Sekretaris Pak Bara! [ 08 (Capeknya Jadi Karina) ]

19
1
Deskripsi


Pagi buta Bara sudah berada di depan kontrakan Karina, pria itu nampak rapi berdiri di samping mobilnya. Karina? Jangan ditanya ia saat ini sedang pontang panting bersiap karena ajakan dadakan bosnya ini untuk meninjau cabang di medan.

 

"Bisa aja tu bos bikin Gue panik."

 

Karina berlari kecil sambil menggerutu. Tak habis pikir tiba - tiba jam empat subuh sang bos mengabari akan ke medan dan tiketnya sudah di beli untuk penerbangan pagi ini jam, gila sekali bukan. Mana itu tiket dari HRD cabang sana bukannya dikirim ke Karina yang sekretaris malah dikirim ke Bara.

 

"Pak coba deh kalau mau ada agenda ninjau cabang itu ngomong dulu sama Saya. Dijadwalin dulu, jangan kun fayakun begini," omelnya sambil memasang seat belt.

 

"Loh Saya belum bilang?"

 

Karina mengeratkan giginya, menatap Bara horor. Sedangkan yang ditatap santai saja menjalankan mobil.

 

"Belom Pak."

 

Kenapa akhir - akhir ini penyakit pikun bosnya ini makin menjadi - jadi? Apa karena usianya yang makin tua? Pikir Karina.

 

Untung saja Karina bisa bersiap super kilat. Bekerja hampir lima tahun dengan Bara membuat seorang Karina yang dulu doyan malas - malasan jadi kelewat produktif.

 

"Ya udah kan sekarang sudah Saya kasih tahu."

 

Rasanya Karina ingin berteriak. Dia bahkan belum sempat sarapan

 

"Tolong ya Pak, lain kali ngasih tahu Sayanya jangan mepet. Biar Saya aja yang atur jadwalnya ya. Kan Saya digaji buat ngurus agenda Bapak."

 

Karina tersenyum manis mencoba berbicara selemah lembut mungkin, saat Bara menoleh singkat padanya, padahal dalam hatinya terasa sangat dongkol.

 

Ia mengeluarkan Tab dari tasnya dan siap mencatat. Untung saja dia sudah memyalin file kerjaanya kemari ke flashdisk.

 

"Apa aja agenda yang mau Bapak lakukan selama di sana?"

 

Bara bergumam seolah berpikir.

 

"Ninjau aja," katanya seolah tanpa tujuan.

 

"Serius ini Pak?"

 

Bara bergumam lagi membalas pertanyaan Karina.

 

Memang sih akhir - akhir ini kerjaan mereka agak senggang, apalagi setelah tragedi Karina nyaris di pindahkan. Bara juga jadi lebih santai, paling malam mereka pulang jam sembilan, biasanya sampai tengah malam.

 

Ada perubahaan, sedikit, sedikit sekali.

 

"Kamu udah sarapan?"

 

"Menurut Bapak?" tanya balik Karina. Yang benar saja nyawanya saja belum benar - benar terkumpul saat mandi tadi.

 

"Saya juga belum."

 

Gak ada yang nanya! pikir Karina dalam hati.

 

***

 

Karina merenggangkan tubuhnya, dapat sedikit tidur di dalam pesawat bukannya membuat dia segar malah jadi terasa lesu dan makin lelah. Mungkin inilah kenapa orang bilang jangan tidur saat pagi.

 

Saat mereka tiba, Pak Thomas, branch manager cabang medan sudah menunggu mereka.

 

"Selamat pagi Pak Bara, Bu Karina," sapanya sembari bersalaman.

 

Mau tidak mau walau terasa lelah, Karina langsung sigap bersikap profesional.

 

Dan benar saja saat di sampai di cabang, Bara hanya berkeliling dan melihat - lihat proses produksi sambil sesekali ngobrol dengan para operator mesin.

 

"Jangan - jangan gabut ini orang mentang - mentang kerjaan lagi gak banyak," bisiknya pada diri sendiri.

 

Karina terlalu lelah mengikuti Bara, bosnya itu sih enak tidak memakai heels lah dia? Berdiri sebentar saja betisnya terasa sakit.

 

"Hi Mbak Kar."

 

Karina menoleh, tersenyum ramah saat ada yang menyapanya.

 

Dia sudah cukup akrab dengan karyawan cabang karena memang setiap beberapa bulan sekali Bara akan berkeliling ke setiap cabang.

 

"Tunggu dulu. Ini bos lagi gak mau mulai tour keliling cabangkan?"

 

Karina was - was. Harap maklum bosnya ini kadang labil suka sekali melakukan sesuatu yang berpotensi membuat Karina susah dan kurang istirahat.

 

Karena tadi Bara bilang mereka akan pulang hari, jadi Karina tidak menyiapkan pakaian ganti. Kebayangkan lelahnya pulang pergi dalam sehari melewati jarak ratusan Kilometer? Untung saja mereka naik pesawat.

 

"Nana. ."

 

Yang di panggil tak bergeming masih berdiri di depan pintu.

 

"Karina."

 

Bara menyentuh bahunya

 

Karina sedikit tersentak, tadi ia agak melamun.

 

"Jangan ngelamun nanti kerasukan."

 

Mulia sekali bukan bos Karina ini, takut sekretarisnya kerasukan.

 

Mata Karina memincing, apa mungkin kalau sehari saja bosnya ini tak menyebalkan akan terjadi bencana alam? Kenapa bosnya ini selalu terasa menyebalkan di matanya.

 

"Hah. Terserah Bapak," jawabnya malas.

 

"Ayo makan siang."

 

"Kuy."

 

Dia sih senang - senang saja hari ini tak banyak pekerjaan. Yang bagusnya lagi ia tidak perlu duduk di belakamg monitor seharian dan tentunya bisa jalan - jalan.

 

Bisa dibilang Karina senang bisa pergi ke berbagai kota walau yah itu pulang hari. Boro - boro mau jalan - jalan, bisa beli ole - ole di bandara saja sudah syukur.

 

"Mbak Karina ini enak ya tiap hari bisa bareng Pak Bara. Mana ganteng banget lagi," ucap Tanti HRD cabang medan.

 

Enak? Yang benar saja?

 

"Enak banget Tan, apalagi pas pulang tengah malam, beeeh enak banget. Enak kalau ketukang urut," balas Karina ambigu.

 

Tanti hanya tertawa, mungkin bingung dengan jawaban Karina yang tak jelas.

 

Setelah makan siang, Mereka berkeliling mengunjungi beberapa toko yang bekerjasama dengan perusahaan mereka. Seperti biasa ada saja keluh kesah dan masalah, dan syukurnya Karina tak perlu repot mencatat karena biasanya masalah begini pihak cabang yang diharuskan mencari solusi.

 

Bara menarik tangan Karina cukup keras sampai gadis itu tertarik ke belakang bertabrakan dengan tubuhnya. Karina tersentak kaget.

 

"A, apaan sih Pak?" tanyanya agak terkejut karena dia berdiri terlalu dekat dengan Bara.

 

"Kamu itu yang fokus kenapa."

 

Bara memberi instruksi dengan dagunya agar Karina melihat kebagian jalan di depannya, ada lubang selokan dan Karina nyaris menginjaknya dan berpotensi membuatnya akan jatuh ke dalam selokan.

 

Entah kenapa jantungnya berdebar, dia tak tahu ada apa dengan dirinya. Ia berdebar karena nyaris kecebur got atau karena hal lain, karena mereka terlalu dekat dan aroma parfum Bara yang lembut tercium jelas di hidungnya.

 

Bukannya apa, walau mereka sudah bersama cukup lama tapi mereka sangat jarang berkontak fisik. Paling - paling hanya jabat tangan atau Karina yang memggandeng lengan Bara karena dia takut menyebrang jalan.

 

"Syok banget ya sampai gak mau menjauh dari Saya?"

 

Karina mendongak, wajahnya dan Bara berjarak cukup dekat. Dengan cepat ia bergeser menjauh, mana orang di sekitar memperhatikan mereka. Wajahnya memerah menahan malu.

 

"Iya," jawabnya spontan, daripada Bara berpikir yang tidak - tidak lebih baik Karina mengiyakannya.

 

"Habis ini mau ke mana lagi Pak?" Karina mengubah posisinya, mendadak canggung berhadapan dengan bosnya itu.

 

"Udah sore. Saya mau cari durian."

 

"Durian?"

 

Eh tunggu, ini orang gak modus aja kan ke medan buat ninjau cabang? Jangan bilang tujuan utama sang bosnya ini adalah durian a.k.a duren? Soalnya kemarin bosnya itu bilang pengen makan durian.

 

Karina menyipitkan matanya curiga.

 

"Bapak ke sini itu sebenarnya nian makan duren doang iya kan? Modus aja ninjau cabang?" bisik Karina.

 

Dengan santainya Bara hanya melenggang sembari menaikkan bahunya acuh.

 

Sudah ku duga ada gila - gilanya emang punya bos modelan Bara ini.

 

***

 

"Pak," seru Karina.

 

Bara yang duduk di sebelahnya menoleh, mereka baru saja sampai kembali ke ibu kota setelah perjalanan dinas luar kota ala Bara ini. Capek? Jangan ditanya, Karina ingin segera rebahan.

 

"Hmm."

 

Bara sedang fokus menyetir.

 

"Besok Saya boleh datang telat gak?"

 

Karina harap - harap cemas, ia capek sekali, inginnya tidur sampai agak siangan besok.

 

"Terserah," jawab Bara singkat.

 

Hebat bukan, mungkin cuma Bara satu - satunya bos yang mengatakan terserah kapan sekretarisnya mau masuk kerja.

 

Mata Karina menyipit curiga, takutnya terserah yang diucapkan bosnya ini tanda tak suka.

 

Macam perempuan saja orang satu ini, pikir Karina.

 

"Ini konotasinya terserah ngebolehin apa ngambek?"

 

Bara menoleh.

 

"Kamu maunya yang mana?"

 

Ya tuhan, bolehkah Karina menjitak bosnya ini?

 

Karina tersenyum terpaksa," Ya maunya dibolehin dong. Bapakkan bos Saya mana mungkin ngambek - ngambekkan."

 

"Kalau sudah ngerti kenapa nanya lagi?" jawab Bara tak acuh, fokus menyetir.

 

Karina rasanya sudah siap ingin menimpuk Bara, tapi salah - salah bukan saja pekerjaannya yang akan melayang tapi bisa juga nyawanya ikut melayang karena kemungkinan mereka akan kecelakaan.

 

"Pak. Sehari aja gak ngeselin bisa?"

 

"Memangnya kapan Saya ngeselin?"

 

Tiap hari Pak! Tiap saat malahan, cecar Karina dalam hati.

 

Karina menghela napas berat. Bagaimanapun dia harus bertahan, tinggal sedikit lagi dan dia bisa lepas dari bos anehnya ini.

 

Rintik hujan mulai turun, dan Karina baru ingat kalau pasta gigi habis dan dia tidak punya stok. Apa kabar mulutnya kalau sampai tidak sikat gigi, alamat bisa saingan sama naga dia.

 

"Pak, bisa mampir di minimarket dulu gak? Ada yang mau Saya beli."

 

Bara menoleh singkat, tak menjawab namun tak lama mobil yang mereka kendarai berhenti di depan minimarket 24 jam.

 

"Bapak mau tunggu di sini apa mau ikut masuk?"

 

Lagi - lagu Bara tak menjawab, langsung mengambil payung dan keluar dari mobilnya.

 

"Sariawan kali tu orang kalau sampai bersuara," rutuk Karina, namun tak lama Bara sudah berada di samping pintu mobil dan membukanya, dengan sigap lelaki itu memayungi Karina.

 

Karina sih sebenarnya sudah biasa diperlakukan seperti ini, tapi jantungnya kadang susah diajak kompromi, apalagi setelah kejadian tadi siang.

 

Mereka sampai ke depan minimarket.

 

"Kamu masuk aja. Saya tunggu di sini."

 

Bara duduk di kursi teras minimarket dan langsung mengeluarkan hpnya. Karina sih masa bodo dan masuk ke dalam.

 

Karina terdiam sesaat melihat ke arah Bara yang duduk di luar membelakanginya.

 

"Kok Gue jadi gini ya? Lagian, apa semua sekretaris diperlakukan kayak Gue? Di payungin, dibukain pintu, diantarin pulang? Masa sih Pak Bara...." Karina menggeleng kemudian memukul kepalanya sendiri. Karyawan minimarket bahkan menatapnya aneh karena bicara sendiri dan bertingkah ambigu.

 

"Jangan mikir yang aneh - aneh Karina. Jangan ke GRan Kamu."

 

Tak mau ambil pusing ia mulai mencari barang yang ia butuhkan.

 

Selesai membayar Karina celingukan, sang bos tak ada di tempat duduknya tadi.

 

"Lah Gue balik ke mobilnya gimana? Masa mau lari? Ke mana lagi tu orang?"

 

Karina celingukan. Mau berlari ke parkiran yang keburu basah duluan. Dan gimana kalau ternyata sang bos tak ada di dalam mobil dan mobil dalam keadaan terkunci? Apa gak nyari penyakit namanya?

 

Karina mengambil hpnya ingin menelpon tapi tak lama matanya melihat sosok yang ia cari, sedang berjongkok di tepi jalan, tepatnya di samping tempat sampah.

 

"Ngapain tu orang? Mau alih profesi apa gimana?" tanya Karina heran. Ada - ada saja tingkah bosnya ini.

 

Tak lama lelaki itu berjalan kembali sembari tangannya menggendong sesuatu di dalam pelukannya.

 

Mata Karina menyipit, memperhatikan Bara dari kaki sampai kepala.

 

"Bapak habis ngapain?" tanyanya begitu melihat sosok dalam pelukan bosnya itu.

 

"Kasihan," jawab kelewat singkat

 

"Mau bapak pelihara?"

 

Bara mengangguk. Karina hanya menghela napas lelah, bisa - bisanya bosnya ini memungut kucing di jalan, mana di tengah hujan pula.

 

"Udah selesai belanjanya?"

 

Karina bergumam mengiyakan.

 

Mereka berjalan menuju mobil, kali ini Bara duluan yang masuk ke mobil baru kemudian Karina. Ia melipat payung basah tersebut dan menyimpannya kembali.

 

Bara nampak antusias mengelap kucing kecil berwarna oren dengan kaos, baju yang biasa Bara bawa di mobil, persiapan kalau tiba - tiba di ajak main golf oleh klien atau sekedar mau olahraga.

 

"Kaos tujuh ratus ribu jadi lap kucing, luar biasa," celetuk Karina. Agak tak rela melihat kaos mahal itu dipakai untuk lap.

 

Bara menoleh. "Kasihan kucingnya kedinginan."

 

"Bapak yakin mau pelihara? Emang boleh pelihara binatang di apartemen Bapak?"

 

Bara diam sesaat kemudian menghendikkan bahu. Karina menggeleng pelan, jangan sampai bosnya ini memintanya untuk merawat kucing ini.

 

Bukannya apa, Karina tak pandai memelihara binatang, dia juga tak sanggup kalau tiba - tiba kucingnya hilang atau mati, dia dulu bahkan menangis sesegukan dan tidak nafsu makan hanya karena kucingnya mati dan dia tidak mau hal itu terulang kembali.

 

"Kenapa?" tanya Bara begitu melihat Karina yang nampak terdiam memperhatikannya.

 

"Bapak kok bisa nemu kucing ini? Padahal lumayan jauh loh dari situ ke situ."

 

Tunjuknya ke arah minimarket dan tempat Bara mengambil kucing tadi bergantian.

 

"Tadi Saya lihat orang keluar dari mobil bawa kotak kardus terus ditaruh aja di pinggir jalan. Dia juga naruh plastik di atas kardusnya, karena ngerasa aneh Saya lihat, ternyata benar mereka buang binatang."

 

Karina bedecih kesal.

 

"Parah bangt tu orang, gak kira - kira buang kucing di cuaca hujan begini, kagak ada hatinya emang," kesalnya.

 

Kok bisa ada orang yang begitu tega membuang kucing yang masih sangat kecil ini di tengah hujan, yang ada bisa mati.

 

Bara menaruh kucing yang berlapis baju kaosnya itu ke atas pangkuan gadis yang duduk di sampingnya itu, kemudian menyalakan mobil.

 

Karina mengelus pelan. Kucing itu nampak masih sangat kecil dan sepertinya masih menyusu. Tubuh kucing kecil itu bergetar, Karina mengatup tangannya berharap kucing itu mendapat kehangatan.

 

"Pet shop dekat sini di mana ya?"

 

"Kalau gak salah di depan, belok kiri gak jauh dari lampu merah, tempatnya warna pink."

 

Karina ingat ia pernah melihat pet shop di dekat daerah tempat tinggalnya ini.

 

Mereka sampai di pet shop. Untungnya masih buka walau sudah lewat jam sembilan malam, tak biasanya.

 

"Selamat malam, ada yang bisa dibantu?" sapa seorang perempuan berseragam pink.

 

"Saya mau titip kucing."

 

Bara mengambil kucing di dalam gendongan Karina dan memberikannya ke perempuan tersebut.

 

Setelah berbincang sesaat, Bara mulai mengisi form penitipan hewan peliharaan. Tapi ia terdiam sesaat seolah memikirkan sesuatu.

 

"Kenapa Pak?" tanya Karina, aneh melihat bosnya nampak kebingungan.

 

"Saya lagi mikir, apa ya nama yang bagus buat kucingnya?"

 

Karina melongo kemudian menepuk kepalanya. Ya salam, dia sudah lelah karena dinas luar kota sehari langsung pulang dan tidak sabar mau bertemu kasur, eh bosnya malah berulah.

 

***

 

 

Mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang setelah berdebat masalah nama kucing, sungguh berfaedah sekali.

 

"Apa ya nama yang bagus?"

 

Bara masih berpikir, dia tidak pernah memelihara hewan sebelumnya jadi menurutnya mencarikan nama yang bagus sangat penting. Kan ada yang bilang, 'nama adalah doa' jadi tidak boleh sembarangan.

 

"Pochi aja Pak," saran Karina. Biar cepat saja pikirnya.

 

"Pochi bukannya merek Teh?"

 

"Iya sih. Tapikan lucu. Pochi."

 

"Nama itu biasanya untuk anjing kan?"

 

Karina menggeleng tak setuju.

 

"Bapak gak pernah nonton minion ya?"

 

Bara diam sepertinya tidak pernah menonton film yang Karina maksud.

 

Karina menghela napas, apa sebenarnya yang dilakukan bosnya ini saat libur atau tidak bekerja, sampai minion si makhluk berwarna kuning menggemaskan itu saja ia tidak tahu.

 

"Jadi di film minion, tikusnya King Bob...." Karina mengangkat tangannya, memperagakan salah satu scane film favoritnya itu.

 

"Namanya Pochi," jelasnya.

 

Kening Bara mengerut.

 

"Tapi diakan kucing bukan tikus."

 

Ya tuhan. Karina mengeratkan gigi, mencoba tersenyum.

 

"Lucu Pak. Tapi terserah Bapak sih mau dikasih nama apa. Mau Pochi kek, mau Kochi kochi hutahe juga boleh."

 

"Asal cepat aja," desis Karina sepelan mungkin.

 

Dan akhirnya di sinilah mereka, sudah dekat dengan rumah Karina. Gadis itu sudah tak sabar ingin mandi.

 

"Kayaknya ada orang di depan rumah Kamu."

 

Karina yang sejak tadi menunduk memainkan ponselnya menoleh ke arah Bara kemudian bergantian ke arah depan. Matanya menyicip saat melihat ada seorang lelaki berdiri di depan pagar rumahnya, nampak celingukan dan sesekali melihat hp.

 

Mobil yang mereka tumpangi berhenti. Sosok lelaki yang Karina kenal nampak berdiri menunggu Karina turun.

 

"Mau ngapain tu orang?" desisnya.

 

Ia malas sekali untuk berbicara dengan orang itu. Jangankan bicara melihat wajahnya saja sudah membuatnya muak.

 

"Makasih Pak sudah ngantar Saya pulang. Hati - hati di jalan."

 

Karina membuka pintu mobil dan Bara juga membuka pintu mobilnya ikut turun.

 

"Bapak pulang aja."

 

"Bahaya," jawabnya singkat. Karina hanya menghela napas. Memang lebih aman kalau ada orang lain dibandingkan harus berduaan dengan orang itu.

 

Lelaki itu dengan cepat mendekati Karina.

 

"Karina," serunya.

 

Ayolah Karina sedang lelah saat ini. Dia mau istirahat, mandi, tidur dan bangun siang.

 

Karina acuh mencoba membuka pagar rumahnya.

 

"Karina. Kita butuh bicara," katanya.

 

"Tapi Gue gak butuh tu."

 

"Kar please. Gue terpuruk gak ada Lo."

 

Karina mendesah pelan dia ini bersumbu pendek, tidak terlalu pandai juga menahan emosi, dan lelaki di hadapannya ini nampaknya ingin sekali membuat dirinya emosi.

 

"Terpuruk? Oh ya? Kenapa, cewek selingkuhan Lo kemarin miskin gak ada duitnya yang bisa Lo porotin?"

 

Lelaki itu terdiam. Karina pernah berpacaran selama hampir dua tahun dengan lelaki ini. Namanya Dodi, mereka tak sengaja bertemu di bioskop saat sama - sama nonton sendiri dan akhirnya mereka dekat dan menjalin hubungan.

 

Dulu Karina akui kalau dirinya bodoh dan buta akan cinta. Dia pikir lelaki ini tulus bahkan saat semua orang mengatakan kebenaran tentang Dodi dia akan marah dan tak percaya, sebuta itu ia akan cinta.

 

Tapi setahun lalu Karina membuktikan sendiri omongan orang - orang tentang pacarnya. Dodi berselingkuh, bukan cuma itu ternyata selama ini ia hanya dimanfaatkan, lelaki itu hanya menginginkan uangnya.

 

Karina yang terlanjut bucin membelikan banyak barang dan sering memberikan uang padanya. Tapi apa? Ia malah diselingkuhi dan dianggap sebagai ATM berjalan.

 

Marah? Jangan ditanya, ia bahkan memberi bogeman ke kedua pipi mantan pacarnya itu bahkan hampir menendang bagian penting yang bisa jadi membuat lelaki itu sangat kesakitan.

 

"Gue nyesel Kar. Lo yang terbaik buat Gue?"

 

Karina tersenyum mengejek. Memang tak lama setelah putus Dodi terus menyepamnya dengan banyak chat dan telpon, bahkan Karina sampai memblokir nomornya. Tapi beberapa bulan terakhir lelaki ini tak muncul lagi, Karina pikir dia sudah menyerah tapi nyatanya sekarang dia malah nekat datang ke rumahnya.

 

"Hah... Pulang gih. Kalau tidur tuh bangun jangan mimpi mulu."

 

"Kar Gue serius. Gue udah dapat kerja sekarang. Memang gajinya gak sebanyak Lo. Tapi Gue yakin Gue bisa bahagiain Lo. Gue akan berusaha, Gue udah tobat."

 

Menggaruk kepalanya Karina hanya menatap sinis. Ia tak percaya lagi. pantang bagi Karina memberi kesempatan kedua kepada penghianat. Ingat dua pantangan yang selalu di wejangkan padanya sejak kecil.

 

( Jangan pernah memberikam kesempatan kedua kepada perselingkuhan dan KDRT ) Itu pesan Bapak saat dirinya mulai beranjak dewasa, karena kedua hal itu adalah penyakit yang sulit disembuhkan.

 

"Lo mending Move On deh kalau udah tobat. Jangan ganggu Gue lagi."

 

Karina ingin masuk namun tangannya di cekal. Melihat hal itu, Bara yang sejak tadi hanya diam memperhatikan mencengkram tangan Dodi.

 

Dodi menoleh tak suka.

 

"Anda jangan ikut campur, ini urusan Saya dan Karina."

 

"Kalau begitu itu urusan Saya juga."

 

Dodi terdiam, melirik Karina dan Bara bergantian.

 

"Kalian punya hubungan?"

 

"Iya. Jadi jangan ganggu Karina lagi," jawab Bara ambigu.

 

Entah kenapa jantung Karina jadi berdetak kencang, bukan merasa emosi seperti sebelumnya, perasaannya malah terasa nyaman. Ia tak mengerti dengan dirinya hari ini.

 

Dodi menatap nanar, menyentak tangannya dari genggaman Bara. Merasa tak bisa melawan ia memilih pergi begitu saja. Bahkan tanpa pamit, sepengecut itu.

 

"Makasih ya Pak."

 

Bara hanya bergumam.

 

"Kalau dia berulah lagi beritahu Saya. Sekarang masuk, kunci pintu. Kalau ada apa - apa hubungi Saya."

 

Karina hanya mengangguk merasa salah tingkah. Apalagi setelah mendengar ucapan Bara tadi.

 

Aneh memang, padahal selama ini, selain perasaan kesal pada bosnya dia merasa biasa saja, mungkin.

 

Tapi kenapa sekarang berdiri di depannya saja terasa canggung?

 

Karina melempar tasnya sembarang kemudian menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur.

 

"Lo kenapa sih Kar. Itu cuma pak Bara, cuma," desisnya.

 

Karina menggeleng. Mungkin ini cuma efek lelah dan terlalu lama dan sering di dekat Bara, pikirnya.

 

Ia membuka ponsel ada satu pesan dari Bapaknya baru saja masuk.

 

[Assalamualaikum. Karina jadi pulang Haul ibu?]

 

Karina langsung mendudukkan dirinya. Kenapa dia bisa lupa dengan peringatan kematian Ibunya.

 

[Waalaikumsalam. Insyaallah Pak. Nanti Karina izin, minta cuti dulu]

 

Tak lama pesan terkirim, telpon Karina berdering.

 

"Assalamualaikum Pak."

 

"Waalaikumsalam."

 

"Bapak kok belum tidur?"

 

"Ini masih nemanin bunda nonton tivi. Kamu baru pulang?"

 

Karina sebenarnya tak ingin menjawab jujur, tapi berbohong juga tak baik.

 

"Iya Pak. Bapak apa kabar?" tanyanya. Merasa tak enak selama ini jarang pulang mengunjungi orang tuanya.

 

" Alhamdulillah sehat. Kamu sendiri gimana sehat?"

 

" Alhamdulillah sehat juga Pak."

 

Hening sesaat.

 

"Nak..." panggil bapak, hendak memulai obrolan yang agak serius.

 

"Sekarang usaha Bapak sudah stabil. Hutang bank juga akan segera lunas, jadi lebih baik Kamu berhenti bekerja dan istirahat di sini, Kita ngumpul lagi. Sudah cukup Kamu banyak berkorban untuk keluarga ini."

 

Orang tua Karina tahu betul betapa kerasnya gadis itu bekerja, pergi pagi pulang malam. Bahkan untuk pulang lebaran saja dia cuma bisa dua atau tiga hari. Sudah cukup usahanya selama ini, usaha Bapaknya sudah mulai meningkat apalagi sebentar lagi hutang mereka akan lunas dan juga kontrak kerjanya akan segera berakhir.

 

Jujur ia lelah. Masa mudanya habis untuk bekerja mencari uang. Mungkin memang sudah saatnya ia hidup untuk dirinya sendiri.

 

 

***

 

 

 

 

 


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Sekretaris Pak Bara! [ 09 (Cuti? Emang Bisa?) ]
18
1
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan