(Don't) Play With Fire - Prolog,1, 2, 3, 4, 5

5
1
Deskripsi

Prolog

Chapter 1 : family

Chapter 2 : comeback

Chapter 3 : your call

Chapter 4 : temptation at night

Chapter 5 : sweet night

Prolog

Pernikahan keluarga konglomerat selalu menarik perhatian. Bukan saja bagaimana cara mereka menghabiskan uang untuk menggelar pernikahan super mewah dan megah, melainkan juga soal motif di balik pernikahan tersebut.

"Ario nggak rugi banyak. Habis dari Kylandra, dia dapat Shadina," ujar Faris. Menatap seisi meja bergantian sebelum melanjutkan ucapannya. "Gue dengar bokap Shadina kasih suntikan dana buat proyek Ario."

"Jadi benar mereka nikah karena bisnis?"  Gilang yang sedang memegang gelas sampanye-nya menanggapi.

"Then what else?" Wirda yang duduk di sebelah Gilang menyahut. "Ario sama Kylandra udah pacaran sejak kuliah. Dan baru putus beberapa bulan yang lalu. Not long after that, Ario nyebar undangan sama Shadina."

"Wah, wah, wah, jadi Ario selingkuh?" pembicaraan mereka mulai seru. Semua pria yang duduk di sana mendekat ke tengah meja, kecuali seorang pria bersetelan jas abu-abu. Dia tampak bosan dan tidak tertarik. Sedari tadi melirik ke arah pintu berharap seseorang dapat membuatnya beranjak dari pria-pria penggosip ini. "Dia kelihatan kalem padahal."

"I didn't say that, okay?" Wirda angkat tangan. Tidak ingin disalahpahami, padahal ucapannya sudah menjurus ke sana. "But maybe 'yes', maybe 'no'As we know, hubungan Ario dan Kylandra masih baik-baik aja. Bahkan seminggu yang lalu mereka bertiga dinner bareng."

"Maksud lo Kylandra-Ario-Shadina?"

"Yap. Adik gue yang lihat. Terus dia kirim fotonya ke gue." Angguk Wirda.

"Mungkin mereka mau menampik rumor buruk. Yah, gimana pun rumor buruk nggak bagus buat reputasi dan nama baik mereka."

"Tapi kalau Ario selingkuh, Kylandra pasti nggak bakal tinggal diam. Dia bahkan juga datang hari ini." Ucap Faris. "And she looks fine."

"Kylandra datang? Kok gue nggak liat?" Gilang celingak-celinguk. Matanya menyusuri ballroom, mencari keberadaan sang wanita yang sedang mereka bicarakan.

"Tadi gue lihat dia lagi ngobrol sama tante Emily. Mungkin sekarang lagi di toilet."

"Yah, lagian Ario sama Kylandra memang susah buat bareng, sih. Mereka beda agama."

"Intinya Ario nggak rugi-rugi amat,"  cetus Faris. "Shadina nggak kalah cantik dari Kylandra. Tapi memang pesona Kylandra bikin penasaran."

Seisi meja mengangguk menyetujui. "Dia pantas dijuluki ice princess."

"Sayangnya tipe dia yang kalem kayak Ario," desah Gilang kecewa.

"Jangan nyerah dulu, Man." Faris terkekeh sembari menepuk bahu Gilang. "Mumpung Kylandra udah kosong. Kenapa nggak lo coba deketin? Bokap lo pasti senang besanan sama keluarga Harjanta dan—"

Suara dorongan kursi ke belakang menarik perhatian seisi meja. Pria bersetelan jas abu-abu itu—Keelan—beranjak dari kursinya.

"Kemana lo, Kee?" tanya Faris. Sedikit sebal karena pekataannya jadi terpotong.

"Pindah," jawab Keelan. "Gue berasa duduk di meja ibu-ibu sosialita dengerin kalian gosip."

"Bukan ngegosip, Kee. Tapi bertukar pendapat." Alasan Faris.

Keelan mengangguk-angguk. "Ya, ya, ya. Selamat bertukar pendapat kalau gitu," pamitnya yang kemudian menghampiri seorang pria yang baru tiba.

"Lama banget lo datang. Kuping gue udah panas dengerin rombongan Faris ngegosip," keluh Keelan.

Pria berwajah dingin itu—Saka—mengangkat alisnya. "Salah lo sendiri kenapa duduk di sana."

"Nggak ada pilihan lain." Keelan berkata masam. "Buruan deh, salaman sama pengatinnya terus kita cabut dan minum di Savana."

"Gue ke sini karena ada urusan sama Pak Yunus," Saka mengecek jamnya. Eskpresinya datar tanpa emosi. "Dan kayaknya bakal lama."

"Ya udah, gue tungguin."

"Ada acara keluarga di rumah. Gue nggak bisa minum sama lo."

Keelan berdecak. "Emang dasar pengkhianat lo!"

Saka mengangkat bahu tak peduli. Lalu meneruskan langkahnya dan langsung menghampiri meja Pak Yunus dan menyapa salah satu orang penting di pemerintahan tersebut.

Ditempatnya Keelan bersungut-sungut, entah dosa apa sampai dia memiliki teman segila kerja Saka.


 

***


Wanita malang.

Mungkin seperti itulah padangan orang-orang padanya. Menghadiri pesta pernikahan mantan kekasih yang mana hubungan mereka diketahui baru berakhir beberapa bulan yang lalu pasti lah membuat Kylandra tampak menyedihkan. Pada kenyataanya tidak begitu, Kylandra justru ikut bahagia dengan pernikahan Ario. Laki-laki itu sudah terlalu banyak membuang waktu bersamanya. Dia pantas mendapatkan perempuan yang mencintainya, dan orang itu adalah Shadina.

Kylandra mengenal Ario sejak mereka sama-sama menempuh pendidikan S1 di Stanford. Berawal dari pertemanan, benih-benih cinta tumbuh seiring dengan intensitas pertemuan mereka yang cukup sering. Meski demikian, mereka baru meresmikan hubungan mereka sebagai sepasang kekasih ketika tahun terakhir di perguruan tinggi.

Kylandra adalah wanita yang ambisius, dia tidak suka fokusnya terbagi. Apalagi untuk individu baru. Sebab itu, Ario harus bersabar sampai Kylandra merasa siap menjalin hubungan dengannya.

Ario adalah pria bijaksana dan sabar. Sepanjang hubungan mereka, tidak sekalipun pria itu pernah bicara dengan nada tinggi dan kasar padanya. Bahkan di pertengkaran mereka sekalipun. Kylandra tahu, Ario paling banyak mengalah dan berkorban dalam hubungan mereka, dan mendapatkan rasa cinta sebesar itu—Kylandra mungkin jadi lupa diri sehingga tidak terlalu menghargai apa yang ia dapatkan.

Ario selalu menjadikan Kylandra prioritas.

Sementara bagi Kylandra, Ario bukan prioritas sebab pria itu pasti akan mengalah dan sabar padanya.

Bisa dibilang, Kylandra adalah wanita jahat yang menyia-nyiakan pria sebaik Ario.

Walaupun begitu, Ario tidak pernah menganggapnya begitu. Padahal Kylandra menggantungkan hubungan mereka selama dua tahun—dan di satu tahun pertama Ario berusaha memperbaikinya. Tapi Kylandra lebih memprioritaskan pekerjaanya daripada hubungannya.

Bohong sekali jika Kylandra tidak sedih. Suasana hatinya agak muram jika membayangkan apa yang sudah dilakukannya pada Ario. Pada masa itu, Kylandra menganggap apa yang ia lakukan sah-sah saja karena Ario pasti memakluminya. Dia bepikir pria itu selamanya akan begitu. Tapi begitu dia datang ke sini dan melihat Ario berdampingan dengan Shadina—Kylandra menyadari betapa sombong dirinya.

"Oh, shit!"

Kylandra tersentak kaget ketika mendengar suara jeblakkan pintu yang cukup keras. Dia menoleh ke belakang dengan mata memicing. Dipikirkan tidak akan ada orang gila yang menaiki atap gedung hotel malam-malam begini selain dirinya.

Namun jelas dia bukan satu-satunya orang gila di dunia ini.

Seorang pria muncul melewati pintu. Suasana yang gelap membuat Kylandra tak dapat melihat dengan jelas—tapi menilik dari setelah jas abu-abu yang sempat ia lihat sebelum pintu pria itu tutup dengan bantingan—si penganggu itu mungkin salah satu tamu undangan pernikahan Ario dan Shadina.

Kylandra memejamkan mata, mendesah tanpa suara. Dia jengkel karena waktunya merenung diganggu. Dan jika pria itu berniat lebih lama di sini—artinya Kylandra harus keluar dari tempat persembunyiannya dan berhadapan dengan pria itu. Hal terakhir yang ingin Kylandra lakukan adalah berinteraksi dengan manusia.

Pria itu tidak terlalu jauh dari tempatnya. Hanya saja karena posisi Kylandra yang sedang duduk di salah satu bangku dengan tumpukkan barang-barang bekas di sisi kanannya—yang menjadi pemisah antara mereka—pria itu tidak terlalu peka bila dia bukan satu-satunya orang yang berada di atap. Namun jika Kylandra berdiri, mungkin pria itu akan langsung menyadarinya.

Cukup lama Kylandra menunggu. Sekitar tiga puluh menit dia bersama pria asing tersebut. Tidak banyak yang dilakukan pria itu, dia hanya diam dengan pandangan lurus ke depan. Menghadap gedung-gedung bertingkat yang berkilau di hadapannya. Lalu Kylandra mendengar suara gemerisik dari gesekkan kain. Kepalanya melongok penasaran, dilihatnya pria itu mengeluarkan sesuatu di dalam saku celananya. Lalu menyalakan korek dan membuat membuat Kylandra langsung berdiri sembari menukas. "Saya nggak suka asap rokok!"

"What the fuck!" pria itu mengumpat karena terkejut.

Mata mereka bersitatap. Raut wajahnya yang mulanya menunjukkan kejengkelan berubah tak menyangka. "... Kylandra?"

Seperti pria itu yang tahu namanya. Kylandra pun tahu siapa pria itu begitu dia bangkit berdiri.

Keelan Jantaka. Aktor ternama yang kemampuan aktingnya diakui semua pelaku perfilman. Masyarakat awam mungkin mengenalnya sebagai pria manis, menyenangkan, dan husband materialwell, mungkin tidak sepenuhnya salah. Tapi dibalik image yang pria itu perlihatkan, Kylandra sudah mendengar betapa buaya daratnya Keelan Jantaka. Kisah percintaannya hampir tidak pernah lupa dibicarakan oleh para pemburu gosip. Dibalik senyum manis dan memikatnya, Kylandra tahu betapa berbahayanya Keelan.

Dan sekarang dia berhadapan dengan pria itu. Setelah selama ini mereka hanya sekali-kali berpapasan di HJN TV.

"Saya akan berterima kasih kalau kamu mau menyimpan lagi rokok kamu," ucap Kylandra kaku dengan dagu terangkat dan wajah tanpa ekspresi.

Keelan mendengus setelah sadar dari keterpanaanya. Walaupun begitu, pria itu memasukkan bungkus rokok dan korek ke dalam saku celananya lalu menatap Kylandra dengan alis terangkat. "Puas?"

Kylandra tak menjawab. Kembali duduk di kursinya sementara dari ujung mata dia melihat Keelan menghampirinya. Lalu tak lama pria itu sudah duduk di sebelahnya.

Aroma Keelan menyeruak masuk ke dalam indera penciumannnya seperti embusan angin. Sangat maskulin. Cocok dengan sosoknya ... oh, well, Kylandra tak akan berbohong soal ketampanan Keelan yang memikat. Dia sangat menarik dengan kulit tan dan juga rahang tegasnya. Bibir Keelan cukup tebal, melekuk sempurna. Hidungnya tegas dan pas. Lebih dari itu, pria itu pandai membuat ekpresi jenaka tapi juga nakal yang membangkitkan sisi liar setiap wanita.

Sudah Kylandra bilang, Keelan adalah pria berbahaya.

Dan ada apa dengan dirinya sampai tetap berada di sini bersama pria itu?

"Lo nggak kelihatan patah hati,"

"Sorry?" Kylandra berpaling pada Keelan.

Keelan menatapnya, di antara gelap malam. Kylandra bisa merasakan betapa dalamnya tatapan itu. "Well, hampir setiap tamu ngomongin lo. Katanya Ario cheating dan nikah sama cewek lain."

"Ario didn't cheat on me!" bantah Kylandra agak marah. Dia tak menyangka rumor yang beredar ternyata sangat tidak masuk akal.

"Whoa, easy, girl! Bukan gue yang nyebar gosip itu."

Kylandra membuang napas. Tahu dia salah orang jika ingin membuang kemarahan. "Terus mereka bilang apa lagi?"

"Huh?"

"Mereka bilang apa lagi soal saya dan Ario?" tukas Kylandra tak sabaran.

Keelan tidak terlalu biasa diperlakukan seperti ini oleh wanita. Dia sudah sering bekerjasama dengan wanita yang terkenal tegas dan garang. Tapi Keelan selalu berhasil menjinakkannya dengan pesona yang ia miliki.

"Well, gue nggak terlalu dengerin. Tapi mereka bilang Ario nggak rugi-rugi amat. Habis dari lo, dia dapat Shadina. Pernikahan mereka juga cuma pernikahan bisnis."

"Mereka nikah bukan karena bisnis!" sela Kylandra berang. Dia bisa menerima jika dirinya yang dicela setelah apa yang ia lakukan pada Ario. Tapi pria itu ... dia hanya menemukan perempuan yang mencintai dan dicintainnya. Bisakah orang-orang membiarkan pria itu bahagia?

"Terus karena apa?" cibir Keelan.

"Karena mereka saling cinta."

"Dia ninggalin lo karena Shadina."

"Nggak gitu!"

"Dan bokap Shadina kasih suntikan dana ke proyek Ario."

"Itu jauh sebelum Ario menjalin hubungan sama Shadina!" tandas Kylandra dengan wajah memerah menahan kesal.

Keelan mengangkat tangan, "Okay, bukan gue yang harus lo kasih penjelasan." Menyadari Kylandra sudah emosional. Ia pun menyesal karena tergoda ingin membuat Kylandra—si ice princess—marah. Ternyata wanita itu makin menarik ketika marah. "Lo bisa turun dan bikin klarifikasi di ballroom."

Tentu ide Keelan tidak akan dilakukan Kylandra. Selain tidak ingin merusak pesta pernikahan Ario, Kylandra tahu itu hanya memberi orang-orang bahan untuk membuat gosip yang lebih tidak masuk akal lagi. Namun Kylandra juga tidak mau Ario menjadi toko anagonis di saat sebenarnya pria itu adalah protagonisnya.

Kylandra memutar otak. Menggunakan kecerdasannya yang cukup ia banggakan. Dalam berbisinis, situasi krisis tidak dapat dihindari. Sebab itu, kadang seorang pembisnis harus mampu mengambil keputusan cepat dan tepat.

Seperti sekarang.

Sudut mata Kylandra kembali pada Keelan. Mengamati pria itu sejenak lalu berkata. "Kamu harus bantuin saya."

"What?"

Kylandra menarik Keelan agar bangkit berdiri bersamanya. "Kalau saya kembali ke ballroom dan kelihatan akrab sama kamu ... mereka mungkin nggak akan ngasih perhatian sama Aryo," jelasnya serius. "Tapi pada saya."

"Dan pada gue juga," sambung Keelan yang sudah paham rencana Kylandra. Dia menahan Kylandra yang hendak membuka pintu. "Really? Lo manfaatin gue di pertemuan pertama kita?"

"Kita udah sering ketemu."

"Tepatnya papasan." Koreksi Keelan. "Kita bahkan nggak pernah saling sapa."

"Yang penting kita tahu satu sama lain."

"Tapi nggak cukup dekat buat lo manfaatin gue."

"Fine." Kylandra melipat tangannya. Menunjukkan sikap angkuhnya ketika berhadapan dengan lawan bisnisnya. "Kamu mau berapa?"

Keelan nyaris ingin tertawa. Tapi tidak terlalu terkejut dengan penawaran wanita itu. "Harta gue mungkin nggak sebanyak lo. Tapi gue nggak kekurangan uang, Kylandra."

"Make it fast. Kamu mau apa?" Kylandra mendongak.

Tatapan Keelan turun ke bawah. Kylandra cukup tinggi untuk rata-rata perempuan Indonesia. Tapi tidak mungkin lebih tinggi dari Keelan yang 182 cm. Sebab itu, higheels perempuan itu sama sekali tak membantu untuk membuatnya sejajar dengan Keelan agar bisa mengintimdasinya.

"Lo yakin bisa menuhin permintaan gue?" Keelan mencondongkan tubuh ke depan, membuat mata Kylandra melebar dan spontan mundur hingga punggung menabrak pintu besi. " ...Kylandra?" bisiknya.

Kylandra menelan ludah. Meskipun degup jantungnya berdetak lebih cepat ketika Keelan menunduk hingga jarak mereka makin dekat. Dia tidak akan menunjukkan hal itu pada Keelan.

"Sure," anggukknya tegas dan yakin.

Sejenak Keelan tak berkata apa-apa. Pria itu hanya menatapnya dengan mata yang Kylandra tahu berkeliaran mengamati wajahnya. Bahkan ... Keelan cukup lama memandang bibirnya.

Keelan menarik tubuhnya. "Well," senyumnya memang tampak manis, tapi tersimpan bahaya yang membuat Kylandra sedikit meragukan keputusan yang sudah ia ambil. "We have a deal, then."

Dan Kylandra mendadak teringat salah satu nasihat sang bunda padanya.

Don't play with fire, Andra.

Bersambung


 

01 | family


Keelan mengerang ketika gorden disibakkan, membuat wajahnya langsung berhadapan dengan sengatan cahaya matahari yang menampar wajah dan punggung telanjangnya. Suara aktivitas dan langkah kaki yang hilir-mudik di kamarnya membuat tidur pria berkulit tan itu makin terganggu.

Yang benar saja, dia baru pulang pukul empat subuh tadi. Dan Keelan yakin jika sekarang belum sesiang itu untuk dirinya mulai beraktivitas.

Matanya perlahan-lahan mulai terbuka dengan enggan. Decakkan lolos keluar dari bibirnya tatkala ia menangkap Dan—sang manajer—yang memunguti pakaiannya sebab dia memang memiliki kebiasaan tidur tanpa mengenakan apa-apa.

"Lo bilang gue nggak ada schedule hari ini," geram Keelan dengan nada penuh keluhan. Matanya yang masih memerah karena mengantuk meraih ponsel di samping bantal  untuk melihat waktu. "What the fuck, Dan? It's still seven!"

Danny Saputra yang sudah menjadi manajer Keelan hampir sepuluh tahun ini sama sekali tak terpengaruh oleh kejengkelan yang ditunjukkan pria itu. Dengan tenang, dia memasukkan pakaian Keelan ke dalam keranjang kotor lalu mendekati teman sejak kecilnya—sekaligus anak mantan majikan dari orang tuanya.

"Gue lupa bilang kalau hari ini lo ada acara keluarga."

"Acara apa?" Keelan makin jengkel.

"Keponakan lo ulang tahun." Dengan tenang Danny mengingatkan. Dia bisa melihat kebekuan sempat terjadi pada Keelan. "Gue udah beliin kado buat Celia. Jadi kita nggak perlu mampir ke mall dulu nanti."

Keelan bergeming.

"Gue udah berusaha jelasin sama nyokap lo kalau lo nggak bisa datang karena masih syuting. Tapi semalam Blair hubungin gue dan minta gue buat bujukkin lo datang." Danny menjelaskan lalu menyambung. "... gue bakal bilang ke Blair lo ada meeting dadakan kalau memang nggak mau datang."

"No," Keelang menggeleng. Memijat pangkal hidungnya yang sedikit pusing. Mungkin karena kurang tidur. "Gue datang," katanya kemudian mendongak dan menatap Danny yang masih berdiri di tempatnya dengan alis terangkat. "Lo mau ngeliat gue jalan ke kamar mandi telanjang apa gimana?"

"Gue bikinin sarapan buat lo," ucap Danny datar lantas keluar dari kamar Keelan.

Selepas kepergian Danny. Keelan menghempaskan tubuhnya. Memandang langit-langit kamarnya dengan agak muram. Blair Jovana adalah teman masa kecil yang sekarang menjadi kakak iparnya. Blair menikah dengan Kenang Jantaka lima tahun yang lalu. Mereka sudah dianugerahi putri cantik dan lucu berumur dua tahun bernama Celia Vanadia Jantaka.

Selalu ada kesedihan setiap kali dia mengingat wanita itu ... serta penyesalan yang tidak ada gunannya lagi Keelan pikirkan.

Hari dimana dia kembali ke Jakarta setelah liburannya ke Jepang, Keelan mengalami patah hati pertamanya. Blair dengan wajah berseri-seri menariknya ke dalam rumah lalu menceritakan jika Kenang menyatakan perasaan pada Blair. Mereka jadian dan Blair memamerkan kalung pemberian Kenang padanya.

Keelan pikir hubungan Blair dan Kenang mungkin saja tak bertahan lama. Kenang empat tahun lebih tua dari mereka. Dan Blair cukup kekanakan yang Keelan yakini tak akan mampu mengimbangi Kenang. Tapi dia lupa betapa dewasanya abangnya tersebut. Justru hal itu membuat mereka saling melingkapi dan membuat hubungan itu bertahan lama sampai mereka akhirnya memutuskan menikah.

Keelan mendesah. Menutupi wajah dengan selimut. Dia sudah melepaskan perasaanya pada Blair.

Hanya saja, jika melihat Blair, Keelan selalu dingatkan tentang penyesalannya.

Dan Keelan tak menyukainya.


 

***


Keluarga Jantaka adalah keluarga yang bisnisnya bergerak di bidang hukum. Jantaka and Partnersmerupakan salah satu firma hukum terbaik di Indonesia. Firma hukum tersebut telah berdiri cukup lama. Semakin besar setelah David Jantaka—ayah Keelan—bergabung begitu dia berhasil menyelesaikan pendidikannya.

Sejak kecil, Keelan sudah merasakan bagaimana sang ayah berusaha mengarahkannya agar mengikuti jejak beliau. Namun Keelan tidak pernah tertarik pada dunia hukum. Seberusaha apapun dia mencoba, Keelan tak menemukan sesuatu yang membangkitkan gairahnya. Walaupun Kenang mendorongnya dengan kasus-kasus menarik, Keelan tetap saja tak bersemangat.

Berbeda ketika dia mulai berakting. Ada sesuatu yang menantang dan seru ketika Keelan bermain peran. Mendalami karakter baru membuat Keelan tidak hanya belajar memahami manusia, melainkan juga mengekspresikan emosi dari karakter tersebut.

Keelan selalu merasa beruntung memiliki Kenang sebagai abangnya. Berkat pria itu, sang ayah tidak terlalu menghalangi mimpinya yang ingin menjadi aktor. Memang di awal keinginannya tersebut ditertawakan dan diremehkan—apalagi untuk keluarganya yang memang sangat akademis. Namun hal itu tak menyurutkan semangat Keelan. Dia malah tertantang untuk membuktikan diri. Meskipun setelah dia akhirnya sukses, sang ayah tampak tidak terlalu bangga dengan prestasi Keelan.

Tidak masalah. Sejak kecil Kenang memang sudah menjadi anak emas.

Berbeda dengan Keelan yang memiliki jiwa petualang, Kenang lebih suka menghabiskan waktunya di rumah, mengurung diri di dalam perpustakaan. Kenang bukan si pembantah, dia selalu menuruti apapun perintah Mama dan Papa. Hampir semua pilihan hidupnya, ada campur tangan sang ayah. Tapi tidak dengan Blair. Mungkin wanita itu adalah satu-satunya pilihan yang Kenang ambil sendiri. Membuat Keelan menyadari jika Kenang menyukai Blair sebesar itu.

Bisa jadi lebih besar dari rasa sukanya.

Perasaan Keelan akan lebih baik jika Kenang adalah saudara yang menyebalkan sehingga dia bisa sedikit mengumpati Kenang. Beruntungnya ia, Kenang jauh dari sifat itu. Dia adalah pendukung nomor satunya ketika awal Keelan meniti karir. Orang yang selalu memberinya semangat ketika Keelan mulai dilanda kegelisahan. Sebab itu, Keelan berusaha untuk tidak merusak kebahagiaan yang Kenang punya karena perasaanya yang bertepuk sebelah tangan pada Blair.

Terlebih, Kenang dan Blair adalah dua orang yang ia sayangi.

"Keelan! Kamu datang, Nak?" Sarasvati—ibu Keelan menjadi orang pertama yang menangkap kehadiran putra bungsunya tersebut. Senyum perempuan itu mirip sekali dengan Keelan. Manis dan memikat. Dia langsung beranjak dari kursi, menghampiri Keelan yang turun dari undakkan menuju meja besar yang dibentangkan di tengah taman belakang rumah keluarga Jantaka.

Perayaan ulang tahun cucu pertama di keluarganya memang dirayakan dengan sederhana. Keelan sangat tahu betapa Blair tidak menyukai sesuatu yang terlalu heboh. Kenang pun pasti mendukung keinginan sang istri.

"Hi, Mam," Keelan membalas senyum sang ibu. Melabukan kecupan di pipi kirinya. "Kok makin cantik aja?"

Sarasvati mencibir. "Alah, simpan rayuan kamu itu buat cewek yang lagi kamu incar. Mama udah kebal." Mata Sarasvati kemudian menyipit. "Bukannya kamu bilang nggak bisa datang? Kemarin Mama hubungin Danny juga dia bilang kamu ada syuting."

"Tadinya gitu. Tapi nggak mungkin aku ngecewain Mamaku yang cantik ini dong," balas Keelan merayu.

Pandangan Keelan beralih pada Kenang yang menatapnya hangat, tapi setelahnya mencemooh. "Rayuan Keelan nggak habis-habis karena cewek yang dia incar banyak, Mam."

"Mau gimana lagi, Mam? Anak Mama ini kan memang idaman wanita,"

"Idaman wanita apanya," Sarasvati geleng-geleng kepala. Sejak dulu Keelan memang memiliki kepercayaan yang tinggi. Hal itu juga yang membuat orang-orang ingin dekat dengannya. "Kalau memang kamu idaman wanita. Kenapa sampai sekarang belum bawa pacarmu ke rumah?"

"Bingung mau bawa pacar yang mana," sahut Keelan jail. "Pacar hari Sabtu atau Minggu, ya?"

"Astaga Keelan!" Sarasvati mencubit lengan Keelan, membuat putranya itu mengaduh sebelum ia lepaskan. "Kapan sih kamu itu seriusnya?"

"Keelan serius kayaknya mustahil, Ma." Suara lembut yang begitu Keelan kenal berhasil membuat pria itu membeku sesaat. Dia menolehkan kepala perlahan-lahan, desaakan rasa rindu menghantamnya ketika ia melihat Blair yang tampak cantik dan anggun dengan terusan midi dress plisket-nya. Dalam gendongannya, ada anak perempuan yang tak kalah cantiknya. Celia, keponakkan yang sangat Keelan sayangi. "Kamu datang juga, ya! Nggak sia-sia aku paksa Dan. Eh, Dan mana?"

"Ke tempat ibu sama bapak dulu sebentar,"

Ibu dan Bapak yang Keelan maksud adalah orang tua Danny yang sudah bekerja di rumah keluarga Jantaka sejak Kenang masih bayi. Karena sudah berumur, dan Danny tidak ingin orang tuanya bekerja lagi. Ibu dan Bapak berhenti bekerja. Orang tua Keelan menghadiahi rumah sederhana yang tak terlalu jauh dari kediaman mereka agar ibu dan Bapak bisa mampir ke sini agar tidak bosan.

"Nggak mungkin nggak datang buat tuan putri ini," Keelan membungkuk. Mensejajarkan wajahnya dengan Celia yang diberi badana pink. Serasi dengan gaun yang ia kenakan. "Halo, beautiful. Kiss uncle Kee, please," pinta Keelan seraya menyodorkan pipinya.

"Kekel," Celia tertawa kecil dengan suara bayinya. Wajahnya mendekat, mendaratkan ciuman manis pada sang paman. "Kekel, Kekel," katanya dengan tangan terbuka—isyarat ingin berada dalam gendongan Keelan.

Celia memang memiliki kedekatan tersendiri dengan Keelan. Meskipun mereka jarang bertemu. Setiap kali ia melihat Keelan, Celia pasti ingin berada dalam gendongan sang paman.

"Aduh, tuan putri udah makin gede, ya." Ucap Keelan begitu Celia sudah berada dalam gendongannya. "Nggak bisa Uncle Kee gendong lama-lama, nih. Takut enjok."

"Udah gede dong, Uncle." Blair mewakili putrinya bicara. "Uncle sih sombong banget nggak mau tengokin Celia,"

Keelan meringis menerima sindiran dari Blair. "Papa mana, Mam?" tanyanya mengalihkan topik.

"Lagi di ruang kerja. Tadi Pak Gesta ke sini. Kayaknya ada yang penting mau dibahas," Keelan manggut-manggut. Tidak heran dengan gila kerjanya sang ayah.

Mereka kemudian mengambil tempat duduk masing-masing. Celia masih dalam gendongannya. Tampak ingin bermain-main dengan Keelan sehingga sengaja menarik-narik rambut pria itu yang memang sedikit panjang guna menarik perhatian.

"Kapan Mama punya cucu dari kamu ya, Kee?" pertanyaan itu terlontak seperti embusan angin dari Sarasvati. Begitu mudah. "Mau Mama kenalin sama anaknya teman Mama nggak? Kayaknya sih bakal cocok sama kamu."

"Oh, please, don't, Mam," Keelan memejamkan mata sekilas sambil menggelengkan kepala. Ekspresi berubah ngeri. "Mau ditaro dimana mukaku seorang Keelan Jantaka dicariin cewek sama Mamanya?"

"Lho? Emang kenapa?"

"Itu ngelukain harga diri Keelan, Ma." Blair menimpali sambil terkikik. "Bukannya kamu lagi dekat sama Kylandra ya, Kee?"

Keelan sontak terdiam. Kembali teringat dengan perempuan yang tiba-tiba menghilang setelah memanfaatkannya. Well, tidak bisa dibilang menghilang. Dari yang Keelan dengar, Kylandra sedang berada di Sydney untuk urusan bisnis. Sepertinya cukup lama karena lima bulan berlalu sejak malam itu. Kylandra pergi tanpa begitu saja meninggalkan Keelan yang harus menghadapi rasa penasaran orang-orang tentang hubungannya dengan gadis itu setelah pertunjukkan yang mereka lalukan di pernikahan Ario dan Shadina.

Parahnya, Kylandra sama sekali tak pernah menghubungi Keelan.

"Ya, gitu," Seperti jawabannya pada orang lain. Keelan tak pernah menampiknya. "Masih dekat, aja."

"Kylandra Harjanta? Anaknya Jadrian Harjanta sama Linda Sukma?" Sarasvati tampak terkaget-kaget. "Kok Mama nggak tau?"

Keelan tersenyum. "Itu yang aku suka dari Mama. Mama nggak pernah nongkrong sama ibu-ibu doyan gosip."

Sarasvati cemberut. Dia memang sangat jarang bergabung dengan para ibu sosialita yang mengundangnya. Bahkan ke acara-acara penting pun, Sarasvati biasanya tidak ikut dan membiarkan sang suami pergi bersama putranya—Kenang. Sebagai rektor di sebuah kampus swasta di Jakarta, Sarasvati memang cukup sibuk.

"Jadi, kamu lagi dekat sama Kylandra, Nak?" tanya Sarasvati penasaran. "Mama pernah ketemu sekali sama Kylandra. Dia gadis pintar dan mandiri. And she's know what she want."

"She is," Keelan menyetujui. Bayangan wajah Kylandra yang cantik terbayang lagi di dalam kepala Keelan. Dia banyak bertemu gadis cantik, tapi harus diakuinya Kylandra memiliki kecantikan yang berbeda.

Keelan memang tidak mengenal Kylandra secara pribadi. Bahkan kejadian di atap adalah pertama kalinya mereka mengobrol. Tapi dia cukup banyak mendengar tenang gadis itu. Kylandra si ice princessyang berkemungkinan besar akan menjadi pewaris dari Harjanta Group—sebab adiknya, Jevan, lebih tertarik membangun bisnisnya sendiri.

"Mama setuju!" cetus Sarasvati semangat.

Keelan terbahak. "Setuju apa, Ma?"

"Kamu sama Kylandra. Laki-laki seperti kamu memang cocoknya sama alpha female."

"Really, Mam?" Keelan memiringkan kepalanya. Kemudian mengusap kepala Celia sambil curhat pada anak itu. "Lihat tuh, Tuan Putri. Masa Uncle Kee dijodoh-jodohin, sih. Emang Uncle Kee nggak laku apa?"

"Iya, kan, Kenang?" Sarasvati meminta dukungan dari putra pertamanya yang memang selalu lebih sering menjadi pendengar setiap acara kumpul keluarga seperti ini. "Adik kamu udah terlalu kita manja. Makanya pasangan dia harus yang tegas dan mandiri kayak Kylandra."

Kenang mengerjap. Mengusap tengkuknya. Dia melirik sang istri yang mengulum bibirnya, mengejek Kenang yang mana mengerti soal begini. "Eh, i-iya, Ma."

"Tuh, Kenang aja setuju!" tukas Sarasvati. "Tunggu apa lagi, Keelan? Kalau memang kalian lagi dekat. Kamu seriusan aja langsung."

"Aduh, Mam. Kami memang lagi dekat. Tapi belum sejauh itu. Lagian Kylandra nggak lagi di Jakarta. Dan kami udah lama nggak kontakan, Jadi, ya, gitu aja." Keelan tentu mengarang bebas. Tidak mungkin dia berkata jika keakrabannya dengan Kylandra di pesta pernikahan Ario dan Shadina hanyalah sandiwara semata.

"Yah, makanya usaha dong, Keelan. Jangan sia-siain perempuan berkualitas kayak Kylandra, dong!"

"Wait," Keelan menyela ucapan sang mama dengan memanfaatkan telponnya yang berdering. "Sutradaraku nelpon," ia menunjukkan layar ponselnya sebagai bukti. Kemudian memindahkan Celia ke pangkuan Sarasvati. "Aku angkat telpon sebentar, ya."

Sarasvati tampak keberatan. Tapi tak bisa apa-apa. Dia hanya bisa memandang punggung Keelan yang menjauh dengan ekspresi cemberut. Lalu tak lama kemudian, menoleh pada sang menantu. "Blair, kamu cari tahu hubungan Keelan sama Kylandra, ya. Mama punya feeling kayaknya yang satu ini bakal nyangkut sama Keelan."

Blair tersenyum. Menganggukkan kepalanya. "Okay, Ma."


 


 

***


 

Ponsel yang bergetar di atas meja berhasil mengalihkan perhatian Kylandra. Perempuan itu mematikan hair dryer, jemari lentiknya meraih benda pipih tersebut lalu membuka chat yang dikirimkan oleh Gwen—sahabatnya.

Gwen : sissssss

Gwen : udah balik dari sydney kok ga ngabarin gue 😔

Gwen : jahat deh 😭

Gwen : ga mau tau, malam ini lo harus ikut party di Savana 😡

Bibir Kylandra berkedut mengukir senyum tipis. Dia membalas chat dari Gwen dengan cepat.

Kylandra : baru mau ngabarin, lo udah tau duluan

Kylandra : sorry, gue nggak bisa pergi

Kylandra : malam ini mau dinner sama keluarga

Kylandra : besok gue traktir lunch deh.

Tak lama kemudian, Gwen langsung membalas.

Gwen : yaaaah, yaudah deh 😔

Gwen : biar gue yang reservasi restonya yaaa

Kylandra : sure.

Kylandra menutup room chat-nya dengan Gwen bertepatan dengan suara ketukan pintu dengar. Begitu Kylandra mempersilakan masuk, dia melihat sosok tinggi dan tegap sang adik—Jevan Harjanta—menghampirinya.

"Brother," Kylandra tersenyum. Segara mendekat dan memeluk Jevan. "How's life? Papa bilang kamu udah dapat investor, ya?"

"Nah, I had expected it," Jevan mengerang kecil lalu menambahkan setelah sang kakak melepaskan pelukan. "Tepatnya bukan 'udah' tapi masih 'nunggu' kabar. Aku udah jelasin gitu sama Papa. Tapi Papa bilang aku harus optimis. Padahal aku cuma nggak mau bikin yang lain jadi berharap."

Kylandra terkekeh kecil. Menepuk bahu sang adik yang sudah lebih tinggi darinya. Padahal seperti baru kemarin dia mengajari Jevan bermain sepeda. Kini sang adik sudah tumbuh menjadi pria memesona. Bukan hanya soal tinggi badan, melainkan juga bentuk tubuhnya yang proporsional. Tantang wajah, Kylandra bukan memuji karena Jevan adiknya. Tapi Jevan memang tampan. Kulitnya yang dulu putih pucat kini sedikit kecoklatan akibat banyaknya aktivitas di luar.

Dengan lesung pipinya yang mudah sekali terbentuk setiap kali pria itu tersenyum atau tertawa—Jevan menyebarkan aura positif yang menarik orang-orang untuk mendekat dengannya. Beruntung lah semua wanita yang mengidamkan Jevan, adiknya itu memang banyak tersenyum karena sifatnya yang ramah pada siapapun.

Cukup berbeda dengannya yang hanya melakukan hal itu ketika bersama orang-orang terdekat dan keluarga. Kylandra tentu tahu julukkan ice princess yang disematkan padanya. Dan Kylandra pikir, julukan itu tidak begitu buruk.

"So, how's Sydney?" Jevan balas bertanya. Kakinya terayun ke pinggiran tempat tidur Kylandra dan duduk di sana. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu. Jevan rindu mengobrol dengan sang kakak. "Selain kerja, aku yakin kamu had fun banget di sana. You really like Sydney, don't you?"

"You know me so well, Brother." Kylandra tergelak. Kemudian duduk di kursi meja rias. "Yeah, Dalcona akhirnya ngalah juga dan mau kerjasama. Walaupun awalnya demanding banget sama syarat-syaratnya. But, aku nggak akan nyerah semudah itu. Mereka perlu tahu siapa yang mereka hadapi."

Senyum bangga terukir di bibir sang adik.

"That's my sis!" Jevan manggut-manggut. Tentu tidak meragukan lagi kemampuan Kylandra.

Sejak masih kecil, Jevan sangat menganggumi sosok Kylandra. Mereka terpaut jarak tiga tahun. Dan Kylandra selalu bisa ia andalkan. Bukan hanya soal kecerdasan Kylandra yang selalu mampu menjawab segala rasa pensaran Jevan. Melainkan juga ketangguhan Kylandra yang ingin menunjukkan bahwa sebagai perempuan, dia pun mampu—atau bahkan lebih mampu dari laki-laki dalam berbisnis.

Tak dipungkiri, standar ganda masih melekat di kalangan mana saja. Meskipun orang tua mereka tidak pernah membedakan mereka—tetap saja society menyadarkan Kylandra jika tidak semua orang memiliki pikiran yang luas dan bijaksana seperti orang tuanya. Sebab itu, Kylandra selalu melakukan yang terbaik pada setiap apa yang ia tekuni.

Kylandra mengenyam pendidikan di Stanford untuk S1. Dan melanjutkan pendidikan S2-nya di Univerity of Technology Sydney. Kylandra pun sering mendapatkan penghargaan-penghargaan Internasional. Dia juga aktif dalam berbagai jenis bidang olahraga. Seperti berkuda, tenis, golf, dan bahkan menguasai ice skating.

Bukan hanya itu, selain menjabat sebagai Direktur HJN Digital Entertaiment. Sang kakak juga menjabat sebagai Managing Director HJN TV. Jika ada yang pantas mengganti sang papa, maka Kylandra lah orangnya. Jevan sama sekali tidak memiliki keinginan memperebutkan titel pewaris dari Kylandra, walaupun dia adalah anak laki-laki.

"... And I'm so proud of you," sambung Jevan dengan tatapan tulus.

"Same here," Kylandra mengangguk terharu. Dia selalu merasa sentimentil jika sudah menyangkut Jevan. "You know, apapun nanti hasilnya. Kamu harus tahu, kalau kamu udah ngelakuin yang terbaik. Satu kali kegagalan, nggak akan menghancurkan atau pun bikin kamu berhenti. Got it?"

Jevan mengangguk. "Thank you, Sis."

"Kayaknya kita harus turun ke bawah sekarang." Kylandra bangkit berdiri, diikuti oleh Jevan yang langsung teringat tujuannya ke atas.

"Right. Bunda pasti heran kenapa kita lama turun,"

"Yeah," Kylandra menyetujui. "So sure."

Di meja makan, hidangan sudah tersaji hampir memenuhi meja. Linda Sukma yang sedang menyiapkan meja menoleh ketika melihat kedatangan kedua anaknya. "Bunda minta kamu manggilin Andra hampir tiga puluh menit yang lalu lho, Jev."

Andra adalah nama kecil Kylandra yang selalu dipakai oleh keluarganya untuk memanggilnya.

Jevan nyengir. Memeluk sang bunda dari belakang. "Tadi Jevan ngobrol dulu sama Andra, Bun. Udah lama nggak ketemu soalnya."

Linda Sukma geleng-geleng kepala. "Sekarang kamu panggil Papa di ruang kerjanya. Keburu makanan dingin, nih."

"Siap, Nyonya!" Jevan sigap memberi hormat. Lantas berlalu menuju ruang kerja sang ayah.

"Ayo, Ndra. Kamu duduk aja dulu,"

Kylandra mengangguk. Menarik salah satu kursi yang kosong. Memperhatikan sang bunda yang masih tampak cantik diusianya yang sudah lewat dari lima puluh tahun.

"Udah nggak jet lag lagi, kan, Ndra?" tanya Linda Sukma. Menggeser gelas-gelas agar tersusun rapi. Sang bunda memang terlalu rapi dan teliti. Dan itu menurun padanya. "Mau Bunda minta mbok Sri bikinin jus ceri buat kamu?"

"No, I'm totally fine, Bun," geleng Kylandra. "Aku udah minum air putih yang banyak, kok."

Linda Sukma mengangguk. Tak lama kemudian, Jadrian memasuki area meja makan bersama Jevan. Membuat Kylandra menganggumi kemiripan wajah mereka berdua.

"Hi, Princess," Jadrian membungkuk, mengecup puncak kepala Kylandra. "Gimana? Masih jet lag?"

Kylandra menggeleng. "Nggak kok, Pa."

Jadrian duduk di tempatnya biasa. Sementara Jevan menarik kursi di sebelah Kylandra.

"Kalau masih capek. Besok nggak usah langsung berangkat kerja, Princess," ucap Jadrian perhatian. Dia tahu bagaimana Kylandra yang cukup gila kerja sama sepertinya. Dari Luna—asisten Kylandra—Jadrian mengetahui sang anak sudah membuat schedule kerjanya sebulan ke depan.

"Iya, Andra." Linda Sukma menyetujui. "Memang siapa yang mau marahin kamu kalau kamu cuti besok, sih?"

"Papa malah kena tuduh tadi," lapor Jadrian. Mengerling pada sang istri. "See, Bunda, Papa nggak pernah maksa Andra kerja."

"Tapi Andra jadi gila kerja karena kamu kasih contoh kayak gitu," Linda Sukma bersungut-sungut.

Jevan merapatkan bibirnya. Menahan tawa.

Hal itu langsung disadari Linda Sukma—hingga menyerang si paling bungsu. "Kamu nggak ada bedanya, Jevan."

Kylandra terkekeh. Dia sangat merindukan kehangatan ini. "Gimana kalau weekend nanti kita SPA bareng, Bun? Aku yang reservasi tempatnya."

Bibir Linda Sukma berkedut menahan senyum. "Boleh, deh," angguknya.

Kylandra tersenyum, "Nanti aku bilangin Luna," katanya yang bertemu pandangan dengan sang ayah. Jadrian mengangguk samar, memuji Kylandra yang tahu bagaimana cara membuat nyonya di rumah tidak merajuk.

"Nah, sekarang mari kita makan masakan Bunda kita yang cantik," ucap Jadrian kemudian melirik anak-anaknya. "Bilang apa, kids?"

"Makasih buat makanannya, Bunda," ucap Kylandra dan Jevan kompak.

Membuang senyum sang Bunda akhirnya terukir dengan lebar. Bukan hanya karena sikap manis dari suami dan anak-anaknya, melainkan juga rasa bahagia karena akhirnya mereka bisa makan malam bersama dengan lengkap.

 

Bersambung.


 

02 | comeback


 

Keelan membaca script yang diberikan oleh tim kreatif beberapa menit yang lalu dalam diam.

Karena filmnya sebentar lagi akan tayang di bioskop, Keelan harus mengikuti rangkaian promosi—entah itu di stasiun TV, maupun platform populer mana pun demi menjangkau penonton lebih banyak. Tidak peduli seterkenal apapun orang-orang yang terlibat dalam pembuatan film tersebut—promosi tetap harus dilakukan karena proses ini adalah bagian yang cukup penting. Bahkan anggaran pemasaran terkadang setara dengan setengah anggaran produksi.

Kali ini, Keelan melakukan promosi di salah satu program talkshow malam dari HJN TV. Program ini bernama The Night Show. Keelan cukup sering diundang dan menjadi tamu dalam program tersebut. Jadi dia sudah tahu bagaimana cara membawakan diri dan berkomunikasi dengan para presenter yang terkenal dengan sisi komedinya yang kental. Sebab itu, program ini cukup terkenal dan menarik perhatian.

Lebih dari itu, Keelan kenal dekat dengan presenter perempuannya. Mereka sempat digosipkan menjalin hubungan. Harus Keelan akui, hal ini cukup menguntung karena orang-orang akan semakin tertarik menonton.

"Mas Keelan, rambutnya mau di hairspray biar rapi?"

Keelan mendongak. Pandangannya bertemu dengan penata rias yang sejak tadi membubuhkan bedak ke wajah Keelan agar tidak pucat di kamera. Dan selama itu pula, Keelan menyadari gerakkan-gerakkan berlebihan yang dilakukan oleh Violet—si penata rias. Tubuhnya dengan sengaja membungkuk lebih rendah untuk memperlihatkan belahan payudaranya. Dan juga suaranya yang dibuat menggoda saat bicara dengannya.

"Nggak apa-apa. Gini aja," tolak Keelan dengan senyum sopan. Sama sekali tak tertarik melirik belahan payudara perempuan tersebut. Oh, tentu saja Keelan masih normal. Tapi ia cukup waras untuk tidak terlibat skandal. Meskipun dia tahu, perempuan itu akan sangat senang jika Keelan memakan umpannya.

"Yakin, Mas? Pa—"

"Keelan alergi hairspray, Mbak." Danny tiba-tiba muncul dan langsung memotong ucapan Violet.

Berbeda dengan Keelan yang terkenal ramah. Danny kebalikan dari itu, dia ketus dan terus terang. Ekspresi wajahnya pun dingin dan datar membuat siapa saja akan ciut jika bicara dengannya. Termasuk si panata rias yang menelan ludah gugup ditatap setajam itu.

"Mbak udah selesai, kan? Kalau udah boleh kasih waktu buat Keelan sendiri?"

"I-iya. Udah, Mas. " Violet mengangguk terbata-bata. "Saya permisi."

Keelan tersenyum miring setelah pintu tertutup. "Galak banget, Mas Danny," ia melirik Danny yang menaruh Americano pesanannya di meja.

"Lo tahu skandal kayak gini fatal banget akibatnya," Danny berkata datar. Tangannya terlipat, bersandar di meja rias sebelah Keelan. "Seharusnya lo usir dia setelah kerjaan dia selesai."

"Lo tahu image gue adalah cowok ramah." Keelan meletakkan script-nya berganti meraih americano-nya. "Lagian udah ada lo yang bakal galakin mereka."

Danny mendengus. Apa untungnya mempertahankan image ramah jika hal itu malah menimbulkan kerugian? Keelan memang ramah. Dia selalu menjadi anak populer dimana pun ia berada. Tidak ada yang tidak menyukai Keelan. Mau perempuan atau laki-laki ingin berteman dengan Keelan. Sebagai orang yang sudah mengenal Keelan dari kecil, Danny tahu sifat itu tidak dibuat-buat. Hanya saja, setelah terjun ke dunia entertaiment—Keelan jadi harus banyak menahan diri.

"Soal film The Bad Man," Danny mengalihkan topik. "Gue dengar Andreas juga bakal ikut casting."

"I already expected it," Keelan manggut-manggut. Andreas adalah salah satu aktor laga. Keelan tak pernah menganggap aktor lain adalah saingannya, hanya saja, Andreas menganggapnya begitu. Persaingan mereka cukup terasa karena Andreas terang-terangan menunjukkan ketidaksukaanya pada Keelan. "Tapi gue yakin gue yang bakal kepilih."

"Gue selalu bertanya-tanya di mana lo beli kepercayaan diri lo itu," ejek Danny kemudian menambahkan. "Akting Andreas nggak jelek. Dan yang perlu di waspadai, Andreas aktor laga. Itu bisa jadi salah satu pertimbangan casting director sama sutradara. Sementara pengalaman lo di action bisa dibilang nggak ada. I've told you, seharusnya lo stop ngambil proyek film genre romance."

"Why?  Romance is good." Keelan membela diri. "Itu bikin gue jadi paham menghadapi dan memahami cewek."

"Yeah, tujuan yang sangat mulia." Danny memutar bola mata.

Sementara Keelan tersenyum geli dengan salty-nya Danny.

Sudah sejak lama Danny menyarankan Keelan mencoba genre lain. Namun Keelan merasa masih suka-suka saja memainkan karakter di film genre romance. Terlebih dia tidak akan melupakan jika namanya makin dikenal karena film-film romance yang pernah ia mainkan.

Keelan tentu pernah mencoba genre selain romance, tapi memang harus diakui, orang-orang lebih tertarik melihatnya di genre tersebut.

"Gue yakin gue bisa, Dan," Keelan berkata optimis. "Andreas memang aktor laga. Tapi bukan berarti dia cocok sama karakter Gim. Gue udah jadi penggemar novel The Bad Man sebelum diangkat jadi film. Gue akan ngelakuin apa aja supaya gue yang kepilih."

Danny menghela napas. Dia sama sekali tak meragukan kemampuan Keelan. Pria itu akan berubah sangat serius jika sudah menyangkut film. Keelan aktor berbakat, sebab itu, Danny memiliki keyakinan Keelan akan menjadi lebih besar—bahkan untuk ke Hollywood bukan sesuatu yang mustahil untuknya.

Pembicaraan mereka berhenti ketika pintu diketuk, salah satu kru dengan seragam hitam HJN TV menyembul dari balik pintu. "Mas Kee, lima menit lagi ya!"

Keelan mengangguk. Kemudian bangkit berdiri dan menepuk bahu Danny sebelum dia keluar dan tampil  di The Night Show.


 

***


"Kalau minggu lo nggak sibuk, lo ikut kami touring aja, Kee," ajak Tomi—presenter The Night Showbegitu syuting berakhir.

"Yah, sayang banget, Mas." Keelan mendesah kecewa. "Gue minggu mau ke Bogor."

"Ya udah. Kapa-kapan, deh. Emang sibuk bener lo, ya!"

Keelan tertawa kecil. "Ya, gitu deh, Mas."

"Bentar, orang rumah nelpon, nih," sela Tomi yang diangguki oleh Keelan. Sementara salah satu kru mendekatinya dan membantu melepaskan mic di bajunya.

"Very good, Kee. Gue hampir salting beneran tadi," Zizi—presenter perempuan The Night Showmengerling padanya.

Keelan tertawa. "Salting beneran juga nggak ada yang ngelarang, Zi."

"Alah, ntar gue ajak pacaran lo langsung ngilang!" sembur Zizi dengan sindiran.

Hubungannya dengan Zizi dulu bagi Keelan hanya sebatas saling menyenangkan saja. Zizi seru dan humoris. Keelan cukup menyukainya dan menyayangkan mereka harus menjauh karena Zizi menginginkan hubungan serius. Tapi Keelan tak berpendapat sama dan akhirnya mereka pun merenggang.

"You deserve better, Zi," Keelan berkata lembut kemudian mengambil langkah lebih dekat. "Bukannya lo nggak menarik, memang gue ajak yang brengsek dan pengecut buat melangkah ke hubungan kayak gitu."

"Ini alasan kenapa cewek-cewek nggak bisa marah sama lo." Zizi memutar bola matanya tapi kemudian ekspresinya melunak. "I know, Kee. Gue sama sekali nggak marah sama lo."

"Glad to hear that," Keelan tersenyum lalu melirik rolex di tangannya. "Gue mau ngajak lo lunch tapi habis ini gue ada syuting."

"Call me later," ucap Zizi pengertian.

Keelan mengangguk lantas berpamitan pada Zizi guna menghampiri Danny. Mereka keluar dari studio sembari membahas tentang jadwal latihan tinju Keelan yang diubah karena kepadatan schedule pria itu.

Mereka memasuki lift dimana ada dua orang karyawan perempuan HJN TV di dalamnya. Awalnya Keelan masih mendengarkan Danny, tapi begitu dia menangkap nama Kylandra disebutkan dalam oborlan para karyawan HJN TV, telinga Keelan tak lagi peduli Danny bicara apa.

"Hari pertama masuk kerja, Bu Kylandra langsung manggil semua producer program TV."

Kylandra udah balik dari Sydney?

"Apa nggak pada panik, tuh," komentar salah satunya. "Belakangan kan memang program TV kita rating-nya banyak yang turun."

"Yah, kayaknya nggak pulang deh gue hari ini,"

"Kee, lo dengerin gue nggak, sih?" sikutan Danny di lengannya membuat Keelan tersentak.

"Apaan?" tanya Keelan.

"Schedule lo udah padat. Kalau kita pakai malam, waktu lo istirahat bakal bekurang."

"Ya udah, gitu aja." Keelan menyahut enteng. Sebelumnya pikiran kembali tersedot pada Kylandra yang ternyata berada di Jakarta. Banyak pertanyaan yang muncul di benak Keelan dimana hanya gadis itu yang bisa menjawabnya.

Lift berhenti, kedua karyawan HJN TV tersebut keluar. Namun ketika pintu lift akan kembali tertutup Keelan menahannya. "Gue ada urusan sebentar," ucapnya pada Danny yang menautkan alis.

"Urusan apaan?" sambar Danny keberatan. "Nggak usah aneh-anah ya, Kee. Ntar kita telat lagi."

"Nggak akan," Keelan membantah lantas keluar dari lift. "Sepuluh menit. Okay?" katanya dengan senyum bandel khasnya dan berlalu meninggalkan Danny yang hanya bisa menghela napas sembari mengumpulkan kesabaran.

Tidak sulit mencari tahu dimana ruangan Kylandra. Keelan hanya perlu tersenyum manis, bertanya pada salah satu karyawan perempuan kemudian dia pun diantarkan melewati lorong panjang, melewati beberapa ruangan dimana semua orang tampak sibuk. Setelahnya mereka sampai pada pintu yang tertutup rapat yang Keelan yakini adalah ruangan Kylandra.

"Ini ruangannya, Mas," ucap Gisla—karyawan yang Keelan pintai tolong.

Keelan mengangguk kemudian tersenyum memesona. "Makasih, Gisla."

Terkejut karena Keelan mengingat namanya—perempuan itu merona kemudian menundukkan kepala malu-malu dan berpamitan.

Keelan mendekat, hendak mengetuk pintu itu kalau aja sebuah suara tak mengintrupsinya.

"Cari siapa, Mas?"

Keelan menoleh. Menatap perempuan berkecamata dengan setelan kantor rapi dan kaku. Ekspresi wajahnya tidak ramah, memandang Keelan penuh curiga.

"Saya mau ketemu Kylandra," balas Keelan dengan senyum manis.

"Ada urusan apa ya, Mas?" tapi perempuan itu masih memandangnya dengan penuh kesinisan.

"Urusan pribadi,"

"Maaf, Bu Kylandra nggak bisa ditemui sama sembarang orang," ucap perempuan itu dingin kemudian membalikan badannya sambil menggerutu dengan suara kecil, namun masih bisa didengar oleh Keelan. "Gisla sembarangan aja masukin orang ke kantor."

"Lho, mbak, tunggu dulu," Keelan menahan perempuan itu dengan menyusulnya dan berdiri di hadapannya. "Saya bukan sembarang orang. Mbak nggak kenal saya?"

"Memang Mas siapa?"

Keelan tampak syok bukan main. Tapi buru-buru mengusir keterkejutannya. "Saya Keelan. Well,mungkin mbak nggak suka nonton TV jadi nggak tahu saya siapa. Tapi saya kenal Kylandra. Saya dengar dia udah pulang dari Sydney."

Perempuan itu mendongakkan kepala, menatap Keelan lamat-lamat. Pria ini memang tampan dan kelihatannya bukan penipu. Tapi setahunya, bosnya sedang tidak dekat dengan pria mana pun belakangan ini. Selama di Sydney, Kylandra fokus pada pekerjaan dan hanya sesekali pergi keluar dengan teman-teman wanitanya. Sejak putus hubungan dengan Ario, Kylandra tampak belum berminat menjalin hubungan baru.

"Memangnya Mas siapanya Bu Kylandra?" tanya perempuan itu tidak sopan. Dia menyadarinya, tapi tidak peduli karena rasa penasaran.

"Lebih dari sekedar teman, tapi belum sedekat itu buat dibilang pacar," Keelan menyeringai melihat keterkejutan dari perempuan itu. "Kalau boleh tahu, mbak siapa, ya?"

"Saya Luna, asistennya Bu Kylandra." Dengan percaya diri Luna mengenalkan diri.

"Good. Kalau gitu, Mbak Luna, bilang Bu Kylandra ada cowok yang bernama Keelan mau ketemu."

"Sayangnya Bu Kylandra lagi meeting, Mas."

"Meeting?" Keelan terkejut dan kecewa.

Luna mengangguk. "Kalau Mas mau, Mas bisa tunggu di waiting room."

Keelan berdiri dengan ragu. Apalagi ponselnya berdering dan nama Danny muncul di layarnya.

"Sayangnya saya ada syuting, Mbak Luna," desah Keelan kecewa. "Kalau gitu lain kali, aja. Tolong bilangin Bu Kylandra saya datang, ya!" Baru saja Keelan akan pergi, pria itu kembali berbalik. Bibirnya menyunggingkan senyum memikat untuk tebar pesona. "Dan, Mbak Luna ... kacamata bagus. Cantik dipakai sama Mbak Luna."


 

***
 

Kylandra berjalan menuju ruangannya dengan ekspresi masam. Banyak sekali pekerjaannya hari ini. Dan dia juga harus menghadapi para direksi yang masih menganggapnya sebelah mata setelah kerja keras yang ia lakukan agar bisa menjalin kerjasama dengan Dalcona.

"Mau saya pesenin latte, Bu?" Luna menawarkan karena setiap kali dalam suasana hati yang buruk. Sang atasan memerlukan kafein untuk menjernihkan pikirannya.

Kylandra menggeleng. Masuk ke dalam ruangannya. Setelah berhasil duduk di kursi kerja, perempuan itu mendongak. Menatap Luna lelah. "Udah ada kabar dari pihak Dalcona?"

Luna mengiakan. Lantas mengeluar iPad-nya dan menunjukkan bukti kontrak kerjasama yang sudah disepekati. Kylandra membaca dengan cepat lantas mengangguk puas, sedikitnya hal itu mengurangi pening di kepalanya.

"Kamu boleh keluar, Luna. Saya mau sendirian."

"Baik, Bu." Luna menyimpan lagi iPad-nya. Siap untuk beranjak kalau saja dia tidak mengingat pesan pria manis yang ingin bertemu bosnya satu jam yang lalu.

"Maaf, Bu," Luna membalikkan badan. "Saat ibu lagi meeting, ada cowok yang mau ketemu ibu." Beritahu Luna ketika Kylandra menyandarkan kepala di kursi kerjanya sambil memejamkan mata.

"Oh, ya?" Kylandra menanggapi malas dan tak tertarik.

"Namanya Keelan,"

Kylandra mengernyit sejenak, lantas membuka mata. "Siapa?"

"Keelan," Luna mengulang. "Cowoknya tinggi, ganteng, manis—"

"Kamu nggak perlu deskripsiin dia," Kylandra memotong sambil memijat kepala yang kembali pusing.

"Ibu kenal?" tanya Luna tak kuasa menahan rasa penasarannya.

"Dia bilang apa sama kamu?" Kylandra mengindahkan pertanyaan Luna.

"Mas Keelan cuma berpesan supaya saya ngasih tahu ibu kalau dia nyariin ibu."

"Itu aja?" mata Kylandra menyipit.

Luna mengangguk jujur dan yakin.

"Ya udah, kamu boleh keluar," ucap Kylandra yang kali ini bangkit berdiri. Kaki jenjangnya mendekat ke tembok kaca—memandangi gedung-gedung bertingkat yang megah. Di belakang, Luna membalikan badan dan beranjak dari ruangan Kylandra meskipun dia penasaran sekali hubungan atasannya dengan pria bernama Keelan itu.

Tentu Kylandra sudah bisa menebak maksud kunjungan Keelan. Dipikirnya pria itu sudah melupakan sandiwara yang mereka buat di pernikahan Ario dan Shadina enam bulan yang lalu. Keelan pasti punya banyak hal untuk dia urusi, begitu pun dirinya yang mendadak harus terbang ke Sydney karena kabar Dalcona yang ternyata mempertimbangkan tawaran kerjasama dari perusahaan lain.

Waktu Kylandra tersita banyak oleh hal itu sehingga tidak terlalu menyeriusi kesepakatannya tak tertulisnya dengan Keelan. Toh, pria itu juga tidak menuntut apa-apa setelahnya.

Kylandra menggigit bibir. Seberusaha apapun dia ingin melupakan sandiwara mereka malam itu—ketika dia mendapatkan pemicu untuk mengingatnya, sulit sekali mengenyahkannya. Dia bahkan masih ingat senyum manis Keelan yang menatapnya lembut. Atau sentuhan-sentuhan sopan tapi mesra di tubuhnya. Keelan jelas aktor berbakat. Dia bisa bersandiwara tanpa perlu latihan.

Ya, Kylandra mungkin masih berpikir jika yang dilakukan Keelan hanya sandiwara kalau saja perpisahan mendebarkan mereka malam itu tak terjadi.

Punggung Kylandra berbalik dengan cepat menuju meja. Jemarinya yang lentik menyambar ponsel, kemudian mencari kontak nama seseorang dan menghubunginya.

Tidak butuh waktu lama. Seseorang di seberang sana menjawab. Kemudian dia mendengar suara akrab Gwen yang berseru ceria.

"Hi, babe. Baru aja kita lunch bareng tadi. Masa udah kangen aja?"

Kylanda tersenyum tipis, lalu berkata serius. "Gwen, gue bisa minta tolong?"

"Huh? Minta tolong apa, Ndra? Lo nggak kena masalah, kan?" suara Gwen berubah panik.

"No, it's not like that," geleng Kylandra. Dia membasahi bibir sebelum menyambung. "Bisa lo cariin kontak Keelan dan kirim ke gue?"

"Keelan? Bukannya lo bilang nggak mau berurusan sama dia."

Gwen sudah tahu tentang sandiwaranya dengan Keelan. Seperti yang Kylandra duga. Orang-orang membicarakan mereka dan menduga-duga hubungan apa yang sedang mereka jalin. Mendengar itu, Gwen tentu langsung menghubungi Kylandra dan mencari tahu kebenarannya.

Kylandra cukup beruntung dia tidak perlu menjawab rasa penasaran itu karena dia sudah meninggalkan Sydney keesokan harinya. Namun mungkin berbeda dengan Keelan.

Dari yang Kylandra dengar dari Gwen, Keelan tak membantahnya dan mengatakan mereka memang sedang dekat.

"Yeah," Kylandra mendesah. "Dia datang ke kantor gue hari ini."

"Keelan?"

"Siapa lagi?" Kylandra menggigit bibirnya agak gusar. "Gue rasa kami memang harus ketemu."

"Keputusan yang tepat," suara Gwen kembali ceria. "You know, gue rasa nggak ada salahnya lo mencoba benaran dekat sama dia. He's so fucking hot. And he's fun too. Anggap aja selingan di tengah pusingnya kerjaan lo. Gue rasa kalian bakal cocok, kok."

"Really? Lo mendorong gue cowok yang terkenal paling playboy."

"Hey, playboy belum tentu badboy. Dari yang gue dengar, Keelan cuma banyak cewek aja. Tapi dia bukan badboy. Howover, bukannya itu malah bagus, ya? Lo bilang nggak mau menjalin hubungan serius karena itu bakal mendistraksi lo dari kerjaan. But with Keelan, lo bisa punya hubungan menyenangkan. Dari yang gue dengar, he's good in bed."

"Shut up, Gwen!" sembur Kylandra.

Gwen tertawa di ujung sana. "Nanti gue kirimin nomor Keelan sama lo. Gue punya, kok."

"Lo punya?"

"Nomor cowok ganteng mana yang nggak gue punya?" Gwen berkata jumawa. "Tapi lo nggak perlu khawatir. Gue nggak pernah tidur sama Keelan. Nggak mungkin gue sodorin dia ke elo kalau dia pernah tidur sama gue. Just ... Iyuh!"

Kali ini Kylandra yang tertawa. "Thank you, Gwen," lalu dia mendengar telpon di mejanya berdering. Membuat memutuskan untuk mengakhiri obrolannya dengan sang sahabat. "I'll call you later, ya."


 

Bersambung.


 


 

03 | your call


 

Sebagai manajer dan sahabat—Danny mungkin hampir mengetahui semua rahasia Keelan. Tapi seorang Keelan Jantaka selalu mempunyai rahasia baru yang terkadang membikin Danny was-was.

Well, sepuluh tahun berkarir di dunia hiburan—Keelan tidak pernah terjerumus skandal besar. Meskipun pergaulannya luas dan memiliki jiwa petualang yang tinggi, Keelan cukup waras dalam bertindak. Dia tidak pernah mencoba obat-obatan terlarang, membuat onar di kelab malam semabuk apapun dia, atau tersandung kasus pelecehan seksual.

Oh, Keelan mungkin genit. Namun dia tidak pernah menyentuh wanita dengan paksa.

Bisa dibilang, Keelan lumayan bersih jika gosip-gosip kedekatannya dengan beberapa perempuan tidak dihitung.

"Oh, stop it." Keelan mengerang. Menoleh pada Danny yang sejak tadi memandangnya penuh curiga. "Lo natap gue seolah-olah gue baru aja bikin kejahatan besar."

"Lo ... dekat lagi sama Zizi?" tebak Danny.

"Gue cuma ngajak dia lunch,"

Danny mendesah. "Zizi itu suka sama lo. Jangan kasih harapan sama cewek kalau lo nggak bisa balas perasaan dia, deh."

"Sejak kapan ngajak lunch disebut ngasih harapan?" Keelan geleng-geleng kepala. "Gue sama Zizi udah clear. Don't worry about that."

"Lo nggak ingat sama kasus Amel?" Danny menyebutkan salah satu dosa Keelan. Dimana manajemen Keelan dibuat pusing dengan salah satu twit Amel—seorang aktris pendatang baru—yang viral karena menyidir Keelan sebagai pria PHP.

"Gue bahkan nggak pernah ngajak Amel nge-date." Keelan hampir tertawa jika mengingat kejadian itu. "Lo tahu dia sendiri yang kegeeran. Padahal gue cuma bangun chemistry. Dan gue sama Zizi punya kesepakatan yang jelas. Bukan salah gue kalau Zizi akhirnya suka sama gue. She knows that. And we're cool now."

Danny sudah hendak membalas tapi suara klason di belakang mobilnya membuat pria itu menelan kata-katanya dan menekan gas, melanjutkan perjalanan menuju lokasi syuting.

"So, tadi lo keluar dari lift karena mau ngajak Zizi lunch?" Danny masih melanjutkan proses penyelidikannya.

Keelan menghela napas. Dia menoleh menatap Danny dan tahu tidak ada gunanya menutupi ini dari pria itu.

"Gue mau ketemu Kylandra."

"Kylandra?" Danny membelalak. "Maksud lo Kylandra  Harjanta."

"Yup. Kylandra Harjanta." Ada senyum samar yang terselip di bibir Keelan ketika menyebutkan nama wanita itu.

"Bukannya urusan lo sama dia udah clear?"

"Who said?" Keelan tersenyum miring. Dari tatapannya Danny sudah bisa menebak ada rencana nakal di dalam kepala pria itu.

"Don't," Danny menggeleng memperingati. "She's a Harjanta, dude! Nggak usah main-main sama anaknya yang punya stasiun TV gede, deh!"

"In case I need to remind you, dia duluan ngajak gue main-main."

"Dan lo bego karena nanggepin."

"What can I do? Yang ngajak main cewek cantik," Keelan terkekeh.

"Then stop playing!"

Keelan tersenyum menyeringai. "I haven't even started ye, Dan. Dia masih punya hutang sama gue."

Danny memelototi Keelan. Kemudian menghela napas begitu melihat kesungguhan di mata pria itu. "In case I need to remind you, Kee. She's a Harjanta. Gue tahu keluarga lo juga punya power, tapi main-main sama keluarga Harjanta juga bukan pilihan yang bijak. Biasanya lo malas berurusan sama anak konglomerat. But why?"

Keelan terdiam. Mengusap bibirnya sambil merenungi pertanyaan Danny. Tidak banyak anak konglomerat yang Keelan jadikan teman. Dia mungkin easy going, tapi dia membatasi diri agar tidak terlalu dekat. Terutama dengan para putri dari keluarga konglomerat yang terkadang bisa cukup merepotkan. Tapi jelas Kylandra berbeda. Dia wanita menarik dengan kecerdasan dan ketangguhan yang cukup menganggumkan. Tapi di dalam matanya tersimpan kenaifan seorang wanita yang membuat Keelan penasaran.

Keelan bertanya-tanya, apa yang dipikirkan Kylandra ketika dia menyapukan tangan di lekuk pinggangnya yang ramping pada malam itu. Atau ketika dia sengaja menyusurkan hidung di rambut panjangnya yang beraroma rosemary. Begitu harum dan menyegarkan sampai Keelan ingin tenggelam dalam aroma itu untuk waktu yang tidak bisa dia pastikan.

Well, Keelan juga tidak tahu apa yang dia inginkan dari Kylandra. Beberapa kali mereka berpapasan, tidak ada sedikit pun niat Keelan mendekatinya. Sepertinya yang Danny bilang, She's a Harjanta.Mereka adalah konglomerat media terkaya yang memiliki kuasa besar dalam dunia hiburan. Jika Keelan berani bermain-main dengan putri Jadrian Harjanta dan Linda Sukma Harjanta—tidak sulit untuk mereka menghancurkan karir Keelan.

Hanya saja malam itu seolah menghipnotisnya. Semua gerakkan yang dilakukan Kylandra terlihat menarik dan memancing suatu rasa yang Keelan tahu sudah sejak lama hilang.

Dan yang paling membuat Keelan tidak bisa melepaskan Kylandra adalah perempuan itu sudah mengakalinya.

Bagaimana bisa dia pergi begitu saja tanpa meninggalkan pesan apapun untuk Keelan?

Apa baginya Keelan gampangan?

Oh, tidak. Pemikiran itu membuat Keelan semakin tak sabar bertemu Kylandra lagi.

"Kee?" Danny kembali memanggilnya. Salah satu alis pria itu naik.

Senyum mengembang di wajah Keelan, dia mengangkat bahu. "Gue pun pengin tahu kenapa Kylandra jadi pengecualian, Dan," Lantas berpaling ke kaca jendela mobil.

Wajahnya mendongak untuk menyadari cuaca tampak cerah hari ini.


 


 

***


 

Tidak ada waktu bersantai dalam kampus Kylandra. Baginya bersantai sama saja seperti membuang waktu berharga yang ia miliki.

Sebagai asisten pribadi Kylandra, Luna sudah tidak kaget lagi dengan betapa cekatannya Kylandra. Dia bisa melakukan berbagai hal dalam satu waktu tanpa melakukan kesalahan sedikit pun. Bukan sesuatu yang mengejutkan melihat atasannya bertelpon dengan klien sambil memeriksa laporan, dan sekali-kali menggigit sandwich—yang menjadi makan malamnya.

Selama Kylandra tidak melakukan di rumah. Wanita itu akan aman dari omelan panjang Linda Sukma.

Kylandra menaruh ponselnya setelah menyelesaikan panggilan lalu meraih iPad di atas meja untuk mengecek rating web series yang diproduksi oleh rumah produksinya. Di zaman yang serba maju dan cepat, orang-orang lebih menyukai konten-konten digital yang bisa diakses menggunakan internet. Harus diakui, TV sekarang kebanyakan hanya ditonton oleh para orang tua. Anak-anak muda lebih menyukai streaming karena bisa dilakukan dimana saja.

Sebab itu, memproduksi konten program yang menarik saja tidak cukup, Kylandra harus memastikan, baik itu program televisi, film, maupun konten-konten digital yang ia sediakan memberikan hiburan yang diinginkan agar tidak hanya didistribusikan di Indonesia, tapi juga mancanegara. Itu alasan Kylandra terbang ke Sydney beberapa bulan yang lalu.

Sebenarnya dalam enam bulan, Kylandra tidak hanya berada di Sydney, dia juga terbang ke beberapa negara lainnya. Maka dari itu Kylandra cukup lama meninggalkan Jakarta.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu membuat Kylandara mendongak. Begitu dia mempersilakan masuk, sosok Luna yang kecil tapi sangat bisa diandalkan berjalan mendekat ke mejanya. "Pak Faisal udah ready di bawah, Bu," lapornya.

Kylandra mengangguk. Menyimpan iPad-nya ke dalam tas. "Kamu pulang bareng saya aja, Lun. Biar nanti diantar Pak Faisal," katanya.

"Nggak apa-apa, Bu. Saya naik taksi aja." Luna menolak dengan sopan.

Kylandra mengangkat alis. Kemudian mengangguk melihat keyakinan di mata Luna. Mereka keluar dari ruang kerja Kylandra bersama-sama dan memasuki lift. Gedung HJN TV masih ramai meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Pemandangan yang biasa untuk orang-orang yang bekerja di TV.

Luna membuka pintu mobil untuk Kylandra, kemudian sedikit membungkukkan badannya berpamitan pada sang atasan.

SUV milik Kylandra melesat mulus di jalanan kota Jakarta. Jarak penthouse-nya tidak terlalu jauh dari kantor. Hanya membutuhkan waktu lima belas menit tanpa kemacetan untuk sampai. Kylandra memang sengaja membeli penthouse dekat kantor agar praktis dan hemat waktu. Lagipula, dia memakai alasan tersebut ketika pindah dari rumah. Jika tidak, mungkin sang bunda tidak akan mengizinkan Kylandra tinggal berjauhan darinya.

Dengan langkah sedikit gontai, Kylandra menyandarkan lengan di dinding lift. Dia melipat tangan di depan dada sambil memejamkan mata, menunggu beberapa saat sampai akhirnya lift berhenti di lantai penthouse-nya.

Kylandra melepas stiletto-nya, mengganti dengan sandal rumahan yang lebih nyaman. Dia meneruskan langkah menuju pantry. Membuka pintu kulkas dan meraih sebotol air mineral.

Penthouse mewah itu terlalu besar untuk dihuni oleh satu orang. Namun Kylandra menyukainya. Dia merasa nyaman ketika tinggal sendirian. Bukan berarti dia tak nyaman bersama orang tuanya. Hanya saja, semakin dewasa, ada beberapa hal yang ingin ia jadikan privasi. Dan itu baru Kylandra dapatkan setelah tinggal sendiri.

Selain itu, Kylandra memang menyukai tinggal di tempat yang besar dan luas. Penthouse itu memiliki dua lantai. Chandelier yang menggantung di langit-langit membuat kesan mewah dan dramatis, disempurnakan tangga berlekuk yang megah. Kylandra tidak menempatkan terlalu banyak perobatan di penthouse-nya,  ia tidak suka memenuhi tempat tinggalnya dengan sesuatu yang tidak ia butuhkan. Lagipula, terlalu banyak barang membuatnya pengap.

Kylandra melepaskan bra dari blouse-nya lalu duduk di ruang TV sambil menyantap es krim.

Sekarang sudah tengah malam. Tapi siapa yang peduli? Kylandra bukan selebriti yang perlu memperhatikan berat badan. Lebih dari itu, dia membutuhkan es krim karena hari pertama setelah dia kembali dari Sydney cukup membuat kepalanya berdenyut.

Para direksi yang menyebalkan. Dan Keelan yang mancarinya.

Ah, benar, Keelan.

Kylandra manaruh haagen dazs-nya di atas meja. Mengambil ponsel di dalam tas kemudian menatap nomor Keelan yang dikirimkan oleh Gwen dilema.

Haruskah dia menghubungi Keelan? ... Sekarang?

Sepertinya pria itu bukan tipe orang yang tidur lebih awal.

Kylandra menggigit bibir. Barisan nomor Keelan sudah Kylandra hapal saking seringnya dia mempertimbangkan untuk menghubungi Keelan sejak nomor itu dikirimkan. Kylandra bukan tipe orang yang ragu-ragu. Keraguan adalah hasil dari rasa tidak percaya diri. Dan Kylandra tidak menyukai ketika ia menjadi tidak percaya diri.

Kylandra menarik napas. Kemudian menekan nomor itu ke dalam mode panggil. Tidak butuh waktu lama. Suara maskulin dan sedikit berat langsung memenuhi indera pendengaran Kylandra, sekaligus membuat jantungnya berdebar.

"Halo?"

Membasahi bibirnya, Kylandra membalas dengan suara tenang. "Keelan. It's me, Kylandra."
 

***


Keelan kembali ke kamar hotelnya setelah selesai melakukan diskusi selama dua jam dengan Trian—sutradaranya. Syuting kali ini dilakukan di Bogor. Sebab itu, Keelan tak pulang ke Jakarta, terlebih besok syuting dimulai pukul enam pagi.

"Belum tidur lo?" Keelan sedikit terkejut melihat Danny yang masih terjaga dan sekarang tengah memangku macbook di sofa.

"Ngerjain tesis."

Keelan geleng-geleng kepala melihat semangat belajar Danny lantas meneruskan langkahnya menuju kamar mandi. Danny memang pintar sejak kecil. Dia selalu juara kelas dan sering mengikuti lomba-lomba di sekolah. Sarasvati—mama Keelan sudah menawarkan Danny beasiswa karena pada saat itu ekonomi keluarga Danny sedang bermasalah karena saudara dari bapak Danny terlilit hutang dengan menjadikan bapak Danny sebagai penjamin. Namun Danny menolak, dia lebih memilih bekerja dan membantu bapaknya.

Keelan memulai karirnya ketika ia berumur dua puluh tahun. Dan ia pikir, menawarkan Danny menjadi manajernya lebih baik daripada pria itu kerja serabutan. Danny menerima tawarannya. Pelan-pelan hutang pun terlunasi sampai akhirnya Danny bisa melanjutkan kuliahnya pada umur dua puluh tiga tanpa berhenti jadi manajer Keelan.

Karena dengan bekerja dengan Keelan, Danny bisa mengatur waktu untuk kuliahnya. Lulus sebagai sarjana ekonomi, Danny pun melanjutkan S2 dengan jurusan yang sama.

Keelan cukup salut karena Danny jelas bekerja dua kali lebih banyak dari orang lain. Dia pun sangat bertanggung jawab dan menjaga keluarganya. Andaikan punya adik perempuan, seperti Keelan tidak akan keberatan menjodohkannya dengan Danny. Berbeda dengannya, Danny sama sekali tidak punya pengalaman dengan wanita. Pria itu hanya pernah satu kali pacaran dan sudah putus lima tahun yang lalu. Hubungan berakhir karena si wanita selingkuh dengan alasan Danny terlalu sibuk.

Mengingat itu Keelan ingin sekali mendatangi wanita itu karena sudah memantahkan hati Danny dan membuat manjernya jadi lebih pendiam selama hampir satu bulan.

Terkadang, ada untungnya juga Keelan memutuskan untuk tidak jatuh cinta lagi.

Rasa sakitnya terkadang membuat seorang pria bisa mengalami kehampaan dan kekosongan yang merusak jiwa. Meskipun tidak sampai begitu saat patah hati dari Blair, namun tidak jatuh cinta sedikit membuat Keelan lebih nyaman.

Keelan merunduk, membasuh wajahnya dari air wastafel yang mengalir. Sebaiknya dia lekas tidur karena syuting dimulai sangat pagi besok. Akan tetapi, baru saja dia menyeka wajah dengan handuk kecil, ponselnya yang berdering menarik perhatian Keelan.

Sebuah nomor tak dikenal membuat dada Keelan berdebar. Oh, dia sebenarnya sedikit menyimpan harapan jika Kylandra akan menghubungi hari ini. Keelan yakin, sang asisten yang ketus bernama Luna itu pasti menyampaikan pesannya.

Sudah sejak tadi Keelan menunggu—dan asal tahu saja, Keelan tidak pernah menunggu panggilan dari wanita mana pun—dan nomor tak dikenal ini menumbuhkan kembali harapannya yang sempat padam.

Keelan meraih ponselnya dan mengangkat panggilan tersebut dengan napas tertahan. "Halo?"

"Keelan," senyum Keelan terkembang di bibirnya. "It's me. Kylandra."

"It's nice to hear your voice, Miss Kylandra," Keelan membalikan badan, mengangkat sedikit pinggulnya dan bersandar di wastafel. "Kayaknya Luna telat nyampain pesan aku, ya."

Keelan mendengar dehaman canggung. "Saya agak sibuk hari ini."

"I see," Keelan menunduk. Merasa sedikit pegal di bagian pipi karena senyumnya makin lebar saja. "Anyway, bukannya kita udah sepakat buat ngomong dengan santai?"

"Cuma saat kita lagi pura-pura dekat."

"Oh, really?" Keelan bisa membayangkan wajah tanpa ekspresi Kylandra yang menggemaskan. "I don't think we ever pretended. Did we?"

"Keelan," Kylandra menyembutkan namanya dalam desahan yang mempengaruhi bagian bawah tubuhnya.

"Iya, Kylandra?" sahut Keelan dengan suara dalam.

"What do you want?" tanya Kylandra to the point. "Saya masih ingat kita punya kesepakatan. Then tell me, what do you want?"

Keelan tidak langsung menjawab. Dia mempertimbangkan sesuatu di dalam kepalanya. Serta desakkan untuk bertemu Kylandra terlalu besar. Keelan yakin dia tidak akan bisa tidur nyenyak sebelum melihat Kylandra dengan mata kepalanya sendiri.

"Where are you?" tanya Keelan menegakkan tubuh.

"Home?" kebingungan terasa di suara Kylandra. "Why?"

"Share your location," Keelan terburu-buru membuka pintu kamar mandi. "I'm going there."

"What?!"

Keelan tersenyum. "See you, Kylandra." Katanya yang kemudian mengakhiri panggilan dan meraih kunci mobil di atas nakas.

Danny yang melihat itu mengernyitkan kening. "Kemana lo?"

"Jakarta," Keelan dengan cepat memakai jaketnya.

"Huh?" Danny memindahkan macbook-nya lalu bangkit berdiri. "Ngapain? Nggak usah gila, deh! Ini jam satu pagi dan besok lo ada syuting."

"I know," Keelan menyeringai. Pria itu menyugar rambut ke belakang kemudian menepuk bahu Danny sebelum beranjak. "Tenang aja. Gue langsung balik setelah kelarin urusan gue."

"Kee," Danny berbalik memandang punggung Keelan yang sudah menghilang ketika dia membuka pintu lalu menutupnya.

 

Bersambung.


 

04 | temptation  at night


 

Rambut panjang lurus tergerai. Mata coklat gelap begitu dalam. Tubuh ramping dengan lekuk sempurna. Sungguh suatu kebodohan selama ini Keelan tak memperhatikan itu semua.

Keelan adalah pria yang berpikiran praktis. Dia tak akan melakukan sesuatu bila sudah pasti hal itu akan menimbulkan masalah. Termasuk soal wanita. Keelan tak akan mendekati wanita yang; tak tertarik padanya, memiliki keinginan berkomitmen jangka panjang, dan ... Kylandra.

Sejak awal Keelan sudah tahu Kylandra off limit buatnya. Bukan hanya karena Kylandra adalah putri konglomerat—dimana dia sudah cukup jera menjalin hubungan dengan para putri konglomerat yang selalu tak terima jika hubungan mereka berakhir—melainkan juga perbedaan pada diri mereka berdua. Kylandra terlalu serius dan kaku. Dia juga wanita independen yang workaholic. Bisa dibilang, Kylandra adalah Saka versi wanita. Dan orang berjenis seperti itu lebih cocok Keelan jadikan teman atau partnerbisnis, alih-alih pasangan.

Lebih dari itu, Keelan menyukai tipe wanita yang mau ia manjakan. Wanita yang membutuhkannya sebagai pria. Sementara Kylandra ... apakah dia masih membutuhkan pria?

Pertanyaan itu menggelitik rasa penasaran Keelan hingga dia tak berhenti memandang Kylandra selama mereka di dalam lift. Tanpa penyesalan, dia menyusuri matanya ke tempat-tempat yang menonjol tubuh wanita itu. Pikiran liarnya tak dapat berbohong jika Kylandra memiliki tubuh yang memuaskan indera pengelihatannya.

Dia ramping, tapi tidak kurus. Dengan dress hitam yang memeluk tubuh berlekuknya. Apalagi dresstersebut membuat potongan yang mencapai paha, sehingga Keelan dapat mengintip kaki panjang Kylandra yang menakjubkan.

Akal sehatnya menyuruh berhenti memperhatikan. Namun wanita itu terlalu memesona bahkan di tengah kegelapan tadi sekalipun. Wajah dingin dan angkuhnya membuatnya makin menarik.

Bentuk wajah Kylandra oval dengan dahi yang memancarkan kecerdasan. Hidungnya tinggi. Bibirnya tipis dengan lekuk memancing keinginan Keelan untuk mencumbuinya. Ketertarikan secara fisik yang begitu besar pada wanita itu membuat Keelan agak resah. Ditambah, bagaimana Kylandra yang membalas tatapan dengan dingin lalu mengacuhkannya seolah dia tak memiliki ketertarikan yang sama padanya—membuat Keelan hanya bisa menyeringai getir dan ... tertantang.

Sungguh, dia tidak ingin tertantang karena rasa penasaran ini saja sudah cukup menyiksa. Kewarasannya mengatakan untuk tidak mendekati Kylandra. Tapi ... bagaimana mungkin dia mengabaikan wanita semenarik dan semempesona ini?

"Pernikahan mereka terlalu cepat buat orang yang baru putus beberapa bulan sama pacarnya." Keelan bersorak di dalam hati ketika Kylandra berpaling padanya. Dengan senyum ringan, Keelan mengangkat bahu dan manambahkan. "I'm just saying, nikah bukan keputusan yang mudah buat diambil dalam hitungan bulan."

"Ario nggak pernah ngambil keputusan implusif. Apalagi soal pernikahan."

Kylandra begitu membela Ario. Apakah dia masih memiliki perasaan pada mantan kekasihnya itu? Pemikiran itu entah kenapa membuat Keelan tidak senang.

"Kalau dia nggak ngambil keputusan implusif. Seharunya lo yang nikah sama dia, bukan Shadina. Kalian pacaran udah lama, right?"

Kylandra menyipitkan mata. Kemudian menghela napas. Menyadari tak ada gunanya menjelaskan semua pada pria itu. Dia hanya membutuhkan Keelan sebentar.

"Intinya Ario nggak seburuk yang orang-orang pikir. Dan saya butuh kamu buat membuktikan dia nggak mencampakkan saya."

"A woman like you memang nggak mungkin jadi pihak yang mencampakkan."

"What do you mean?"

"I mean, sweeting," Keelan memutar badan menghadap Kylandra. Tubuhnya membungkuk, menatap wanita itu dalam dengan sudut bibir terangkat. "You're an aprodite. Cuma cowok bego ngelapasin lo." Dan gue adalah salah satunya karena untuk melewatkan lo selama ini.

Dengan pencahayaan yang lebih terang. Keelan terpukau oleh kencantikan Kylandra. Mengamati detail wajahnya semakin menyadarkan Keelan kalau dia sudah sangat merugi karena tak memperhatikan Kylandra selama ini. Dia cantik. Cantik sekali dan sempurna.

"Thank you," balas Kylandra datar dan dingin. "Tapi saya nggak tersanjung dengan pujian kamu."

Sambil tersenyum tipis, Keelan meluruskan punggungnya. "Pasti karena kamu udah sering dipuji, kan?" Wah, bahkan dia sudah memakai aku-kamu pada Kylandra.

"Karena pujian itu keluar dari cowok yang terkenal paling buaya darat."

"Ouch," Keelan memegang dadanya seolah ucapan Kylandra layaknya tembakkan yang menembus jantungnya. "I'm just telling the truth, Sweeting."

Kylandra melongos sambil melipat tangan sebagai bentuk pertahanan. "So do I."

Menarik. Sungguh menarik.

"Anyways," Keelan kembali berkata, tak terlalu terpengaruh dengan sikap dingin Kylandra. "Buat meyakinkan orang-orang kita lagi dekat. You know, we definitely have physical contact, right?"

Kylandra membasahi bibir. Ujung matanya melirik Keelan. Meskipun bayangan akan bersentuhan dengan Keelan sedikit membuat Kylandra berdebar. Tapi dia tetap memperlihatkan ketenangan. "I know."

"So," Keelan mengambil langkah lebih dekat. Dewi Fortuna pasti sedang memihaknya karena hanya mereka berdua di dalam lift sehingga Keelan bisa melancarkan beberapa rayuan pada wanita itu.

Kylandra mendongak dan membalas tatapannya tanpa gentar. Sungguh pemberani. Bibir Keelan berkedut. Bertanya-tanya apakah ketika ia menciumnya, atau mencumbu di bagian tubuhnya yang lain, Kylandra akan masih sepemberani ini untuk membalas tatapannya?

"How far can I touch you?" tanya Keelan dengan suara nyaris seperti bisikkan. Mula-mula ujung jarinya membelai halus lengan terbuka Kylandra. Naik menuju bahunya dan menyusuri lekukkan leher wanita itu.

Kylandra begitu lembut. Keelan tak pernah menyentuh kulit selembut ini sebelumnya.

"How far we should be?" Keelan ingin sekali mencium getar di tenggorokkan Kylandra ketika wanita itu bicara. Tapi dia harus menahan diri jika tidak ingin Kylandra memandang penuh amarah dan rasa jijik.

Dengan berat hati, Keelan memindahkan pandangan dari leher mengagumkan Kylandra ke wajah jelitanya. Ketenangan wanita itu membuat Keelan ingin memberi rasa hormat. Tidak semua orang bisa bersikap tanpa emosi. Meskipun tidak mengherankan karena dia berhadapan dengan Kylandra—si businesswoman sukses.

Walaupun begitu, dia tahu Kylandra terpengaruh oleh sentuhannya. Pipi merona wanita itu tak dapat bebohong.

"I don't know. Itu tergantung situasi," Jemari Keelan menyelinap ke tengkuk Kylandra. Mengenggamnya lembut, kemudian menarik lebih dekat hingga bibir mereka hampir bersentuhan. "Clearly, you can refuse if you don't like it."

"Fair enough,"

Keelan tersenyum. Membelai rahang Kylandra dengan jempolnya. Senang bukan main karena Kylandra tak menepis tangannya. "It seems that you quite like my touch."

"I consider this to be pratice," Kylandra berkata ringan. "Bukannya para aktor butuh latihan sebelum take?"

"Right," Keelan manggut-manggut. Rasa tertariknya pada Kylandra makin besar. Dia mengulum bibir, menyembunyikan senyumnya. Terlalu banyak tersenyum hanya akan membuatnya tampak bodoh.

Pintu lift kemudian berdenting dan terbuka. Keelan menarik tubuhnya. Sedikit tidak rela melepaskan tangannya dari kulit Kylandra.

Keelan menoleh seraya menawarkan lengannya, "So, shall we?" tanya menunggu sambutan dari Kylandra.

Dengan anggun dan memiringkan kepala. Kylandra menyambut uluran tangan Keelan.

Mereka memasuki ballroom ketika pintu ganda besar itu dibuka oleh staff hotel. Hampir semua pasang mata membelalak menatap mereka berdua. Namun Kylandra tetap mampu membuat ekspresi tenang. Begitu pun Keelan yang berakting dengan sempurna. Pria itu menyunggingkan senyum memikat, menunjukkan keakraban dan kemesraan pada Kylandra dengan sentuhan tanpa canggungnya ketika berbaur dengan para tamu yang hadir.

Tentu saja, Keelan tak akan melewatkan kesempatan membuat Kylandra lebih merona malam ini.


 

***


Berdiri di samping Keelan, entah kenapa membuat Kylandra gugup.

Ini pasti karena dia harus berakting di depan semua orang untuk membuat mereka percaya jika ia dan Keelan sedang 'dekat'. Kylandra mungkin memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Dia sering mendapat pelototan tidak senang dan galak dari para direksi ketika meeting di kantor pusat. Tapi bersandiwara ... Kylandra bahkan tak bisa menyembunyikan rasa tidak sukanya pada orang lain.

Dia blak-blakan. Sebab itu, banyak orang yang menganggapnya dingin. Terlebih pada seseorang yang baru dia kenal seperti Keelan.

Oh, dia memang tahu siapa itu Keelan Jantaka sejak lama. Perusahaan keluarganya bergerak di bidang media, mustahil jika dia tidak mengenal Keelan. Hanya saja, Kylandra tidak pernah terlibat dengan pria itu secara langsung. Rumah produksinya memang pernah bekerjasama dengan Keelan satu kali, namun waktu itu bukan Kylandra yang menjadi penanggungjawab. Dia tidak mengenal Keelan selain dari rumor-rumor yang ia dengar.

Dan Kylandra bukan jenis orang yang percaya rumor. Akan tetapi, dari bagaimana Keelan memandanginya, melemparkan rayuan—rumor tentang Keelan buaya darat sepertinya fakta. Pria itu jelas tahu cara memperlakukan wanita, dan membuat mereka berdebar.

"Are you nervous?" bisikkan Keelan membuat Kylandra bergidik karena napas hangat pria itu membelai telinganya. Terlalu dekat.

"No," Kylandra membantah. Dagunya masih terangkat selagi dia bergandengan dengan Keelan memasuki ballroom. Tatapan penuh rasa penasaran orang-orang tertuju pada mereka. Artinya mereka berhasil menarik perhatian.

"Berarti cuma aku yang nervous," Kylandra mendongak, memandang Keelan yang tersenyum. "You look gergeous tonight. Nggak mudah tetap tenang di sebelah kamu."

Kylandra mendengus. Tapi perkataan Keelan cukup berhasil mencairkan balok es di antara mereka berdua. "Biasanya orang-orang nervous karena menurut mereka saya dingin."

"So that's why people call you the ice princess?"

Kylandra mengangkat bahu. Tapi Keelan tahu itu bentuk persetujuan. "Probably,"

"It suits you," Keelan memandang Kylandra lembut. "But I'm sure, kamu nggak sedingin kelihatannya."

"You jump to conclusions too quickly," ucap Kylandra datar. Tapi pipinya sedikit memanas sehingga dia mengalihkan pandangan dari Keelan.

Tatapan lembut itu seharusnya tidak mengusik Kylandra karena Keelan melakukannya untuk mendukung sandiwara mereka. Sayangnya, Keelan pintar dalam membuat ekspresi yang berpotensi melelehkan hati perempuan.

"I'm sure, I'm not," Keelan kemudian membawa Kylandra pada salah satu meja selagi orang-orang-orang mulai teralihkan ke lantai dansa ketika beberapa pasangan mengisinya.

"Karena orang-orang bakal deketin kita karena penasaran," Keelan menarik kursi untuk Kylandra dengan sikap gentleman. "Can you not be so formal with me?"

"Nggak masalah selama nggak ada yang dengar."

"How do you know?" Keelan mencondong tubuh lebih dekat dengan Kylandra. Satu tangan pria itu ada di punggung kursi lawan bicaranya, sementara satu lagi berada di meja sehingga Kylandra seperti dikurung oleh Keelan. "Orang-orang yang punya rasa penasaran besar biasanya bertelinga tajam."

"Fine," cetus Kylandra setelah membasahi bibir. Menahan dirinya untuk tidak melirik Keelan dengan sinis karena—entah sengaja atau tidak, Kylandra merasakan dengkul Keelan menggesek pahanya.

"Apa yang kamu suka dari Ario?" sekonyong-konyong Keelan bertanya.

Kylandra menoleh. "Kenapa kamu nanya soal itu?"

"Penasaran. Lagian kita nggak mungkin duduk di sini tanpa ngobrol, kan? Besides, kamu terlalu tegang, Kylandra." Hangat telapak tangan Keelan yang membelai punggung Kylandra membuat wanita itu terkejut. Sedangkan Keelan malah terkekeh kecil. "Aku bisa lepasin kalau kamu nggak suka. Tapi ... "Keelan mengerling ke belakang punggungnya. "Wilda lagi ngeliatin kita."

Ekspresi kaku Kylandra mencair. Baiklah, dia memang tidak berbakat dalam akting. Tapi berpura-pura sebentar tak akan sulit.

Kylandra menyungging senyum, memulai aktingnya. "He's a good man."

Keelan mengangkat alisnya. Sedikit Kylandra menangkap sorot tak suka di mata Keelan.

"Klasik memang," lanjut Kylandra. "But he's the nicest guy I've ever seen in my life."

Sudut bibir Keelan terangkat. "Jadi, selain Ario, mantan kamu yang lain brengsek?"

"I have no time for jerks." Kylandra menatap Keelan bersungguh-sungguh ketika mengatakannya. Dan Keelan tahu, itu adalah makna terselubung untuk mengatakan jika Kylandra tak punya ketertarikanya padanya. "Not like you, mantanku cuma dua. Dan Frans sama baiknya kayak Ario."

"Too bad, mantanku cuma satu," ucap Keelan lalu tergelak melihat Kylandra terkejut. Tanpa bisa menahan diri. Dia mengusap pipi wanita itu lembut. "Dan kayaknya Sania nggak bakal bilang aku mantan yang brengsek karena alasan kami putus karena Sania mau lanjut kuliah di Aussie, and she wants to focus on her education. Is it okay if I touch your cheek?"

Kylandra mengangguk. Tak  mau salah tingkah hanya karena Keelan membelai pipinya begitu halus. "Is that why you playing with women's hearts?"

"Playing with women's hearts?" Keelan mengulangnya dengan nada jenaka. "I don't play with women's hearts. I treat them as women."

"By spreading seduction?"

"I only seduce the woman I like."

Kylandra mengingatkan dirinya jika ini tidak nyata. Kendati Keelan tampak menunjukkan ketertarikan padanya di dalam lift—hal itu bukan sesuatu yang mengagetkan. Maksudnya, Kylandra tidak terlalu peduli dengan pandangan para pria terhadapnya. Memang banyak yang mendekatinya, tapi hanya beberapa yang bertahan karena Kylandra terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Dan Keelan ... buaya darat.

Buaya darat tertarik pada semua wanita ... right?

Dengan ketenangan yang ia pertahankan. Kylandra meraih tangan Keelan di pipinya. Pria itu tampak tak menyangka, tapi diam saja ketika Kylandra mengenggam tangan hangat dan besar itu. Ia tidak boleh terlalu dikuasai euforia asing antara mereka berdua. Keelan hanya segumpal daging yang berjenis kelamin laki-laki. Sentuhannya tidak perlu membuatnya gemetar, apalagi berdebar. Ia adalah pemilik jiwa dan raganya. Tidak akan Kylandra biarkan orang luar mengambil kontrol itu.

Kylandra meletakan tangannya mereka yang bertautan di atas meja sehingga orang lain bisa melihatnya dengan jelas. Dielusnya punggung tangan Keelan.

"And you like women," ucap Kylandra dengan sudut bibir terangkat. "I mean, all beautiful women."

Mula-mula Keelan terpana. Kemudian bibirnya melengkung memperlihatkan seringai nakal. "Yeah, and you're beautiful," bisiknya seraya meremas tangan Kylandra dalam genggamannya.

Tatapan yang saling mengunci menyebarkan desiran di seluruh tubuh mereka. Ketenangan yang Keelanperlihatkan terlihat menyebalkan di mata Kylandra. Ditambah bagaimana pria itu membuatnya kebingungan dengan mana yang nyata dan sandiwara—oh, jelas ini sandiwara. Seharusnya ia tidak perlu mempertanyakannya

Alasan mereka berada di sini adalah untuk membuat semau orang percaya mereka sedang dekat. Dan Kylandra tidak dicampakkan oleh Ario agar pria itu terbebas dari tuduhan tidak benar.

Hanya saja, otak dan tubuhnya seakan sedang menguji kemampuan Kylandra dalam mengendalikan diri. Dia bukan wanita suci yang tidak pernah melakukan hal-hal nakal dengan pria. Selama ini, Kylandra selalu mampu menangani desakan-desakan gairah dalam tubuhnya. Itu adalah hal normal.

Tapi tak pernah sekalipun desakkan itu membuat Kylandra kehilangan kontrol akan dirinya.

Lantas, kenapa sentuhan dan tatapan Keelan Jantaka memiliki efek sebesar ini?

Oh, sepertinya Kylandra memang sudah bermain api.
 

Bersambung.


 

05 | sweet night


 

Keelan tak menyangka, pesta yang sempat membuatnya bosan akan jadi lebih menarik karena Kylandra.

Akting bukan sesuatu yang sulit untuk Keelan. Dia selalu tahu cara masuk dan keluar dari karakter yang ia perankan. Namun saat ini, Keelan tidak benar-benar yakin ia tengah berakting—sebab bersama Kylandra terasa begitu nyata. Tak ada keterpura-puraan dari ucapan, sentuhan, dan tatapan yang ia lakukan.

Kini di antara mereka berdua, ada sekelompok pria yang dengan tidak tahu malunya bersikap sok dekat dengan Kylandra—padahal jelas-jelas mereka menggosipkan wanita itu sebelumnya. Walaupun merasa terganggu, karena Keelan lebih menyukai berduaan dengan Kylandra. Kedatangan rombongan Faris sebenarnya memberi keuntungan dalam memuluskan misi mereka dalam membuat orang-orang percaya jika ia dan Kylandra tengah dekat.

Faris si penggosip tidak akan melewatkan hal ini.

"Seharusnya lo bilang kalau lagi dekat sama Kylandra, Kee," Faris berkata agak sebal pada Keelan.

Seperti Keelan biasanya, pria itu membalas jail. "Dan ngelewatin kalian gosipin Kylandra?"


Seketika wajah Faris merah padam. Percampuran antara malu dan marah. Sementara yang lainnya berdeham canggung.

"Gosipin aku?" Kylandra mengangkat salah satu alisnya. Ekspresinya tenang, malah mengikuti kejailan Keelan dengan senyum tipis. "Wow. What are they saying about me?"

"You sure you want to know, Sweeting?" Keelan bertanya lembut. Begitu pun dengan tangannya yang sejak tadi berada di pinggang Kylandra.

Kylandra bisa merasakan usapan jempol Keelan di pinggulnya.

"Not something bad, really," Wirda buru-buru menyela panik. "Kami malah siap membela lo kalau memang Ario selingkuh. No honorable man cheats. Dan itu juga nggak adil buat lo."

Yang lainnya mengangguk menyetujui.

"You guys so kind," ucap Kylandra anggun. "But Ario didn't cheat on me. Hubungan kami udah berakhir cukup lama. Tapi karena kami sama-sama sibuk, people might think we're still together. Padahal kami sama-sama udah dekat dengan orang lain." Wajah Kylandra berpaling pada Keelan. Menatap pria itu seperti seorang wanita yang sedang memuja sang kekasih.

Keelan dibuat terpana selama seperkian detik. Merasakan ada debar asing di dadanya. Bahkan pria itu menahan napas oleh tatapan Kylandra yang nyaris membuatnya ... bertekuk lutut.

Menahan dorongan untuk tidak menarik wanita itu ke tempat sepi lalu mencium bibirnya--Keelan membuang muka sejenak, kemudian berdeham menutupi kegugupan.

"Oh, sweeting. You make me flutter," katanya blak-blakan.

"Alah, jangan percaya, Kyl." Gilang yang memang menaruh rasa pada Kylandra menimbrung. Sebal sekali mengetahui laki-laki seperti Keelan yang malah berhasil mendekati Kylandra. "Keelan nggak cuma punya satu teman cewek. Reputasinya sebagai playboy udah banyak diomongin."

"But clearly, Kylandra yang paling spesial," Keelan menatap Kylandra lembut. Meraih tangan perempuan itu lalu mengecup punggungnya.

Kylandra tersenyum. Bersikap malu-malu tapi tetap dengan gayanya yang cool. "Semoga ini bukan pick up line yang sering kamu gunain buat ngerayu cewek, ya."

"Nice shoot, Kyl," Faris tersenyum puas. "Anyway, kalian ketemu dimana, sih? I wonder, nggak ada yang tahu selama ini kalian dekat."

Kylandra dan Keelan saling bertatapan. Tentu mereka sudah mengarang ini bersama sebelumnya.

"SG,"

"Singapura,"

Kedua menjawab berbarengan yang disusul tawa kecil. Kylandra mempersilakan Keelan menjawab.

"Kami ketemu di SG. Kylandra lagi ada kerjaan di sana, dan gue emang lagi liburan. And we met by accident. Kami udah lama tahu satu sama lain, tapi SG bikin kami akhirnya ngobrol dan know each other more. And I just realize," Keelan berpaling, memandang Kylandra dalam. "Seharusnya dari dulu gue dekatin Kylandra. She is ... one of kind."

Kylandra menjaga ekspresinya tetap tenang. Lagi-lagi Keelan melontarkan sesuatu dengan tatapan terlalu serius dan dalam. Seolah-olah pria itu bersungguh-sungguh dengan ucapannya—di saat Kylandra tahu jelas itu tidak benar.

Kendati begitu, ia tak mampu mencegah pipinya memerah.

Hal baiknya, Kylandra mendapatkan tanggapan yang ia inginkan dari yang lain. Sebab rombongan Faris hanya bisa mengukir senyum kecut dan masam. Tampaknya mereka sudah benar-benar percaya memang ada sesuatu antara dirinya dan Keelan.


 

***


Kylandra merasa semakin mahir berakting.

Dia tak lagi terkejut ketika Keelan menyentuhnya. Atau tiba-tiba berbisik, lalu mencuri kecupan ringan di pipinya. Pria itu pandai sekali memainkan peran sebagai laki-laki yang tengah memuja seorang wanita yang ia taksir. Mustahil tak ada yang percaya jika mereka sedang berada dalam hubungan yang lebih dari teman jika intensitas sentuhan Keelan sesering ini.

Lepas dari rombongan Faris, Keelan mengajaknya untuk terjun ke lantai dansa. Tidak punya pilihan lain karena orang-orang memperhatikan—Kylandra akhirnya berdansa dengan Keelan. Satu tangan pria itu menempel di pinggangnya. Sementara satu lagi, mengenggam tangannya.

Keelan menunduk, Kylandra mendongak. Tatapan mereka yang bertemu terkunci seiring dengan alunan musik yang bermain.

Kylandra tak bisa berpaling. Di bawah cahaya lampu, Keelan tampak semakin tampan. Kulit tan-nya bersinar, rambut hitamnya berkilau. Dia tidak hanya menarik karena wajahnya, tapi aura pria itu begitu memikat. Dia memiliki sisi liar yang tidak hanya menarik wanita yang mendambakan petualangan, tapi juga gadis polos yang penasaran ingin berbuat nakal.

Kylandra sudah mendengar reputasi Keelan yang memiliki banyak teman dekat wanita. Pria itu hanya ingin bersenang-senang dan menghindari komitmen. Jelas pilihan hidup Keelan bukan lah urusan Kylandra. Hanya saja, Kylandra tidak pernah menjalani kehidupan seperti itu. Dia terlalu banyak urusan untuk bersenang-senang. Pria yang berada di sekitarnya pun kebanyakan berkarakter serius dan kaku. Ada beberapa pria perayu seperti Keelan mencoba mendekatinya, tapi Kylandra tak teralu menanggapi. Tertarik pun tidak.

Lantas kenapa Keelan berbeda?

Oh, entahlah, Kylandra tidak ingin berurusan dengan Keelan. Namun dia harus mengakui jika Keelan cukup menarik perhatiannya—meskipun dia masih ingin terus menyangkal hal itu.

"Kamu pulang ngantor jam berapa?" Kylandra tak terkejut dengan lagi dengan pertanyaan random Keelan di tengah dansa mereka.

"Why you asking?" sahutnya defensif.

"Aku ngeliat kamu beberapa kali baru pulang jam sebelas malam," Keelan mengangkat tangannya membiarkan Kylandra berputar mengikuti para pasangan dansa yang lain sebelum kembali menangkap pinggang ramping wanitai itu. "Hard worker woman, huh?"

"Memang cuma cowok yang boleh kerja sampai larut malam?" balas Kylandra dingin.

Keelan menyeringai. "Feminis," katanya. "I'm not surprised."

"Ada masalah dengan perempuan feminis, Sir?"

"Not at all. Mamaku juga feminis. Sebelum nerima lamaran Papa, Mama bikin surat perjanjian kalau papa nggak boleh menghalangi beliau berkarir. Well, walaupun aku yakin tanpa itu, Papa akan selalu dukung keinginan Mama."

Kylandra agak terkejut karena Keelan dengan terbuka membicarakan keluarganya.

"Aku udah pernah ketemu Pak David, and your brother, Kenang. Mereka beda banget sama kamu," tutur Kylandra terus terang.

"Aku memang lebih mirip Mama." Keelan mengangkat bahu acuh. "Kalau ini soal wajah. Tapi soal sifat, nggak ada yang kayak aku di keluarga." Pria itu menyeringai tampak bangga dengan hal itu. "Semua keluargaku akademis banget. Entah kenapa aku malah lebih condong ke seni peran. Aku pernah bercanda tanya ke Mama siapa ayah kandungku. Bukannya dijawab, kepalaku malah diketok pakai buku setebal batu bata."

Tak mampu menahannya. Kylandra tergelak. Beberapa pasangan dansa melirik mereka sehingga Kylandra harus berdeham menghentikan tawanya. Namun bibirnya masih berkedut oleh rasa geli. "You really deserve it."

Keelan tersenyum. Terpesona oleh tawa Kylandra yang terdengar begitu merdu. Apalagi wanita itu makin cantik ketika tertawa. Keelan jadi ingin membuat Kylandra lebih sering tertawa. Sayang sekali wanita itu harus menahan diri karena mereka berada di tengah pesta.

"Kalau kamu ketemu mamaku, she will like you."

"I don't think there's any chance of making that happen."

"Who knows?" Keelan berkata misterius, kemudian menarik pinggang Kylandra lebih dekat hingga dada mereka menempel. Para pasangan yang lain kini terbuai dalam latunan musik yang lembut. Beberapa pasangan sudah berpelukan syahdu. "Life is mystery. Kita nggak pernah tahu apa yang terjadi ke depan."

"Right. Tapi kita nggak ada urusan lagi setelah ini," balas Kylandra tegas dan yakin. Kepalanya bersandar di dada Keelan. Kedua tangannya melingkar di pinggang pria itu ketika melihat pasangan yang lain melakukannya. Oh, dia tidak ingin merasa nyaman dengan posisi ini. Tapi tubuh Keelan begitu sempurna. Dadanya tegap, bahunya bidang, dan aroma pria itu nikmat. Kylandra merasa ... hangat.

"Aku nggak tahu kamu ternyata pelupa, Kylandra," gumam Keelan dengan nada mengejek. "Bukannya kita udah sepakat, you will grant any wish I make, won't you?"

Kylandra menarik wajahnya menatap Keelan. "Then, what do you want?"

"Not yet," Keelan menyeringai jail. Matanya berbinar main-main tatkala melihat Kylandra merengut jengkel. "Kamu pemarah ya, Sweeting."

"Aku yakin bukan aku satu-satunya perempuan yang kamu bikin marah."

"Yeah, tapi kamu satu-satunya perempuan yang marah dengan cara menggemaskan."

"Menggemaskan?" suara Kylandra nyaris seperti tercekik saking kagetnya. Tidak ada satu pun pria yang pernah menyebutnya menggemaskan. Bahkan Kylandra tidak merasa cocok dengan kata itu.

"Ya, menggemaskan." Keelan menegaskan. "Kayaknya cowok-cowok di sekitar kamu nggak tahu cara bikin kamu nyaman dan lepas, ya?"

"Oh, dengan reputasi kamu, I'm sure you know what to do it," balas Kylandra sinis.

Bibir Keelan berkedut. "And it looks like I did it to you."

Kylandra terpana. Bukan hanya karena menyadari apa yang Keelan katakan memang benar. Namun juga terkejut oleh betapa cepatnya Keelan membuatnya nyaman.

Pria ini ... benar-benar harus dijauhkan dengan wanita manapun jika ingin selamat.

 

***


Keelan tidak mau ini berakhir. Rasanya dia ingin menghabiskan malam lebih lama lagi dengan Kylandra. Oh, tidak harus untuk sesuatu yang panas dan menggairahkan—walaupun Keelan tak keberatan dengan itu. Tapi yang pasti, dia suka bersama Kylandra. Wanita itu benar-benar di luar dugaannya. Keelan ingin mengetahui lebih banyak tentang Kylandra dan melihat berbagai macam ekspresi di wajahnya.

Ternyata pesona dingin yang wanita itu tunjukkan tak ada apa-apanya dibanding saat melihat Kylandra tersenyum, kesal, cemberut, bahkan tertawa.

Sial, sekarang Keelan sudah merindukan tawa Kylandra.

Pesta memang belum berakhir. Namun Kylandra tiba-tiba mendapat telpon yang sepertinya cukup penting karena wanita itu langsung memutuskan pulang. Dan ketika Keelan bertanya, ternyata itu berkaitan dengan pekerjaannya.

Keelan tahu Kylandra wanita ambisius, hanya saja dia tak menyangka jika Kylandra akan sangat mirip dengan Saka. Bagaimana bisa wanita itu tetap bekerja pada saat weekend, di waktu sudah malam dimana orang-orang seharusnya bersenang-senang atau beristirahat.

"Serius, kamu tetap nggak mau bilang apa permintaan kamu?" Kylandra mendesak saat mereka memasuki lift menuju basement.

"Bukan nggak mau bilang. Aku masih belum kepikiran mau minta apa dari kamu," Selain itu juga Keelan mengatakannya sekarang. Dia tak akan memiliki alasan bertemu Kylandra nanti.

"Are you mad?" sekonyong-konyongnya Kylandra bertanya ketika akhirnya menyadari ekspresi suram di wajah Keelan setelah dia mengatakan harus pulang.

"Kita belum ngeyakin semua orang," sergah Keelan.

"At least, beberapa orang udah percaya dan yakin."

Keelan menatap Kylandra lalu mendesah. Dia tidak punya hak untuk menahan Kylandra atau merasa marah karena wanita itu mengutamakan pekerjaanya. Hanya saja, Keelan mengakui dia sedikit kecewa karena masih ingin bersama Kylandra.

Mereka akhirnya sampai di basement. Ketika Kylandra mengeluarkan kunci mobil, Keelan memanggilnya. "Kylandra,"

Wanita itu menoleh lalu berbalik. "Ya?"

"Aku tahu masih terlalu awal untuk menilai seseorang dari pertemuan pertama—well, ini nggak bisa dikatakan pertemuan pertama, sih. Tapi setelah ngobrol sama kamu, you're beyond my expectations."

"Beyond your expectations?"

Keelan mengangguk. "Malam ini nggak terasa bosanin karena kamu."

Kylandra membalas tatapan Keelan yang menatapnya dengan tulus. Sedikit, hal itu hampir meluluhkannya dan mengurangi kewaspdaannya pada Keelan.

"Kamu sedikit seperti dugaanku," ucap Kylandra lalu berdeham. "I mean, banyak orang yang bilang kamu pinter nge-treat cewek dan memperlakukan mereka spesial. Dan itu terbukti. I had a good time today."

Senyum Keelan terkembang. "Really?" dia mendekat lalu menyentuh lengan Kylandra.

"Yeah," Kylandra mengangguk. Tanpa sadar melangkah mundur ketika Keelan semakin maju.

"Tapi kamu salah paham satu hal tenang aku, Kylandra."

"Keelan," gumam Kylandra yang pada akhirnya terpojok dan tak dapat menghindar lagi. Ketika mata mereka kembali bertemu, Kylandra membasahi bibirnya gugup. Apalagi Keelan mengurungnya dengan meletakkan tangan di sisi tubuhnya. Seperti ada daya magnetik yang membuat Kylandra tak mampu berpaling.

Keelan sangat dekat. Terlalu dekat. Jantungnya berdegup terlalu berisik hingga Kylandra takut Keelan akan mendengarnya.

"I always try to be kind to women, because that's what my mother taught me," Keelan merunduk. Memotong jarak lebih dekat sampai embusan napas mereka beradu. "Tapi nggak semua cewek aku perlakukan spesial, Kylandra." Bisik Keelan seraya menarik dagu Kylandra. "Hanya yang benar-benar kusuka," katanya di depan bibir Kylandra. "A woman who frustrates me bacause I want to kiss her."

Dan Keelan menciumnya.

Bibir mereka bersentuhan.

Lembut, lembab, dan manis.

Bibir Keelan bergerak di atas bibirnya, sedikit melumat bibir Kylandra hingga wanita itu memejamkan mata. Satu tangan Keelan telah menarik pinggang ramping itu, menariknya lebih dekat. Baru saja ia akan memperdalam ciumannya, ponsel Kylandra tiba-tiba berdering.

Kylandra menarik wajah, kembali bertemu pandang dengan Keelan yang menatapnya membara. Orang buta pun tahu arti tatapan itu, dan Kylandra gemetar ketika memikirkannya.

"Aku harus pergi sekarang," katanya seraya memisahkan diri dari Keelan.

"Harus banget?" tanya Keelan serak.

Kylandra mengangguk. Menelan ludah untuk membasahi tenggorokkannya. "I'll call you later to discuss our agreement," katanya lalu menatap Keelan. "Bye, Keelan."

"See you, Kylandra," balasnya berusaha untuk tidak terlihat dan terdengar kecewa.

Kylandra pun melangkah menuju mobilnya. Masuk ke dalam ranger rover miliknya dan memanuver mobil itu keluar dari basement hingga tak terlihat lagi oleh mata telanjang Keelan
 

Bersambung.


 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya (Don't) Play With Fire - 6, 7, 8, 9, 10, 11
5
0
6. Night changes7. Playing games8. Not a bad dinner9. Can't stop thinking about you10. Enchanted11. Looking at me
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan