6. Kembar Bulan Love Story – Romantic Short Story (End)

6
1
Terkunci
Deskripsi

Urutan Baca :

Teaser – Kembar Bulan Love Story
1 – Dua Bulan
2 – Crazy Over You
3 – Perkara Hati
4 – Twins Goals (?)
5 – So-Ul
6 – Romantic Short Story (End)

1,953 kata

Dukung suporter dengan membuka akses karya

Pilih Tipe Dukunganmu

Paket
6 konten
Akses seumur hidup
200
Karya
1 konten
Akses seumur hidup
50
Sudah mendukung? Login untuk mengakses
Kategori
Terikat
Selanjutnya Happen Ending #1,2,3,4
8
0
Happen EndingPenulis : Yookatta Genre : RomanceDilarang mengcopy, mengganti, dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa ijin penulis. Itu mencuri.Yookatta © 2023 All Right Reserved.A/n : Bab 1 — 3 bisa dibaca gratis (scroll terus ke bawah untuk membaca atau klik “show more”). Bab 3 nya dibagi 2 ya, Gaes. Sebagian gratis, sebagiannya lagi dikunci. Kalau kamu mau mengakses semua bab terkunci, saranku beli paket. Lebih praktis dan hemat. ☘️☘️☘️ Harusnya, hidup Asa berakhir bahagia.Kendati hidup tidak selalu mudah. Kendati rintangan sedang menantinya di depan sana. Pun, Kendati perasaan manusia tidak selalu sama. Asa tidak sedikit pun ragu menghadapi dunia. Mengapa? Sebab Ayah dan Ibu bersamanya.Itu cukup.Ibu bilang, Asa adalah makna lain dari harapan. Berharap jika dunia membuat hidup Asa jatuh bangun dan hancur lebur, sepahit apapun, Asa tetap tidak kehilangan harapan.Harusnya, Asa memang tidak kehilangan harapan—andai dia tidak pernah jatuh cinta, lantas kehilangan segalanya.Pasti ada alasan kenapa nama yang cuma tiga huruf itu ditakdirkan menjadi nama lo, Sa.Nama lo juga cuma tiga huruf, Jun.Eh? Iya juga ya .... Jodoh nih, jangan-jangan.- Asa, sebuah akhir (yang diharapkan) bahagia   #1Saat orang-orang menjulukinya 'gadis pendiam', sebenarnya, Asa tidak begitu merasakannya. Kenapa? Sebab Asa selalu mengobrol dengan dirinya sendiri. Saat  jalan kaki menuju kontrakan sepulang kerja, saat menyiapkan sepotong burger asal jadi—yang penting pedas—untuk sarapan, saat sebelum tidur, saat mandi, dan saat-saat yang lain. Kecuali satu, yakni saat memberi makan si orput, kucing gemoy hasil kawin silang antara kucing kampung dan kucing anggora, warnanya dominan oren dan sedikit campuran putih. Asa menamainya si orput, alasannya simpel, sebab Asa tidak pandai memberi nama, jadi diambil dari warna bulunya saja. Si orput adalah kucing liar (atau mungkin dibuang si pemilik) dan sering menghabiskan waktu di teras sempit kontrakan milik Asa, sebab Asa getol memberinya makan. Tapi bukan hanya si orput, sebenarnya. Semua kucing liar yang Asa temui, selalu Asa beri makan. Asa rutin membeli makanan kucing untuk mereka. Sengaja, soalnya menyenangkan.Lalu kembali pada julukan si gadis pendiam yang disematkan orang-orang terhadapnya. Asa tidak terganggu sama sekali, sebab memang betul. Bahkan ketika tes MBTI, persentase introvert Asa adalah 99 persen. Introvert tidak selalu berarti pendiam, tapi memang kebetulan berkaitan dengan karakter Asa yang tidak banyak bicara dan lebih nyaman ketika sendirian ketimbang kumpul-kumpul bersama yang lain. Asa suka capek, kehabisan energi.Asa tinggal sebatang kara di sebuah kontrakan sederhana. Ibu dan ayahnya telah wafat tujuh tahun lalu. Mereka bukan keluarga 'berada', jadi ketika Asa 'ditinggal', tidak tersisa harta warisan yang berlimpah selain tabungan masa depan yang disiapkan ayah dan ibu untuknya. Jumlahnya tidak banyak, tapi cukup untuk tidak membuat Asa terlunta.Satu lagi harta peninggalan ayah-ibu adalah, Bibi Juju, teman baik ibu, yang memang begitu baik menerimanya ketika dia bingung harus ke mana. Bibi Juju adalah pemilik kontrakan sepuluh pintu saja, juga punya usaha warteg dan car wash atau steam mobil. Asa biasa memanggil Bibi Juju dengan sebutan Bibi saja, juga memanggil suami Bibi, yakni Paman Mamol, dengan Paman saja. Namun sebenarnya, bibi dan paman memang berjiwa sosial plus suka keramaian. Mereka divonis tidak bisa memiliki anak. Namun alih-alih paman menikah lagi, paman malah membuat keputusan lain. Yakni mengganti posisi anak kandung yang begitu dirindukan, dengan menampung anak-anak kurang beruntung yang hidup sendirian. Tidak bisa disebut panti asuhan, sebab jumlah anak-anak itu hanya enam. Dan semuanya laki-laki. Kata Bibi dan Paman, 'Mungkin Tuhan sudah merencanakan ini sejak awal, biar kamu jadi satu-satunya putri di keluarga kami, Asa, Sayang.' Terharu Asa mendengarnya. Ke enam anak yang kini sudah dewasa itu juga mengisi posisi pegawai di usaha yang dimiliki paman dan bibi. Kak Rodeo, Sali, dan Kak Baci, mengurus steam mobil. Kak Bibo dan Kak Cani bantu-bantu Bibi di warteg. Sementara kontrakan diurus Paman dan Kak Mari.Lalu Asa bagaimana? Asa tidak membantu usaha Paman dan Bibi. Asa bekerja jadi salah satu kru housekeeping di satu hotel megah. Hotel Vanmega, namanya, dan jadi cleaning service-nya. Ijazah paket C nya hanya mampu mengantarnya sampai ke sana. Tapi tidak apa-apa. Asa menikmati dan mensyukurinya.Selamat pagi, Put. Asa berjongkok dan mengelus-elus si orput usai menggeliat. Masih pagi. Pukul setengah enam.  Dan Asa langsung membuka pintu ketika mendengar si orput mengeong-ngeong. Kucing gemoy itu sedang menjilat-jilati bulunya sambil rebahan. Dan kebiasaan Asa pun dimulai, Gimana malam elo, Put? Apa elo ketemu kucing garong? Si orput tidak lagi menjilati bulunya. Kucing garongnya gak ngajakin lo ribut, kan? Tidak digubris. Itu bukan pertanyaan asal. Suatu pagi, Asa pernah mendapati si orput lecet-lecet dan berdarah, ulah si kucing garong. Atau jangan-jangan ... Asa menyipit, memandangi si orput yang malah memejam nyaman di sudut teras, Dia ngajak lo kawin ya??? Lalu Asa cekikikan sendiri.Begitulah Asa menikmati pagi. Si gemoy orput memang teman ngobrolnya yang terbaik. Namun itu hanya berlaku untuk kucing oren gemoy itu saja. Lain lagi jika lawan ngobrolnya berbeda. Contohnya pada si tetangga, alias si lelaki yang asal-usulnya masih misteri, yang menempati kontrakan sebelah sejak tiga tahun lalu.Jun, namanya. Pagi, Sa.Asa mendongak. Tidak perlu dijawab, sebab Jun sudah merangsek menghampirinya, ikut berjongkok sepertinya, lalu mengelus-ngelus si orput. Pagi, Or. Dan itulah panggilan Jun untuk orput. Katanya biar melengkapi panggilan Asa. Or dan Put.Perlu diketahui, kontrakan yang Asa tinggali itu berbeda lokasi dengan kontrakan sepuluh pintu milik Bibi. Jika dideskripsikan mungkin begini ;Rumah luas Bibi bagian depan. Kontrakan Asa dan Jun—sebab memang jumlah bangunannya hanya dibagi menjadi dua—ada di bagian belakang, menghadap ke arah berlawanan dari rumah Bibi. Sementara kontrakan sepuluh pintu, letaknya terhalang beberapa rumah, harus berjalan kaki menyusuri gang besar selama tiga menitan, ada area khususnya dan dipagari gerbang. Warteg juga ada di sebelahnya, menyatu dengan steam mobil. Intinya berdekatan, tapi khusus kontrakan Asa, memang satu area dengan tempat tinggal pemiliknya.By the way, ada yang bikin gue penasaran sejak dulu sebenarnya, Sa.Apa?Jun berhenti mengelus si orput. Dia bersedekap di atas lututnya yang tertekuk, kemudian memandangi Asa dengan serius. Apa kucing garong ada yang betina?Dan Asa pun seketika tahu apa yang akan dikatakan Jun selanjutnya. Dengan seringai jahil, lelaki tengil itu melanjutkan tanya, Atau yang homo, gitu?Jun pasti sudah mencuri dengar obrolan Asa dan si Orput tadi. Dan ya, orput memang jantan. Tapi ya suka-suka Asa dong, mau bicara apa!Mana gue tau. Asa bangkit dan membuka pintu. Tanya sendiri gih. Tapi kemudian kembali berbalik menghadap Jun begitu ingat sesuatu. Vanila ngadain pesta ultah besar-besaran malam ini. Dia bilang elo gak boleh ke mana-mana. Standby sampe sopir datang jemput nanti sore. Setelahnya Asa masuk dan pintu ditutup. Dia harus mandi. Jun pun Asa tinggalkan seenak hati tanpa repot-repot mendengar jawaban. Tapi tidak apa-apa. Meski menyebalkan, Jun teman yang baik. Mereka sudah cukup hafal perangai satu sama lain. Termasuk yang paling brengsek dan menyebalkan.Lalu soal Vanila. Dia adalah gadis cantik putri keluarga kaya. Usianya 23 tahun, dua tahun di bawah Asa. Vanila juga putri tunggal dari pemilik hotel elit tempatnya bekerja. Kisah 'pertemanan' mereka cukup simpel dan mainstream seperti di drama-drama. Vanila yang mau dirampok malam-malam, ditolong Asa. Lalu ternyata, Vanila yang memang sedang kabur, berakhir menginap di kontrakan sederhana Asa. Dan di sanalah  tuan putri itu bertemu Jun, lantas tergila-gila.Lalu bagaimana dengan Jun? Jun itu sebaya dengan Asa. 25 tahun. Dari mana asalnya, tidak ada yang tahu. Saat pertama kali bertemu, Jun babak belur, dibawa oleh Kak Baci, diobati oleh Bibi, kemudian nyengir lebar begitu dikenalkan pada Asa. Namun jika dilihat dari perawakannya, Jun seperti orang berada alias kaya raya,  terurus, good looking, tampan bukan hanya karena visual, tapi juga punya karisma, memikat tanpa harus menggunakan susuk, memesona tanpa harus tebar pesona, juga penakluk nomor wahid. Asa menyebutnya, player kelas kakap. Kakap loh! Sebab sejauh tiga tahun mengenal Jun, gadis yang dikencani Jun memang tidak pernah biasa saja. Semua teman kencannya memenuhi tiga aspek ideal. Visual yang memanjakan mata, sisi feminin yang meluluhkan jiwa, juga latar belakang keluarga yang penuh harta. Sayangnya, player tetaplah player. Semua perlakuan manisnya pada wanita hanya untuk kesenangan. Jun itu brengsek. Valid.Jun bekerja apa saja untuk makan. Karena temannya banyak, jadi mudah saja untuknya. Kadang jadi barista, kadang mekanik motor, kadang menyanyi di kafe, kadang juga ikut membersihkan mobil bersama Kak Rodeo, Sali, dan Kak Baci. Hidupnya bebas.Ayo. Gue anter. Dan lelaki itu kini sudah nangkring di atas ninja hitamnya, lengkap dengan jaket motor, helm full face, dan sepatu.Asa mengunci pintu, kemudian mengenakan helm yang Jun sodorkan dan duduk di belakang. Sebenarnya, Asa sedang sif pagi dan pulang pukul lima sore nanti. Namun dia mengambil tawaran kerja sebagai pengantar minuman di acara ulang tahun Vanila untuk malam ini. Masih di hotel Vanmega. Jadi mungkin Asa akan pulang lewat tengah malam hari ini. Menguras tenaga memang, tapi Asa tetap menyanggupi. Asa sedang ingin sibuk.**Venue luas hotel disulap menjadi tempat pesta yang super meriah. Warna violet menghiasi segenap sudut. Itu warna favorit Vanila. Tiga kolam renang ditaburi bunga-bunga cantik bermacam rupa. Ada lilin menyala di tengah-tengahnya. Kursi-kursi dan meja tamu undangan memenuhi area indoor dan outdoor. Lagu yang dinyanyikan penyanyi papan atas pun berbaur bersama gelak tawa dan denting gelas para tamu undangan. Penghuni hotel pun tak ayal menjadi penikmat pesta tersebut. Pelayan hilir mudik mengantar makanan dan minuman.Sepuluh menit lagi pukul 00.00. Pertunjukan spektakuler pun siap meledak di bawah hamparan langit sana. Asa berdiri di sudut balkon sepi yang berada di lantai ke dua. Itu sudut yang tidak terjamah oleh tamu, sebab tidak termasuk pada spot pesta. Pekerjaan Asa selesai. Dia akan rehat sejenak sebelum pulang, itung-itung sambil menunggu jam dua belas berdenting.Selagi menumpu sikunya pada pembatas balkon, netra Asa menyapu venue bawah. Si empunya pesta ada di sana. Begitu cantik dengan gaun berwarna violet ala princess. Ada mahkota berlian di atas kepalanya. Lalu tak selang lama, Jun, dengan setelan kemeja putih dibalut leather jaket cokelat tua semi formal yang dibiarkan terbuka, menarik Vanila menjauhi keramaian. Dan tidak perlu berpikir lama untuk menebak mereka mau apa. Tepat begitu terompet dan bunyi tanda dimulainya pertunjukan menggelegar di jam dua belas malam, tepat saat si pemilik pesta ditarik dengan sukarela oleh teman brengseknya, kembang api super spektakuler itu memenuhi langit malam. Begitu indah dan meledak-ledak tanpa henti. Segenap yang hadir bersorak dan menatap takjub. Begitu pula dengan Asa. Netranya tidak berkedip. Senyumnya merekah tipis.Pertunjukan kembang api memang selalu luar biasa. Apalagi jika disaksikan bersama orang tercinta. Asa pernah merasakannya dulu. Hanya satu kali. Bersama ayah dan ibu. Dan tentu tidak seluar biasa yang dilihatnya kini. Tapi itu momen indah yang terukir kuat dalam ingatan. Ibu berdiri di sisi kiri, ayah berdiri di sisi kanan, sementara Asa di tengah-tengah. Malam itu perayaan tahun baru. Usia Asa baru 16 tahun, tapi dia masih ingat betul suara tawa ibu dan sorak bahagia ayah. Asa tidak pernah lupa genggam hangat ibu di jemari kirinya, pun genggam hangat ayah di jemari kanannya.Tahun depan, kita bikin pesta kembang api yang lebih spektakuler lagi! Setuju??!Setujuuuuuuuuu!!Asa tersenyum. Ayah begitu semangat kala itu. Ibu dan dirinya pun jadi menjawab tidak kalah semangat. Asa tidak pernah menyangka, sedikit pun, bahwa itu akan menjadi pesta tahun baru terakhir mereka.Lalu ingatan lain pun mulai menampakkan diri, bersusulan, silih berganti. Nostalgia indah Asa bersama ayah dan ibu pun jadi rusak. Senyum Asa sampai lenyap. Dirabanya dada demi menahan sesak yang lagi-lagi menghujam. Kapan ini hilang ... Bertanya san terus bertanya … meski hatinya sendiri tidak yakin dan percaya.Malam itu, di menit pertama hari berganti, gumaman lirih Asa teredam oleh bunyi ledakan kembang api, tetapi sesaknya tidak.   #2 — FlashbackAsa menelepon nomor yang telah dihafalnya itu berkali-kali. Berkali-kali pula ditutup sepihak. Terakhir malah tidak bisa dihubungi. Hapenya dimatikan. Napas Asa terhela. Sejak pagi yang Asa lakukan hanya terpekur di dalam kamar, memeluk lutut di sudut tempat tidur dengan pikiran semrawut. Usianya baru 17, tapi—Notifikasi di hapenya bergetar. Notif dari instagram sang kekasih yang telah lama tidak aktif, menyala. Dengan hati berdebar, Asa gesit membuka. Mungkin dari sana Asa bisa tahu kabar cowok itu. Dan, ya. Asa seketika tahu. Satu foto yang beberapa detik lalu diposting menjawab segenap kegelisahannya. Itu Regis, kekasihnya, sedang merangkul mesra Meilani, teman sekelasnya. Keduanya tersenyum bahagia seraya memegang kue ulang tahun. Napas Asa seketika tertarik dalam. Lidahnya kelu. Tubuhnya membeku. Di bawah postingan tertulis caption, 'sweet seventeen with my gf'.Perlu waktu beberapa menit hingga Asa kembali menguasai diri dan memilih nekat. Diambilnya satu gaun putih selutut sederhana. Dia mengenakannya bersama sepatu flat yang juga putih, kemudian mematut sebentar dirinya—yang hanya menggunakan liptint sebagai make up—di cermin, lantas pergi. Dia akan menemui Regis.Loh mau ke mana, Sayang? Ibu yang sedang menonton televisi, bertanya.Temen ada acara pesta gitu, Bu. Asa pergi sebentar ya. Gak enak kalo gak datang. Dan Asa terpaksa berbohong.Pergi sama siapa?Udah pesen taksi tadi.Ibu menghela napas. Jam sembilan harus udah pulang. Ulti dari Ibu, sebab kini memang sudah pukul tujuh malam.Iya, Bu. Asa pun pamit dan mencium tangan Ibu. Kenapa Ibu semudah itu percaya dan memberi ijin? Sebab Asa memang sangat bisa dipercaya. Asa anak baik, terlebih di mata Ibu dan Ayah.**Rumah itu luas dan megah. Enam bulan Asa berpacaran dengan Regis, satu kali pun, Asa tidak pernah ke mari. Regis memang putra keluarga konglomerat, sangat berbanding terbalik dengannya yang berasal dari keluarga sederhana. Satu hal yang membuat Asa menerima pernyataan cinta Regis, adalah karena Regis tidak seperti cowok kaya raya kebanyakan. Regis begitu rendah hati, ramah, tidak pilih-pilih teman, dan sangat perhatian. Regis tidak pernah peduli pada julukan 'si gadis cupu' yang disematkan murid-murid sekolah untuk Asa. Regis tetap menyukainya. Dan Asa jadi luluh karenanya. Regis bahkan berhasil membuat Asa bucin.Loh, Dek? Tamunya tuan muda juga? Kok berdiri di sini aja?Ah, syukurlah. Gaun sederhananya tidak begitu diperhatikan satpam rumah. Meski belum melihat ke dalam, Asa merasa sudah tahu jika tamu-tamu di dalam pasti mengenakan gaun-gaun cantik dan mahal.Asa pun dipersilakan masuk. Dan betapa hancurnya ia, ketika tepat sampai ke spot inti acara, tamu-tamu di sana sedang bersorak, Cium! Cium! Cium! Di tengah mereka, Regis dan Meilani sedang tersipu, pelan-pelan saling mendekat dan menatap mesra. Loh! Itu bukannya si cupu?? Dan momen tersebut terhenti ketika salah satu teman sekolah yang merupakan kawan baik Regis, menunjuk Asa.Segenap perhatian kini terfokus padanya. Kebanyakan tamu adalah teman sekolah, beberapa lagi tidak Asa kenali. Lalu netra Regis dia dapatkan. Regis itu tampan. Pakaian semi formal yang baru Asa sadari senada dengan gaun yang dikenakan Meilani, begitu memancarkan pesona cowok itu. Namun itu tidak lagi membuat Asa terpaku. Terlebih ketika netra yang kerap menatap mesra padanya itu berubah dingin. Itu adalah yang pertama. Sesuatu yang baru, dan menyesakkan. Saat di jalan, Asa telah menyiapkan banyak sumpah serapah. Namun kini, Asa hanya mampu diam. Kelu habis-habisan. Sesak mengambil alih kemampuan bicaranya.Oh, kamu ke sini rupanya. Regis bergumam pelan usai Meilani membisikkan sesuatu padanya. Lalu Regis menjauhi Meilani untuk menghampirinya. Ada apa?Ada apa, katanya? Amarah dan sesak seketika bergumul dan siap meledak. Asa bergeming kaku. Tubuhnya lemas tidak terkira, tapi di saat yang sama juga bergetar hebat. Aneh, tapi juga tidak aneh. Mungkin begini rasanya dicampakkan?Namun agaknya Regis memahami arti sorot mata Asa yang mengkilat nanar  dan berkaca. Aku pikir kamu ngerti pas aku susah dihubungi, tukasnya dingin. Kalau gitu biar aku perjelas. Kita udah selesai, Sa. Putus.Asa memejam, tercekat, sekuat tenaga mengendalikan diri agar bisa melontarkan tanya. Kenapa? Serak, tapi berhasil bersuara.Kenapa? Regis bertanya sarkatik, kemudian mendekat dan berbisik. Karena kamu terlalu gampang, Asa sayang. Aku udah gak penasaran. Gak asik lagi.Gampang?Em. Regis menyeringai. Temen-temenku bilang kamu sulit didekati, makanya aku penasaran. Meski mereka ngolok-ngolok aku karena pacaran sama cewek cupu yang taunya cuma buku dan rumus-rumus, aku singkirkan rasa maluku sejenak. Tapi ternyata kamu segampang it—Dan bunyi tamparan keras menghentikan ocehan Regis. Asa menamparnya telak di pipi kiri. Seisi pesta senyap. Hingga Meilani maju, Heh lo—Satu tamparan lagi mendarat di pipi kanan Regis. Keras dan tegas, sarat amarah, juga benci. Setitik air mata Asa menetes. Sebulan ini dirinya gelisah. Dua minggu makin gelisah ketika test pack yang dibelinya diam-diam menunjukkan dua garis biru. Regis sulit ditemui dan tidak bisa dihubungi. Lalu apa katanya? Gampang? Sudah tidak penasaran?Lo! Meilani maju. Jadi cewek punya harga diri dong! Ngemis-ngemis cinta sampe ngerusak acara cowok gue?! Lo tuh gak diundang, tau! Meilani kemudian bersedekap dan memindai Asa dari atas ke bawah, menatap remeh, Lo ngerasa paling oke karena pacaran sama Regis, Sa? Sadar baby! Regis cuma main-main. Harusnya elo tau kalo tipe dia tuh jauh banget sama lo. Satu-satunya kelebihan lo itu cuma nyumbang banyak piala buat sekolah. Selebihnya? Iyuuuuhh! Ngaca, Sa. Elo bahkan udah mempermalukan Regis di acara sweet seventeen dia.Asa memejam lagi. Sesaknya bukan main. Sekilas, pandangannya mengedar dan mendapati semua mata melihatnya dengan tatap kasihan dan merendahkan. Kepala Asa mendadak sakit. Pandangannya kabur, terhalang airmata, juga pening tak terkira. Tubuh Asa limbung. Telinganya mendengung kencang. Samar terdengar seseorang berteriak,Itu! Darah! Ngalir darah dari paha dia!"Hah??Gis! Darahnya ngalir makin banyak!Heh? Lo apain dia!Ini kayak keguguran!Gis!!Sa!!??Dan selebihnya gelap.**Anak mereka menghancurkan putriku, dan mereka hanya mengirim pengacara UNTUK GANTI RUGI!!?Kelopak mata Asa yang tertutup bergerak pelan-pelan. Samar terdengar teriakan Ayah,APA MEREKA PUNYA NURANI!!Mohon tenangkan diri, Pak. Ini rumah sakit.juga tangisan Ibu.Segenap keluarga Surya memohon maaf—Persetan dengan permohonan maaf! Bawa anak itu padaku!Tapi, Pak. Perlu anda ketahui, ini bukan hanya kesalahan tuan muda Regis. Putri anda juga—Entah apalagi yang dilontarkan Ayah dan si pengacara. Netra Asa terbuka perlahan. Dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Ibu yang tertutup tangan, menangis sesenggukan di samping brankar tempatnya terbaring. Dan saat itu pula logika Asa memahami segalanya. Hati Ayah dan Ibu yang hancur serta kecewa padanya.  Masa depan kelam yang menantinya. Tubuh gadisnya yang tidak lagi sama dan berharga. Penghakiman dari seluruh warga sekolah dan tetangga rumah, juga perubahan menyedihkan lain dalam kehidupannya. Hal-hal seperti itu, telah Asa pikirkan sejak tahu dirinya hamil anak Regis. Terlampau bodoh dirinya menghamba pada seorang laki-laki hingga rela memberikan segalanya, begitu mudah dirinya terkena bujuk rayunya, percaya bahwa laki-laki itu setulus itu padanya dan akan membersamainya sampai akhir. Asa bodoh, idiot, dan menyedihkan. Asa membuat Ayah dan Ibu menangis, harapan mereka musnah, dan kebanggaan mereka hancur. Tepat pada pukul 00.00 hari kelahiran Regis, Asa keguguran.**Maaf ... Asa tertunduk pilu.Ayah dan Ibu menatap sendu, sudah puas menangis dan berteriak marah pada si pengacara. Dan demi melihat Asa yang bahkan tidak berani mendongak dan hanya bersuara lirih, Ibu dan Ayah memeluknya erat sekali. Kamu punya Ibu sama Ayah. Jangan takut. Itu kalimat Ibu yang tidak pernah Asa duga. Penenang yang amat sakti dan membuat Asa seketika mendongak dalam pelukan.Ibu sama Ayah gak marah?Marah. Bahkan kecewa. Tapi lebih dari itu, ini salah Ibu sama Ayah juga.Asa menangis lagi. Maaf ... Kali ini tidak tertahan. Maafin, Asa ... Asa terisak seraya mengeratkan peluk. Punggung ringkihnya diusap Ayah. Tubuh lemahnya didekap erat Ibu.Ke depannya yang kita lalui akan makin sulit, Sayang. Tapi percaya, kita bisa lewatin. Kita bertiga itu satu paket, kan?Asa mengangguk di sela tangisnya. Yang dia takutkan tidak terjadi. Ayah dan Ibu tidak menatapnya penuh benci. Ayah dan Ibu tidak menghakiminya sama sekali. Ayah dan Ibu memeluknya erat dan penuh sayang. Di tengah hatinya yang sedang sangat terluka, di tengah kebanggaannya yang musnah tak tersisa, untuk satu alasan tersebut, Asa lega.**Mbak Juju punya kontrakan di Bandung, Yah. Untuk sementara kita pindah ke sana dulu aja. Gimana? Ibu juga udah cerita ke Mbak Juju, dia malah gak sabar pengin kita cepet-cepet pindah ke sana.Kabar Asa hamil di luar nikah dan keguguran menyebar cepat. Di seluruh penjuru sekolah, juga komplek perumahan tempatnya tinggal. Kasak-kusuk terus terdengar. Beberapa prihatin. Beberapa iba. Beberapa mencemooh dan menghakimi. Beberapa bahkan menatap jijik. Usia Asa 17. Ujian nasional tinggal dua minggu lagi. Dan Asa di drop out dari sekolah. Ibu dan Ayah dikucilkan di lingkungan rumah. Maka mengikuti keputusan Ayah dan Ibu, Asa mantap meninggalkan rumah tempatnya lahir dan tumbuh, menuju kampung halaman Bibi Juju. Ayah menyewa mobil pick up untuk memindahkan barang, dan mobil grandmax untuk mengangkut Ibu dan dirinya, juga beberapa barang kecil yang tidak muat di mobil pick up.Gapapa. Ngulang setahun gak terlalu buruk kok, Sayang. Lingkungannya juga baru. Bibi Juju punya enam anak angkat. Lima kakak dan satu adik buat kamu. Mereka udah nunggu kita di sana.Kalimat penenang Ibu selalu menjadi obat paling mujarab untuk segala luka, khawatir, dan gelisah Asa. Senyum dan usapan hangat Ayah juga sama. Di perjalanan menuju Bandung, Ayah duduk di samping sopir. Ibu duduk di belakang bersama Asa. Tidak henti bagaimana jemari hangat Ibu mengusap kepala dan punggung Asa yang tak mau lepas memeluk.Bu?Hm?Asa sayang Ibu. Sayang banget.Eh? Ayah gimana?Ibu tersenyum melihat Ayah refleks menengok ke belakang.Asa tersenyum lebar. Sayang Ayah juga lah.Tapi sama Ibu sayang banget. Sama Ayah?Ibu tergelak. Ayah ternyata pencemburu.Asa terkekeh kecil. Sayang banget juga.Sopir di balik kemudi menyimak obrolan mereka diiringi kekeh kecil. Mungkin merindukan keluarganya juga.Sore itu, Asa masih diselubungi luka, tetapi Ayah dan Ibu benar. Asa tidak sendiri. Ada Ayah, ada Ibu, ada Asa. Bertiga, mereka satu paket. Bertiga, mereka akan menghadapi dunia.Loh—Napa Mer??TIDIIIIIIIIIT!!Dan secepat senyum merekah, secepat itu pula redup bahkan lenyap. Grandmax yang mereka tumpangi kagok di pertigaan, tersalip oleh truk yang ngebut hingga oleng.Ayah!Asa, Bu, pegangan!!Dan bus yang berlawanan arah dari depan tak ayal turut kagok. Banting setir tidak lagi berguna. Tabrakan keras  terjadi. Teriak kencang, raungan mesin, dan klakson nyalang, melengking bersamaan.Sore itu, usia Asa 17. Asa kehilangan kehormatannya sebagai gadis, Asa kehilangan kepercayaannya pada ketulusan laki-laki selain Ayah, Asa kehilangan janin dalam kandungannya, Asa kehilangan kesempatan lulus sekolah, dan, Asa kehilangan Ibu dan Ayah.Sore itu, usia Asa 17. Dan Asa kehilangan segalanya.   #3Asa turun dari bus dan berjalan kaki memasuki gang besar menuju kontrakan. Asa tidak punya motor. Tidak bisa juga mengendarainya. Dan tidak mau bisa. Takut.  Asa selalu naik ojek onlen atau angkutan umum untuk bepergian.Disusurinya gang besar tersebut seraya merapatkan jaket. Pukul satu dini hari. Dinginnya lebih-lebih dari sebelumnya. Lalu beberapa meter di depan, dua ekor kucing sedang saling balas mengeong. Bukan si orput. Satu, betina berwarna oren. Satu lagi, jantan berwarna hitam. Ck. Itu sih bukan gelut karena rebutan makanan, tapi ingin kawin!Lalu dari arah yang agak jauh, Asa mendapati kucing lain. Warnanya oren hitam, ringkih, ada beberapa bekas luka di dekat lehernya. Asa merogoh tas selempangnya. Asa selalu membawa stok makan kucing ke mana pun dia pergi, sebab setiap pulang malam, kucing selalu banyak berkeliaran di sekitar gang yang dia lewati.Meng, Asa memanggil kucing oren hitam tersebut agar mendekat. Disodorkannya kemasan makanan kucing seraya jongkok. Dan dua kucing yang sedang tarik ulur mau kawin itu pun tergoda hingga ikut mendekat. Asa tertawa kecil. Ditumpahkannya makanan kucing itu pada satu per satu dari mereka. Makan yang banyak ya, Cing. Tiga kucing itu seketika tidak mengeong, sudah asik mengunyah.Pelan, Asa mengusap bulu si kucing oren hitam. Luka di dekat leher si kucing adalah luka bekas cakaran brutal. Lumayan bikin ngilu. Kenapa kalian suka berkelahi sih, Cing? Hidup damai itu lebih enak tau.Sadar waktu makin malam, Asa berhenti mengobrol satu arah dengan si kucing. Ditumpahkannya sedikit lagi makanan kucing untuk mereka, kemudian bangkit. Baik. Udah mau subuh. Sepi. Gue ngeri ada begal. Jadi, sampai ketemu lagi ya, Cing.Ditinggalkannya tiga kucing yang sedang anteng makan itu. Rasa-rasanya, Asa juga lapar. Segera Asa melanjutkan langkah, tapi kemudian tertahan begitu mendapati Jun sedang berdiri diam beberapa langkah di belakangnya. Pakaian Jun masih sama seperti di pesta Vanila, hanya sedikit lebih berantakan. Kalau dilihat dari kebiasaan sih, Jun pasti sudah senyum-senyum sendiri sejak tadi, mengamati bagaimana Asa mengajak kucing-kucing itu bicara random. Lihat!  Jun terkekeh kecil setelah melihat Asa terlonjak.Makan bareng? Jun mengangkat seplastik hitam berisi makanan. Ini nasi goreng. Gue beli dua. Gue tau lo laper. Sama-sama.Asa mendengkus, tapi kemudian tersenyum kecil. Iya. Makasih.**
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan