Maaf, Tuhan, Aku Pernah Marah dengan Orang Tua

Maaf, Tuhan, aku pernah marah dengan orang tua. Aku pernah marah karena aku merasa tidak dianggap sebagai manusia. Aku merasa seperti robot yang mereka program dan diperintahkan untuk menuruti semua perkataan dan keinginannya. Dan aku tidak berhak untuk menolak. Menolak seolah mereka anggap sebagai membantah. Membantah orang tua itu artinya durhaka.

Tuhan, apakah menolak perintah orang tua saja lantas aku dicap durhaka? Apa iya untuk menjadi anak baik dan berbakti pada orang tua harus selalu mengikuti segala permintaannya?

Tuhan, aku lelah menjadi manusia yang tidak memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupku sendiri sekaligus memutuskan banyak hal dalam hidup.  Aku tahu, setiap orang tua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Tapi menurutku, memaksakan sesuatu kepada anak bukanlah hal yang bisa dimaklumi. Meski alasannya demi kebaikan, tapi menurutku tidak ada yang benar dengan memaksa anak untuk melakukan hal-hal yang tidak anak sukai dan hal-hal yang membuat anak tidak nyaman. Apalagi kalau anaknya sudah dewasa, sudah paham dan bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Di dunia ini ada banyak hal baik. Dan di antara sekian banyak hal baik itu, kita bebas memilih salah satunya. Kita berhak memilih mana yang dirasa lebih cocok, mana yang lebih disukai, dan mana yang lebih membuat kita nyaman.

Tuhan, aku bukannya tidak suka dituntun oleh orang tua, yang katanya lebih banyak merasakan asam-garam kehidupan. Aku hanya ingin mereka mendukung pilihanku, asalkan pilihanku itu baik dan tidak merugikan siapa pun.

Karena aku yakin bahwa:

Yang terbaik menurut orang tua, belum tentu itu terbaik bagi si anak.

Jadi, seharusnya tidak masalah kan, Tuhan, kalau aku ingin menjalani hidup dengan caraku sendiri?