
Sebuah Deeptalk antara Uchiha, Hinata, dan Shikamaru. Semakin dekat dengan permasalahan akhir.
Look and Lock 11
by
acyanokouji
All Naruto’s characters are belong to Masashi Kishimoto.
Warning: OOC, typo(s), crack couple, lemon!
.
.
Sepanjang hari Hinata berdiam di kediaman Uchiha. Berbincang dengan Sakura dan Itachi yang beberapa kali menggoda tentang hubungannya dengan Sasuke. “Ne, Ne, Hinata, apa kau tahu kelakuan Sasuke saat masa sekolah dulu?” nah, bahkan saat makan malam pun Itachi tidak berhenti membeberkan aib adiknya.
“Sasuke itu, saat masa SMA sangat badung!” kesal Itachi. Sasuke melirik sambil mencibir kakaknya. Yang mustinya kesal itu Sasuke kan? “Aku sebagai walinya sering sekali mendapat keluhan tetang Sasuke Uchiha yang malas mengerjakan tugas, sering bolos sekolah, dan langganan masuk ruang konseling. Hahh!”
Itachi berlagak memegang pelipis kepalanya, menghela napas lelah saat mengingat momen berat dalam hidupnya. “Oh, iya!” tiba-tiba Sakura itu berseru. “Aku ingat, saat tingkat dua SMA kau bahkan tidak ikut camping angkatan tapi tetap minta uang pada Itachi ‘kan, Sasuke?”
Loh, kini kakak ipar kesayangan Sasuke juga malah ikut-ikutan. Itachi sih senang saja karena kini istrinya satu tim dengannya. “Hinata, lihat foto itu?” Itachi menunjuk pigura foto yang tergantung di seberang dapur, di belakang punggung Hinata.
Perempuan berambut indigo itu pun sedikit membalikkan tubuhnya guna bisa melihat objek yang Itachi tunjuk. “Itu adalah dokumentasi Sasuke yang dihukum dan harus mendirikan lima puluh tenda tidur teman-temanya.” Di sana tergantung pigura foto berisikan Sasuke muda yang menatap kesal ke arah kamera. Pria itu terlihat sedang sedikit membungkuk sembari memegangi tenda yang belum jadi.
“Berterimakasihlah padaku yang mengabadikan momen itu!” Sakura berkata bangga. Membuat atensi tiga manusia lain kini menghadap padanya. Itachi tersenyum, menarik kursi Sakura merapat padanya. “Tentu, istriku, terima kasih sudah menghukum Sasuke nakal.” Dan mencium pipi Sakura dengan santai, membuat perempuan merah muda itu tersipu.
“Tsk. Sebenarnya kita ini sedang apa? Makan malam? Menceritakan aibku? Atau kalian ingin bermesraan?” gerutu Sasuke.
“Haha, adikku, jangan marah. Aku hanya mengakrabkan diri pada ekhem... mungkin... calon adik iparku.” Itachi mengerling pada Sasuke. “Kau takut aibmu saat kuliah aku bongkar ya?”
“Memangnya ada apa?” Hinata bersuara, perempuan itu tanpa sadar merasa penasaran dengan kehidupan Sasuke sebelumnya. Seringaian sedikit menakutkan tersungging di wajah Itachi. Lelaki itu sedikit memajukan tubuhnya di atas meja ke arah Hinata yang ada di seberang. “Sasuke itu...” ucapnya lamat-lamat, “playboy abis!!!”
Hinata sedikit menaikkan alis dan melebarkan kelopak matanya. “Benarkah?”
“Benar, Hinata.” Sakura menghela napas. “Saat kuliah Sasuke tidak teladan, tidak sepertimu. Kerjanya hanya pergi kuliah sambil ogah-ogahan dan bermain di club setiap malamnya.” Lagi, Sakura menghela napas lebih dalam. “Aku dan Itachi benar-benar kewalahan mengawasinya saat itu!”
Singkat, Hinata bisa melihat Itachi yang sedikit berwajah sendu dan lelah. “Jujur, aku terkejut pada perubahan Sasuke sejak lulus kuliah. Sejak bekerja ia jadi lebih disiplin, terurus, dan menjalani hidupnya lebih baik.” Dengusan terdengar dari Sasuke.
“Aku sampai mengira ia patah hati karena saat itu aku menikahi Sakura juga.” gurau Itachi.
“Loh, Kak Itachi dan Kak Sakura sudah menikah sejak lama?” Hinata salah fokus.
“Tentu saja, sudah tujuh tahun sekarang.” Itachi merangkul Sakura mesra, membuat istrinya menoleh untuk saling bertatapan. “Kami sudah saling mengenal sejak kecil. Sakura sangat peduli pada aku dan Sasuke, apalagi saat kedua orang tua kami meninggal lima belas tahun lalu.”
Hinata mengalihkan pandangannya sebentar saat Itachi tiba-tiba curhat. Diliriknya Sasuke yang menunduk sendu. “Aku yang baru lulus SMA pun sangat kesulitan. Meneruskan kuliah, menjaga Sasuke, memimpin perusahaan.” Sakura menyentuh telapak tangan Itachi yang lain, membelainya pelan saat suaminya kembali bercerita. “Sakura menemaniku, membantuku. Makanya, saat melihat peluang, aku cepat-cepat melamarnya. Rasanya, aku tidak sanggup menjalani hidupku tanpanya.”
Tersentuh dengan cerita romansa yang didengarnya, Hinata memandang sendu pada Itachi dan Sakura yang masih saling bertatapan. Bahkan, Hinata sampai mengangkat sebelah tangannya di depan dada saking terharunya. Tentu saja pemandangan itu tak luput dari netra Sasuke yang mulai berdecak sebal.
“Bagus sekali. Cerita pengantar tidur malam ini diakhiri dengan roman picisan.” cibirnya. “Oh, tapi aku memang benar berubah karena kakak ipar sih.”
Seketika senyuman di wajah Itachi luntur saat mendengar ucapan adiknya. Dilepasnya rangkulan pada Sakura dan mulai menolehkan kepala. “Hahh? Apa maksudmu?!” kesalnya pada sang adik.
Sasuke tersenyum tipis. Dapat! Reaksi Itachi sesuai keinginannya. Hampir saja ia ingin balas menggoda Itachi. Tapi, ia sadar jika Hinata juga ikut mendengarkan. “Memang karena kakak ipar, tapi bukan seperti yang kau pikirkan, Kak. Kak Sakura hanya menunjukkan videomu yang menangis sambil memandangi foto ayah dan ibu saat hari kelulusanku.”
“Eh?” Itachi mengangkat alisnya. “HEHHH?!” matanya membola dan menoleh pada Sakura. “Sayang, apa maksudnya?” dilihatnya sang istri yang membuang muka sembari bersuil pura-pura. “Sakura, sayang, istriku, apa maksudnya itu? Kenapa kau tunjukkan video itu pada Sasuke?”
Itachi menyentuh kedua bahu Sakura, menatap bingung-melas dan meminta penjelasan pada Sakura. Sedang Sasuke tersenyum menang, ia meneruskan makan malamnya dengan tenang. Hinata? Perempuan itu hanya tersenyum lembut pada kehangatan keluarga Uchiha yang tidak diduganya.
.
.
“Sasuke?” panggil Hinata. “Hm?” lelakinya menjawab dengan dehaman, masih sibuk dengan aktivitasnya. Malam ini, Hinata tidur lagi bersama Sasuke. Setelahnya, mereka berbaring di ranjang sambil berpelukan. Diletakkan kepala Hinata pada dada bidang Sasuke agar pria itu bisa menghirup aroma rambut Hinata dengan leluasa.
“Maaf aku merepotkanmu.” Sasuke menghentikan jarinya yang bermain di rambut Hinata sebentar. Ia sedikit menjauh, menarik dagu Hinata agar mendongak padanya. “Hei, apa maksudnya?” tanya Sasuke tak suka. “Aku...” Hinata mengalihkan padangannya sesaat.
“Sepertinya setiap orang memang punya masalahnya masing-masing. Rasanya tidak adil aku menumpang padamu, saat aku tidak tahu apapun tentangmu selain sebagai atasanku.”
Netra gelap Sasuke memandang iris keperakan Hinata yang menghindari tatapannya. “Tidak. Itu adil-adil saja.” Dielusnya pipi Hinata agar menatapnya. “Aku yang menawarkan diri padamu. Jadi, jangan berpikiran seperti itu, mengerti?” dua kali alisnya terangkat hingga Hinata akhirnya mengangguk.
“Memang benar, kita belum saling mengenal lebih jauh selain tentang seks.” Hinata malu mendengar perkataan tak ada beban Sasuke. “Karena itu, mulai sekarang, mau saling mengenal, Hinata?” ajaknya. Hinata berpikir sebentar, apa ini ajakan kencan?
“Hinata.” Sasuke menarik satu lengan Hinata, diarahkan pada dekat dagunya sendiri. “Aku tahu ini mungkin berat untukmu. Tapi, apakah kau sudah ingin bercerita?” tanyanya sembari mengelus-elus tangan Hinata.
Hinata jelas tahu, Sasuke juga ingin mendengar kisahnya. Perlahan perempuan itu bangun diikuti Sasuke. Menyandarkan punggungnya ke kepala ranjang. “Kau ingin tahu tentang apa?” saat itulah rasanya Hinata seharusnya sadar jika ia sudah mulai meruntuhkan dinding di antara mereka.
Sasuke menarik Hinata agar bersandar pada bahunya. “Apa kau keberatan jika aku minta cerita tentang alasanmu menjadi model lingerie?” pria itu menempatkan kedua tangannya untuk melingkari perut Hinata. “Pemilik toko lingerie itu adalah teman kakakku.” Hinata menyamankan sandarannya. “Benarkah? Yang mana?” Sasuke mulai memainkan ujung rambut Hinata lagi.
“Yang berambut pirang.”
“Dua-duanya berambut pirang, ‘kan?” Hinata menoleh sebentar pada Sasuke. Benar juga. “Yang perempuan, Kak Ino Yamanaka.” Setelah menjawab Hinata kembali berbalik, sedang Sasuke menanggapinya dengan singkat.
“Sekitar lima minggu lalu Kak Ino menghubungiku. Kami sudah saling mengenal sejak aku kuliah, dia banyak membantuku. Mungkin sudah seperti sosok kakak perempuan untukku.” Sasuke manggut-manggut saat mendengar Hinata bercerita, tapi rasa-rasanya ia sedikit salah fokus. “Jadi, saat Kak Ino meminta tolong padaku agar menjadi model untuknya, aku rasa tidak ada salahnya. Membantu sesama, tapi tentu aku minta agar identitasku disamarkan.”
“Hah?” Sasuke mengernyit. “Kau tidak melakukannya demi uang?” perempuan indigo itu mendongak lagi, ikutan mengeryitkan alisnya pada Sasuke. “Tentu saja tidak. Aku melakukannya murni untuk membantu Kak Ino.” Diam-diam Sasuke berdecak sebal, sedang semburat merah muncul di pipi Hinata yang mulai bicara malu-malu. “Aku juga tidak tahu kalau... kalau lingerienya akan... akan –akh!”
Greb. Hinata terkejut saat Sasuke tiba-tiba meremas kedua payudaranya. “Sa-Sasuke, apa yang....” ia menggigit bibir bawahnya agar tidak menimbulkan suara.
“Kau terlalu naif, Hinata. Lihat, sudah pasti para pria tergoda saat melihat lingerie yang kau pakai, ‘kan?” Sasuke memainkan payudara Hinata, menaik-turunkan bongkahan lembut yang terpampang bebas di depannya itu. “Ngh...” erangan kecil terdengar dari mulut Hinata. Berpelukan sambil bertelanjang memang ide yang tidak buruk untuk melanjutkan permainan mereka. “Hei, Hinata.”
Saat wajah perempuan itu mendongak padanya, Sasuke segera menunduk. Menyatukan bibir mereka satu sama lain. Mereka pun berciuman, cukup dalam dan menggebu. Sepertinya Sasuke akan melupakan cerita mereka tadi.
“Berhenti, Sasuke.” Hinata menjauhkan wajah Sasuke. Tangannya mulai menahan kedua lengan Sasuke agar menghentikan aktivitasnya. “Kau masih ingin mendengar ceritaku tidak?”
Hinata merajuk, Sasuke juga. Pria itu setengah kesal dan setengah merasa bersalah. “Oke, tapi aku masih ingin memainkannya.” katanya dengan lenggang sembari mengedikkan bahu. Hinata mengerucutkan bibirnya, sebal. “Ta-tapi jangan terlalu keras.” malunya.
Sambil memeluk perempuannya dari belakang, kali ini Sasuke meremas payudara Hinata lebih lembut. Berusaha menjaga mood agar tidak kebablasan. “Sampai mana tadi?” Hinata bertanya sendiri. “Oh, iya.”
“Begitulah, aku membantu Kak Ino tanpa sepengetahuan Kak Shikamaru. Saat Kak Shika tahu entah dari mana, dia marah besar padaku.” Jujur, Hinata juga sebenarnya merasa bersalah. “Kenapa dia sangat marah? Toh kau hanya membantu. Wajahmu juga tidak kelihatan, ‘kan?” Sasuke bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari payudara Hinata. Kalau ia sendiri, tentu bersyukur berkat model lingerie jadi bisa mengenal Hinata.
“Ibu kami... maksudku ibu kandung Kak Shika dulunya adalah seorang wanita panggilan.” Sasuke menghentikan remasannya pada payudara Hinata. Sepertinya pembicaraan ini menjadi lebih serius. “Sejak kecil ibunya yang membiayai dan merawat Kak Shika. Memang pekerjaannya cukup dicela di masyarakat. Tapi, menurutku itu tidak sepenuhnya buruk, kok. Kita bisa apa melawan keadaan, ‘kan?” bela Hinata.
“Ayahku dan ibu Kak Shika bertemu karena ayah memakai jasanya. Gila bukan?” Hinata melirik Sasuke yang kini memberikan atensi pada ceritanya, tangan lelaki itu sudah terlepas dari payudara Hinata dan kembali memeluk bawah perut wanitanya. “Ayah kandungku selingkuh saat ibuku sakit parah. Siapa sangka perselingkuhan ayah akan menumbuhkan cinta?” sendu terlihat di wajah ayu Hinata. “Setelah ayah dan ibu berpisah, tak lama ayah mengenalkan Kak Shika dan ibunya sebagai keluarga baruku.”
“Tunggu, ayah dan ibumu berpisah karena ayahmu selingkuh?” kejut Sasuke. Dilihatnya Hinata yang mengedikkan bahu. “Aku tidak terlalu mengerti apakah ibuku tahu atau tidak. Yang jelas, satu minggu setelah perceraian ibuku meninggal karena penyakitnya.”
Hati siapa yang tidak tersentuh dengan cerita Hinata? “Kau...” Sasuke meraih wajah Hinata, membelainya dengan sebelah tangan. “Kau hebat, Hinata. Kau bisa melalui semua itu.” Pujinya. “Biar kutebak, Shikamaru pasti marah karena mengira kau menjual tubuhmu demi uang seperti ibunya, ‘kan?” Hinata hanya tersenyum sendu. Ini hanya salah paham. “Hahh”
Sasuke memeluk Hinata dari samping setelah bergeser sedikit. Semakin ia mengenal perempuan ini, semakin perasaannya seolah tidak stabil. Merasa iba dan kagum. Hinata adalah seorang wanita yang sangat plus plus untuk menjadi pasangan.
“Hinata, jadilah pacarku. Setelahnya kau bisa tinggal denganku, keluar dari apartemen kakakmu. Kita bisa membeli apartemen kalau kau tidak nyaman dengan kakak dan kakak iparku. Aku juga akan sabar menunggu kau lulus sebelum menikahimu.”
“Eh?” Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya.
Plak. Hinata menepuk pelan sebelah pipi Sasuke, membuat pria itu sedikit meringis. “Apa yang kau lakukan?” keluhnya. “Memastikan jika itu bukan khayalan.” Sasuke mengernyit heran. Mustinya Hinata menepuk dirinya sendiri untuk sadar kan?
“Apa... apa kau baru saja melamarku?” ketika menajamkan pandangannya, bisa ia lihat pipi Hinata yang bersemu merah. Sasuke tersenyum miring karenanya. “Anggap saja begitu.”
“Ke-kenapa?” tentu saja Hinata ragu. Tidak mungkin secepat ini kan?
Sasuke menarik Hinata ke dalam pelukannya yang sempat terputus. Ia bahkan sedikit menurunkan tubuhnya agar bisa menyandarkan kepalanya di bahu Hinata. “Bukan bermaksud meniru kata-kata kakakku, tapi sepertinya aku memang tidak bisa hidup tanpamu.”
“Tanpaku atau tanpa tubuhku?”
“Apa bedanya?” Hinata mendelik tak suka. Mereka baru satu bulan mengenal. “Aku belum mau menikah.” Sudah pasti jawaban itu telah Sasuke duga. “Iya, makanya kubilang akan menunggumu lulus. Kita bisa saling mendekatkan diri untuk mengenal lebih jauh selama itu.” Kata-kata Sasuke menggampangkan. “Bagaimana, Hinata?”
“Kau benar-benar melamarku sekarang? Di sini? Dengan penampilan seperti ini?” kejut Hinata. “Sangat tidak romantis.” Helaan napas kasar dibuangnya. “Lagipula, lamaran itu mustinya dilakukan pada pihak keluarga, ‘kan?”
“Itu masalah mudah. Asal kau mau saja dulu. Kita selesaikan dulu salah pahammu dengan kakakmu. Setelahnya aku akan minta izin pada kakak dan ayahmu.” Sasuke menjauhkan diri, menyentuh kedua bahu Hinata agar menatapnya. “Jadi?” desaknya.
“Tidak tahu!”
Sasuke berdecak dengan jawaban tak jelas Hinata. Kalau tidak suka sebaiknya langsung tolak saja kan?
“Tidak tahu artinya mau.”
“Hah? Mana bisa begitu?” gerutu Hinata. “Makanya, jawab yang jelas, Hinata.”
“Tidak mau.”
Sasuke membaringkan tubuhnya dan Hinata. “Yasudah, kalau kau masih tidak tahu, tidak papa. Kita main satu ronde lagi saja.” Wajahnya didekatkan pada wajah perempuannya. “Aku baru saja menjawab tidak mau, ‘kan?” Hinata menahan dagu Sasuke yang sudah akan mencapai bibirnya. “Jawabannya tidak kuterima karena tidak sesuai keinginanku.” Sasuke berkata lenggang, tangannya sudah merambat di antara kedua kaki Hinata yang terlentang.
“Sasuke!”
.
.
“Kau gugup?” Sasuke bisa merasakan telapak tangan Hinata yang berkeringat. Minggu malamnya, Hinata berniat kembali ke apartemen Shikamaru. Ia tidak bisa terus menghindar dan merepotkan Sasuke yang malah akan memanfaatkan kesempatan terus menerus. “Tidak papa, aku akan menemanimu.”
Sasuke menggenggam telapak tangan Hinata, memberikan kekuatan dengan senyuman tipisnya. Ceklek. Pintu apartemen terbuka dari dalam. Terlihat seorang pria berkucir yang sedikit terburu akan keluar. Iris gelapnya menatap Hinata yang sedikit terperanjat. Bergulir hingga pegangan tangan Hinata dan Sasuke. “Kak Shika?”
“Siapa?” Shikamaru menatap tak suka pada Sasuke yang duduk di samping adiknya. Kini mereka bertiga berkumpul di ruang tamu apartemen Shikamaru. Sama-sama bersiap untuk menjelaskan. “Oh, maaf Tuan Nara. Mungkin Anda lupa, saya Sasuke Uchiha, wakil direktur perusahaan Uchiha yang sedang bekerja sama dengan Anda.”
Sasuke memperkenalkan dirinya sembari menyindir. Setelah mendengarnya, baru Shikamaru ingat pernah melihat wajah Sasuke lima hari lalu. “Dan, hubunganmu dengan adikku?” tanyanya protektif. “Saya pacarnya.”
Kerutan muncul di dahi Shikamaru. Ia melirik Hinata untuk meminta penjelasan. “Tapi bukan itu poin pentingnya, Tuan Nara. Saya di sini ingin menemani Hinata yang akan berbicara denganmu.”
“Berhenti bicara formal padaku, Tuan Uchiha. Ini bukan pertemuan kantor dan dari yang kudengar, usiamu lebih tua dariku.” Komentar pedas Shikamaru membuat Sasuke memaki dalam hati. “Hinata, kau ingin menjelaskan sesuatu?” pria berkucir itu kini mengalihkan atensi pada sang adik yang masih terdiam.
Hinata sedikit menunduk. Ia cemas sendiri dengan perkataan yang akan keluar dari mulutnya. “Aku...” suaranya sedikit lemah. “Maafkan aku, Kak.” gumam Hinata pelan.
“Maaf karena tidak memberitahu sebelumnya. Aku tahu kau pasti akan marah. Tapi, Kak Ino dan Kak Dei memohon padaku. Aku hanya ingin membantu mereka.” Diberanikannya diri, Hinata mulai menatap Shikamaru lurus pada matanya. “Aku benar-benar tidak melakukannya seperti yang kau bayangkan. Percayalah, Kak.”
Sasuke terenyuh, Hinata sampai sampai memohon begitu. Entah kenapa ia merasa kesal. Menurutnya permasalahan ini tidak sebesar itu. “Bagaimana pendapatmu, Tuan Sasuke?” Shikamaru melirik Sasuke yang kebingungan. “Adikku memohon maaf padaku. Sebagai pacar, apa yang kau pikirkan?” jelas Shikamaru menyindir karena tidak nyaman.
“Aku?” Sasuke mengernyit. Lalu ia menoleh, menggenggam tangan Hinata yang ada di sampingnya. “Menurutku ini masalah kalian. Walaupun kupikir ini masalah sepele, aku tidak berhak menghakimi perbuatanmu.”
Hinata kebingungan. Ia perempuan sendiri. Dan lagi, kenapa pembahasannya seperti melenceng dari permasalahan utama?
“Nah, itu kau tahu!” Shikamaru melemaskan tubuhnya dan bersidekap. “Ini masalahku dan adikku. Meskipun kau mengaku sebagai pacar-nya, aku tidak suka kau terlalu ikut campur dalam urusan keluarga kami. Jadi, boleh aku minta kau pergi?”
Hinata termangu. Ia cukup terkejut dengan sikap kakaknya yang tiba-tiba sangat dingin pada Sasuke. Mulutnya bahkan sampai terbuka sedikit saking terkejutnya. Di sebelahnya Sasuke berdecih pelan. “Oke, kau mau aku pergi sekarang, Tuan Nara?” Shikamaru menjawab dengan gerakan meneleng kepalanya. “Baiklah, aku akan pergi.”
Sasuke menepuk pelan pada Hinata. “Hei, jangan lupa hubungi aku, ya.” Dengan tanpa berdosanya, Sasuke mengecup pelan bibir Hinata sebelum bangkit. Terang saja itu membuat Shikamaru sempat melotot kesal. “Oh, Kak Shika, aku lupa bilang sesuatu padamu. Kau juga tidak berhak menghakimi Hinata. Dia sudah dewasa, bukan adik kecilmu lagi.” Sesaat sebelum melangkah keluar pintu apartemen, Sasuke berbalik dan bicara dingin pada sang calon kakak ipar. Hampir saja Shikamaru berniat bangun dan menyusulnya.
“Jadi, Hinata, bisa katakan alasanmu?” Shikamaru kembali pada Hinata yang terperanjat lagi. Adiknya tadi sempat mematung karena perlakuan Sasuke. Bahkan pipinya masih sedikit bersemu merah.
Hinata berdeham pelan, menyadarkan dirinya. “Aku hanya membantu Kak Ino, tidak ada apa-apa lagi. Aku juga tidak mendapatkan bayaran apapun.” Shikamaru menghela napas. Sepertinya ia musti bicara dengan Ino secepatnya. “Lalu, apa maksudmu membawanya?”
“Hm?” Hinata berdeham tak mengerti. “Sejak kapan kau berhubungan dengan wakil direktur Uchiha? Benar dia pacarmu?” Shikamaru memperjelas pertanyaannya.
“Ah, itu...” kalau ditanya begitu sih Hinata juga bingung. “Kami.... dekat?” keraguan Hinata membuat Shikamaru memicing curiga. “Hah...” Shikamaru melepaskan dekapan tangannya. “Benar, kau memang sudah dewasa.”
“Aku juga minta maaf.” gumam Shikamaru pelan. “Kau jelas tahu kenapa aku marah kan, Hinata?” adiknya mengangguk-angguk. “Maaf sudah membentakmu. Setelah kupikir, aku memang sudah kelewatan. Maaf menyinggung perasaanmu atas traumaku pribadi.”
Hinata menggeleng-geleng keras, menatap Shikamaru lekat-lekat. “Aku mengerti, Kak, sangat. Itu bukan hanya masalahmu, itu juga sudah menjadi masalahku. Bukankah kakak yang bilang sendiri? Apapun yang terjadi di masa lalu tentang orang tua kita, tidak ada sangkut pautnya dengan kita yang sekarang?”
Shikamaru tersenyum simpul. Inilah Hinata Hyuuga, sosok adiknya yang terlalu berhati lembut. “Yah, kau benar. Jadi, kita baikan?” Hinata mengangguk sambil tersenyum. “Boleh aku tanya sesuatu, Kak?” Shikamaru menanggapinya dengan sebuah dehaman. “Dari mana kau tahu masalah lingerie itu? Kak Ino tidak mengadukannya padamu, ‘kan?”
“Naruto.” Hinata mengernyit, sepertinya ia mendengar nama orang –yang ia harap- asing. “Aku mengetahuinya dari Naruto Uzumaki.”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
