
Lily yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya tiba-tiba mendapatkan kabar bahwa mertuanya akan datang. Artinya, malam ini ia harus berakting menjadi istri yang baik.
©2024 WillsonEP Seluruh hak cipta dilindungi undang-undang
Terbit : 5 Januari 2024
Chapter 4
Aku baru saja menyelesaikan shift-ku hari ini. Waktu masih menunjukkan pukul 14.15. Setelah urusan dapur selesai, aku langsung menuju toilet untuk buang air kecil. Ah, leganya! Setelah selesai, aku langsung menuju lokerku untuk mengambil barang-barang berharga, seperti ponsel, dompet, dan tas.
Tak lupa, aku segera mengganti pakaian ke setelan awal saat aku datang ke tempat ini. Setelah ganti baju, aku memutuskan untuk mengecek ponselku sebentar. Siapa tahu ada pesan dari suamiku selama aku bekerja. Begitu dinyalakan, ponselku berbunyi beberapa kali menandakan aku menerima beberapa pesan baru. Ternyata dugaanku benar, Jeffry beberapa kali mengirim pesan padaku.
Jeffry Albert Prawira
Ly, shift kamu sudah selesai? 14:10
Saya mau ngabarin Papa dan Mama saya mau datang malam ini. 14:10
Bisa saya minta tolong kamu? 14:11
You
14:17 Minta tolong apa?
Jeffry Albert Prawira
Tolong pergi ke supermarket ya? 14:17
Beli bahan-bahan untuk makan malam nanti. 14:18
Tadi saya liat di dapur bahannya udah tipis. 14:18
You
14:19 Okay.
Jeffry Albert Prawira
Photo 14:19
Ini saya udah transfer ya. 14:19
Sekalian buat belanja bulanan. 14:19
Terima kasih, Ly. 14:20
You
14:20 Sama-sama.
Aku segera menaruh ponselku ke dalam tas. Aku beranjak keluar dari ruang ganti.
“Ternyata kamu, Ly. Syukurlah kamu belum pulang. Aku boleh nebeng nggak?”
“Boleh, tapi aku mampir dulu ya. Mau belanja bulanan. Nggak apa-apa ‘kan kamu ikut?”
“Belanja bulanan? Nggak masalah. Bentar aku ganti baju dulu.”
“Oke, aku tunggu.”
-oOo-
Aku dan Gita telah berada di supermarket untuk belanja bulanan. Kami pun mulai berkeliling mencari barang-barang yang dibutuhkan, seperti shampoo, sabun mandi, deodorant, minyak goreng, telur, serta beberapa sayur mayur untuk makan malam nanti.
“Ada lagi yang mau dibeli, Ly?”
“Nggak ada, Git. Ini udah semuanya. Kamu nggak mau sekalian?”
“Nggak, biasa gue belanja bulanan bareng Mas Rudy.”
“Oh, gitu. Ya, sudah kita ke kasir sekarang ya.”
Setelah urusan pembayaran selesai, kami langsung membawa belanjaan masuk ke dalam mobil.
“Akhirnya beres juga belanjanya. Belanja sebanyak ini memangnya habis dalam sebulan, Ly?”
“Habislah, Git. Ini sudah sesuai list yang dikasih suamiku.”
“Hmm … banyak juga ya. Perasaan keperluan Mas Rudy nggak sebanyak ini.”
“Ya, ‘kan beda orang, Git. Wajar kok. Sekarang aku antar kamu pulang ya?”
“Okay.”
“Makasih loh udah nemenin aku belanja.”
“Sama-sama.”
-oOo-
Setelah mengantar Gita pulang, aku langsung melajukan mobil menuju rumah. 40 menit perjalanan, aku tiba di tujuan. Melihat mobilku tiba di halaman rumah, Jeffry langsung menghampiriku.
“Akhirnya kamu sampai juga, Ly. Sini biar saya bantu bawa belanjaannya.”
“Hmm .... boleh. Kalau kamu nggak keberatan.”
“Saya sama sekali nggak keberatan. Lagian ini barang-barang belanjaan ini banyak yang punya saya juga.”
Jeffrey mengambil beberapa plastik belanjaan dari tanganku.
“Kita masuk ya, Sayang.”
“Sayang? Saya nggak salah dengar nih.”
“Nggak, tapi kamu jangan kepedean dulu. Saya ini sedang latihan mesra supaya Papa dan Mama saya nggak curiga. Mereka ‘kan mau datang, Ly. Oh, iya kamu panggil saya Mas ya?”
“Mas Jeffry?”
“Iya, Sayang. Sekarang kamu masuk dan bersih-bersih.”
“Okay, Mas.”
“Akting kamu natural banget, Ly. Papa dan Mama pasti percaya kalau kita adalah keluarga kecil yang bahagia.”
“Terima kasih pujiannya. Lily gitu loh!”
Aku beranjak masuk membawa beberapa plastik belanjaan, kutaruh plastik-plastik tersebut di ruang makan.
“Mas, aku mandi dulu ya.”
“Oke, Ly. Kamu mandi dulu aja. Biar aku yang tata semuanya.”
“Makasih, Mas.”
“Sama-sama, Sayang.”
Aku beranjak pergi meninggalkan Jeffry yang sedang menata bahan-bahan masakan yang ada. Aku masuk ke kamarku, mengambil handuk yang tadi pagi kujemur di balkon. Setelah mengambil handuk, kuputuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.
10 menit berlalu, aku keluar kamar mandi dengan balutan handuk. Kubuka lemari untuk mengambil pakaian ganti.
“Lah? Baju-bajuku ke mana? Kok nggak ada di sini? Tadi pagi masih ada di sini. Apa dipindah sama Jeffry ya? Aku harus tanya dia sekarang!”
Tentus saja aku langsung meraih ponselku dan menghubungi pria itu. Aku nggak mungkin keluar kamar hanya dengan balutan handuk seperti ini.
“Halo, Sayang. Ada apa telepon?”
“Nggak usah basa-basi. Kamu pindahkan ke mana baju-baju saya?”
“Oh, masalah baju kamu. Saya lupa kasih tahu kamu, kalau baju kamu sudah saya pindahkan ke kamar saya. Langsung ambil saja ya di kamar saya.”
“What ? Seenaknya banget pindahin baju orang tanpa izin! Lancang banget!”
“Saya minta maaf, Ly. Saya nggak mau orang tua saya lihat baju kamu di kamar itu. Mereka berencana untuk menginap malam ini.”
“Jadi saya harus ke kamar kamu dengan balutan handuk aja?”
“Ya, mau bagaimana lagi. Langsung ambil ke kamar saya aja ya! Gitu aja ribet.”
“Kamu di mana sekarang?”
“Di dapur. Kenapa emangnya?”
“Jangan ke kamar! Saya mau ke kamar kamu.”
“Okay, Sayang. Saya juga nggak mau lihat tubuh kamu yang hanya menggunakan balutan handuk. Mata saya masih suci nih.”
“Saya nggak percaya.”
“Terserah kamu kalau nggak percaya. Oh, iya sudah jam segini. Kamu harus segera siapkan makan malam. Pakai bajunya jangan lama-lama.”
“Iya, bawel!”
-oOo-
Saat ini, aku tengah menyiapkan makan malam hari ini. Sementara itu, Jeffry sedang duduk di ruang makan fokus dengan ipad miliknya.
“Kamu lagi ngapain?” tanyaku penasaran sambil terus mengaduk sop ayam kampung favorit kedua mertuaku.
“Kerjalah, Sayang. Masa main game.”
“Katanya cuti kok masih kerja aja?”
“Memangnya kenapa? Kamu mau dimanja sama saya?”
“Idih, najis! Jangan mancing-mancing ke arah sana deh. Ingat kesepakatan kita bersama.”
“Siapa juga yang mancing-mancing. Kamu duluan yang mau tahu urusan saya. Jadi boleh dong saya iseng-iseng.”
“Papa dan Mama datang jam berapa?”
“Sebentar lagi sampai katanya. Ingat ya akting kita berdua harus bagus.”
“Saya mengerti, Mas Jeffry.”
“Bagus, Sayang. Aktingmu sangat bagus. Kenapa kamu nggak jadi artis saja?”
“Artis? Sayangnya saya nggak tertarik. Saya lebih suka masak daripada akting depan kamera. Kamu saja yang jadi artis!”
“Why me?”
“Karena kamu pandai berpura-pura. Mata saya masih suci. Bohong ‘kan? Masa sih pria seperti kamu ini nggak pernah nonton bokep?”
“Saya tidak pernah nonton begituan, Ly.”
“Halah, bohong!”
“Saya serius. Buat apa coba nonton begituan. Itu sop sudah jadi belum?”
“Dikit lagi. Sabar dong.”
“Pokoknya Papa dan Mama datang, sopnya harus sudah jadi.”
“Sabar ya, Mas Jeffry. Ini sedikit lagi. Sudah nggak bantu, banyak protes!”
“Saya sama sekali nggak bisa masak, Ly. Nanti rasa sopnya aneh gimana?”
“Bener juga. Bisa-bisa orang tua kamu sakit kalau makan masakan kamu. Masak air memangnya nggak bisa? Masak mie bisa?”
“Bisa, Sayang. Kamu jangan meremehkan saya. Meskipun saya bukan chef, masak-masak yang simple saya bisa.”
“Paling juga keasinan.”
“Wah, sembarangan! Ngajak perang nih?”
“Ampun, Mas. Hamba tidak bermaksud demikian.”
Jeffry langsung terkekeh mendengar perkataanku barusan. Tak lama, bel rumah pun berbunyi. Sepertinya Papa Albert dan Mama Cynthia sudah berada di depan.
“Sudah jadi sopnya?”
“Sudah.”
“Bagus, sekarang matikan kompornya dan kita temui mereka.”
Camera, rolling, and action ! Akting di antara kami berdua pun dimulai. Semoga saja akting kami berjalan dengan lancar. Amin.
To be continued … ©2023 WillsonEP
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
