Goldlockchen und das Drei Hunde (Si Pirang Emas dan Tiga Ekor Anjing) - Bagian II

3
1
Deskripsi

Bagian kedua dari spinoff TosanAji dalam rangka ulang tahun Tosan Galih.

2.

Sebuntal manusia itu bukan bayi, tapi seperti bayi. Itu pendapat Nunik ketika melihat buntalan manusia yang digendong masuk ke rumah oleh Lelaki Pertama. Ucul dan Sosis hanya bisa mengangguk percaya. Di antara mereka bertiga, hanya Nunik yang pernah melihat bayi.

Nama anak berambut emas itu Charlotte. Tapi seperti biasa, kedua lelaki itu memanggilnya dengan nama yang berbeda seolah mereka berdua tak akan pernah mencapai persetujuan terkait nama. Lelaki Pertama memanggilnya Prinzessin. Sementara Lelaki Kedua lebih sering memanggilnya Dek atau Dedek.

Nama panggilan dari Lelaki Kedua selalu terdengar lebih sederhana di telinga ketiga anjing, tetapi selalu membuat muka Lelaki Pertama masam setidaknya di dua bulan pertama Charlotte ada di rumah. Mungkin karena Dedek sebelumnya adalah nama panggilan Lelaki Kedua untuk Lelaki Pertama. Ketiga anjing tidak tahu apa arti nama itu, tetapi mereka sadar nama itu bermakna istimewa. Dan kini keistimewaan itu dipindahkan ke Si Pirang Emas, sementara Lelaki Pertama mendapat panggilan baru, Schatz.

Ketiga anjing tidak pernah tahu apa alasan kedua lelaki itu membawa pulang Si Rambut Emas. Di satu musim dingin tanpa salju, Si Pirang Emas dibawa masuk ke dalam Rumah dalam buntalan lusuh dan bau pesing. Jauh lebih pesing dari Sosis yang paling bau di antara mereka bertiga.

Lelaki Kedua biasanya akan mengernyitkan hidung dan menenteng Sosis untuk Mandi tiap kali dia mulai bau, tapi tidak demikian dengan Si Pirang Emas. Alih-alih segera menentengnya Mandi, Lelaki Kedua justru berkutat di dapur dan membuat Susu. 

Sosis segera menggonggong protes menerima ketidakadilan ini. Dia tidak pernah dapat Susu jika tidak mau Mandi. Lelaki Pertama biasanya akan mengendong Sosis setiap kali dia menggonggong berisik untuk mencari perhatian, tapi kali ini Lelaki Pertama hanya menatapnya sendu seakan meminta maaf, kemudian pergi ke kamar dan kembali dengan selimut dan handuk hangat. 

Sosis, Ucul, dan Nunik perlahan mendekat ke atas sofa di mana buntalan lusuh itu diletakkan. Mereka bertiga tak akan pernah melupakan peristiwa di mana mereka pertama kali bertemu dengan Si Pirang Emas. Lelaki Pertama membuka buntalan kain yang lusuh dan membersihkan tubuh anak itu dengan hati-hati. Selain bau, tubuhnya juga kecil dan kurus, rambut emasnya yang panjang mencuat kusut. Anak itu menatap mereka bertiga dengan tatapan mata keabuan yang kosong. Dia tidak menangis.

Telinga Sosis tegak waspada. Dia tidak mempercayai anak itu karena Nunik bilang bayi biasanya menangis. Ucul juga hanya duduk diam di atas karpet, tetapi pandangannya tak beralih dari anak itu. Melihat tulang rusuk Si Pirang Emas yang menonjol mau tak mau membuat Ucul teringat akan malam-malam dingin di jalanan. Ucul bertekad akan memberikan dua buah biskuit tulangnya pada Si Pirang Emas agar dia tidak kelaparan. Hanya Nunik yang berani bergerak paling dekat ke pinggir sofa. Dia menatap Si Pirang Emas dengan lembut.

“Dia sudah tidur,” gumam Lelaki Pertama beberapa saat setelah Si Pirang Emas menghabiskan Susu di botolnya, “Bagaimana kalau kita rawat dia sementara di rumah kita? Aku tidak akan pernah rela membiarkan dia diambil kembali oleh laki-laki keparat itu.”

Seolah memahami maksud ucapan Lelaki Pertama, Si Pirang Emas yang sejak tadi tidak mengeluarkan gonggongan sekecil apa pun tiba-tiba merengek. Dalam rengekannya, terdengar kata-kata yang seperti, “Papa.”

