The Koplak Couple? [ 04 ]

3
1
Deskripsi

***TKC***

 

Mata gue mengerjap saat mendengar lengkingan nan lucknut dari henpon made in china gue. Sumpah ya siapa makhluk nan jahara yang sudah mengganggu tidur boneka santet gue.

 

"Halo," sapa gue ketus. 

Sekarang baru jam empat lewat tiga puluh dua menit, kalau mata gue gak siwer pas lihat jam di pojok kanan layar henpon. Lagian gue udah terniat mau bangun siang berhubung sekarang hari minggu dan gue lagi gak solat subuh jadi bisa kan ya gue nyantai, eh tapi tiap hari emang hidup gue santai-santai aja kagak ada yang dikerjain alias pengangguran.

 

"Halo, udah bangun belom?" 

 

Eh bangke menurut ngana? Gemes pengen jawab begitu tapi takut dia ngambek, rempong entar bujuknya ngalahin anak kecil yang gak mau makan sayur.

 

"Ada apa bang? Ayam aja belom berkokok kok abang udah berkokok duluan bangunin aku." Gue berguling sedikit kemudian duduk masih dengan mata yang terpejam. Belum puas tidur, tadi tidur jam satu malam gara-gara kepo baca cerita online sampai selesai.

 

"Abang disamain sama ayam ni?"

 

Gue menghela nafas, helo abangku sayang bisa to the point aja kagak sih ada hal idwal apa sampai nelpon gue di pagi buta begini.

 

"Ada perlu apa bang nelpon jam segini? Aku masih ngantuk," protes gue kemudian menguap lebar, bodo amat gue nguap sampai mulut gue segede mulut kuda nil dia juga gak bakalan lihat.

 

"Nanti siang temenin abang kondangan ya?" Gue mengerjapkan mata, eh kondangan?

 

"Temen kerja?" tanya gue. Kalau dia jawab iya berarti gue harus jawab tidak, karena apa? Gue males di nyinyirin temen kerjanya yang bisanya cuma bikin gue darah tinggi.

 

"Bukan, temen kuliah." Gue mangguk - mangguk sembari bergumam kecil, gue aja gak tahu gue gumamin apaan.

 

"Bisa kan?"

 

"Ha? Iya." jawab gue sekenanya.

 

"Udah kan bang? Assalamualaikum," ucap gue kemudian mematikan sambungan secara se pihak tanpa menunggu balasan salam.

 

Mata gue terlalu berat untuk di buka seolah ada batu ulekan yang nyantol di atas kelopak mata gue, seremkan? Setelah itu gue langsung melempar sembarang henpon gue dan merebahkan kembali tubuh  di atas kasur nan nyaman ini, memungut guling yang teronggok di bawah samping ranjang kemudian memeluknya sembari menarik selimut hendak kembali ke dalam alam mimpi. But, wait!

 

"Elaaaah." Gue menepuk jidat landasan pesawat gue cukup keras. Bodoh emang mukul kening sendiri. Gue lupa hari ini ada janji sama Dedew mau berantakin kamar dia.

 

Gue meraba-raba sisi tempat tidur mencari henpon yang tadi gue lempar sembarang. Sampai beberapa saat benda yang gue cari gak kunjung di temukan. Bodo lah yang penting tidur lagi.

 

***

 

Jam menunjukkan pukul tiga belas alias jam satu siang saat gue mematut diri di depan cermin bersiap menunggu pangeran, caila pangeran, pretlah. Menjemput gue untuk kondangan setelah tadi pagi gue krasak-krusuk nyari henpon yang ternyata jatuh dan nyelip di samping tempat tidur kemudian memberitahu sahabat jombs kalau hari ini lagi-lagi gue batal ke rumah dia. Asem memang tu Bang Sul ini sudah kesekian kalianya dia buat gue gagal main ke rumah Dedew.

 

Gue dengar ada suara motor yang sepertinya mampir di depan rumah. Gue udah siap-siap misalkan itu sales tukang jual gigi palsu sudah pasti gue hempas dengan omelan. habisnya nyebelin maksa banget nyuruh beli, gigi gue masih bagus woy.

 

Dengan langkah agak malas gue berjalan menuju pintu saat terdengar suara salam dari yang gue yakini sang pemilik motor.

 

"Assalamualaikum."

 

"Waalaikumsalam," teriak gue membahana membalas salam dari orang tersebut dan eh suara yang sangat familiar.

 

"Eh ala. Masuk Bang," ucap gue begitu melihat makhluk sang perusak hari minggu gue yang hakiki ternyata yang datang.

 

Gue bergegas ke dapur mengambilkan air minum. Jangan kira gue bikinin dia minum ya, haha paling santer gue cuma ngambilin dia air mineral gelasan.

