
Bab 3: Serangan Tiba-tiba
***
Vania disisi lainnya, tatapannya masih menatap kearah Ian, menatap sosok wajah tampan yang ada di depannya itu mungkin merasa sedikit terpesona.
"Nona Vania?"
Mendengar namanya dipanggil lagi, Vania segera sadar dari lamunannya, dia tidak boleh terpengaruh oleh pria yang ada di hadapannya ini.
Catatan Penulis: Novel ini memiliki Versi Audiobook yang update lebih awal, jika tertarik silahkan cek di Profil π
Bab 3 : Serangan Tiba-tiba
****
Saat ini, Vania sedang berada di sebuah mobil mewah, dia sekarang memiliki ekspresi wajah gugup yang sangat terlihat. Itu karena hari ini dia akan bertemu dengan calon Suaminya itu. Sejujurnya, dia takut jika nanti akan mengacaukan segalanya.
'Bagaimana jika nanti Putra Tiri Nyonya Vivian mencari alasan untuk menggagalkan pernikahan mereka nanti? Akkkhhhh... Kalau sampai Acara Pernikahan Gagal, Aku pasti disuruh mengembalikan uangnya, padahal sudah buat belanja,' pikir Vania panik.
Vania yang tidak pernah memegang uang begitu banyak sebelumnya tentu saja menjadi khilaf. Dia benar-benar tidak tahan untuk membeli semua barang-barang yang dia inginkan, yang awalnya dia pikir tidak akan bisa dia beli. Keinginannya terlalu banyak namun uangnya tidak cukup.
Jadi ketika diberi uang sebanyak itu tentu saja tanpa segan-segan, Vania berbelanja sesukanya. Lihat sekarang, pakaian merk yang dia pakai, terlihat glamor dari atas sampai bawah. Dia bahkan jam tangan edisi terbatas yang dia baru saja beli. Dia bahkan sekarang mencoba make up barunya.
"Kita sudah sampai Nona," kata Sang Supir yang baru saja tiba di sebuah tempat parkir di restoran.
Vania yang mendengar kata-kata supir itu segera kaget.
"Ki-- Kita sudah sampai?" Tanya Vania dengan gugup.
"Benar Nona Vania. Nanti anda bisa menunggu Tuan Muda di dalam."
"Ah, ya, ya, tentu saja."
Vania mencoba menarik nafas dalam-dalam karena gugup. Tidak tahu nanti harus berbuat apa. Dia hanya bisa pasrah, dan mencoba memasang senyuman sama seperti biasanya ketika dia bekerja.
"Mari pasang saja senyum profesional."
Sampai di dalam, Vania dipandu oleh seorang pelayan menuju ke sebuah ruangan pribadi. Dia lalu duduk dan menunggu disana dengan cemas sambil menatap ponselnya, membaca balasan dari Nyonya Vivian.
'Hal omong kosong apapun yang Putraku katakan, kamu jangan sampai terpengaruh. Ingat sudah perjanjian kita, kamu harus tetap menikah dengannya apapun yang terjadi.'
Hanya ada perintah yang jelas dari pesan itu, benar-benar tidak bisa membatu meredakan kecemasan Vania.
Pintu segera terbuka, membuat Vania yang fokus pada ponsel nya itu kakek dan hampir menjatuhkan ponselnya.
"Ah ... "
Vania lalu menatap seorang Pria yang berada di atas kursi roda, yang memiliki sorot mata terlihat rapuh, sekilas penampilannya sangat sederhana, mengenakan sebuah sweeter abu-abu, celana hitam, dan sendal sepatu hitam.
Ekpersi Pria itu memiliki beberapa kelembutan, dan terlihat sangat ramah, di dukung dengan wajahnya yang cukup tampan, hitung mancung, dan kulitnya putih pucat. Sekilas orang-orang akan merasa prihatin ketika melihat pria itu duduk di Kursi Roda.
Seolah menujukan seorang pangeran yang malang.
Vania juga ter teguh sejenak dengan penampilan yang dilihatnya itu, ini pertama kalinya dia melihat calon suaminya itu.
Ian yang memasuki ruangan itu sepintas menunjukkan ekspresi ilfil ketika menatap penampilan Vania secara langsung, terutama make up tebalnya, yang terlihat lebih buruk daripada pada yang ada di foto, apalagi setelah mencium aroma berlebihan dari parfum yang gadis itu pakai. Namun Ian mencoba mengendalikan ekpresinya, dan berkata dengan ramah,
"Nona Vania, apakah anda sudah menunggu lama?"
Vania disisi lainnya, tatapannya masih menatap kearah Ian, menatap sosok wajah tampan yang ada di depannya itu mungkin merasa sedikit terpesona.
"Nona Vania?"
Mendengar namanya dipanggil lagi, Vania segera sadar dari lamunannya, dia tidak boleh terpengaruh oleh pria yang ada di hadapannya ini.
"Aku juga baru saja tiba."
"Syukurlah kalau begitu," kata Ian lalu dia segera di dorong oleh Pelayan ke hadapan Vania yang duduk di meja, setelahnya, Ian menyuruh Pelayan pergi, mengisyaratkan dia ingin berbicara empat mata dengan Vania.
Dan begitu, akhirnya mereka berdua sekarang ada di ruangan itu.
"Nona Vania, apakah benar kamu ingin menikah denganku?" Tanya Ian lagi.
"Te-- Tentu saja."
"Tapi, Aku sebenarnya merasa tidak enak denganmu, kamu tentu melihat kondisi ku seperti ini sejujurnya aku tidak ingin membawamu dalam penderitaan dengan kondisi ku seperti ini," kata Ian dengan nada cukup lesu.
"Tidak apa-apa. Aku tentunya sudah tahu tentang semua kondisi mu dan aku benar-benar tidak keberatan sama sekali,"
"Apakah kamu di paksa untuk pernikahan ini?"
Vania yang mendengar nada tajam dari pria yang ada di depannya itu segera menjadi cukup panik, dan berkata dengan gugup,
"Di-- Di paksa apa? Aku tidak di paksa apapun."
"Apa yang Tante Vivian katakan padamu sampai kamu mau menikah dengan ku?"
"Ini keinginanku."
"Tidak perlu berbasa-basi lagi."
"Sungguh, aku melakukannya karena... Karena..."
Tidak mungkin Vania bilang karena uang tiga milyar bukan?
Lalu Vania teringat dengan sebuah cerita yang dikarang oleh Nyonya Vivian itu.
"Karena Aku menyukaimu."
"Aku tidak merasa kita saling kenal?"
"I-- Ini cinta bertepuk sebelah tangan, saat masih Kuliah."
Ian akhirnya hanya menghela nafas sepertinya gadis yang ada di depannya itu memang sudah diperintah oleh Ibu Tirinya.
"Nona Vania, namun kamu benar-benar akan hidup tidak nyaman jika denganku, lihatlah, Aku saat ini lumpuh, jadi Aku mungkin tidak bisa memberikan nafkah batin padamu, kamu tidak akan mendapatkan kesenangan seorang wanita jika denganku, ini mungkin akan menjadi sebuah penyesalan untukmu nantinya," kata Ian dengan ekpersi terlihat sedih.
Vania mendengar itu sekarang menunjukkan ekspresi terkejutnya, dan bertanya lagi untuk memastikan,
"Kamu ... Kamu tidak bisa melakukan hal 'itu'?"
Ian kembali menunjukkan ekspresi penyesalan di wajahnya dan berkata lagi,
"Itu benar. Ini mungkin akan membuatmu menyesal nanti."
Vania terdiam, seolah memikiran ini dengan serius, baru sekarang dia akhirnya menyadari, kenapa dia musti memikirkannya pula?
Wajah Vania sedikit memerah hanya memikirannya, ini tidak seperti setelah mereka menikah, Vania berniat melakukan malam pertama dengan Pria yang ada di depannya ini bukan?
Vania menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk mengendalikan emosinya dan berkata,
"Tidak apa-apa sama sekali! A-- Aku benar-benar tulus padamu."
Ian yang akhirnya kehabisan kesabaran lalu berkata,
"Sepertinya kamu memang suruhan Ibu Tiriku, kamu sepertinya bahkan tidak menunjukkan ketertarikan padaku dalam hal hubungan antara pria dan wanita."
"Kamu salah, Aku benar-benar jatuh cinta padamu dan tulus padamu!" Kata Vania lagi, mencoba meyakinkan pria yang ada di depannya ini.
Dia tidak bisa ketahuan setidaknya sebelum acara pernikahan, jika ini bisa di buat alasan oleh Pria didepannya untuk membatalkan pernikahan mereka, ini akan gawat sekali.
"Aku tidak melihat buktinya sama sekali. Atas dasar apa kamu cinta padaku?"
"Apakah cinta butuh sebuah alasan? Aku hanya mencintaimu,"
"Semakin ke sini aku melihat bahwa ucapanmu semakin omong kosong," kata Ian benar-benar tidak mempercayai kata-kata gadis yang ada di hadapannya.
Vania juga lama-lama menjadi kesal, sedang memikirkan cara bagaimana mengakhiri semua ini dengan cepat.
"Aku akan membuktikannya padamu!" Kata Vania lalu dia berdiri, berjalan menuju Ian.
Ian yang melihat gadis itu berjalan ke arahnya jelas menunjukkan ekspresi terkejut.
"Apa yang coba kamu lakukan?"
Namun Vania tidak menjawab, hanya segera menunduk dan mencium bibir Ian dalam sekejap.
Ian kali ini benar-benar diliputi keterkejutan dan syok dengan tindakan gadis yang ada di depannya itu, karena ini adalah ciuman pertamanya, dia tidak pernah begitu dekat dengan seorang gadis manapun dalam hidupnya, apalagi berciuman.
Bibir gadis itu terasa cukup manis dan sedikit lembut, seolah kelembutan itu masih menempel di bibirnya. Hanya memikirkan itu, telinga Ian sedikit memerah.
Bahkan walaupun itu hanya ciuman singkat, dan Vania yang juga gugup itu melepaskan ciumannya.
"Ini adalah bentuk rasa cintaku."
Namun kata-kata Vania membuat Ian tersadar dari lamunan singkatnya dan segera menjadi marah.
"Kamu gila!" Kata Ian dengan nada kesal, Dia merasa bahwa gadis yang ada di depannya itu sepertinya pintar menggoda seorang pria apalagi melihat masalalu nya.
Berapa banyak pria yang sudah dia goda?
Hah, dia tidak akan tertipu!
****
Bersambung
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi π₯°