“Papa sedang pergi, Prinzessin, kamu aman di sini,” ujar Lelaki pertama dengan lembut sebelum bergumam lebih pelan, “Kamu lebih aman di sini daripada sama papamu.”

“Ssh,” sergah Lelaki Kedua gusar, tetapi kemudian dia menghela napas pasrah, “Baiklah, baik. Setelah ini kita bicarakan bagaimana baiknya kita mengatur jadwal mengurusnya.” 

Lelaki kedua kemudian melihat ke arah ketiga anjing. “Kalian bertiga, tolong bantu kami jaga Charlotte, ya?” 

Dengan kata-kata yang bernada seperti perintah itu, ketiga anjing tahu bahwa hidup mereka akan berubah seratus delapanpuluh derajat setelahnya. 

Tentu saja perubahan yang pertama terasa dan terlihat adalah pada Lelaki Pertama dan Lelaki Kedua. Mereka memang tidak pernah melupakan jam Makan, Buang Air, dan Jalan-Jalan, tetapi waktu Bersantai di sofa dengan Camilan dan acara Televisi menghilang, juga tidak ada lagi waktu Bermain lempar tangkap di taman apartemen bersama Lelaki Kedua. 

Perhatian Lelaki Pertama dan Lelaki Kedua tersita banyak oleh Si Pirang Emas. Si Pirang Emas hampir selalu ada di dalam gendongan mereka sementara kedua Lelaki itu sibuk mondar-mandir: kadang menenangkan Si Pirang Emas yang tiba-tiba terisak, membuat Susu atau Bubur, mengganti kulitnya yang bau, memandikannya, atau membawa Si Pirang Emas pergi ke tempat yang membuatnya pulang dengan bau yang mirip dengan Dokter Hewan. Ketiga anjing tidak suka Dokter Hewan, tapi Si Pirang Emas selalu tertidur dengan lebih lelap setelah pulang dari sana. 

Lelaki Pertama dan Lelaki Kedua masih melakukan hal-hal ini bahkan ketika para anjing tidur di tengah malam. Ucul yang memiliki pendengaran paling tajam dan waspada selalu ikut terbangun. Kadang dia akan menemani Lelaki Kedua merebus air atau Lelaki Pertama mengambil baju bersih di ruang cuci.

Dua purnama kemudian, Si Pirang Emas tidak terisak sesering dulu. Lelaki Petama mulai membawanya ke balkon di saat hari hangat dan memangkunya untuk berjemur di bawah sinar matahari. Kelabu sayu di matanya mulai menghilang berganti biru, persis seperti warna langit setelah hujan reda. Si Pirang Emas ternyata tidak sekecil yang para anjing kira ketika dia masih dibungkus di dalam buntalan lusuh. Dia memang bukan bayi seperti kata Nunik, tapi tulang-tulangnya yang masih terlihat jelas di lengan dan kakinya membuatnya hanya sedikit lebih besar dari bayi.

Ucul selalu menyisihkan dua biskuitnya untuk Si Pirang Emas. Meskipun kedua biskuit itu selalu kembali ke piringnya, namun Ucul tidak pernah berhenti. Siapa tahu Si Pirang Emas bisa tumbuh lebih gemuk dan kuat sepertinya jika dia makan biskuit tulang itu. 

Beberapa Minggu kemudian Si Pirang Emas mulai berjalan, pertamanya dengan tertatih, dan tak lama kemudian berlari kecil. Pipi dan lengannya mulai sedikit lebih bedaging dan dia sudah mulai kuat mengangkat sendok berisi kentang tumbuk serta boneka dan mainan yang dibelikan Lelaki Kedua. Warna abu sudah hilang sama sekali dari matanya, menyisakan biru secemerlang langit musim panas. Dia hanya terisak sesekali, dan kedua Lelaki tak lagi sesering dulu membawa Si Pirang Emas ke tempat Dokter Hewan. Si Rambut Emas mulai banyak mengoceh, menyebut Lelaki Pertama dan Lelaki Kedua dengan onkel, menjawab dengan riang saat Lelaki Kedua menyebut ‘dedek’, dan mulai memanggil nama sederhana ketiga anjing dengan suaranya yang serak. Dia juga tidak lagi mencari-cari ‘papa’.

Nunik tidak pernah keberatan dipanggil dengan nama apa pun oleh Si Rambut Emas –mulanya hanya Nii, lalu Nuni, lalu Noo-nik dengan penekanan pada ‘Noo’ dan bukan pada ‘Nik’ seperti cara Lelaki Kedua memanggilnya– karena bahkan tanpa dipanggil sekalipun Nunik hampir setiap saat selalu menempel pada Si Pirang Emas kecuali ketika dia sedang pergi dan mandi. 

Anjing putih besar itu telah jatuh sayang pada Si Pirang Emas kecil kurus pada malam pertama kedua Lelaki membawanya pulang. Tubuhnya yang menua seakan telah menemukan tujuan baru: dia harus melihat Si Rambut Emas tertawa dan berlarian di padang luas seperti anak-anak anjing malamute.

Tubuh Si Pirang Emas tidak lebih besar dari paha Nunik. Begitu Kedua Lelaki mengizinkannya bermain dengan para anjing, dia lebih sering memilih untuk berbaring, bersandar, dan berdiri di sisi Nunik. Si Pirang Emas kadang terlelap di Kasur Nunik dan Nunik akan ikut terlelap di sisinya. Nunik adalah yang pertama terbangun ketika Si Pirang Emas mendadak terisak kesakitan di malam hari. Dia akan merapatkan tubuhnya yang berbulu tebal sehingga dapat dipeluk, sementara Ucul akan pergi membangunkan kedua Lelaki. Si Pirang Emas mengambil Kasur, posisi karpet tepat di depan perapian, dan waktu tidur Nunik.

Tapi Nunik tidak keberatan. 

Sementara Ucul tidak pernah berani terlalu menempel dengan Si Pirang Emas. Bulunya tidak setebal dan selembut Nunik. Beberapa kali anak-anak seukuran Si Pirang Emas di taman bersembunyi di balik kaki Manusia Besar saat melihat moncongnya yang hitam dan giginya yang tajam. Ucul tidak ingin membuat Si Pirang Emas bersembunyi. Dia sering hanya memerhatikan dalam diam saat Si Pirang Emas mengambil banyak waktu dan dan perhatian dari Lelaki Kedua. 

Tapi Ucul juga tidak keberatan. 

Hanya Sosis yang memperhatikan mereka semua tak mengerti. Dia tidak membenci Si Pirang Emas, tapi kehadirannya membawa terlalu banyak perubahan. Setelah kedatangannya, Ucul dan Nunik seolah tidak memiliki topik pembicaraan lain selain tentang Si Pirang Emas. Bagaimana Si Pirang Emas hari ini makan sup dua mangkuk, atau bermain lego dan bola, atau berjalan-jalan di taman bersama kedua Lelaki lah. Tapi Sosis merasa alasan Ucul dan Nunik terus-terusan membicarakan tentang Si Pirang Emas adalah karena mereka berusaha tidak membicarakan Hal Tidak Menyenangkan yang datang bersamaan dengan anak itu. 

Lelaki Pertama dan Lelaki Kedua kembali sering bertengkar, meskipun kali ini hanya di malam hari, di dapur, dengan bisik-bisik tertahan. Biasanya kalau kedua Lelaki sudah mulai menggeram pada satu sama lain, Nunik akan pindah tidur ke kamar Si Pirang Emas sementara Ucul dan Sosis tinggal di tempatnya dengan telinga tegak, memperhatikan nama Si Rambut Emas terucap berulang kali di tengah pertengkaran berbisik itu. 

Di saat seperti itu, peran mereka seperti sudah terbentuk secara otomatis. Nunik akan memilih berada bersama Si Pirang Emas, Sosis akan mengawasi pertengkaran kedua Lelaki, sementara Ucul akan duduk berjaga di lorong di antara dapur dan kamar Si Pirang Emas, siap dipanggil kapan pun oleh kedua Lelaki.

Kemudian ada saat-saat di mana Kedua Lelaki pergi hanya bersama dengan Ucul sementara Si Pirang Emas dijaga oleh ibu Lelaki Pertama di rumah. Kedua Lelaki bertemu dengan beberapa orang berwajah serius, dan satu orang lelaki yang badannya berbau seperti Si Pirang Emas di malam dia datang ke rumah. Lelaki Bau itu berteriak kepada Lelaki Pertama dan Lelaki Kedua. Ucul ingin menggigitnya, namun Lelaki Kedua memegangi tali kekangnya erat-erat, meski tangannya sendiri mengepal begitu kencang. Lelaki Pertama mengatakan bahwa Lelaki Bau itu adalah ayah kandung Si Pirang Emas.

Kedua Lelaki pun menjadi sering merenung di saat mereka sendirian. Di saat-saat seperti itu, Sosis selalu menawarkan tubuhnya untuk dipeluk oleh Lelaki Pertama.

“Kali ini tidak apa-apa, Bach. Kali ini kami--kita berenam akan baik-baik saja.”

Dulu Lelaki Pertama juga bilang begitu sebelum Lelaki Kedua Hilang Sementara. Ucul dan Sosis selalu saling melirik setiap kali kedua Lelaki kembali bertengkar di tengah kesunyian malam. Tetapi kali ini tidak ada yang pergi. Kedua Lelaki tetap bangun pagi seperti biasa, tersenyum mengajak Si Pirang Emas dan para anjing sarapan, kemudian bermain, dan tidur siang. 

Si Pirang Emas tentu tidak pernah tahu bahwa namanya selalu disebut di tengah pertengkaran Kedua Lelaki. Kata ‘Charlotte’, ‘pekerja sosial’, ‘hak asuh’, ‘adopsi’, ‘sementara’ selalu muncul berulang di tengah pertengkaran Kedua Lelaki. Para anjing mengenali nama Si Rambut Emas, namun mereka tidak tahu apa arti ‘pekerja sosial’, ‘hak asuh’, dan ‘adopsi’. 

‘Sementara’, kata Nunik yang lebih banyak paham istilah Manusia, adalah salju, tupai berekor sikat di taman, bunga lili, kolam karet di musim panas. Sesuatu yang ada, namun kemudian menghilang. Mungkin akan kembali, mungkin tidak. 

Sosis tidak menyukai bagaimana Si Pirang Emas membawa banyak masalah dan pertengkaran ke dalam rumah, juga mengambil banyak waktu Lelaki Pertama. Tetapi kalau Si Pirang Emas hanya ‘sementara’ di Rumah, ke mana Si Pirang Emas akan pergi? Apa Si Pirang Emas akan lari ke hutan di pinggir kota sementara para anjing tetap tinggal bersama Lelaki Pertama dan Lelaki Kedua?

Ketiga anjing tak pernah membicarakan hal itu lagi. 

Hingga suatu sore di musim semi, lima bulan setelah Si Pirang Emas datang, Lelaki Pertama memakaikan baju hangat berwarna biru muda pada tubuh mungilnya. Kemudian Lelaki Pertama mengajak Si Pirang Emas, Lelaki Kedua, dan ketiga anjing untuk pergi Jalan-Jalan. Aroma Musm Panas sudah menguar di udara namun Lelaki Pertama tetap menggendong Si Pirang Emas dengan begitu erat.

Lelaki Pertama mengajak mereka ke Tempat Ramai. Lelaki Pertama menyebutnya Dippemesse. Ada banyak Manusia bersma dengan Anak Manusia sebesar Si Pirang Emas. Mereka berjalan berkerumun mengikuti cahaya warna-warni seperti Laron. Beberapa Manusia berhenti untuk memberikan Elusan Kepala pada ketiga anjing. Mereka menerimanya dengan senang hati.

Kemudian, tentu saja yang paling menarik perhatian ketiga anjing, ada banyak Makanan dengan aroma Lezat di kanan-kiri. Lelaki Kedua perlu sesekali menarik Kekang Ucul dan Nunik sebelum mereka oleng berjalan keluar Jalur dan menuju Makanan Lezat, tetapi kadang Lelaki Kedua akan menuruti tarikan mereka dan membelikan mereka Makanan yang diinginkan. 

Kedua Lelaki tidak berbicara banyak, hanya mengobrol ringan sembari menanggapi celotehan Si Pirang Emas tentang bermacam-macam hal yang membuatnya begitu senang. Si Pirang Emas masih sekecil saat pertama datang, namun dia sudah hampir seberisik dan seusil anak-anak yang sering ditemui para anjing di Taman. Lelaki Pertama mengajak Si Pirang Emas menaiki bermacam-macam benda: ada yang berputar, naik ke atas, atau mengayun-ayun. Lelaki Kedua berjaga di Pagar bersama ketiga anjing sambal mengunyah Bratwurst atau Kebab.

Namun kemudian Lelaki Pertama mengajak mereka semua menaiki Roda Besar yang berputar. Menurutnya anjing-anjing boleh naik Roda Besar selama mereka jadi Anak Baik. Lelaki Kedua mengikatkan Kekang Ucul dan Nunik di pagar besi di kanan-kirinya, kemudian dia duduk di antara mereka. Sosis yang harus terima duduk di dalam tas Lelaki Pertama di sampingnya sementara Si Pirang Emas mengambil alih tempatnya di pangkuan Lelaki Pertama.

“Cocizz, Cocizz~” ujar Si Pirang Emas riang seraya memencet-mencet moncong Sosis, “Naik bianglala tinggii~”

“Ya, Prinzessin, kita naik bianglala sekeluarga,” balas Lelaki Pertama sebelum melihat ke arah Sosis, “Gentle, Bach.”

Sosis mendengus. Bagaimana mungkin Lelaki Pertama masih merasa perlu memberi perintah padanya ketika dari tadi dia diam saja moncongnya dipencet-pencet?

Tetapi ketika Roda Besar mulai bergerak naik, Sosis merasa bersyukur moncongnya dipencet-pencet Si Pirang Emas. Karena setidaknya ada sesuatu yang memeganginya ketika pemandangan di sekitarnya berubah. Ucul yang suka Jalan-Jalan Naik Mobil menggonggong gembira. Nunik pun menatap ke arah pemandangan yang berubah dengan antusias. Namun Sosis tidak pernah terlalu suka Naik Mobil dan melihat segala hal di sekitarnya bergerak di saat dirinya diam.

“Cocizz, Rumah!” seru Si Pirang Emas sembari menunjuk ke satu arah yang penuh dengan bangunan-bangunan tinggi, “Papi, Rumah!”

Mereka semua, selain Si Pirang Emas, segera terdiam. Ada sesuatu di udara di sekitar kedua Lelaki yang membuat ketiga anjing ikut terdiam. Sosis dapat melihat keterkejutan di wajah kedua Lelaki. Namun beberapa detik kemudian, Lelaki Pertama segera memeluk Si Pirang Emas erat-erat.

“Benar, Prinzessin, itu rumah kita. Putri kecilnya Papi pintar sekali!”

Lelaki Pertama memeluk Si Pirang Emas cukup lama sebelum tersenyum begitu lebar dan berkata, “Charlotte, selain Papi, apa Charlotte mau punya satu ayah lagi?”

“Mau!” jawab Si Pirang Emas seketika.

“Kalau begitu, mau bantu tanyakan apa Onkel mau jadi papanya Charlotte?”

Lelaki Kedua segera duduk tegak di kursinya. Begitu juga dengan Ucul yang segera menegakkan telinga ketika Si Pirang Emas menatap ke arah mereka.

“Onkel, mau jadi Papa Charlotte?”

Mata Lelaki Kedua membelalak, kemudian bergerak menatap Si Pirang Emas dan Lelaki Pertama bergantian.

Sebelum Lelaki Kedua sempat mengeluarkan gonggongan apa pun, Lelaki Pertama lebih dulu berujar, “Will you marry me, Mein Schatz?

Kemudian begitu saja, wajah Lelaki Kedua mengerut seolah kesakitan, kemudian dia menunduk dan menutupi wajahnya dengan tangan. Ucul, yang terlatih sigap merespons setiap tanda-tanda stres dari Lelaki Kedua, segera menyundul kepalanya dengan moncongnya. Dia terus berusaha menyundul Lelaki Kedua hingga Lelaki Kedua mengusap kepalanya dan meyakinkan Ucul dia baik-baik saja.

Ketika Roda Besar yang mereka naiki berada di puncaknya, Lelaki Pertama menyelipkan sebuah cincin ke jari Lelaki Kedua. Kemudian ketika Roda Besar itu berhenti, kedua Lelaki itu berjalan beriringan dengan Si Pirang Emas di antara mereka. Senyum besar terpulas di bibir mereka bertiga. Ketiga anjing memutuskan berjalan di belakang mereka. Bahkan Sosis memutuskan untuk duduk diam di atas punggung Ucul alih-alih ditenteng di dalam tas.

Dan Sosis, tentu saja, tidak keberatan. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Goldlockchen und das Drei Hunde (Si Pirang Emas dan Tiga Ekor Anjing) - Bagian III
1
0
Bagian akhir dari trilogi perjalanan Tiga Guguk dan Si Pirang Emas Terima kasih sudah mengikuti perjalanan Si Pirang Emas, tiga anjing, dan dua Lelaki. Semoga kalian semua tetap hangat dan bahagia!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan