
Deon membuka pintu kamar Ana dan langsung terpaku di tempatnya. Pemandangan pagi terindah baginya . Ana tertidur pulas di kasurnya, menggunakan gaun tidur berbahan satin warna putih dengan tali spaghetti. Selimut tidak terpakai dengan benar, gaun tidur itu tersingkap hingga pangkal paha Ana, menampilkan kaki jenjang nan mulus milik Ana. Deon tersenyum miring, tidak menyangka bahwa kesempatannya akan datang secepat ini.
"Selamat pagi!” Sapa Deon begitu keluar kamar dengan kemeja rapi dan rambut yang setengah basah, tampak segar sehabis mandi.
"Pagi Mas,” balas seorang wanita yang tengah memasak di dapur.
"Masak apa sayang?” Tanya Deon pada istrinya.
"Nasi goreng sama telur mata sapi aja Mas, hari ini aku harus ke butik lebih cepet jadi gak akan keburu kalau masak terlalu banyak.” Jelas Anin— istri Deon
"Gapapa, apapun masakan kamu pasti aku makan” Deon tersenyum pada istrinya.
Anin membalas senyum suaminya, "tolong bangunin Ana dulu Mas. Aku masih repot ini”
"Oke”
Deon melangkahkan kakinya ke lantai dua, tempat kamar anak tirinya berada, Ana.
Setahun telah berlalu, sejak pertemuannya dengan Ana di taman saat itu membuat Deon penasaran pada Ana. Rasa yang berawal dari penasaran itu, berubah menjadi obsesi. Deon terobsesi dengan Ana, yang saat ini adalah anak tirinya.
Selama satu tahun, Deon tidak berhenti mencari tahu segala hal tentang Ana. Tentang Papanya yang ternyata telah meninggal saat Ana berusia lima belas tahun, tentang ibunya yang merupakan seorang janda dan pemilik butik terkenal di kota, serta tentang mengapa Ana yang berusia tujuh belas tahun tampak polos seakan tidak mengerti kehidupan dunia di luar rumahnya.
Ana adalah Anak semata wayang, Papanya seorang pengusaha besar di kota, yang baru Deon tahu kalau dulu Papa Ana adalah pesaingnya. Fakta itu jelas membuat Deon semakin tertarik, karena diam-diam ia menyimpan dendam pada Papa Ana semasa hidupnya.
Karena status Papanya yang merupakan seorang pengusaha terkenal, kehadiran Ana disembunyikan untuk menghindari niat-niat jahat dari pesaing bisnis Papanya. Ana tidak pernah menjalani kehidupan di sekolah umum, sekalipun sekolah elite swasta tidak pernah ia pijaki.
Sejak kecil Ana terbiasa home schooling, ia tidak pernah keluar rumah jika bukan bersama kedua orang tuanya. Bahkan bermain ponsel dan sosial media pun Ana dibatasi setiap harinya. Hanya dua jam dalam sehari.
Ana dijaga bak berlian yang mudah rusak dan tergores, terlebih gadis itu tidak pernah bertanya, ia gadis penurut yang menaati semua ucapan orangtuanya. Ana tumbuh dengan pengetahuan sosial yang kurang, home schooling yang dijalani pun dilakukan secara daring karena orangtuanya tidak mengizinkan siapapun untuk bertamu ke rumah mereka.
Begitu Papa Ana meninggal, kehidupan Ana semakin ditutupi karena kematian Papanya disebabkan oleh ulah pesaing bisnisnya. Maka dari itu, Anin harus bekerja lebih keras dengan mengelola butiknya serta menjaga usaha mendiang suaminya. Anin juga menjadi lebih protective pada Ana, tidak membiarkan gadis itu berinteraksi dengan orang asing manapun hingga satu kesalahan terjadi di mana Ana bertemu dengan Deon di taman.
Selama satu tahun, Deon menggunakan waktu tersebut untuk mendekati Anin— Mama Ana. Bersikap seolah tertarik pada wanita yang usianya tujuh tahun lebih tua dari Deon, yang Deon akui walau sudah berumur hampir kepala empat, Anin tetap cantik dan awet muda serta memiliki tubuh yang sangat indah. Ia juga harus bersikap layaknya seorang Papa yang baik untuk Ana. Tanpa ada yang menyadari bahwa semua yang Deon lakukan hanya kamuflase. Ia hanya berpura-pura. Deon sedang menikmati penampilannya di panggung sandiwara.
Hingga segala usaha Deon terbayarkan sudah, satu bulan lalu tepat satu minggu sebelum ulang tahun Ana yang ke delapan belas tahun, Deon dan Anin resmi menikah.
Deon mengetuk pintu kamar Anak tirinya, berniat membangunkan Ana sesuai perintah istrinya. "Ana, ayo bangun” Deon kembali mengetuk pintu kamar Ana.
"Ana ini Daddy, ayo bangun!” Panggilan Deon belum juga mendapat sahutan. Deon menghela napas, ia membuka pintu kamar Ana dan langsung terpaku di tempatnya. Pemandangan pagi terindah bagi Deon.
Ana tertidur pulas di kasurnya, menggunakan gaun tidur berbahan satin warna putih dengan tali spaghetti. Selimut tidak terpakai dengan benar, gaun tidur itu tersingkap hingga pangkal paha Ana, menampilkan kaki jenjang nan mulus milik Ana. Deon tersenyum miring, tidak menyangka bahwa kesempatannya akan datang secepat ini.
Berbalik, Deon memastikan tidak ada pembantu ataupun istrinya. Ia menutup pintu kamar Ana lalu menguncinya. Berjalan ke arah Ana sambil menggulung lengan kemejanya sebatas siku, pandangannya tidak teralihkan sejengkal pun dari tubuh Ana.
Deon duduk di tepi kasur Ana, tanpa ragu ia menggenggam payudara Ana meremasnya pelan sambil memperhatikan wajah Ana. Tak puas hanya dengan satu tangan, tangan yang satunya juga Deon gunakan untuk meremas payudara Ana.
Kedua tangan Deon begitu asik dan lihai meremas payudara Ana, tangan besar Deon tidak menangkup seluruh payudara Ana. Hal yang baru Deon sadari, dibalik baju kebesaran yang selalu Ana pakai, terdapat tubuh montok nan indah yang gadis itu sembunyikan.
Oh ayolah, Deon tidak sekalipun tahu bahwa gadis polos nan lugu seperti Ana memiliki payudara yang besar ditambah dengan pantatnya yang montok.
"Enghhhh” Ana mengerang merasa tidurnya terganggu, dan merasa dadanya cukup nyeri.
Deon tersenyum miring, menjauhkan kedua tangannya dari payudara Ana lalu menatap gadis itu yang perlahan membuka matanya.
"Daddy” panggil Ana lirih begitu membuka mata dan melihat Deon
"Ada apa sayang?” Deon mengusap rambut Ana, menatap mata gadis itu yang berkaca-kaca.
"Sakit daddy..hiks..hiks...” Ana terisak, air matanya turun begitu saja.
"Apa yang sakit sayang? Bilang sama Daddy,” Deon mengusap lembut pipi Ana
"Dada Ana sakit Daddy” adu Ana dengan isakan kecilnya
"Waduh, sakit kenapa sayang?” Deon berpura-pura tidak tahu ”Ana habis apa memangnya? Kok bisa sakit dadanya?” Deon masih memainkan perannya yang tidak tahu apa-apa.
"Ana gatau Daddy, bangun tidur Dada Ana udah sakit.. hiks”
"Waduh, Daddy periksa ya sayang? Mau? Ana mau Daddy periksa dadanya?” Tawar Deon
"Memang boleh ya Daddy kalau dada Ana Daddy periksa?” Tanya Ana, tersirat keraguan di matanya.
"Boleh dong sayang, Daddy kan orangtua Ana, sudah tugas Daddy memastikan Ana sehat dan baik-baik saja. Biar Daddy tahu juga, Ana sakit apa. Nanti kalau didiamkan ternyata sakit parah, pasti Mama akan sedih” Deon mengeluarkan berbagai tipu muslihatnya untuk merayu Ana.
"Ana gamau Mama sedih, Ana gamau sakit parah Daddy.”
"Kalau gitu Daddy periksa ya sayang.”
Ana mengangguk, "terus periksanya gimana Daddy?”
"Sini Ana bangun dulu sayang,” Deon membantu Ana duduk.
"Lepas bajunya sayang, Daddy mau lihat ada apa di dada Ana.”
Tanpa banyak bertanya juga tanpa rasa malu, Ana melepas gaun tidurnya begitu saja memperlihatnya tubuhnya yang hanya dibalut oleh bra dan celana dalam berwarna baby pink.
Deon menyeringai puas, "branya dibuka juga sayang, daddy masih gak bisa lihat ada apa di dada Ana”
Lagi, Ana menurut saja begitu Deon memintanya melepas bra.
"Nah sekarang, Ana tiduran lagi. Daddy bakal periksa ada apa di dada Ana.”
Ana berbaring kembali, menatap Deon bingung.
"Tahan ya sayang kayaknya bakal sakit sedikit, kalau terlalu sakit kasih tau Daddy.”
Deon tersenyum licik, merasa beruntung pagi ini. Dia juga tidak takut ketahuan oleh Anin sebab wanita itu masih sibuk di dapur yang berada di pojok lantai satu sedangkan kamar Ana berada di lantai dua. Terlebih, seluruh ruangan di lantai dua itu kosong, hanya kamar Ana yang ditempati.
Deon meremas kedua payudara Ana yang menurutnya sangat empuk kencang dan berisi. Ia meremasnya dengan kuat, sengaja, agar menimbulkan rasa sakit pada Ana.
"Awww Daddy akhhh Daddy sakit” racau Ana
“Waduh, beneran ada yang salah sama dada kamu” Deon menakut-nakuti, tangannya masih meremas payudara Ana
"Akhhh Daddy payudara Ana ini kenapa?” Di tengah rintihannya, Ana mengeluarkan pertanyaan yang menurutnya penting.
"Apa? Apa kamu bilang?” Tanya Deon, menatap Ana yang tengah menutup matanya. "Buka mata kamu, gak ada yang suruh kamu tutup mata Ana”
Ana menurut, membuka matanya dan langsung bertatapan dengan Deon.
"Tadi kamu sebut ini apa?” Deon menampar salah satu payudara Ana.
"Awhhh sakit”
"Kalau ditanya itu jawab!” Deon menampar payudara Ana yang satu lagi
"Awhhh pa-payudara Daddy” jawab Ana
"Salah!” Deon meremas kedua payudara Ana dengan kencang
"Ini namanya tete” Deon memelintir puting Ana yang mencuat tegang dan berwarna merah muda "yang ini namanya puting”
"awwhhh akhhhh Daddy” Ana meringis
"Jadi, ini namanya apa Ana?” Kedua tangan Deon kembali meremas payudara Ana dengan kencang
"awhhh tete namanya tete”
Deon tersenyum, kedua tangannya bergerak memelintir puting Ana ”kalau ini yang Daddy puter-puter namanya apa?”
“Akhhh puting Daddy, namanya puting” Ana melenguh kencang
“Masih sakit?” Tanya Deon
“Masih Daddyyhhh”
“Harus sering Daddy giniin biar gak sakit” kata Deon cabul
"Akhhh Daddyyhhh”
Deon meremas Ana Ana dengan kencang hingga meninggalkan bekas kelima jarinya di tete Ana. "Harus sering Daddy pegang, daddy remes dan daddy pelintirin tete sama puting kamu biar sakitnya hilang” Deon memelintir kedua puting Ana
"Akhhhhh Daddy akhhh daddyhhh”
"Mau kan tete sama putingnya Daddy remes, daddy pegang-pegang, mau kan sayang?” Deon memutar mutar puting Ana
"Akhhhh daddyyyhhh”
"Jawab Daddy sayang, mau kan? Ana mau?” Deon terus mendesak jawab dari Ana
"I-iyahh Ana mau Daddyyhhh”
Deon tersenyum puas, "pinter Ana pinter sekali”
Deon menjauhkan tangannya dari tete Ana, menatap gadis berusia delapan belas tahun itu yang wajahnya dipenuhi keringat meski air conditioner di dalam kamarnya menyala. "Pengobatannya sampai sini dulu, nanti Daddy obati lebih lanjut ya”
Deon menatap tete Ana yang memerah, membayangkan bagaimana jika puting merah muda yang tegang itu masuk ke dalam mulutnya dan keluar air susu, pasti rasanya nikmat sekali.
"Sekarang Ana mandi ya, Mama di bawah sudah nunggu untuk sarapan.” Deon membantu Ana untuk duduk
"Ana capek dan lemas Daddy” adu Ana, menyandarkan kepalanya pada bahu Deon.
Deon mengusap-usap punggung telanjang Ana "harus diseringin ya sayang Daddy remas-remas tetenya, nanti Ana jadi lebih kuat karena penyakitnya hilang”
"Iya Daddy”
"Jangan cerita ke Mama ya, Mama lagi sibuk sekali, nanti Mama jadi kepikiran, biar Daddy aja yang bantu sembuhin ya. Ana gausah cerita ke siapa-siapa”
Ana menegakkan tubuhnya, mengangguk patuh "oke Daddy”
"Mandi ya sayang setelah itu kita sarapan di bawah” Deon mengecup puncak kepala Ana lalu berdiri dan keluar dari kamar Ana.
Sepeninggal Deon, Ana memunguti gaun tidur dan branya kemudian berjalan ke kamar mandi.
"Ih ini apa? Kok basah ya?” Bingung Ana saat melepas celana dalam dan menemukan lendir putih yang menempel di sana.
to be continue…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