 

"Masih lama dandannya?" tanyanya membuat gue menoleh ke arah pakaian yang gue pakai. Gue sudah pakai dress tinggal pakai bedak lipstik dan jilbab bahkan sekarang ciput jilbab sudah bertengger cantik di leher gue.

 

"Kenapa kalau masih lama? Gak mau nunggu? Buru-buru? Kalau mau cepet pergi sendiri sono," ucap gue nge-gas. Maklum efek bulanan kali ya atau emang muka dia yang bikin gue suka emosi kalau ngelihatnya.

 

Bang Sul mengambil segelas air mineral kemudian menusuknya, mulutnya komat kamit sebentar setelahnya dia menyodorkannya ke arah gue.

 

"Minum dek biar setannya kabur," katanya sambil cekikikan. Bangke ni orang dia kata gue kerasukan.

 

Dengan cemberut gue sentak gelas air mineral tersebut dan menyedot airnya hingga tandas tanpa jeda.

 

"Wow. Kerasukan beneran rupanya. Pergilah kau setan jangan ganggu," ucapnya lagi sembari menggerak-gerakkan tangannya di depan muka gue. Heran kok bisa ya gue punya pacar gila begini kelakuannya.

 

"Dasar bangsul," umpat gue sebel.

 

"Yes, it is me," akunya dengan wajah tanpa dosa. Gue cuma menghela nafas pelan, bisa gila beneran gue kalau ngikutin tingkah dia. Lagian tadi gue ngatain dia bukan manggil dia.

 

"Mau ke mana?" tanyanya begitu gue mulai beranjak dari duduk gue.

 

Gue menatapnya dengan tatapan malas, "Mau siap-siap."

 

Mulutnya membentuk huruf O. “Yang cantik ya. Jangan lama-lama.”

 

Gue berjalan menuju kamar  dan sebelum benar-benar masuk ke kamar gue berbalik. "Kalau gak mau nunggu dan takut lama, pergi sendiri sana," nyinyir gue dan dia malah senyam senyum sendiri dasar bangsul emang.

 

"Yah masa kondangan ke mantan sendirian, malulah nanti dikiranya gagal move on." 

Gue menongolkan kembali tubuh gue keluar kamar menghadap ke arahnya. What the hell dia ngajakin gue kondangan ke mantan dia.

 

"Pantesan." Guemenatapnya jengah. Eh jangan kira gue cemburu ya, gak banget dah. Ini orang benar-benar memanfaatkan status kami dengan baik, dia sama gue sama aja yang penting punya status dan gak dikatai jomblo apalagi penyuka sesama, iyuuuh.

 

Tak berapa lama gue keluar kamar sambil menyampirkan tas berwarna hijau tosca di lengan dan menenteng high heels tujuh senti di tangan gue.

 

Dia tertegun sesaat, sebaiknya gue jangan ke ge-eran dia tertegun ngelihat hasil make up gue karena setahu gue kalau dia sudah menatap gue begitu pasti ada sesuatu yang mau dikatain dari penampilan gue.

 

"Yakin mau pakai itu?" Tuhkan. Tangannya menunjuk ke arah high heels di tangan gue.

 

"Iya dong," jawab gue dengan pede nya. Udah lama ini sendal cantik gue beli tapi gak pernah kesampaian pakai.

 

Dia menggelengkan kepalanya, "Abang yang gak yakin," ucapnya dengan wajah serius.

 

"Apaan sih? Aku gak akan jatuh, aku pasti bisa." Gue melangkah riang menuju ke arah pintu.

 

"Bukan begitu. Kasih sepatunya pasti tersiksa banget diinjek gajah." Tuhkan apa gue bilang jangan pernah percaya kalau dia sudah mulai melihat sesuatu di diri gue dengan intens pasti ujung-ujungnya ngatai.

 

Gue yang sudah bersiap memasang sandal menoleh ke arahnya dengan wajah kesal gue mengacungkannya ke atas menunjukkan sisi runcingnya ke arah bang Sul.

 

"Kasihan mana sendalnya aku injek atau ternggorokan abang yang aku colok pakai ini?"

 

Dia menggedikkan bahunya, "Beh seremnya."

 

Dengan sedikit menghentakkan kaki gue kembali ke kamar mengganti sendal tinggi gue dengan sepatu hitam yang biasa gue pakai.

 

"Loh gak jadi pakai sepatu tadi?" gue menghela nafas kesal menatapnya dengan wajah jengkel.

 

"Gak."

 

"Loh kenapa?" Gue menaikkan sebelah bibir gue dasar bangsul labil sebentar bilang A sebentarnya lagi bilang Z.

