib pemusik atau penyanyi seperti Oom Dino. Mungkin Oom Dino tidak mempunyai teman sehati dan satu visi untuk bisa menaklukan dunia musik Indonesia. Lain dengannya yang mempunyai Jony, Bismo dan Jery. Menurut Dipo mereka berempat mempunyai Skill dan daya jual fisik untuk menjadi “Rockstar”.
Suatu Siang Di Warkop Setelah Kuis Matematika 3
“Dip!, Dipo…Yuhuuu!. Dipo! Bangun! Siang-siang begini elo tidur!” Bismo membangunkan sahabatnya dari alam mimpi. Dipo terkesiap, didapatinya dia tertidur di bale-bale belakang Warkop tempat anak-anak Fakultas Teknologi Industri nongkrong. Setelah kuis Matematika 3, Dipo yang kelamaan menunggu Bismo di warkop ketiduran karena begitu lelahnya dia memeras otak dan semalaman belajar untuk kuis tersebut.
“Elo mimpi basah ye!, sampe keringetan begitu” tuduh Bismo
“Tau aja lo Mo! Udah dikit lagi tuh gue mau meluk Sarah Azhari, eh malah elo muka jawa yang bangunin gue!” sungut Dipo kesal sambil mencari handuk kecil di dalam tas nya untuk menyeka keringat yang membanjiri dahi dan badannya. Padahal Dipo sendiri agak bingung dengan dirinya, kenapa akhir-akhir ini dia selalu bermimpi tentang masa lalunya bersama The Four Roses. Karena setelah kejadian yang memilukan 3 tahun yang lalu, dan menyebabkan kematian Jery sang gitaris pada suatu kecelakaan, dia tidak ingin mengingatnya lagi.
“Hoiii!, malah bengong nanti kesambet setan gundul loh!” Bismo mengagetkan lamunan Dipo.
“Mo!, kenapa ya? Akhir-akhir ini gue sering mimpiin kejadian-kejadian dulu sama The Four Roses” akhirnya Dipo menjelaskan apa yang selalu mengganggu tidurnya.
“Ya mungkin dalam hati kecil elo, elo masih mau come back lagi untuk main musik. Itu juga kalo elo masih berminat dan punya semangat” Bismo menjawab dengan hati-hati agar Dipo tidak begitu tersinggung. Karena dia paham banget dengan sahabatnya ini mengenai come back lagi di dunia permusikkan yang akan membuat Dipo marah. Sebenarnya Bismo ingin memberitahu tentang kabarnya Jony, yang tadi pagi dia coba sampaikan. Tapi karena pagi tadi Dipo ada kuis maka siang inilah dia akan utarakan kabar tersebut.
“Masa sih!, hati kecil gue ingin balik lagi main musik?. Ah elo aja kali mo! Yang masih ingin nge band”
Bismo garuk-garuk kepala meskipun sama sekali tidak ada yang gatal di kepalanya. Dia bisa memahami setelah kejadian yang memilukan itu Dipo kehilangan dua orang yang sangat dicintainya. Itu yang menyebabkan Dipo menjadi sensitif dan cenderung cepat tersinggung bila berhubungan dengan musik.
“Begini Dip!, sebenarnya gue mau kasih tau elo tentang kabarnya Jony” Bismo menghela napas menghimpun kata-kata untuk menjelaskan tentang kedatangan Jony. Sementara itu di dalam warkop sudah banyak anak-anak Mesin, Industri dan Elektro. Ada yang main gitar dengan membawakan lagu Selalu untuk Selamanya – Fathur yang dimainkan dengan apik dan ancur oleh Sindhu cs (Teguh Kakek, Asep, Mul Black, Pras dan Japra).
“Adakah cinta yang tulus kepadaku, Adakah cinta yang tak pernah berakhir, selalu untuk selamanya…” Koor mereka bertujuh sungguh sangat tidak merdu. Dipadu dengan gaya nyanyi mereka yg norak seperti seorang lelaki sedang berlutut bawa sekuntum bunga didepan para mahasiswi yang lewat di depan warkop. Dan yang paling utama adalah warkop dijadikan arena permainan kartu chapsa yang dimainkan dengan serius oleh Katon, Dedy Gembil, Bujel (Budi Jelek) dan Amet.
“Memang kenapa dia?” Tanya Dipo tanpa ekspresi.
“Dia sekarang ada di Jakarta, dan rencananya besok dia masuk kuliah di kampus kita ini!. Dia ambil jurusan Teknik Industri, se Fakultas dengan kita”
“Trus hubungannya dengan gue apa?” Dipo balik bertanya.
“Jony itu sahabat kita Dip!, kita dari kecil dan besar bersama-sama. Masa mau elo lupain begitu aja!” jawab Bismo keadaan agak sedikit memanas.
“Eh! Mo! Denger ya!, siapa yang melupakan temen?. Waktu kejadian meninggalnya Jery, si Jony susah sekali gue temuin dan terakhir sebelum pergi ke Surabaya dia bilang begini ke gue. Dip!, band kita hanya sampai disini, semua impian yang coba kita bangun hancur bersama dengan kematian Jery. Dan gue harap elo ga usah lagi nyari penjelasan untuk itu” Dipo coba menirukan apa yang dikatakan Jony.
“Tapi Dip!, gak mungkin selamanya kita tenggelam dengan kejadian masa lalu!, kita harus bangun lagi seperti dulu yang selalu kita cita-citakan”
“Bismo, Bismo!, cita-cita apa? Jadi rockstar?, sudahlah Mo! Kalo sahabat kita sendiri bilang bahwa band kita sampai disini ya sudah!, finish!. Dan gak usah kita kembali ke masa lalu”
“Tapi elo kan masih terus dibayang-bayangi masa lalu!, buktinya elo masih dikejar-kejar mimpi masa lalu!, gak usah lari dari kenyataan hati kecil elo Dip!”
“Sorry, kali ini hati kecil gue salah!” jawab Dipo enteng sambil membalikkan badannya meninggalkan Bismo.
“Elo dan Jony sama aja!, elo berdua merasa bahwa kematian Jery adalah tanggung jawab elo berdua!” perkataan Bismo cukup keras yang membuat langkah Dipo terhenti. Sekaligus memancing perhatian seisi warkop dan anak-anak melihat adu mulut antara Dipo dan Bismo.
“Dan yang lebih parah!, elo merasa gak punya harapan setelah Nadya ninggalin elo!!” sekali lagi perkataan Bismo bisa menusuk hati Dipo yang terdalam. Dan membuat geram Dipo, seraya dia menghampiri Bismo dengan kemarahan yang luar biasa dan seakan-akan dia ingin sekali menerkam dan merobek mulut Bismo. Tapi anak-anak di dalam warkop sudah ngelihat gelagat yang tidak beres langsung menahan laju Dipo, dan berusaha memisahkan perselisihan mereka.
“Sabar Dip!, kita sama-sama temen dan satu Fakultas” Sindhu coba melerai.
“Mo!, sekali lagi gue bilang gak ada hubungannya dengan Nadya!, lepasin gue! Biar gue kasih pelajaran nih anak!”
“Biarin lepasin dia!, gue ingin tahu dia berani ga mukul gue!” tantang Bismo.
Keduanya dalam keadaan emosi dan anak-anak berusaha jangan sampai ada keributan. Karena bagi mereka (sesama anak-anak Fakultas Teknologi Industri) sangat aib kalo mereka berkelahi dengan sesama fakultas, kecuali dengan fakultas lain. Seketika dalam pikiran Dipo terlintas kejadian waktu kecil dulu bagaimana dia, Bismo, Jony dan Jery berikrar untuk satu tujuan bahwa persahabatan mereka melebihi dari saudara sekandung. Jika ada satu teman mereka terluka, maka ketiganya juga terluka. Saat itu juga emosinya surut, dia tinggalkan Bismo dan anak-anak Mesin, Industri dan Elektro yang mengerumuninya.
“Terus aja tenggelam dalam masa lalu elo Dip!” kata Bismo disambut dengan lambaian tangan Dipo yang berjalan menuju halte kampus. Dalam pikirannya dia merasa tidak mood untuk mengikuti kuliah Elemen Mesin 1. Dipo ingin pulang dan tidur untuk melupakan kejadian tadi dengan sahabatnya. Semua anak-anak kembali dalam warkop, dan bertanya-tanya ada apa dengan Dipo dan Bismo?, meskipun mereka tahu bahwa Dipo dan Bismo sahabat lama. Bismo sendiri setelah itu pergi ke dalam kampus untuk kuliah, dia pamit dengan temen-temen yang ada di dalam warkop. Dia heran sekali dengan Dipo kenapa setelah kematian Jery dan ditinggalin Nadya dia jadi sensitif dan pemarah. Tidak seperti dulu mereka melewati hari-hari dengan canda tawa. Bismo cobe me-rewind lagi kejadian-kejadian dulu, saat The Four Roses masih lengkap, mereka berempat layaknya saudara yang tidak terpisahkan. Semua persoalan dipecahkan bersama, masalah ortu, sekolah dan masalah nembak cewekpun mereka selalu meminta pendapat masing-masing.
“Bener-bener basi tuh anak!, udah 3 tahun kejadian itu gak pernah dilupain juga” gerutu Bismo sambil memasuki areal pelataran depan kampus dan menuju kelasnya di lantai 4. Memang kejadian yang sangat memilukan 3 tahun lalu bagi Dipo masih membekas dan membuat lubang yang menganga di dalam lubuk hatinya. Mungkin masih perlu waktu untuk menyembuhkan luka tersebut. Butuh kemauan untuk melangkah ke depan tanpa dibayangi kegagalan masa lalu. Sementara itu, Dipo menaiki bis yang membawanya pulang dan ingin cepat melupakan kejadian tersebut. Dipo duduk di bangku yang paling belakang dan mencoba melepaskan penat serta emosi dengan menyandarkan kepalanya di jendela sambil memejamkan matanya. Dia berpikir kenapa akhir-akhir ini dia selalu dikejar dengan mimpi masa lalunya bersama The Four Roses. Mungkinkah ini ada hubungannya dengan kedatangan Jony ke Jakarta, yang merupakan suatu pertanda kalo dia harus membangun kembali cita-citanya yang hancur bersama dengan kematian Jery?. Atau mungkin juga pesan dari Jery dari alam sana yang ingin membangkitkan lagi impian The Four Roses walaupun tanpa dia. Dalam pejaman matanya Dipo hanya ingin kembali ke masa lalu yang penuh dengan harapan. Tapi sekarang kenyataannya berbeda sekali dengan cita-cita yang selalu dia impikannya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