 

"Pakai aja?"

 

"Gak! Pakai yang ini aja."

 

"Pakai aja tadi aja, tukar lagi gih," ucapnya dengan santai sembari menyeruput air mineral.

 

"Bang… Mau aku pakai sepatu ini kita berangkat sekarang atau pakai sendal tadi tapi kaki abang bolong Aku injek pakai haknya," ancam gue dan dia langsung berdiri.

 

"Ayo berangkat," katanya dengan muka tak bersalah.

 

Dasar Bang Sul.

 

Bang Sul Bang Sul Bang Sul yang dalam.

 

Menanam Bang Sul di kebun kita.

 

Gue benamin di dalam tanah juga ni orang lama-lama.

 

***TKC***

Gue menatap bang Sul dan motornya bergantian. Sekarang dia sudah duduk anteng di atas motornya menunggu gue ikut naik.

 

"Ayo naik, kok bengong?" Gue menghela napas, ni orang bisa aja bikin gue cengo.

 

"Motor baru?" tanya gue. Karena menurut ingatan yang sudah tertatanam di dalam otak gue motor dia itu motor bebek. Pantesan beda tadi suaranya.

 

Dia nyengir menampakkan giginya yang putih terawat.

 

"Iya dong," katanya dengan nada penuh kebanggaan. Dan gue makin natap dia dengan tatapan redup nan cengo. Bisa aja ni orang bikin gue naik darah. Gak lihat apa gue ini pakai dress panjang yang roknya lebar bingit? Masa iya gue naik ke atas motor gede begini? Mau duduk nyamping? Takut gue, takut rok gue nyangkut di roda motor.

 

"Pakai Mabuchi aja deh," ajak gue. Ituloh Mabuchi nama motor matic gue.

 

Sekarang giliran dia yang menghela nafas.

 

"Masa pakai matic dek? Kan kaki abang panjang." Dia menerjang sedikit kakinya memamerkan kaki jenjangnya yang gak banget itu.

 

"Kalau kamu yang bawa baru," katanya dengan nada sedikit rendah.

 

Plak.. Gue getok sedikit helm nya.

 

"Maksud lo?" Helo lo ngatain gue pendek gitu? Walaupun fakta gue tersinggung.

 

Bang Sul mengelusi sisi helm yang gue jitak. "Barbar."

 

"Ayo cepat naik. Mau makan daging gak?" katanya lagi. He gue mau ikut kondangan juga buat nutupin malu lo, kasian gue kalau lo di katain jomblo apalagi dikira abnormal.

 

"Kondangan sendiri gih Bang." Gue yang tadi sudah memasang helm, gue lepas lagi. Gak tahu kenapa hari ini gue kesal mulu bawaannya, ini orang dari gue bangun tidur ralat dari gue belum bangun udah gangguin mulu.

 

"Eeeh jangan ngambek." Langkah gue terhenti akibat tarikan tangannya di jilbab bagian belakang gue.

 

"Ayo naik sini sayang," bujuknya. Mungkin kalau gue kayak cewek lain gue bakal kesemsem dengar kata sayang darinya. Tapi sayangnya kuping gue udah kebal sama gombalan gak bangetnya dia.

 

"Motor lama ke mana?"

 

"Di jual." Gue mulai naik ke boncengan motornya setelah bersusah payah mengatur agar rok gue gak nyangkut di roda motor.

 

"Motor yang lamakan masih bagus, ngapain beli motor lagi? Apa jangan-jangan karena mau kondangan ke mantan ya sampai beli motor baru?" Tangan gue bersiap akan memukul helmnya kalau sampai dia bilang iya.

 

"Kan biar lebih kece pakai motor gede, manly. Lagian ini motor sudah di beli dua bulan lalu," jelasnya dan gue hanya ber O ria sembari menurunkan tangan yang tadi siaga hendak memukul helmnya. Bang Sul mulai menjalankan motor.

 

"Abang mah, cicilan rumah belum lunas udah nyicil motor lagi kapan nabungnya?" Iya ni orang cicilan rumah aja masih belasan tahun lagi dia udah main ganti motor aja.

 

Dia mulai tertawa renyah kalau kuping gue gak salah dengar. "Ini cash loh," katanya pantesan mukanya penuh kebanggaan gitu. Sengak ey.

 

"Is kok aku gak tahu?"

 

"Loh. Kan biar jadi kejutan." Kejutan apa coba? Kejutan itu kalau situ beliin saya motor bang.

 

"Eh kalau udah lunas ada BPKBnya dong?" Dia mengangguk.

 

"Ngapain nanya BPKB. Ada niat jahat kamu ya?" Gue langsung nyengir.

 

"Emang. Sini mana BPKBnya mau aku gandaiin mayan buat beli cilok," kata gue dengan nada riang.

 

"Asem motor puluhan juta mau ditukar sama cilok."

 

***TKC***

 

Yang gue heran ada aja kejadian unfaedah kalau gue lagi jalan berdua sama dia. Contohnya ni yah sekarang kami lagi di lampu merah, sialnya pas kami sudah mendekat lampunya udah keburu merah duluan.

 

"Bang." Gue tepuk sedikit bahu bang Sul membuat dia menoleh sedikit ke arah gue yang berada di belakangnya.

 

"Menurut abang itu cewek apa cowok?" tanya gue sembari memberi kode ke arah seorang yang mengendarai motor Kawasaki hitam dengan celana jeans gombrang rada belel. Kaos hitam berlengan pendek dan helm gede itu loh yang nutup semua wajah.

 

Bang Sul menoleh ke arah gue dan orang yang tak jauh dari kami bergantian.

 

"Cowok kayaknya. Kenapa? Naksir?" katanya setelah itu terkekeh sendiri.

 

Gue tepuk punggungnya sebel.

 

"Masa sih? Kalau menurut aku itu cewek," ucap gue percaya diri.

 

Dia berdecak tidak percaya. "Cowok," tegasnya.

 

Gue menggeleng. "Cewek,"

 

"Cowok."

 

"Cewek."

 

Dan mulailah percekcokan di jalan yang cukup ramai ini. Percekcokan gak penting.

 

"Kok kamu bisa bilang itu cewek? Dapat wangsit dari mana?" tanyanya tak mau mengalah.

 

"Abang tu semedi di mana sampai menyimpulkan itu cowok?" ucap gue gak kalah ngotot.

 

"Ya jelaslah. Lihat dari belakang aja perawakannya kayak cowok." Gue mangguk-mangguk mendengar argumennya dan gue juga tadi menarik kesimpulan seperti itu sebelum mata gue jatuh ke arah lain dari bagian tubuh orang tersebut.

 

"Emang cowok suka pakai sendal kembang-kembang ya?" tanya gue sembari menunjuk sendal berwarna biru muda dengan rangkaian bunga di atas talinya.

 

Bang Sul mengikuti arah yang gue tunjuk kemudian menoleh ke arah gue lagi. Mulutnya mulai mau bicara sebelum suara klakson tak sabaran mulai terdengar nyaring. Padahal lampunya baru berubah hijau per setengah detik yang lalu. Et dah.

 

Setelah itu anehnya kami tak saling bicara.

 

"Eh Bang kita mau ke mana?" tanya gue merasa aneh. Kami seharusnya berbelok masuk lorong Patimura lah ini malah dilewati begitu saja. Apa dia mau balik dulu ke rumahnya?

 

"Bang. Woy." Gue tepuk punggungnya setelah gue gak mendengar jawaban darinya. Motor yang gue naiki ini rasanya jalan makin ngebut. Gila kenapa ni orang? Kebelet boker?

 

"Bang." Gue menepuk lagi punggungnya. Gemes lama-lama gue jitak juga ni helmnya, andai aja gue gak takut jempalitan ni motor udah gue jitakin noh helmnya gue jadiin gendang sama pala-palanya sekalian.

 

"Kita pastiin dulu itu orang cewek apa cowok," katanya agak berteriak supaya kuping gue yang kadang suka susah denger ini bisa mendengar dengan jelas.

 

What? Nyari kerjaan amat ni orang.

 

"Bang ngapain pake dikejar segala sih? Gak penting banget."

 

Dia tetap diam fokus mengendari motor barunya lebih kencang mengikuti orang yang tadi kami ragukan jenis kelaminnya.

 

"Bang ini udah kejauhan ngejarnya," ucap gue lagi.

 

Walau samar gue bisa mendengar helaan napasnya. Kemudian gue rasa motornya mulai menepi ke kanan dan mulai berbelok, berputar arah. Lagian aneh-aneh aja sampai segitunya jadi nyesel gue main tebak-tebakan unfaedah sama ni orang.

 

"Abang kepo." Suaranya terdengar lemah. Bangke gitu aja di kepoin

 

"Sabar Bang. Kalau jodoh pasti bertemu," kata gue sok bijak dan gue bisa dengar dengusan dari mulutnya.

 

Hahaa...

 

Eh tapi si pacar bala - bala gue ini baik banget loh. Padahal rumahnya lebih dekat ke tempat kondangan daripada rumah gue yang belasan kilometer dari rumahnya tapi dia rela jemput gue. Eyaaa bilang aja malu kondangan sendiri lu bang 😒

 

***TKC***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya The Koplak Couple? [ 05 ]
2
0
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan